Kemasan Muatan
Budaya dalam Materi Pelajaran
Bahasa
Indonesian Intensif di IALF Jakarta
Tetty Simanjuntak
IALF Jakarta
Latar belakang
Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di
IALF Jakarta telah mulai dirintis sejak lembaga ini didirikan pada tahun
1989. Namun baru pada tahun 1990 IALF Jakarta secara resmi membuka program
BIPA dengan dibukanya beberapa kelas Bahasa Indonesia untuk umum dan kemudian juga untuk pekerja-pekerja asing di berbagai
lokasi perusahaan asing di Indonesia. Program Bahasa Indonesia untuk umum
di IALF Jakarta dapat diikuti sampai 6
jenjang tingkatan, dan setiap tingkat diselenggarakan selama 30 jam tatap-muka
yang diadakan selama 10 minggu, dua
kali dalam seminggu masing-masing selama
satu setengah jam. Di setiap tingkat
selalu ada beberapa peserta yang tetap
tekun mengikuti tingkat demi tingkat sampai selesai, bahkan tetap ingin terus
belajar meskipun telah menyelesaikan seluruh program yang tersedia. walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah
peserta selalu berkurang pada setiap kenaikan tingkat. Sebelum Indonesia dilanda krisis moneter
IALF Jakarta juga telah membuka, dan telah menyelenggarakan program belajar
pilihan yaitu Bahasa Indonesia Bisnis untuk para peserta yang telah mahir.
Dalam lembar evaluasi program belajar/mengajar yang diberikan kepada para peserta untuk diisi
pada setiap akhir berlangsungnya kursus Bahasa Indonesia umum tingkat 1, para
peserta yang tidak dapat melanjutkan karena alasan yang berhubungan dengan
kesibukan kerja mereka selalu
menyampaikan berbagai harapan dan/atau usul mereka untuk pengembangan program
BIPA di IALF Jakarta. Komentar-komentar yang mereka berikan menunjukkan cukup
banyaknya peserta yang merasakan adanya
kebutuhan akan suatu program belajar
yang intensif dan diselenggarakan dalam
jangka waktu yang relatif pendek dengan jam belajar yang lebih padat. Berdasarkan usul-usul tersebut, pada pertengahan tahun 1995 IALF Jakarta
memutuskan untuk membuka sebuah program belajar baru yaitu program Bahasa
Indonesia Intensif sebagai salah satu pilihan program belajar yang ditawarkan
oleh IALF Jakarta bagi penutur asing yang berminat untuk mempelajari Bahasa
Indonesia.
Bahasa
Indonesia Intensif
Program Bahasa Indonesia Intensif (BII) ini diadakan
setiap bulan sejak bulan September 1995 dan diselenggarakan selama 2
minggu (10 hari kerja) dengan waktu
belajar selama 6 jam (jam 08:00 - 12:00 ; dan 13:00 - 15:00) setiap hari,
sehingga jumlah jam belajar adalah 60 jam. Program ini dapat dikatakan sebagai
program yang sangat berhasil dan cukup luas diketahui dan diminati oleh
masyarakat asing. Pesertanya terdiri
dari berbagai bangsa dan profesi,
kebanyakan adalah para pekerja asing yang bekerja di Indonesia (bahkan ada yang khusus datang
untuk dua minggu dari tempat lain di kawasan ini seperti dari Singapura dan
Pilipina), sebagai konsultan pengusaha dan diplomat, serta anak, istri atau
suami para peserta tersebut.
Daya tarik program ini terletak pada penekanan
pengajaran bahasa dalam program ini yaitu
keterampilan berbicara. Silabus program BII merupakan perpaduan dari
silabus tingkat 1 dan sebagian besar silabus tingkat 2 Bahasa Indonesia umum
yang meliputi pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
· Perkenalan : salam, pamitan, mengeja nama dsb.
· Pekerjaan ; tugas-tugas dalam
suatu pekerjaan. dsb.
· Waktu : jam, hari, tanggal,
bulan , tahun
· Kegiatan sehari-hari : jam,
keterangan kekerapan dsb.
· Belanja : membicarakan
harga, jenis atau mutu barang dsb. suka / suka
· Bertelepon : memberi atau meminta informasi, meninggalkan
pesan dsb.
· Keluarga : anggota keluarga,
kepunyaan dsb.
· Kesehatan: bagian tubuh,
memberi saran dsb
· Instruksi ;memberi perintah,
mengecek pelaksanaan perintah dsb.
· Lokasi dan Arah : memberikan
informasi tentang lokasi/arah, membandingkan
jarak, tempat dsb.
