Hubungan As-Sunnah dan
Al-Qur'an.
Dalam hubungan
dengan Al-Qur'an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat
tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan
Al-Qur'an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat
umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : " Shallu kama ro-aitumuni
ushalli ". ( Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat ) adalah
merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur'an yang umum, yaitu : " Aqimush-
shalah ", ( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits: " Khudzu ‘anni
manasikakum " ( Ambillah dariku perbuatan hajiku ) adalah tafsir dari ayat
Al-Qur'an " Waatimmulhajja " ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh
dan memperkuat pernyataan al-Qur'an. Seperti hadits yang berbunyi : "
Shoumu liru'yatihiwafthiru liru'yatihi " ( Berpuasalah karena melihat
bulan dan berbukalah karena melihatnya ) adalah memperkokoh ayat Al-Qur'an
dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu
ayat al-Qur'an, seperti pernyataan Nabi : " Allah tidak mewajibkan zakat
melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati ", adalah
taudhih ( penjelasan ) terhadap ayat Al-Qur'an dalam surat at-Taubah : 34 yang
berbunyi sebagai berikut : " Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak
kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan
azab yang pedih ". Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang
merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi
yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Perbedaan Antara
Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum
Sekalipun al-Qur'an dan
as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara
keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur'an nilai
kebenarannya adalah qath'I ( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur'an
mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
Tetapi tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab
disamping ada sunnah yang tasyri' ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘.
Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha,if dan seterusnya.
c. Al-Qur'an sudah pasti
otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur'an
berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak
harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits........
Sejarah Singkat
Perkembangan Al-Hadits.
Para ulama membagi
perkembangan hadits itu kepada 7 periode yaitu :
a. Masa wahyu dan
pembentukan hukum ( pada Zaman Rasul : 13 SH - 11 SH ).
b. Masa pembatasan
riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
c. Masa pencarian hadits
( pada masa generasi tabi'in dan sahabat-sahabat muda : 41 H - akhir abad 1 H
).
d. Masa pembukuan hadits
( permulaan abad II H ).
e. Masa penyaringan dan
seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai selesai.
f. Masa penyusunan
kitab-kitab koleksi ( awal abad IV H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H
).
g. Masa pembuatan kitab
syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab koleksi yang lebih
umum ( 656 H dan seterusnya ).
Pada zaman Rasulullah
al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
a. Nabi sendiri pernah
melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang
diizinkan beliau sebagai catatan pribadi.
b. Rasulullah berada
ditengah-tengah ummat Islam sehingga
dirasa tidak sangat perlu untuk dituliskan pada waktu itu.
c. Kemampuan tulis baca
di kalangan sahabat sangat terbatas.
d. Ummat Islam sedang
dikonsentrasikan kepada Al-Qur'an.
e. Kesibukan-kesibukan
ummat Islam yang luar biasa dalam
menghadapi perjuangan da'wah yang sangat penting.
Pada zaman-zaman
berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan karena sebab-sebab
tertentu. Baru pada zaman ‘Umar bin Abdul Azis, khalifah ke-8 dari dinasti Bani
Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan
hadits itu. Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui
hafalan-hafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan
pada sa'at generasi tabi'in mencari hadits-hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat
itu ialah :
Abu Hurairah,
meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah. Abdullah bin ‘ Umar bin Khattab,
meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas bin Malik, meriwayatkan sebanyak 2286
buah. Abdullah bin ‘Abbas, meriwayatkan sebanyak 1160 buah. ‘Aisyah Ummul
Mu'minin, meriwayatkan sebanyak 2210 buah. Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan
sebanyak 1540 buah. Abu Sa'id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian Hadits
Dikodifikasi.
Kodifikasi Hadits itu
justru dilatar belakangi oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan
menyebarluaskan hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri karena
maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang sengaja untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat ini ternyata masih banyak
hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin. Di
samping itu tidak sedikit pula kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan
masyarakat Islam, berupa anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab
yang dinilai mereka sebagai hadits.
Walaupun ditinjau dari
segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran
Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan
bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan Rasulullah kalau memang bukan sabda
Rasul. Sebab Sabda Rasulullah : " Barangsiapa berdusta atas namaku maka
siap-siap saja tempatnya dineraka ".
Alhamdulillah, berkat
jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh,
hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta
diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu
tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun usaha mereka belum
dapat membendung seluruh usaha-usaha penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah,
namun mereka telah melahirkan norma-norma dan pedoman-pedoman khusus untuk
mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu musthalah hadits
tersebut.
Sehingga dengan pedoman
itu ummat Islam sekarang pun dapat mengadakan seleksi-seleksi seperlunya. Nama-nama Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim,
ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama saleh
lainnya adalah rentetan nama-nama yang besar jasanya dalam usaha penyelamatan
hadits-hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran
perkembangan hadits dapat kita perhatikan perkembangan kelahiran kitab-kitab
hadits dan ilmu-ilmu hadits.
Perkembangan
Kitab-kitab Hadits
A. Cara penyusunan
kitab-kitab hadits.
Dalam penyusunan
kitab-kitab hadits para ulama menempuh cara-cara antara lain :
1. Penyusunan
berdasarkan bab-bab fiqhiyah,
mengumpulkan hadits-hadits yang berhubungan dengan shalat umpamanya dalam
babush-shalah,hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah wudhu dalam
babul-wudhu dan sebagainya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan
mengkhususkan hadits-hadits yang shahih saja, seperti yang ditempuh oleh Imam Bukhari dan
Muslim.
b. Dengan tidak
mengkhususkan hadits-hadits yang shahih ( asal tidak munkar ), seperti yang ditempuh oleh Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, dan sebagainya.
2. Penyusunan
berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan menyusun
nama-nama sahabat berdasarkan abjad.
b. Dengan menyusun
nama-nama sahabat berdasarkan nama qabilah. Mereka dahulukan Banu Hasyim, kemudian qabilah yang
terdekat dengan Rasulullah.
c. Dengan menyusun
nama-nama sahabat berdasarkan kronologik masuknya Islam. Mereka didahulukan sahabat-sahabat yang
termasuk assabiqunal awwalun kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul Hudaibiyah,
kemudian yang turut hijrah dan seterusnya.
d. Dengan menyusun
sebagaimana ketiga dan dibagi-bagi berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat,
dan af'alun nabi. Seperti yang
ditempuh oleh Ibnu Hibban dalam shahehnya.
3. Penyusunan
berdasarkan abjad-abjad huruf dari awal matan hadits, seperti yang ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam
Musnadul Firdausi dan oleh as-Suyuti dalam Jamiush-Shagir.
B. Kitab-kitab
Hadits Pada Abad ke I H.
1. Ash-Shahifah oleh
Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh
Imam Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
3. Daftar oleh Imam
Muhammad bin Muslim ( 50 - 124 H ).
4. Kutub oleh Imam
Abu Bakar bin Hazmin.
Keempat-empatnya
tidak sampai ke tangan kita, jadi hanya berdasarkan keterangan sejarah saja
yang dapat dipertanggung-jawabkan.
C. Kitab-kitab
Hadits Pada Abad ke-2 H.
1. Al-Musnad oleh
Imam Abu Hanifah an-Nu'man ( wafat 150 H ).
2. Al-Muwaththa oleh
Imam Malik Anas ( 93 - 179 H ).
3. Al-Musnad oleh
Muhammad bin Idris asy-Syafi'I ( 150 - 204 H ).
4. Mukhtaliful
Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi'I ( 150 - 204 H ).
5. Al-Musnad oleh
Imam Ali Ridha al-Katsin ( 148 - 203 H ).
6. Al-Jami' oleh
Abdulrazaq al-Hamam ash Shan'ani ( wafat 311 H ).
7. Mushannaf oleh
Imam Syu'bah bin Jajaj ( 80 - 180 H ).
8. Mushannaf oleh
Imam Laits bin Sa'ud ( 94 - 175 H ).
9. Mushannaf oleh
Imam Sufyan bin ‘Uyaina ( 107 - 190 H ).
10.as-Sunnah oleh
Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza'i ( wafat 157 H ).
11.as-Sunnah oleh
Imam Abd bin Zubair b. Isa al-Asadi.
Perkembangan
Kitab-kitab Hadits
D. Kitab-kitab Hadits
pada abad ke-3 H.
1. Ash-Shahih oleh Imam
Muh bin Ismail al-Bukhari ( 194 - 256 H ).
2. Ash-Shahih oleh Imam
Muslim al-Hajjaj ( 204 - 261 H ).
3. As-Sunan oleh Imam Abu
Isa at-Tirmidzi ( 209 - 279 H ).
4. As-Sunan oleh Imam Abu
Dawud Sulaiman bin al-Asy'at ( 202 - 275 H ).
5. As-Sunan oleh Imam
Ahmad b.Sya'ab an-Nasai ( 215 - 303 H ).
6. As-Sunan oleh Imam Abu
Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad Damiri ( 181 - 255 H ).
7. As-Sunan oleh Imam
Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah ( 209 - 273 H ).
