Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    teologi pembebasan perempuan

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 37
    Lokasi : rahasia

    teologi pembebasan perempuan Empty teologi pembebasan perempuan

    Post by kutubuku Thu Jun 24, 2010 7:05 pm

    Teologi Pembebasan Perempuan


    Oleh: Nasaruddin Umar





    Islam sejak awal ditargetkan sebagai agama
    pembebasan--terutama pembebasan terhadap kaum perempuan. Bisa dibayangkan,
    bagaimana masyarakat Arab yang misoginis dan dikenal sering membunuh anak
    perempuan, tiba-tiba diperintah melakukan pesta syukuran ('aqiqah) atas
    kelahiran anak perempuan, meski baru sebatas seekor kambing untuk anak
    perempuan dan dua ekor bagi anak laki-laki.





    Bagaimana suatu masyarakat yang tidak mengenal konsep
    ahli waris dan saksi perempuan, tiba-tiba kepada perempuan diberi hak waris dan
    hak persaksian, meski baru dalam batas satu berbanding dua untuk anak
    laki-laki. Perempuan yang mati terbunuh, tiba-tiba harus juga mendapatkan
    bagian dari denda (diyat), meski masih sebatas seperdua dari yang diperoleh
    laki-laki.





    Bagaimana perempuan yang tadinya dimitoskan sebagai
    "pelengkap" keinginan laki-laki (Adam), tiba-tiba diakui setara di
    depan Allah dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai penghuni surga
    (QS al-Baqarah, 2:35). Bagaimana perempuan (Hawa) dicitrakan sebagai penggoda
    (temptator) laki-laki (Adam), tiba-tiba dibersihkan namanya dengan keterangan
    bahwa yang terlibat dalam dosa kosmis adalah kedua-duanya (QS al-A'raf, 7:20).





    Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan
    dan kemasyarakatan (QS Ali 'Imran, 3:112). Dalam pandangan Islam, manusia
    mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba ('abid) dan sebagai representasi
    Tuhan (khalifah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (Q.S.
    al-Hujurat, 49:13). Kualitas kesalehan tidak hanya diperoleh melalui upaya
    pensucian diri (riyadlah nafsiyyah) melainkan juga kepedulian terhadap
    penderitaan orang lain (Q.S.al-Ma'un, 107:1-7). Islam sejak awal menegaskan
    bahwa diskriminasi peran dan relasi gender adalah salah satu pelanggaran hak
    asasi manusia yang harus dihapus (QS al-Nisa', 4:75)





    Islam memerintahkan menusia untuk memperhatikan konsep
    keseimbangan, keserasian, keselarasan, keutuhan; baik sesama umat manusia
    maupun dengan lingkungannya. Konsep relasi gender dalam Islam lebih dari
    sekadar mengatur keadilan gender dalam masyarakat, tapi secara teologis dan
    teleologis mengatur pola relasi mikrokosmos (manusia), makrokosmos (alam), dan
    Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai
    khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat mencapai derajat abid yang
    sesungguhnya.





    Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu
    kepada ayat-ayat substantif yang sekaligus menjadi tujuan umum syariah
    (maqashid al-syari'ah), antara lain mewujudkan keadilan dan kebajikan (QS
    al-Nahl, 16:90), keamanan dan ketenteraman (QS al-Nisa', 4:58), dan menyeru
    kepada kebaikan dan mencegah kejahatan (QS Ali 'Imran, 3:104). Ayat-ayat ini
    dijadikan kerangka dalam analisis relasi gender dalam Al-Quran.





    Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang
    sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam
    masyarakat, tidak ditemukan ayat atau hadis yang melarang kaum perempuan aktif
    di dalamnya. Sebaliknya, Al-Quran dan hadis banyak mengisyaratkan kebolehan
    perempuan aktif menekuni berbagai profesi.





    Pada awal-awal sejarah Islam, kaum perempuan memperoleh
    kemerdekaan dan suasana batin yang cerah. Rasa percaya diri mereka semakin kuat
    sehingga di antara mereka mencatat prestasi gemilang, bukan saja di dalam
    sektor domestik tapi juga di sektor publik. Sayangnya, kenyataan seperti ini
    tak berlangsung lama karena banyak faktor. Antara lain, semakin berkembangnya
    dunia Islam sampai kepada pusat-pusat kerajaan yang bercorak misoginis seperti
    Damaskus, Bagdad dan Persia. Di samping itu, unifikasi dan kodifikasi
    kitab-kitab hadis, tafsir, dan fikih--yang kuat dipengaruhi budaya
    lokal--langsung atau tidak langsung, mempunyai andil di dalam memberikan
    pembatasan hak dan gerak kaum perempuan.





    Pada saat bersamaan, secara simultan berlangsung politik
    antropologi untuk melanggengkan tradisi patriaki yang menguntungkan kaum
    laki-laki. Berbagai nilai diarahkan dan digunakan untuk mempertahankan
    keberadaan pola relasi gender yang berakar dalam masyarakat. Karena hal
    tersebut berlangsung cukup lama, maka pola itu mengendap di alam bawah sadar
    masyarakat, seolah-olah pola relasi gender adalah kodrat (Arab: qudrah berarti
    ditentukan Tuhan). Bertambah kuat lagi setelah pola relasi kuasa (power relations)
    menjadi subsistem dalam masyarakat modern-kapitalis, yang kemudian melahirkan
    masyarakat new patriarchy.





    Kian kuat pola relasi kuasa, kian besar pula ketimpangan
    peran gender di dalam masyarakat, karena seseorang akan diukur berdasarkan
    nilai produktivitasnya. Dengan alasan faktor reproduksi, produktivitas
    perempuan dianggap tidak semaksimal laki-laki. Perempuan diklaim sebagai
    komunitas reproduksi, yang lebih tepat mengambil peran domestik, dan laki-laki
    diklaim sebagai komunitas produktif, yang lebih tepat mengambil peran publik.
    Akibatnya, terciptalah suatu masyarakat yang didominasi laki-laki (al-mujtama'
    al-abawiy).





    Kalau dahulu agama (Islam) identik dengan isu dan wacana
    pembebasan perempuan, kini ada kecenderungan Islam yang identik dengan pembatasan
    terhadap perempuan. Di pengujung abad ini banyak negara Islam melakukan
    revolusi dan reformasi dengan mengambil tema keislaman. Namun demikian, sering
    kali yang terjadi di pascarevolusi dan reformasi adalah pengekangan terhadap
    perempuan.





    Islamisasi suatu negara seolah-olah berarti
    "merumahkan" perempuan atau jilbabisasi perempuan. Iran, Pakistan,
    Aljazair, dan Afganistan dapat menjadi contoh dari fenomena tersebut. Bagaimana
    Islam dijadikan dalil untuk mencopot pegawai negeri di sejumlah daerah di
    Afganistan dengan alasan perempuan tidak boleh bekerja di bidang publik.





    Otonomisasi daerah di Indonesia dengan memberikan peran
    lebih besar kepada tokoh-tokoh adat dan agama setempat, tidak tertutup
    kemungkinan akan menjadikan perempuan sebagai sasaran dan obyek. Kita tentu
    sangat berharap agar Islam tak lagi dijadikan sebagai suatu kekuatan ideologis
    yang menekan suatu kelompok atau jenis kelamin tertentu dan sebaliknya
    memberikan keuntungan kepada kelompok atau jenis kelamin tertentu.





    Penulis adalah Dosen Pascasarjana

      Waktu sekarang Sun Nov 24, 2024 12:00 am