Materi-materi pelajaran yang digunakan dalam program
BII lebih ditekankan pada usaha melatih
peserta untuk dapat berbicara dan mengekspresikan ide dalam bentuk
kalimat yang sederhana di kelas dan juga di luar kelas yaitu dengan kegiatan
mengadakan 'kunjungan lapangan' yang dapat diikuti oleh peserta. Untuk setiap pokok bahasan para pengajar
menyiapkan materi pelajaran berupa latihan-latihan yang dapat memberi
kesempatan kepada peserta program untuk berlatih berbicara dengan menggunakan
bentuk-bentuk bahasa yang sedang dipelajarinya, baik secara berkelompok maupun
secara berpasangan. Namun demikian,
seperti kita ketahui berhasil atau tidaknya komunikasi antara seorang penutur
asing dengan penutur asli tidak hanya
bergantung pada tingkat kompetensi
dalam komponen-komponen linguistik
yang diperoleh dari pengajaran
bahasa saja. Para pembelajar juga perlu
juga mempunyai pemahaman budaya sasaran - dalam hal BIPA, budaya Indonesia - agar ia dapat memasuki tahap melakukan komunikasi
dengan sikap yang positif mengenai lawan
bicaranyayang budayanya adalah
budaya sasaran. Tentu saja semua itu
hanya mungkin dicapai apabila komponen budaya juga dimasukkan dalam pengajaran
BIPA.
Muatan Budaya
dalam Materi Belajar BII
Pada awalnya
dalam program BII pelatihan lintas-budaya diberikan oleh seorang konsultan pelatihan lintas
budaya (cross-cultural training
consultant) selama dua jam setiap kali BII diselenggarakan. Demikian juga diadakan tiga kali, 'kunjungan
lapangan' yaitu kunjungan ke sebuah pasar tradisional, sebuah rumah sakit dan sebuah hotel -
masing-masing juga selama dua jam.
Dengan alokasi waktu untuk kegiatan-kegiatan tersebut, waktu untuk mereka
belajar dan berlatih memakai bentuk-bentuk bahasa di kelas harus berkurang 8
jam. Sebagai akibatnya kami sering
mendapat masukan dari para peserta yang merasa membutuhkan lebih banyak waktu
untuk berlatih dikelas, untuk menghindari pengurangan waktu tersebut. Oleh karena itu diputuskan untuk menambah
jumlah jam belajar di kelas yaitu dengan memberikan kebebasan bagi mereka untuk
memilih antara mengadakan dan tidak
mengadakan kunjungan lapangan.
Belakangan ini para peserta
kursus umumnya hanya memilih kunjungan ke pasar tradisional sebagai 'kunjungan
lapangan'.
Jam belajar di kelas juga ditambah dengan tidak lagi
mengadakan kelas lintas-budaya secara khusus, melainkan mengemas informasi
lintas-budaya yang dianggap perlu untuk diketahui oleh pendatang baru di
Indonesia dalam bentuk bahan bacaan dan menyertakannya di dalam map tempat
menyimpan materi pelajaran yang dibagikan kepada mereka sebelum kursus dimulai. Para peserta kursus diharapkan membaca
bahan-bahan tersebut sehingga mereka mengetahui beberapa hal yang dapat
membantu mereka dalam berinteraksi dengan orang Indonesia. Apabila memungkinkan, pada akhir kursus guru dan peserta program
BII dapat bersama-sama membahas kembali hal-hal yang dimuat dalam bahan bacaan
tentang budaya tersebut.
Harus diakui bahwa
penyediaan bacaan saja tidak cukup untuk dapat mencapai sasarannya yaitu
memberikan keterampilan atau pengetahuan praktis dan pemahaman pada pembelajar
mengenai budaya. Seorang pembelajar
dapat saja membaca keterangan tentang budaya tawar-menawar orang Indonesia
namun mengalami terkejut atau frustrasi ketika harus terlibat dalam proses
tawar-menawar. Seorang pembelajar lain
juga mungkin telah membaca keterangan tentang fungsi pertanyaan seperti : "Mau
ke mana?" "Dari mana?" yang bisa berarti sama dengan sapaan "Hai" tetapi merasa terkejut disapa seperti itu; atau merasa
sangat risih ketika seseorang mencoba berbasa-basi dengan mengatakan "Apa agama Anda?" atau "Berapa gaji pembantu Anda?". Demikian juga seorang pembelajar bisa saja
merasa frustrasi karena mendapat respon yang kurang menyenangkan ketika menyampaikan
suatu perintah dengan menggunakan cara non-verbal atau bahasa isyarat karena ia
tidak menyadari ternyata cara yang digunakannya adalah sangat tidak sopan dalam
budaya sasaran. Mengapa hal-hal
tersebut bisa terjadi? Karena pada
dasarnya budaya itu menyangkut keseluruhan cara hidup sekelompok manusia termasuk di dalamnya nilai-nilai, cara
berpikir, adat istiadat, kebiasaan, agama, dan masih banyak lagi, yang dianut oleh mereka. (UNDERSTANDING WAYS : Communicating Between
Cultures, Kerry O'Sullivan).
Pengalaman pembelajar dapat
membuatnya lebih mengerti dan bersikap lebih toleran dalam berhadapan dengan
orang yang latar belakang budayanya adalah budaya.