8. Al-Musnad oleh Imam Ahmad
bin Hambal ( 164 - 241 H).
9. Al-Muntaqa al-Ahkam
oleh Imam Abd Hamid bin Jarud ( wafat 307 H ).
10. Al-Mushannaf oleh
Imam Ibn. Abi Syaibah ( wafat 235 H ).
11. Al-Kitab oleh
Muhammad Sa'id bin Manshur ( wafat 227 H ).
12. Al-Mushannaf oleh
Imam Muhammad Sa'id bin Manshur ( wafat 227 H ).
13. Tandzibul Afsar oleh
Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari ( wafat 310 H ).
14. Al-Musnadul Kabir
oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi ( wafat 276 H ).
15. Al-Musnad oleh Imam
Ishak bin Rawahaih ( wafat 237 H ).
16. Al-Musnad oleh Imam
‘Ubaidillah bin Musa ( wafat 213 H ).
17. Al-Musnad oleh
Abdibni ibn Humaid ( wafat 249 H ).
18. Al-Musnad oleh Imam
Abu Ya'la ( wafat 307 H ).
19. Al-Musnad oleh Imam
Ibn. Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi ( 282 H ).
20. Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Abi ‘Ashim Ahmad bin Amr asy-Syaibani ( wafat 287 H ).
21. Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Abi'amrin Muhammad bin Yahya Aladani ( wafat 243 H ).
22. Al-Musnad oleh Imam
Ibrahim bin al-Askari ( wafat 282 H ).
23. Al-Musnad oleh Imam
bin Ahmad bin Syu'aib an-Nasai ( wafat 303 H ).
24. Al-Musnad oleh Imam
Ibrahim bin Ismail at-Tusi al-Anbari ( wafat 280 H ).
25. Al-Musnad oleh Imam
Musaddad bin Musarhadin ( wafat 228 ).
Dan masih banyak sekali
kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.
E. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-4 H.
1. Al-Mu'jam Kabir,
ash-Shagir dan al-Ausath oleh Imam Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani ( wafat 360
H ).
2. As-Sunan oleh Imam
Darulkutni ( wafat 385 H ).
3. Ash-Shahih oleh Imam
Abu Hatim Muhammad bin Habban ( wafat 354 H ).
4. Ash-Shahih oleh Imam
Abu ‘Awanah Ya'qub bin Ishaq ( wafat 316 H ).
5. Ash-Shahih oleh Imam
Ibnu Huzaimah Muhammad bin Ishaq ( wafat 311 H ).
6. Al-Muntaqa oleh Imam
Ibnu Saqni Sa'id bin'Usman al-Baghdadi ( wafat 353 H ).
7. Al-Muntaqa oleh Imam
Qasim bin Asbagh ( wafat 340 H ).
8. Al-Mushannaf oleh Imam
Thahawi ( wafat 321 H ).
9. Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Jami Muhammad bin Ahmad ( wafat 402 H ).
10.Al-Musnad oleh Imam
Muhammad bin Ishaq ( wafat 313 H ).
11.Al-Musnad oleh Imam
Hawarizni ( wafat 425 H ).
12.Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Natsir ar-Razi ( wafat 385 H ).
13.Al-Mustadrak
‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim
an-Naisaburi ( 321 - 405 H ).
F. Tingkatan Kitab
Hadits.
Menurut penyelidikan para
ulama ahli hadits secara garis besar tingkatan kitab-kitab hadits tersebut bisa
dibagi sebagai berikut :
1. Kitab Hadits
ash-Shahih yaitu kitab-kitab hadits yang telah
diusahakan para penulisnya untuk hanya menghimpun hadits-hadits yang shahih
saja.
2. Kitab-kitab Sunan yaitu kitab-kitab hadits yang tidak sampai kepada
derajat munkar. Walaupun mereka memasukkan juga hadits-hadits yang dha'if (
yang tidak sampai kepada munkar ). Dan sebagian mereka menjelaskan
kedha'ifannya.
3. Kitab-kitab Musnad yaitu kitab-kitab hadits yang jumlahnya sangat banyak
sekali. Para penghimpunnya memasukkan hadits-hadits tersebut tanpa penyaringan
yang seksama dan teliti. Oleh karena itu didalamnya bercampur-baur diantara
hadits-hadits yang shahih, yang dha'if dan yang lebih rendah lagi. Adapun
kitab-kitab lain adalah disejajarkan dengan al-Musnad ini. Diantara kitab-kitab
hadits yang ada, maka Shahih Bukhari-lah kitab hadits yang terbaik dan menjadi
sumber kedua setelah al-Qur'an, dan kemudian menyusul Shahih Muslim. Ada para
ulama hadits yang meneliti kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, tetapi
ternyata kurang dapat dipertanggungjawabkan, walaupun dalam cara penyusunan
hadits-hadits, kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, sedang syarat-syarat
hadits yang digunakan Bukhari ternyata tetap lebih ketat dan lebih teliti
daripada apa yang ditempuh Muslim. Seperti tentang syarat yang diharuskan
Bukhari berupa keharusan kenal baik antara seorang penerima dan penyampai
hadits, dimana bagi Muslim hanya cukup dengan muttashil ( bersambung ) saja.
6. Perkembangan
Kitab-kitab Hadits
g. Kitab-kitab
Shahih Selain Bukhari Muslim.
Ada beberapa ulama
yang telah berusaha menghimpun hadits-hadits shahih sebagaimana yang ditempuh
oleh Bukhari dan Muslim, akan tetapi menurut penyelidikan ahli-ahli hadits,
ternyata kitab-kitab mereka tidak sampai kepada tingkat kualitas kitab-kitab
Bukhari dan Muslim.
Para ulama yang
menyusun Kitab Shahih tersebut ialah :
1. Ibnu Huzaimah
dalam kitab ash-Shahih.
2. Abu ‘Awanah dalam
kitab ash-Shahih.
3. Ibnu Hibban dalam
kitab at-Taqsim Walarba.
4. Al-Hakim dalam
kitab al-Mustadrak.
5. Ibnu Jarud dalam
kitab al-Muntaqa.
6. Ibnu Abdil Wahid
al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mukhtarah.
Menurut sebagian
besar para ulama hadits, diantara kitab-kitab hadits ada 7 ( tujuh ) kitab
hadits yang dinilai terbaik yaitu :
1. Ash-Shahih
Bukhari.
2. Ash-Shahih
Muslim.
3. Ash-Sunan
Abu-Dawud.
4. As-Sunan Nasai.
5. As-Sunan
Tirmidzi.
6. As-Sunan Ibnu
Majah.
7. Al-Musnad Imam
Ahmad.
7. Perkembangan Ilmu
Hadits
Ilmu Hadits yang kemudian
populer dengan ilmu mushthalah hadits adalah salah satu cabang disiplin ilmu yang semula disusun oleh Abu
Muhammad ar-Rama al-Hurmuzi ( wafat 260 ), walaupun norma-norma umumnya telah
timbul sejak adanya usaha pengumpulan dan penyeleksian hadits oleh
masing-masing penulis hadits.
Secara garis besarnya
ilmu hadits ini terbagi kepada dua macam yaitu : ilmu hadits riwayatan dan ilmu
hadits dirayatan. Ilmu hadits dirayatan
membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya, sedang ilmu hadits riwayatan
membahas materi hadits itu sendiri. Dalam perkembangan berikutnya telah lahir
berbagai cabang ilmu hadits, seperti :
a. Ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu yang membahas tokoh-tokoh yang berperan dalam
periwayatan hadits.
b. Ilmu jarh wat-ta'dil, yaitu ilmu yang membahas tentang jujur dan tidaknya
pembawa-pembawa hadits.
c. Ilmu panilmubhamat, yaitu ilmu yang membahas tentang orang-orang yang tidak
nampak peranannya dalam periwayatan suatu hadits.
d. Ilmu tashif
wat-tahrif, yaitu ilmu yang membahas tentang hadits-hadits
yang berubah titik atau bentuknya.
e. Ilmu ‘ilalil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang penyakit-penyakit yang
tidak nampak dalam suatu hadits, yang dapat menjatuhkan kwalitas hadits
tersebut.
f. Ilmu gharibil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang
sukar dalam hadits.
g. Ilmu asbabi wurudil
hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab
timbulnya suatu hadits.
h. Ilmu talfiqil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan
hadits yang nampaknya bertentangan.
i. Dan lain-lain.
Seleksi Hadits
Dengan menggunakan
berbagai macam ilmu hadits itu, maka
timbullah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh para ulama, yang
sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu
hadits. Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas
dasar kualitasnya yaitu :
a. Maqbul ( dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits
shahih dan hadits hasan.
b. Mardud ( tidak dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup
hadits dha'if / lemah dan hadits maudhu' / palsu.
Usaha seleksi itu
diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan ( materi hadits ).
Suatu materi hadits dapat
dinilai baik apabila materi hadits itu tidak bertentangan dengan al-Qur'an atau
hadits lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak
bertentangan dengan fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
pokok ajaran Islam. Untuk sekedar contoh dapat kita perhatikan hadits-hadits
yang dinilai baik,tapi bertentangan isi materinya dengan al-Qur'an :
1. Hadits yang mengatakan
bahwa " Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan karena ratapan ahli warisnya
", adalah bertentangan dengan firman Allah : " Wala taziru waziratun
wizra ukhra " yang artinya " Dan seseorang tidak akan memikul dosa
orang lain " ( al-An'an : 164 ).
