Pembagian Hadits Secara Umum
(Bagian.1)
DARI SEGI
KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS
Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis
bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan
keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadis. Bila
dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis
yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang
diriwayatkan oleh satu orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang
rawi lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang
rawi.
Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat
ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh
rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur
lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.
"Dan Musa
memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada kami) pada
waktu yang telah kami tentukan."
Pendapat
lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang, bahkan ada yang membatasi cukup
dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang.
Kata-kata (dari sejumlah rawi yng semisal dan
seterusnya sampai akhir sanad) mengecualikan hadis ahad yang pada sebagian
tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh sejumlah rawi mutawatir.
Contoh hadis :
Artinya :
"Sesungguhnya amal-amal itu
tergantung niatnya."
Awal
hadis tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi mutawatir.
Maka hadis yang demikian bukan termsuk hadis mutawatir.
Kata-kata (dan sandaran mereka adalah pancaindera)
seperti sikap dan perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar sabdanya.
Misalnya para sahabat menyatakan; "kami melihat Nabi SAW berbuat
begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah keyakinan yang
disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman Allah dan
mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti pernyataan bahwa
satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi pertimbangan
adalah akal bukan berita.
Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan
jumlahnya, maka hadis yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan
ayat-ayat Al-Quran, lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk
atau bertentangan dengan ayat-ayat Al-quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah
taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal
dari Rasulullah.
Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang
tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu
berasal Rasulullah SAW. Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang
rehdah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari
Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi
rendahnya kedudukan hadis sebagai sumber hukum atau sumber Islam.
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan,
yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak
mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian
hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.
1.
Hadis Sahih
Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih
dari cacat, hadis yng benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih,
yang diberikan oleh ulama, antara lain :
Artinya :
"Hadis sahih adalah hadis yng
susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran), hdis
mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit."
Keterangan lebih luas mengenai hadis sahih diuraikan
pada bab tersendiri.
2. Hadis Hasan
Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik.
Menurut Imam Turmuzi hasis hasan adalah :
Artinya :
"yang kami sebut hadis hasan dalam
kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadis
yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang dicurigai
berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain
pula yang sederajat. Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan."
3. Hadis Daif
Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah,
yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah (keci atau rendah) tentang benarnya
hadis itu berasal dari Rasulullah SAW.
Para ulama memberi batasan bagi hadis daif :
Artinya :
"Hadis daif adalah hadis yang tidak
menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadis
hasan."
Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi
syarat-syarat hadis sahih, melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadis
hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya
dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW.
C. DARI SEGI
KEDUDUKAN DALAM HUJJAH
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa suatu hadis perlu
dilakukan pemeriksaan, penyelidikan dan pemhahasan yang seksama khususnya hadis
ahad, karena hadis tersebut tidak mencapai derajat mutawatir. Memang berbeda
dengan hadis mutawatir yang memfaedahkan ilmu
darury, yaitu suatu keharusan menerima secara bulat. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, hadis ahad ahad ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya
terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu hadis
maqbul dan hadis mardud.
a.
Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti yang
diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah:
Artinya:
"Hadis yang menunjuki suatu
keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya."
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam
kategori hadis maqbul adalah:
* Hadis sahih,
baik yang lizatihu maupun yang ligairihi.
* Hadis hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
Kedua macam hadis tersebut di atas adalah
hadis-hadis maqbul yang wajib diterima, namun demikian para muhaddisin dan juga ulama
yang lain sependapat bahwa tidak semua hadis yang maqbul itu harus diamalkan,
mengingat dalam kenyataan terdapat hadis-hadis yang telah dihapuskan hukumnya
disebabkan datangnya hukum atau ketentuan barn yangjugaditetapkan oleh hadis
Rasulullah SAW.
Adapun hadis maqbul yang datang kemudian (yang
menghapuskan)disebut dengan hadis nasikh,
sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus) disebut dengan hadis mansukh. Disamping itu, terdapat
pula hadis-hadis maqbul yang maknanya berlawanan antara satu dengan yang
lainnya yang lebih rajih (lebih kuat periwayatannya). Dalam hal ini hadis yang
kuat disebut dengan hadis rajih,
sedangkan yang lemah disebut dengan hadis
marjuh.
Apabila ditinjau dari segi kemakmurannya, maka hadis
maqbul dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni hadis maqbulun bihi dan hadis gairu
ma'mulin bihi.
1.
Hadis maqmulun bihi
Hadis maqmulun bihi adalah hadis yang dapat
diamalkan apabila yang termasuk hadis ini ialah:
a. Hadis muhkam, yaitu hadis yang tidak mempunyai perlawanan
b. Hadis mukhtalif, yaitu dua hadis yang pada lahimya saling berlawanan yang
mungkin dikompromikan dengan mudah
c. Hadis nasih
a. Hadis rajih.
2.
Hadis gairo makmulinbihi
Hadis gairu makmulinbihi
ialah hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan. Di antara hadis-hadis maqbul
yang tidak dapat diamalkan ialah:
a. Hadis mutawaqaf, yaitu hadis muthalif yang tidak dapat dikompromikan, tidak
dapat ditansihkan dan tidak pula dapat ditarjihkan
b. Hadis mansuh
c. Hadis marjuh.
B. Hadis
Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin, hadis mardud ialah :
Artinya:
"Hadis yang tidak menunjuki
keterangan yang kuat akan adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas
ketidakadaannya, tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan."
Ada juga yang menarifkan hadis mardud adalah:
Artinya:
"Hadis yang tidak terdapat di
dalamnya sifat hadis Maqbun."
Sebagaimana telah diterangkan di atas bahwa jumhur
ulama mewajibkan untuk menerima hadis-hadis maqbul, maka sebaliknya setiap
hadis yang mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh diamalkan (harus
ditolak).
Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah
dihukumi daif.
D. DARI SEGI
PERKEMBANGAN SANADNYA
1. Hadis
Muttasil
Hadis muttasil disebutjuga Hadis Mausul.
Artinya:
"Hadis muttasil adalah hadis yang
didengar oleh masing-masing rawinya dari rawi yang di atasnya sampai kepada
ujung sanadnya, baik hadis marfu' maupun hadis mauquf."
Kata-kata "hadis yang didengar olehnya"
mencakup pula hadis-hadis yang diriwayatkan melalui cara lain yang telah
diakui, seperti Al-Arz, Al-Mukatabah,
dan Al-Ijasah, Al-Sahihah. Dalam
definisi di atas digunakan kata-kata "yang didengar" karena cara
penerimaan demikian ialah cara periwayatan yang paling banyak ditempuh. Mereka
menjelaskan, sehubungan dengan hadis Mu 'an 'an, bahwa para ulama Mutaakhirin
menggunakan kata 'an dalam menyampaikan hadis yang diterima melalui Al-Ijasah
dan yang demikian tidaklah menafikan hadis yang bersangkutan dari batas Hadis Muttasil.
Contoh Hadis Muttasil Marfu' adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik; dari Nafi' dari
Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Orang
yang tidak mengerjakan shalat Asar seakan-akan menimpakan bencana kepada
keluarga dan hartanya"
Contoh
hadis mutasil maukuf adalah hadis yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi' bahwa
ia mendengar Abdullah bin Umar berkata:
Artinya:
"Barang siapa yang mengutangi orang
lain maka tidak boleh menentukan syarat lain kecuali keharusan
membayarnya."
Masing-masing hadis di atas adalah muttasil atau mausul, karena masing-masing rawinya mendengarnya dari periwayat di
atasnya, dari awal sampai akhir.
Adapun hadis Maqtu
yakni hadis yang disandarkan kepada tabi'in, bila sanadnya bersambung. Tidak
diperselisihkan bahwa hadis maqtu termasuk jenis Hadis muttasil; tetapi jumhur mudaddisin berkata, "Hadis maqtu tidak
dapat disebut hadis mausul atau muttasil secara mutlak, melainkan hendaknya
disertai kata-kata yang membedakannya dengan Hadis mausul sebelumnya. Oleh karena itu, mestinya dikatakan "Hadis
ini bersambung sampai kepada Sayid bin Al-Musayyab dan sebagainya ".
Sebagian ulama membolehkan penyebutan hadis maqtu
sebagai hadis mausul atau muttasil secara mutlak tanpa batasan,
diikutkan kepada kedua hadis mausul
di atas. Seakan-akan pendapat yang dikemukakan jumhur, yaitu hadis yang
berpangkal pada tabi'in dinamai hadis maqtu.
Secara etimologis hadis maqtu' adalah
lawan Hadis mausul. Oleh karena itu,
mereka membedakannya dengan menyadarkannya kepada tabi'in.
2. Hadis Munqati'
Kata Al-Inqita'
(terputus) berasal dari kata Al-Qat
(pemotongan) yang menurut bahasa berarti memisahkan sesuatu dari yang lain. Dan
kata inqita' merupakan akibatnya,
yakni terputus. Kata inqita' adalah
lawan kata ittisal (bersambung) dan Al-Wasl. Yang dimaksud di sini adalah
gugurnya sebagaian rawi pada rangkaian sanad. Para ulama berbeda pendapat dalam
memahami istilah ini dengan perbedaan yang tajam. Menurut kami, hal ini
dikarenakan berkembangnya pemakaian istilah tersebut dari masa ulama
mutaqaddimin sampai masa ulama mutaakhirin.
Definisi Munqati'
yang paling utama adalah definisi yang dikemukakan oleh Al-Hafizh Ibnu Abdil
Barr, yakni:
Artinya:
"Hadis Munqati adalah setiap hadis
yang tidak bersambung sanadnya, baik yang disandarkan kepada Nabi SAW, maupun
disandarkan kepada yang lain."
Hadis yang tidak bersambung sanadnya adalah hadis
yang pada sanadnya gugur seorang atau beberapa orang rawi pada tingkatan
(tabaqat) mana pun. Sehubungan dengan itu, penyusun Al-Manzhumah Al-Baiquniyyah
mengatakan:
Artinya:
Setiap hadis yang tidak bersambung
sanadnya bagaimanapun keadannya adalah termasuk Hadis Munqati' (terputus)
persambungannya."
Demikianlah para ulama Mutaqaddimin
mengklasifikasikan hadis, An-Nawawi berkata, "Klasifikasi tersebut adalah
sahih dan dipilih oleh para fuqaha, Al-Khatib, Ibnu Abdil Barr, dan Muhaddis
lainnya". Dengan demikian, hadis munqati' merupakan suatu judul yang umum
yangmencakup segala macam hadis yang terputus sanadnya.
Adapun ahli hadis Mutaakhirin menjadikan istilah
tersebut sebagai berikut:
Artinya:
"Hadis Munqati adalah hadis yang
gugur salah seorang rawinya sebelum sahabat di satu tempat atau beberapa tempat,
dengan catatan bahwa rawi yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari
seorang dan tidak terjadi pada awal sanad."
Definisi ini menjadikan hadis munqati' berbeda dengan hadis-hadis yang terputus sanadnya yang
lain. Dengan ketentuan "Salah seorang rawinya" defnisi ini tidak
mencakup hadis mu'dal; dengan
kata-kata, "Sebelum sahabat" definisi ini tidak mencakup hadis
mursal; dan dengan penjelasan kata-kata "Tidak pada awal sanad"
definisi ini tidak mencakup hadis muallaq.
Sumber : Pesantren On Line (Ilmu
Islam).
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as