2. Hadits yang mengatakan
: " Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang puasa,
maka hendaklah dipuasakan oleh walinya ", adalah bertentangan dengan
firman Allah : " Wa allaisa lil insani illa ma-sa'a ", yang artinya :
" Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa
yang dia kerjakan sendiri ". ( an-Najm : 39 ).
Ada satu norma yang
disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu : " Apabila Qur'an dan hadits
bertentangan, maka ambillah Qur'an ".
b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits
dapat dinilai segala baik, apabila antara pembawa dan penerima hadits
benar-benar bertemu bahkan dalam batas-batas tertentu berguru. Tidak boleh ada
orang lain yang berperanan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak dalam
susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan
yang diragukan antara pembawa dan penerima hadits, maka hadits itu tidak dapat
dimasukkan dalam kriteria hadits yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat
diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. ‘Adil, yaitu orang
Islam yang baligh dan jujur, tidak
pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat
hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan
kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama
berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim
dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi
matan kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas. Beberapa
langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul
atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya
sesuai dengan norma diatas.
2. Perhatikan kitab
pengambilannya ( rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila
matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits
itu shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan
shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
a. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh jama'ah.
b. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh Imam 7.
c. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh Imam 6.
d. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh dua syaikh ( Bukhari dan Muslim ).
e. Disepakati oleh
Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).
f. Diriwayatkan oleh
Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
g. Diriwayatkan oleh
…..dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
h. Diriwayatkan oleh …..dengan
syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits
sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2 diatas maka
hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits
quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar jelek : Hadits
putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf, maqthu, mudallas, munkar,
munqathi, muallak, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini kita akan
menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian berbeda / bertentangan
antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah kita adalah : dahulukan yang
mencela sebelum yang memuji ( " Al-jarhu Muqaddamun ‘alat ta'dil " ).
Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli hadits. Hal lain yang perlu
diperhatikan ialah bahwa tidak semua komentar ulama tersebut dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya sesuatu hadits yang dikatakan oleh para ulama
shahih, kadang-kadang setelah diteliti kembali ternyata tidak demikian.
Contohnya dalam hadits kita akan menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam
Hakim, oleh Ibnu Huzaimah dan lain-lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak
shahih ( belum tentu shahih ).
4. Apabila
langkah-langkah diatas tidak mungkin ditempuh atau belum memberikan kepastian
tentang keshahihan sesuatu hadits, maka hendaknya digunakan norma-norma umum
seleksi, seperti yang diterangkan diatas, yaitu menyelidiki langsung tentang
sejarah para rawi dan lain-lain, dan untuk ini telah disusun oleh para ulama
terdahulu sejumlah buku-buku yang membahas tentang sejarah dan keadaan para
pembawa hadits, seperti yang pernah dilakukan oleh al-Bukhari dalam bukunya
ad-Dhu'afa ( kumpulan orang-orang yang lemah haditsnya ).
9. Masalah
Hadits-hadits Palsu ( Maudhu' )
Perpecahan dibidang
politik dikalangan ummat Islam yang memuncak dengan peristiwa terbunuhnya ‘
Utsman bin ‘ Affan, Khalifah ke-3
dari khulafa'ur rasyidin, dan bentrok senjata antara kelompok pendukung Ali bin
Abi Thalib dan pendukung Mu'awiyah bin Abu Sufyan, telah mempunyai pengaruh yang
cukup besar kearah timbulnya usaha-usaha sebagian ummat Islam membuat
hadits-hadits palsu guna kepentingan politik. Golongan Syi'ah sebagai pendukung
setia kepemimpinan ‘ Ali dan keturunannya yang kemudian tersingkirkan dari
kekuasaan politik waktu itu, telah terlibat dalam penyajian hadits-hadits palsu
untuk membela pendirian politiknya.
Golongan ini termasuk
golongan yang paling utama dalam usaha membuat hadits-hadits palsu yang
kemudian disusul oleh banyak kelompok ummat Islam yang tidak sadar akan bahaya
usaha-usaha yang demikian. Golongan Rafidhah ( salah satu sekte Syiah ) dinilai
oleh sejarah sebagai golongan yang paling banyak membuat hadits-hadits palsu
itu. Diantara hadits-hadits palsu yang membahayakan bagi kemurnian ajaran
Islam, pertama-tama yalah yang dibuat oleh orang-orang jahat yang sengaja untuk
mengotorkan ajaran Islam dan menyesatkan ummatnya.
Kemudian yang kedua yang
dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya baik seperti untuk mendorong
orang Islam beribadah lebih rajin dan lain sebagainya, tetapi lupa akan dasar
yang lebih pokok dan lebih prinsipil dalam agama. Dengan demikian motif-motif
pembuatan hadits palsu itu dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut :
a. Karena politik dan
kepemimpinan;
b. Karena fanatisme
golongan dan bahasa;
c. Karena kejahatan untuk
sengaja mengotori ajaran Islam;
d. Karena dorongan untuk
berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
e. Karena
keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
f. Karena soal-soal fiqh
dan pendapat dalam bidang ilmu kalam;
g. Dan lain-lain.
Keadaan demikian telah
mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam
memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits
yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama orang yang baik dan
sejumlah nama-nama orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun
kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits yang baik. Untuk mengetahui
bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits palsu, kita dapat mengenal beberapa
ciri-cirinya antara lain :
a. Pengakuan pembuatnya.
Di dalam catatan sejarah
sering terjadi para pembuat hadits palsu berterus terang atas perbuatan
jahatnya. Baik karena terpaksa maupun karena sadar dan
taubat. Abu Ismah Nuh bin Maryam ( bergelar Nuh al-Jami ) telah berterus terang
mengakui perbuatannya dalam membuat hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan
keutamaan-keutamaan surat al-Qur'an. Ia sandarkan hadits-haditsnya itu kepada
Ibnu Abbas. Maisarah bin ‘ Abdi Rabbih al-Farisi, juga telah berterus-terang
mengakui perbuatannya membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan al-Qur'an
dan keutamaan ‘ Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini memang perlu kita catat bahwa
tidak semua pengakuan itu lantas harus secara otomatis kita percayai. Sebab
mungkin saja pengakuannya itu justru adalah dusta dan palsu.
b. Perawinya sudah
terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu', dan hadits atau keterangan lain yang baik / tidak ada sama sekali ( dalam
soal yang sama ).
c. Isi atau materinya bertentangan
dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai
contoh hadits-hadits sebagai berikut : " Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf
tujuh kali mengelilingi Ka'bah dan shalat di makam Ibrahim dua raka'at ".
" Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan huruf, maka bersujudlah ba dan
tegaklah alif "
d. Isinya bertentangan
dengan ketentuan agama, ‘ aqidah Islam. " Aku adalah penghabisan Nabi-nabi. Tidak ada Nabi sesudahku kecuali
dikehendaki Allah ". " Alllah menciptakan malaikat dari rambut tangan
dan dada ".
e. Isinya bertentangan
dengan ketentuan agama yang sudah qath'i seperti hadits-hadits : " Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh turunan
". " Barangsiapa yang memperoleh anak , dan kemudian diberi nama
Muhammad, maka dia dan anaknya akan masuk sorga ".
f. Isinya mengandung
obral pahala dengan amal yang sangat sederhana. Seperti hadits-hadits : " Barangsiapa membaca La ilaha illallah maka
Allah akan menjadikan baginya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah.
Pada tiap-tiap lidah tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun kepada Allah
untuk orang tersebut ". " Barangsiapa menafakahkan satu tali untuk
mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil qiyamah ".
g. Isinya mengandung
kultus-kultus individu. Seperti
hadits-hadits : " Di tengah ummatku kelak akan ada orang yang diberi nama
Abu Hanifah an-Nu'man, ia adalah pelita ummatku ". " Abbas itu adalah
wasiatku dan ahli warisku ".
h. Isinya bertentangan
dengan fakta sejarah. Seperti
hadits-hadits yang menerangkan bahwa nabi pernah diberi semacam buah dari sorga
pada sa'at mi'raj. Setelah kembali dari mi'raj kemudian bergaul dengan Khadijah
dan lahirlah Fathimah dan seterusnya. Hadits ini bertentangan dengan fakta
sejarah sebab mi'raj itu terjadi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Fathimah
lahir.
10. Contoh-contoh
Hadits-hadits Palsu ( Maudhu' ) berdasarkan Motifnya.
a. Motif Politik dan
Kepemimpinan.
" Apabila kamu
melihat Mu'awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah ". " Orang yang
berkepercayaan hanyalah tiga. Aku, Jibril dan Mu'awwiyah ".
b. Motif Zindik ( untuk
mengotorkan agama Islam ).
" Melihat muka yang
cantik adalah ‘ ibadah ". " Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan
kita itu ? Jawabnya : Tuhan itu dari air yang mengalir, bukan dari tanah dan
bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda kemudian dijalankannya sampai
berkeringat. Maka Allah menciptakan dirinya dari keringat tersebut ".
c. Motif ta'assub dan
fanatisme.
" Sesungguhnya Allah
apabila marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak
marah menurunkannya dalam bahasa Parsi ". Dikalangan ummatku akan ada
seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu'man. Ia adalah pelita ummatku ".
" Di kalangan ummatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin
Idris. Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih daripada iblis ".
d. Motif faham-faham
fiqh.
" Barangsiapa
mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah shalatnya ".
" Berkumur dan mengisap air bagi junub tiga kali tiga kali adalah wajib
". " Jibril mengimamiku di depan Ka'bah dan mengeraskan bacaan
bismillah ".
e. Motif senang kepada
kebaikan tapi bodoh tentang agama.
" Barangsiapa
menafahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil
akhir ". Seperti hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat Qur'an, obral
pahala dan sebagainya.
f. Motif penjilatan kepada
pemimpin.
Ghiyas bin Ibrahim
an-Nakha'i al-Kufi pernah masuk ke rumah Mahdi ( salah seorang penguasa )yang
senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang berkata kepadanya, coba
terangkan kepada amirul mukminin tentang sesuatu hadits, maka berkatalah Ghiyas
; " Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta atau kuda, atau
burung ".
11.
Persoalan-persoalan yang diterapkan oleh Hadits-hadits Maudhu'.
Untuk menjelaskan
persoalan-persoalan tersebut disini penulis kutipkan uraian ustadz Abdul Qadir
Hassan dalam buku Ilmu Hadits, Juz 2.
1. Hadits yang menyuruh
orang sembahyang pada malam Jum'at 12 raka'at dengan bacaan surat al-Ikhlas 10
kali.
2. Hadits yang
memerintahkan orang sembahyang malam Jum'at 2 raka'at dengan bacaan surat
Zalzalah 15 kali ( ada juga yang menerangkan 50 kali ).
3. Hadits-hadits
sembahyang pada hari Jum'at 2 raka'at, 4 raka'at, dan 12 raka'at.
4. Hadits-hadits sebelum
sembahyang Jum'at, ada sembahyang yang 4 raka'at dengan bacaan surat Ikhlas 50
kali.
5. Hadits-hadits
sembahyang asyura.
6. Hadits-hadits
sembahyang ghaib.
7. Hadits-hadits
sembahyang malam dari bulan Rajab.
8. Hadits-hadits
sembahyang malam yang ke 27 dari bulan Rajab.
9. Hadits-hadits
sembahyang malam nisfu sya'ban 100 raka'at dalam tiap-tiap raka'at 10 kali
bacaan surat Ikhlas.
10.Hadits-hadits yang
menerangkan hal nabi Khidir dan tentang hidupnya.
11.Hadits-hadits
sembahyang hari Ahad, malam Ahad, hari Senin, malam Senin, hari Selasa, malam
Selasa, hari Rabu, malam Rabu, hari Kamis, malam Kamis, hari Jum'at, malam
Jum'at, hari Sabtu, malam Sabtu.
12.Hadits-hadits yang
menerangkan hal-hal yang akan terjadi dengan sebutan : apabila adalah tahun
sekian akan terjadi ini dan itu, atau yang berbunyi : Dalam bulan
………….akan…………………………
13.Hadits-hadits yang
menerangkan fadhilah-fadhilah surat al-Qur'an dan ganjaran orang yang
membacanya dari surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Qur'an yang bunyinya :
Barangsiapa membaca surat ini ………. akan mendapat ganjaran ……………..
14.Hadits-hadits yang
berisi bacaan-bacaan bagi anggota wudhu'.
15.Hadits-hadits yang
menerangkan naasnya hari-hari.
16.Hadits-hadits yang di
dalamnya ada pujian-pujian kepada orang-orang yang bagus mukanya atau yang ada
perintah melihat mereka atau yang ada perintah mencari hajat kita dari mereka
atau yang menyebut bahwa mereka tidak disentuh neraka.
17.Hadits-hadits yang
berhubungan dengan kejadian akal manusia.
18.Hadits-hadits yang
berisi celaan terhadap bangsa Habsyi Sudan dan Turki.
19. Hadits-hadits yang
berkenaan dengan burung merpati seperti riwayat :
Adalah Nabi Muhammad saw,
sangat suka melihat burung merpati atau riwayat : Peliharalah burung-burung
merpati yang sudah dipotong bulunya ini dalam rumah kamu, karena sesungguhnya
ia bisa melalaikan jin daripada ( mengganggu ) anak-anak kamu dan sebagainya.
20. Hadits-hadits yang
berhubungan dengan ayam seperti hadits yang berbunyi : Ayam itu, kambing bagi
orang-orang miskin dari ummatku. Dan yang seumpamanya.
21. Hadits-hadits yang
mengandung celaan terhadap anak-anak salah satu diantaranya berbunyi : Kalau
salah seorang dari kamu mendidik seekor anak anjing sesudah tahun 160, itu
adalah lebih baik daripada ia mengasuh seorang anak laki-laki.
22. Hadits-hadits yang
bersifat pujian terhadap Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dan hadits-hadits
yang mengandung celaan terhadap dua imam itu.
23. Hadits-hadits pujian
terhadap orang bujangan ( tidak kawin ).
24. Hadits-hadits yang
ada pujian bagi ‘adas, beras, kacang, kuda, terung, delima, kismis, bawang,
semangka, keju, bubur, daging, dan lain-lain.
25. Hadits-hadits yang
menyebut keutamaan bunga-bungaan.
26. Hadits-hadits yang
melarang dan membolehkan main catur.
27. Hadits-hadits yang
melarang makan di dalam pasar.
28. Hadits-hadits yang
mengandung keutamaan bulan Rajab dan puasa padanya.
29. Hadits-hadits yang
mencela sahabat-sahabat Nabi : Mu'awiyah, ‘Amr bin ‘Ash, Bani Umayyah dan Abi
Musa.
30. Hadits-hadits yang
berisi pujian dan celaan terhadap negeri-negeri Baghdad, Bashrah, Kufah,
Asqalam, Iskandariyah dan lain sebagainya.
31.Hadits-hadits tentang
keutamaan Mu'awiyah.
32.Hadits-hadits berisi
keutamaan-keutamaan bagi ‘ Ali bin Abi Thalib.
33. Himpunan
hadits-hadits lemah dan palsu oleh A.Yarid, Qasim Koko.
12. Ceramah-ceramah
Agama di tengah-tengah Masyarakat Islam Sampai Sekarang Ini Masih Sering
Menyajikan Hadits-hadits Palsu.
Pada peringatan mauludan
masih sering sekali terdengar : " Barangsiapa menafkahkan satu tali untuk
mauludku aku akan menolongnya di Yaumil qiyamah ". Pada peringatan Isra
dan Mi'raj masih sering pula disajikan dongengan-dongengan yang mencerikan
tentang gambaran kendaraan Rasulullah, buraq, digambarkan sebagai berwajah
wanita, berbadan seperti kuda, sayapnya paha dan lain sebagainya.
Siratal mustaqim yang
terdapat dalam surat al-Fatihah dilukiskan sebagai jembatan yang sangat kecil
seperti rambut dibelah tujuh, lebih tajam dari pedang yang paling tajam dan
seterusnya. Selain itu populer pula dikalangan ummat Islam, pepatah-pepatah
dari orang-orang tertentu atau kata-kata hikmat dalam bahasa Arab, yang dinilai
dan populer sebagai sabda Nabi saw.
Mungkin karena isinya
cukup baik sehingga masyarakat Islam menilainya sebagai sabda Rasulullah itu.
Contoh antara lain : " Cinta tanah air itu sebagian daripada iman ".
" Islam tidak akan ada tanpa adanya organisasi. Organisasi tidak akan ada
tanpa adanya pemimpin. Pemimpin tidak akan ada tanpa adanya kepatuhan ".
" Agama itu akal pikiran. Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal
pikiran ". " Engkau lihat kotoran nyamuk pada muka orang lain, dan
engkau tidak melihat kotoran unta yang ada pada mukamu sendiri ". "
Terkadang kefakiran itu mendorong kepada kekufuran ".
Al-Qur'an.
Dalam hubungan
dengan Al-Qur'an, maka as-Sunnah berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat
tertentu. Apabila disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam hubungan dengan
Al-Qur'an itu adalah sebagai berikut :
a. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat
umum, mujmal dan musytarak. Seperti hadits : " Shallu kama ro-aitumuni
ushalli ". ( Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat ) adalah
merupakan tafsiran daripada ayat Al-Qur'an yang umum, yaitu : " Aqimush-
shalah ", ( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits: " Khudzu ‘anni
manasikakum " ( Ambillah dariku perbuatan hajiku ) adalah tafsir dari ayat
Al-Qur'an " Waatimmulhajja " ( Dan sempurnakanlah hajimu ).
b. Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk memperkokoh
dan memperkuat pernyataan al-Qur'an. Seperti hadits yang berbunyi : "
Shoumu liru'yatihiwafthiru liru'yatihi " ( Berpuasalah karena melihat
bulan dan berbukalah karena melihatnya ) adalah memperkokoh ayat Al-Qur'an
dalam surat Al-Baqarah : 185.
c. Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu
ayat al-Qur'an, seperti pernyataan Nabi : " Allah tidak mewajibkan zakat
melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati ", adalah
taudhih ( penjelasan ) terhadap ayat Al-Qur'an dalam surat at-Taubah : 34 yang
berbunyi sebagai berikut : " Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak
kemudian tidak membelanjakannya dijalan Allah maka gembirakanlah mereka dengan
azab yang pedih ". Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat yang
merasa berat untuk melaksanakan perintah ini, maka mereka bertanya kepada Nabi
yang kemudian dijawab dengan hadits tersebut.
Perbedaan Antara
Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum
Sekalipun al-Qur'an dan
as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara
keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur'an nilai
kebenarannya adalah qath'I ( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur'an
mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
Tetapi tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab
disamping ada sunnah yang tasyri' ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘.
Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha,if dan seterusnya.
c. Al-Qur'an sudah pasti
otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur'an
berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak
harus demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits........
Sejarah Singkat
Perkembangan Al-Hadits.
Para ulama membagi
perkembangan hadits itu kepada 7 periode yaitu :
a. Masa wahyu dan
pembentukan hukum ( pada Zaman Rasul : 13 SH - 11 SH ).
b. Masa pembatasan
riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
c. Masa pencarian hadits
( pada masa generasi tabi'in dan sahabat-sahabat muda : 41 H - akhir abad 1 H
).
d. Masa pembukuan hadits
( permulaan abad II H ).
e. Masa penyaringan dan
seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai selesai.
f. Masa penyusunan
kitab-kitab koleksi ( awal abad IV H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H
).
g. Masa pembuatan kitab
syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab koleksi yang lebih
umum ( 656 H dan seterusnya ).
Pada zaman Rasulullah
al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
a. Nabi sendiri pernah
melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang
diizinkan beliau sebagai catatan pribadi.
b. Rasulullah berada
ditengah-tengah ummat Islam sehingga
dirasa tidak sangat perlu untuk dituliskan pada waktu itu.
c. Kemampuan tulis baca
di kalangan sahabat sangat terbatas.
d. Ummat Islam sedang
dikonsentrasikan kepada Al-Qur'an.
e. Kesibukan-kesibukan
ummat Islam yang luar biasa dalam
menghadapi perjuangan da'wah yang sangat penting.
Pada zaman-zaman
berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan karena sebab-sebab
tertentu. Baru pada zaman ‘Umar bin Abdul Azis, khalifah ke-8 dari dinasti Bani
Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan
hadits itu. Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui
hafalan-hafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan
pada sa'at generasi tabi'in mencari hadits-hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat
itu ialah :
Abu Hurairah,
meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah. Abdullah bin ‘ Umar bin Khattab,
meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas bin Malik, meriwayatkan sebanyak 2286
buah. Abdullah bin ‘Abbas, meriwayatkan sebanyak 1160 buah. ‘Aisyah Ummul
Mu'minin, meriwayatkan sebanyak 2210 buah. Jabir bin ‘Abdillah meriwayatkan
sebanyak 1540 buah. Abu Sa'id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian Hadits
Dikodifikasi.
Kodifikasi Hadits itu
justru dilatar belakangi oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan
menyebarluaskan hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri karena
maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang sengaja untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat ini ternyata masih banyak
hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin. Di
samping itu tidak sedikit pula kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan
masyarakat Islam, berupa anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab
yang dinilai mereka sebagai hadits.
Walaupun ditinjau dari
segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran
Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan
bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan Rasulullah kalau memang bukan sabda
Rasul. Sebab Sabda Rasulullah : " Barangsiapa berdusta atas namaku maka
siap-siap saja tempatnya dineraka ".
Alhamdulillah, berkat
jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh,
hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta
diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu
tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun usaha mereka belum
dapat membendung seluruh usaha-usaha penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah,
namun mereka telah melahirkan norma-norma dan pedoman-pedoman khusus untuk
mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu musthalah hadits
tersebut.
Sehingga dengan pedoman
itu ummat Islam sekarang pun dapat mengadakan seleksi-seleksi seperlunya. Nama-nama Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim,
ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama saleh
lainnya adalah rentetan nama-nama yang besar jasanya dalam usaha penyelamatan
hadits-hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran
perkembangan hadits dapat kita perhatikan perkembangan kelahiran kitab-kitab
hadits dan ilmu-ilmu hadits.
Perkembangan
Kitab-kitab Hadits
A. Cara penyusunan
kitab-kitab hadits.
Dalam penyusunan
kitab-kitab hadits para ulama menempuh cara-cara antara lain :
1. Penyusunan
berdasarkan bab-bab fiqhiyah,
mengumpulkan hadits-hadits yang berhubungan dengan shalat umpamanya dalam
babush-shalah,hadits-hadits yang berhubungan dengan masalah wudhu dalam
babul-wudhu dan sebagainya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan
mengkhususkan hadits-hadits yang shahih saja, seperti yang ditempuh oleh Imam Bukhari dan
Muslim.
b. Dengan tidak
mengkhususkan hadits-hadits yang shahih ( asal tidak munkar ), seperti yang ditempuh oleh Abu
Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, dan sebagainya.
2. Penyusunan
berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Cara ini terbagi dua macam :
a. Dengan menyusun
nama-nama sahabat berdasarkan abjad.
b. Dengan menyusun
nama-nama sahabat berdasarkan nama qabilah. Mereka dahulukan Banu Hasyim, kemudian qabilah yang
terdekat dengan Rasulullah.
c. Dengan menyusun
nama-nama sahabat berdasarkan kronologik masuknya Islam. Mereka didahulukan sahabat-sahabat yang
termasuk assabiqunal awwalun kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul Hudaibiyah,
kemudian yang turut hijrah dan seterusnya.
d. Dengan menyusun
sebagaimana ketiga dan dibagi-bagi berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat,
dan af'alun nabi. Seperti yang
ditempuh oleh Ibnu Hibban dalam shahehnya.
3. Penyusunan
berdasarkan abjad-abjad huruf dari awal matan hadits, seperti yang ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam
Musnadul Firdausi dan oleh as-Suyuti dalam Jamiush-Shagir.
B. Kitab-kitab
Hadits Pada Abad ke I H.
1. Ash-Shahifah oleh
Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh
Imam Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
3. Daftar oleh Imam
Muhammad bin Muslim ( 50 - 124 H ).
4. Kutub oleh Imam
Abu Bakar bin Hazmin.
Keempat-empatnya
tidak sampai ke tangan kita, jadi hanya berdasarkan keterangan sejarah saja
yang dapat dipertanggung-jawabkan.
C. Kitab-kitab
Hadits Pada Abad ke-2 H.
1. Al-Musnad oleh
Imam Abu Hanifah an-Nu'man ( wafat 150 H ).
2. Al-Muwaththa oleh
Imam Malik Anas ( 93 - 179 H ).
3. Al-Musnad oleh
Muhammad bin Idris asy-Syafi'I ( 150 - 204 H ).
4. Mukhtaliful
Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi'I ( 150 - 204 H ).
5. Al-Musnad oleh
Imam Ali Ridha al-Katsin ( 148 - 203 H ).
6. Al-Jami' oleh
Abdulrazaq al-Hamam ash Shan'ani ( wafat 311 H ).
7. Mushannaf oleh
Imam Syu'bah bin Jajaj ( 80 - 180 H ).
8. Mushannaf oleh
Imam Laits bin Sa'ud ( 94 - 175 H ).
9. Mushannaf oleh
Imam Sufyan bin ‘Uyaina ( 107 - 190 H ).
10.as-Sunnah oleh
Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza'i ( wafat 157 H ).
11.as-Sunnah oleh
Imam Abd bin Zubair b. Isa al-Asadi.
Perkembangan
Kitab-kitab Hadits
D. Kitab-kitab Hadits
pada abad ke-3 H.
1. Ash-Shahih oleh Imam
Muh bin Ismail al-Bukhari ( 194 - 256 H ).
2. Ash-Shahih oleh Imam
Muslim al-Hajjaj ( 204 - 261 H ).
3. As-Sunan oleh Imam Abu
Isa at-Tirmidzi ( 209 - 279 H ).
4. As-Sunan oleh Imam Abu
Dawud Sulaiman bin al-Asy'at ( 202 - 275 H ).
5. As-Sunan oleh Imam
Ahmad b.Sya'ab an-Nasai ( 215 - 303 H ).
6. As-Sunan oleh Imam Abu
Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad Damiri ( 181 - 255 H ).
7. As-Sunan oleh Imam
Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah ( 209 - 273 H ).
8. Al-Musnad oleh Imam Ahmad
bin Hambal ( 164 - 241 H).
9. Al-Muntaqa al-Ahkam
oleh Imam Abd Hamid bin Jarud ( wafat 307 H ).
10. Al-Mushannaf oleh
Imam Ibn. Abi Syaibah ( wafat 235 H ).
11. Al-Kitab oleh
Muhammad Sa'id bin Manshur ( wafat 227 H ).
12. Al-Mushannaf oleh
Imam Muhammad Sa'id bin Manshur ( wafat 227 H ).
13. Tandzibul Afsar oleh
Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari ( wafat 310 H ).
14. Al-Musnadul Kabir
oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi ( wafat 276 H ).
15. Al-Musnad oleh Imam
Ishak bin Rawahaih ( wafat 237 H ).
16. Al-Musnad oleh Imam
‘Ubaidillah bin Musa ( wafat 213 H ).
17. Al-Musnad oleh
Abdibni ibn Humaid ( wafat 249 H ).
18. Al-Musnad oleh Imam
Abu Ya'la ( wafat 307 H ).
19. Al-Musnad oleh Imam
Ibn. Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi ( 282 H ).
20. Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Abi ‘Ashim Ahmad bin Amr asy-Syaibani ( wafat 287 H ).
21. Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Abi'amrin Muhammad bin Yahya Aladani ( wafat 243 H ).
22. Al-Musnad oleh Imam
Ibrahim bin al-Askari ( wafat 282 H ).
23. Al-Musnad oleh Imam
bin Ahmad bin Syu'aib an-Nasai ( wafat 303 H ).
24. Al-Musnad oleh Imam
Ibrahim bin Ismail at-Tusi al-Anbari ( wafat 280 H ).
25. Al-Musnad oleh Imam
Musaddad bin Musarhadin ( wafat 228 ).
Dan masih banyak sekali
kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.
E. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-4 H.
1. Al-Mu'jam Kabir,
ash-Shagir dan al-Ausath oleh Imam Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani ( wafat 360
H ).
2. As-Sunan oleh Imam
Darulkutni ( wafat 385 H ).
3. Ash-Shahih oleh Imam
Abu Hatim Muhammad bin Habban ( wafat 354 H ).
4. Ash-Shahih oleh Imam
Abu ‘Awanah Ya'qub bin Ishaq ( wafat 316 H ).
5. Ash-Shahih oleh Imam
Ibnu Huzaimah Muhammad bin Ishaq ( wafat 311 H ).
6. Al-Muntaqa oleh Imam
Ibnu Saqni Sa'id bin'Usman al-Baghdadi ( wafat 353 H ).
7. Al-Muntaqa oleh Imam
Qasim bin Asbagh ( wafat 340 H ).
8. Al-Mushannaf oleh Imam
Thahawi ( wafat 321 H ).
9. Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Jami Muhammad bin Ahmad ( wafat 402 H ).
10.Al-Musnad oleh Imam
Muhammad bin Ishaq ( wafat 313 H ).
11.Al-Musnad oleh Imam
Hawarizni ( wafat 425 H ).
12.Al-Musnad oleh Imam
Ibnu Natsir ar-Razi ( wafat 385 H ).
13.Al-Mustadrak
‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim
an-Naisaburi ( 321 - 405 H ).
F. Tingkatan Kitab
Hadits.
Menurut penyelidikan para
ulama ahli hadits secara garis besar tingkatan kitab-kitab hadits tersebut bisa
dibagi sebagai berikut :
1. Kitab Hadits
ash-Shahih yaitu kitab-kitab hadits yang telah
diusahakan para penulisnya untuk hanya menghimpun hadits-hadits yang shahih
saja.
2. Kitab-kitab Sunan yaitu kitab-kitab hadits yang tidak sampai kepada
derajat munkar. Walaupun mereka memasukkan juga hadits-hadits yang dha'if (
yang tidak sampai kepada munkar ). Dan sebagian mereka menjelaskan
kedha'ifannya.
3. Kitab-kitab Musnad yaitu kitab-kitab hadits yang jumlahnya sangat banyak
sekali. Para penghimpunnya memasukkan hadits-hadits tersebut tanpa penyaringan
yang seksama dan teliti. Oleh karena itu didalamnya bercampur-baur diantara
hadits-hadits yang shahih, yang dha'if dan yang lebih rendah lagi. Adapun
kitab-kitab lain adalah disejajarkan dengan al-Musnad ini. Diantara kitab-kitab
hadits yang ada, maka Shahih Bukhari-lah kitab hadits yang terbaik dan menjadi
sumber kedua setelah al-Qur'an, dan kemudian menyusul Shahih Muslim. Ada para
ulama hadits yang meneliti kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, tetapi
ternyata kurang dapat dipertanggungjawabkan, walaupun dalam cara penyusunan
hadits-hadits, kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, sedang syarat-syarat
hadits yang digunakan Bukhari ternyata tetap lebih ketat dan lebih teliti
daripada apa yang ditempuh Muslim. Seperti tentang syarat yang diharuskan
Bukhari berupa keharusan kenal baik antara seorang penerima dan penyampai
hadits, dimana bagi Muslim hanya cukup dengan muttashil ( bersambung ) saja.
6. Perkembangan
Kitab-kitab Hadits
g. Kitab-kitab
Shahih Selain Bukhari Muslim.
Ada beberapa ulama
yang telah berusaha menghimpun hadits-hadits shahih sebagaimana yang ditempuh
oleh Bukhari dan Muslim, akan tetapi menurut penyelidikan ahli-ahli hadits,
ternyata kitab-kitab mereka tidak sampai kepada tingkat kualitas kitab-kitab
Bukhari dan Muslim.
Para ulama yang
menyusun Kitab Shahih tersebut ialah :
1. Ibnu Huzaimah
dalam kitab ash-Shahih.
2. Abu ‘Awanah dalam
kitab ash-Shahih.
3. Ibnu Hibban dalam
kitab at-Taqsim Walarba.
4. Al-Hakim dalam
kitab al-Mustadrak.
5. Ibnu Jarud dalam
kitab al-Muntaqa.
6. Ibnu Abdil Wahid
al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mukhtarah.
Menurut sebagian
besar para ulama hadits, diantara kitab-kitab hadits ada 7 ( tujuh ) kitab
hadits yang dinilai terbaik yaitu :
1. Ash-Shahih
Bukhari.
2. Ash-Shahih
Muslim.
3. Ash-Sunan
Abu-Dawud.
4. As-Sunan Nasai.
5. As-Sunan
Tirmidzi.
6. As-Sunan Ibnu
Majah.
7. Al-Musnad Imam
Ahmad.
7. Perkembangan Ilmu
Hadits
Ilmu Hadits yang kemudian
populer dengan ilmu mushthalah hadits adalah salah satu cabang disiplin ilmu yang semula disusun oleh Abu
Muhammad ar-Rama al-Hurmuzi ( wafat 260 ), walaupun norma-norma umumnya telah
timbul sejak adanya usaha pengumpulan dan penyeleksian hadits oleh
masing-masing penulis hadits.
Secara garis besarnya
ilmu hadits ini terbagi kepada dua macam yaitu : ilmu hadits riwayatan dan ilmu
hadits dirayatan. Ilmu hadits dirayatan
membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya, sedang ilmu hadits riwayatan
membahas materi hadits itu sendiri. Dalam perkembangan berikutnya telah lahir
berbagai cabang ilmu hadits, seperti :
a. Ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu yang membahas tokoh-tokoh yang berperan dalam
periwayatan hadits.
b. Ilmu jarh wat-ta'dil, yaitu ilmu yang membahas tentang jujur dan tidaknya
pembawa-pembawa hadits.
c. Ilmu panilmubhamat, yaitu ilmu yang membahas tentang orang-orang yang tidak
nampak peranannya dalam periwayatan suatu hadits.
d. Ilmu tashif
wat-tahrif, yaitu ilmu yang membahas tentang hadits-hadits
yang berubah titik atau bentuknya.
e. Ilmu ‘ilalil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang penyakit-penyakit yang
tidak nampak dalam suatu hadits, yang dapat menjatuhkan kwalitas hadits
tersebut.
f. Ilmu gharibil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang kalimat-kalimat yang
sukar dalam hadits.
g. Ilmu asbabi wurudil
hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab
timbulnya suatu hadits.
h. Ilmu talfiqil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan
hadits yang nampaknya bertentangan.
i. Dan lain-lain.
Seleksi Hadits
Dengan menggunakan
berbagai macam ilmu hadits itu, maka
timbullah berbagai macam nama hadits, yang disepakati oleh para ulama, yang
sekaligus dapat menunjukkan jenis, sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu
hadits. Yang paling penting untuk diketahui adalah pembagian hadits itu atas
dasar kualitasnya yaitu :
a. Maqbul ( dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits
shahih dan hadits hasan.
b. Mardud ( tidak dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup
hadits dha'if / lemah dan hadits maudhu' / palsu.
Usaha seleksi itu
diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan ( materi hadits ).
Suatu materi hadits dapat
dinilai baik apabila materi hadits itu tidak bertentangan dengan al-Qur'an atau
hadits lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak
bertentangan dengan fakta sejarah, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
pokok ajaran Islam. Untuk sekedar contoh dapat kita perhatikan hadits-hadits
yang dinilai baik,tapi bertentangan isi materinya dengan al-Qur'an :
1. Hadits yang mengatakan
bahwa " Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan karena ratapan ahli warisnya
", adalah bertentangan dengan firman Allah : " Wala taziru waziratun
wizra ukhra " yang artinya " Dan seseorang tidak akan memikul dosa
orang lain " ( al-An'an : 164 ).
2. Hadits yang mengatakan
: " Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang puasa,
maka hendaklah dipuasakan oleh walinya ", adalah bertentangan dengan
firman Allah : " Wa allaisa lil insani illa ma-sa'a ", yang artinya :
" Dan seseorang tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa
yang dia kerjakan sendiri ". ( an-Najm : 39 ).
Ada satu norma yang
disepakati oleh mayoritas ulama, yaitu : " Apabila Qur'an dan hadits
bertentangan, maka ambillah Qur'an ".
b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits
dapat dinilai segala baik, apabila antara pembawa dan penerima hadits
benar-benar bertemu bahkan dalam batas-batas tertentu berguru. Tidak boleh ada
orang lain yang berperanan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak dalam
susunan pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan
yang diragukan antara pembawa dan penerima hadits, maka hadits itu tidak dapat
dimasukkan dalam kriteria hadits yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat
diterima haditsnya ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. ‘Adil, yaitu orang
Islam yang baligh dan jujur, tidak
pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat
hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan
kriteria-kriteria seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama
berpendirian bahwa kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim
dapat dijamin keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi
matan kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas. Beberapa
langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu maqbul
atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya
sesuai dengan norma diatas.
2. Perhatikan kitab
pengambilannya ( rowahu = diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila
matannya baik diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits
itu shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan
shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
a. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh jama'ah.
b. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh Imam 7.
c. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh Imam 6.
d. Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh dua syaikh ( Bukhari dan Muslim ).
e. Disepakati oleh
Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun ‘ alaihi ).
f. Diriwayatkan oleh
Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
g. Diriwayatkan oleh
…..dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
h. Diriwayatkan oleh …..dengan
syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits
sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2 diatas maka
hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits
quwat, hadits shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar jelek : Hadits
putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf, maqthu, mudallas, munkar,
munqathi, muallak, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini kita akan
menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian berbeda / bertentangan
antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah kita adalah : dahulukan yang
mencela sebelum yang memuji ( " Al-jarhu Muqaddamun ‘alat ta'dil " ).
Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli hadits. Hal lain yang perlu
diperhatikan ialah bahwa tidak semua komentar ulama tersebut dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya sesuatu hadits yang dikatakan oleh para ulama
shahih, kadang-kadang setelah diteliti kembali ternyata tidak demikian.
Contohnya dalam hadits kita akan menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam
Hakim, oleh Ibnu Huzaimah dan lain-lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak
shahih ( belum tentu shahih ).
4. Apabila
langkah-langkah diatas tidak mungkin ditempuh atau belum memberikan kepastian
tentang keshahihan sesuatu hadits, maka hendaknya digunakan norma-norma umum
seleksi, seperti yang diterangkan diatas, yaitu menyelidiki langsung tentang
sejarah para rawi dan lain-lain, dan untuk ini telah disusun oleh para ulama
terdahulu sejumlah buku-buku yang membahas tentang sejarah dan keadaan para
pembawa hadits, seperti yang pernah dilakukan oleh al-Bukhari dalam bukunya
ad-Dhu'afa ( kumpulan orang-orang yang lemah haditsnya ).
9. Masalah
Hadits-hadits Palsu ( Maudhu' )
Perpecahan dibidang
politik dikalangan ummat Islam yang memuncak dengan peristiwa terbunuhnya ‘
Utsman bin ‘ Affan, Khalifah ke-3
dari khulafa'ur rasyidin, dan bentrok senjata antara kelompok pendukung Ali bin
Abi Thalib dan pendukung Mu'awiyah bin Abu Sufyan, telah mempunyai pengaruh yang
cukup besar kearah timbulnya usaha-usaha sebagian ummat Islam membuat
hadits-hadits palsu guna kepentingan politik. Golongan Syi'ah sebagai pendukung
setia kepemimpinan ‘ Ali dan keturunannya yang kemudian tersingkirkan dari
kekuasaan politik waktu itu, telah terlibat dalam penyajian hadits-hadits palsu
untuk membela pendirian politiknya.
Golongan ini termasuk
golongan yang paling utama dalam usaha membuat hadits-hadits palsu yang
kemudian disusul oleh banyak kelompok ummat Islam yang tidak sadar akan bahaya
usaha-usaha yang demikian. Golongan Rafidhah ( salah satu sekte Syiah ) dinilai
oleh sejarah sebagai golongan yang paling banyak membuat hadits-hadits palsu
itu. Diantara hadits-hadits palsu yang membahayakan bagi kemurnian ajaran
Islam, pertama-tama yalah yang dibuat oleh orang-orang jahat yang sengaja untuk
mengotorkan ajaran Islam dan menyesatkan ummatnya.
Kemudian yang kedua yang
dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya baik seperti untuk mendorong
orang Islam beribadah lebih rajin dan lain sebagainya, tetapi lupa akan dasar
yang lebih pokok dan lebih prinsipil dalam agama. Dengan demikian motif-motif
pembuatan hadits palsu itu dapat kita simpulkan antara lain sebagai berikut :
a. Karena politik dan
kepemimpinan;
b. Karena fanatisme
golongan dan bahasa;
c. Karena kejahatan untuk
sengaja mengotori ajaran Islam;
d. Karena dorongan untuk
berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
e. Karena
keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
f. Karena soal-soal fiqh
dan pendapat dalam bidang ilmu kalam;
g. Dan lain-lain.
Keadaan demikian telah
mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam
memilih hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits
yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama orang yang baik dan
sejumlah nama-nama orang yang biasa membuat hadits palsu. Mereka menyusun
kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits yang baik. Untuk mengetahui
bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits palsu, kita dapat mengenal beberapa
ciri-cirinya antara lain :
a. Pengakuan pembuatnya.
Di dalam catatan sejarah
sering terjadi para pembuat hadits palsu berterus terang atas perbuatan
jahatnya. Baik karena terpaksa maupun karena sadar dan
taubat. Abu Ismah Nuh bin Maryam ( bergelar Nuh al-Jami ) telah berterus terang
mengakui perbuatannya dalam membuat hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan
keutamaan-keutamaan surat al-Qur'an. Ia sandarkan hadits-haditsnya itu kepada
Ibnu Abbas. Maisarah bin ‘ Abdi Rabbih al-Farisi, juga telah berterus-terang
mengakui perbuatannya membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan al-Qur'an
dan keutamaan ‘ Ali bin Abi Thalib. Dalam hal ini memang perlu kita catat bahwa
tidak semua pengakuan itu lantas harus secara otomatis kita percayai. Sebab
mungkin saja pengakuannya itu justru adalah dusta dan palsu.
b. Perawinya sudah
terkenal sebagai pembuat hadits-hadits maudhu', dan hadits atau keterangan lain yang baik / tidak ada sama sekali ( dalam
soal yang sama ).
c. Isi atau materinya bertentangan
dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai
contoh hadits-hadits sebagai berikut : " Sesungguhnya perahu Nuh bertawaf
tujuh kali mengelilingi Ka'bah dan shalat di makam Ibrahim dua raka'at ".
" Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan huruf, maka bersujudlah ba dan
tegaklah alif "
d. Isinya bertentangan
dengan ketentuan agama, ‘ aqidah Islam. " Aku adalah penghabisan Nabi-nabi. Tidak ada Nabi sesudahku kecuali
dikehendaki Allah ". " Alllah menciptakan malaikat dari rambut tangan
dan dada ".
e. Isinya bertentangan
dengan ketentuan agama yang sudah qath'i seperti hadits-hadits : " Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh turunan
". " Barangsiapa yang memperoleh anak , dan kemudian diberi nama
Muhammad, maka dia dan anaknya akan masuk sorga ".
f. Isinya mengandung
obral pahala dengan amal yang sangat sederhana. Seperti hadits-hadits : " Barangsiapa membaca La ilaha illallah maka
Allah akan menjadikan baginya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah.
Pada tiap-tiap lidah tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun kepada Allah
untuk orang tersebut ". " Barangsiapa menafakahkan satu tali untuk
mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil qiyamah ".
g. Isinya mengandung
kultus-kultus individu. Seperti
hadits-hadits : " Di tengah ummatku kelak akan ada orang yang diberi nama
Abu Hanifah an-Nu'man, ia adalah pelita ummatku ". " Abbas itu adalah
wasiatku dan ahli warisku ".
h. Isinya bertentangan
dengan fakta sejarah. Seperti
hadits-hadits yang menerangkan bahwa nabi pernah diberi semacam buah dari sorga
pada sa'at mi'raj. Setelah kembali dari mi'raj kemudian bergaul dengan Khadijah
dan lahirlah Fathimah dan seterusnya. Hadits ini bertentangan dengan fakta
sejarah sebab mi'raj itu terjadi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Fathimah
lahir.
10. Contoh-contoh
Hadits-hadits Palsu ( Maudhu' ) berdasarkan Motifnya.
a. Motif Politik dan
Kepemimpinan.
" Apabila kamu
melihat Mu'awiyah diatas mimbarku, maka bunuhlah ". " Orang yang
berkepercayaan hanyalah tiga. Aku, Jibril dan Mu'awwiyah ".
b. Motif Zindik ( untuk
mengotorkan agama Islam ).
" Melihat muka yang
cantik adalah ‘ ibadah ". " Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan
kita itu ? Jawabnya : Tuhan itu dari air yang mengalir, bukan dari tanah dan
bukan dari langit. Tuhan menciptakan kuda kemudian dijalankannya sampai
berkeringat. Maka Allah menciptakan dirinya dari keringat tersebut ".
c. Motif ta'assub dan
fanatisme.
" Sesungguhnya Allah
apabila marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak
marah menurunkannya dalam bahasa Parsi ". Dikalangan ummatku akan ada
seorang yang bernama Abu Hanifah an-Nu'man. Ia adalah pelita ummatku ".
" Di kalangan ummatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin
Idris. Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih daripada iblis ".
d. Motif faham-faham
fiqh.
" Barangsiapa
mengangkat dua tangannya di dalam shalat maka tidak sah shalatnya ".
" Berkumur dan mengisap air bagi junub tiga kali tiga kali adalah wajib
". " Jibril mengimamiku di depan Ka'bah dan mengeraskan bacaan
bismillah ".
e. Motif senang kepada
kebaikan tapi bodoh tentang agama.
" Barangsiapa
menafahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil
akhir ". Seperti hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat Qur'an, obral
pahala dan sebagainya.
f. Motif penjilatan kepada
pemimpin.
Ghiyas bin Ibrahim
an-Nakha'i al-Kufi pernah masuk ke rumah Mahdi ( salah seorang penguasa )yang
senang sekali kepada burung merpati. Salah seorang berkata kepadanya, coba
terangkan kepada amirul mukminin tentang sesuatu hadits, maka berkatalah Ghiyas
; " Tidak ada taruhan melainkan pada anak panah, atau unta atau kuda, atau
burung ".
11.
Persoalan-persoalan yang diterapkan oleh Hadits-hadits Maudhu'.
Untuk menjelaskan
persoalan-persoalan tersebut disini penulis kutipkan uraian ustadz Abdul Qadir
Hassan dalam buku Ilmu Hadits, Juz 2.
1. Hadits yang menyuruh
orang sembahyang pada malam Jum'at 12 raka'at dengan bacaan surat al-Ikhlas 10
kali.
2. Hadits yang
memerintahkan orang sembahyang malam Jum'at 2 raka'at dengan bacaan surat
Zalzalah 15 kali ( ada juga yang menerangkan 50 kali ).
3. Hadits-hadits
sembahyang pada hari Jum'at 2 raka'at, 4 raka'at, dan 12 raka'at.
4. Hadits-hadits sebelum
sembahyang Jum'at, ada sembahyang yang 4 raka'at dengan bacaan surat Ikhlas 50
kali.
5. Hadits-hadits
sembahyang asyura.
6. Hadits-hadits
sembahyang ghaib.
7. Hadits-hadits
sembahyang malam dari bulan Rajab.
8. Hadits-hadits
sembahyang malam yang ke 27 dari bulan Rajab.
9. Hadits-hadits
sembahyang malam nisfu sya'ban 100 raka'at dalam tiap-tiap raka'at 10 kali
bacaan surat Ikhlas.
10.Hadits-hadits yang
menerangkan hal nabi Khidir dan tentang hidupnya.
11.Hadits-hadits
sembahyang hari Ahad, malam Ahad, hari Senin, malam Senin, hari Selasa, malam
Selasa, hari Rabu, malam Rabu, hari Kamis, malam Kamis, hari Jum'at, malam
Jum'at, hari Sabtu, malam Sabtu.
12.Hadits-hadits yang
menerangkan hal-hal yang akan terjadi dengan sebutan : apabila adalah tahun
sekian akan terjadi ini dan itu, atau yang berbunyi : Dalam bulan
………….akan…………………………
13.Hadits-hadits yang
menerangkan fadhilah-fadhilah surat al-Qur'an dan ganjaran orang yang
membacanya dari surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Qur'an yang bunyinya :
Barangsiapa membaca surat ini ………. akan mendapat ganjaran ……………..
14.Hadits-hadits yang
berisi bacaan-bacaan bagi anggota wudhu'.
15.Hadits-hadits yang
menerangkan naasnya hari-hari.
16.Hadits-hadits yang di
dalamnya ada pujian-pujian kepada orang-orang yang bagus mukanya atau yang ada
perintah melihat mereka atau yang ada perintah mencari hajat kita dari mereka
atau yang menyebut bahwa mereka tidak disentuh neraka.
17.Hadits-hadits yang
berhubungan dengan kejadian akal manusia.
18.Hadits-hadits yang
berisi celaan terhadap bangsa Habsyi Sudan dan Turki.
19. Hadits-hadits yang
berkenaan dengan burung merpati seperti riwayat :
Adalah Nabi Muhammad saw,
sangat suka melihat burung merpati atau riwayat : Peliharalah burung-burung
merpati yang sudah dipotong bulunya ini dalam rumah kamu, karena sesungguhnya
ia bisa melalaikan jin daripada ( mengganggu ) anak-anak kamu dan sebagainya.
20. Hadits-hadits yang
berhubungan dengan ayam seperti hadits yang berbunyi : Ayam itu, kambing bagi
orang-orang miskin dari ummatku. Dan yang seumpamanya.
21. Hadits-hadits yang
mengandung celaan terhadap anak-anak salah satu diantaranya berbunyi : Kalau
salah seorang dari kamu mendidik seekor anak anjing sesudah tahun 160, itu
adalah lebih baik daripada ia mengasuh seorang anak laki-laki.
22. Hadits-hadits yang
bersifat pujian terhadap Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi'i dan hadits-hadits
yang mengandung celaan terhadap dua imam itu.
23. Hadits-hadits pujian
terhadap orang bujangan ( tidak kawin ).
24. Hadits-hadits yang
ada pujian bagi ‘adas, beras, kacang, kuda, terung, delima, kismis, bawang,
semangka, keju, bubur, daging, dan lain-lain.
25. Hadits-hadits yang
menyebut keutamaan bunga-bungaan.
26. Hadits-hadits yang
melarang dan membolehkan main catur.
27. Hadits-hadits yang
melarang makan di dalam pasar.
28. Hadits-hadits yang
mengandung keutamaan bulan Rajab dan puasa padanya.
29. Hadits-hadits yang
mencela sahabat-sahabat Nabi : Mu'awiyah, ‘Amr bin ‘Ash, Bani Umayyah dan Abi
Musa.
30. Hadits-hadits yang
berisi pujian dan celaan terhadap negeri-negeri Baghdad, Bashrah, Kufah,
Asqalam, Iskandariyah dan lain sebagainya.
31.Hadits-hadits tentang
keutamaan Mu'awiyah.
32.Hadits-hadits berisi
keutamaan-keutamaan bagi ‘ Ali bin Abi Thalib.
33. Himpunan
hadits-hadits lemah dan palsu oleh A.Yarid, Qasim Koko.
12. Ceramah-ceramah
Agama di tengah-tengah Masyarakat Islam Sampai Sekarang Ini Masih Sering
Menyajikan Hadits-hadits Palsu.
Pada peringatan mauludan
masih sering sekali terdengar : " Barangsiapa menafkahkan satu tali untuk
mauludku aku akan menolongnya di Yaumil qiyamah ". Pada peringatan Isra
dan Mi'raj masih sering pula disajikan dongengan-dongengan yang mencerikan
tentang gambaran kendaraan Rasulullah, buraq, digambarkan sebagai berwajah
wanita, berbadan seperti kuda, sayapnya paha dan lain sebagainya.
Siratal mustaqim yang
terdapat dalam surat al-Fatihah dilukiskan sebagai jembatan yang sangat kecil
seperti rambut dibelah tujuh, lebih tajam dari pedang yang paling tajam dan
seterusnya. Selain itu populer pula dikalangan ummat Islam, pepatah-pepatah
dari orang-orang tertentu atau kata-kata hikmat dalam bahasa Arab, yang dinilai
dan populer sebagai sabda Nabi saw.
Mungkin karena isinya
cukup baik sehingga masyarakat Islam menilainya sebagai sabda Rasulullah itu.
Contoh antara lain : " Cinta tanah air itu sebagian daripada iman ".
" Islam tidak akan ada tanpa adanya organisasi. Organisasi tidak akan ada
tanpa adanya pemimpin. Pemimpin tidak akan ada tanpa adanya kepatuhan ".
" Agama itu akal pikiran. Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal
pikiran ". " Engkau lihat kotoran nyamuk pada muka orang lain, dan
engkau tidak melihat kotoran unta yang ada pada mukamu sendiri ". "
Terkadang kefakiran itu mendorong kepada kekufuran ".
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as