Ada satu hal yang sangat membantu dalam usaha
'mengangkat' dan membahas budaya di
kelas BII. Kelas itu sendiri merupakan
wadah yang efektif untuk melakukan interaksi lintas-budaya karena pesertanya
berasal dari beragam latar belakang budaya.
Sekedar untuk memberi gambaran saya ambil dua contoh
kelas BII.
Contoh 1. Kelas BII September 1997. Peserta 10 orang.
Kebangsaan : Amerika
Serikat - 2, Australia - 2, Inggris - 2,
Jepang - 1; Turkey - 1, Jerman -
1,
Filipina - 1.
Contoh 2. Kelas
BII Februari 2000.
peserta 8 orang.
Kebangsaan : Jepang -
1,
Brazilia - 1, Amerika Serikat - 2, Meksiko - 1, Belanda - 1, Inggris - 1,
Australia 1.
Dengan latar belakang budaya para pembelajar yang
demikian beragamnya kegiatan mengajarkan bentuk-bentuk bahasa dapat sekaligus juga menjadi kegiatan yang memberikan pengalaman konkrit
tentang berbagai budaya.
Dalam kesempatan yang singkat ini saya ingin berbagi pengalaman dan
memperlihatkan hal-hal yang berhubungan dengan budaya yang disajikan melalui
materi pelajaran bahasa yang kami
gunakan dalam program BII di IALF Jakarta.
Daftar Pustaka
Campbell, A. Bridging
Cultures. Canberra: faculty of Education. University of Canberra, 1995
Depdikbud. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Ed II, Jakarta:
Balai Pustaka, 1993
Draine, Cathie & Hall,
Barbara. Culture Shock Indonesia. Singapore: Times Books International, 1986
IALF Jakarta. Bahasa Indonesia Intensif Course Material Files.
1995 - 2001..
O'Sullivan, Kerry. Understanding
Ways: Communicating Between Cultures. Sydney: Hale & Iremonger
Pty. Ltd.,
1994.
Storti, C. Figuring
Foreigners Out: A Practical Guide. Maine: Intercultural Press Inc.,
1999.
Budaya dalam Materi Pelajaran
Bahasa
Indonesian Intensif di IALF Jakarta
Tetty Simanjuntak
IALF Jakarta
Latar belakang
Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di
IALF Jakarta telah mulai dirintis sejak lembaga ini didirikan pada tahun
1989. Namun baru pada tahun 1990 IALF Jakarta secara resmi membuka program
BIPA dengan dibukanya beberapa kelas Bahasa Indonesia untuk umum dan kemudian juga untuk pekerja-pekerja asing di berbagai
lokasi perusahaan asing di Indonesia. Program Bahasa Indonesia untuk umum
di IALF Jakarta dapat diikuti sampai 6
jenjang tingkatan, dan setiap tingkat diselenggarakan selama 30 jam tatap-muka
yang diadakan selama 10 minggu, dua
kali dalam seminggu masing-masing selama
satu setengah jam. Di setiap tingkat
selalu ada beberapa peserta yang tetap
tekun mengikuti tingkat demi tingkat sampai selesai, bahkan tetap ingin terus
belajar meskipun telah menyelesaikan seluruh program yang tersedia. walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah
peserta selalu berkurang pada setiap kenaikan tingkat. Sebelum Indonesia dilanda krisis moneter
IALF Jakarta juga telah membuka, dan telah menyelenggarakan program belajar
pilihan yaitu Bahasa Indonesia Bisnis untuk para peserta yang telah mahir.
Dalam lembar evaluasi program belajar/mengajar yang diberikan kepada para peserta untuk diisi
pada setiap akhir berlangsungnya kursus Bahasa Indonesia umum tingkat 1, para
peserta yang tidak dapat melanjutkan karena alasan yang berhubungan dengan
kesibukan kerja mereka selalu
menyampaikan berbagai harapan dan/atau usul mereka untuk pengembangan program
BIPA di IALF Jakarta. Komentar-komentar yang mereka berikan menunjukkan cukup
banyaknya peserta yang merasakan adanya
kebutuhan akan suatu program belajar
yang intensif dan diselenggarakan dalam
jangka waktu yang relatif pendek dengan jam belajar yang lebih padat. Berdasarkan usul-usul tersebut, pada pertengahan tahun 1995 IALF Jakarta
memutuskan untuk membuka sebuah program belajar baru yaitu program Bahasa
Indonesia Intensif sebagai salah satu pilihan program belajar yang ditawarkan
oleh IALF Jakarta bagi penutur asing yang berminat untuk mempelajari Bahasa
Indonesia.
Bahasa
Indonesia Intensif
Program Bahasa Indonesia Intensif (BII) ini diadakan
setiap bulan sejak bulan September 1995 dan diselenggarakan selama 2
minggu (10 hari kerja) dengan waktu
belajar selama 6 jam (jam 08:00 - 12:00 ; dan 13:00 - 15:00) setiap hari,
sehingga jumlah jam belajar adalah 60 jam. Program ini dapat dikatakan sebagai
program yang sangat berhasil dan cukup luas diketahui dan diminati oleh
masyarakat asing. Pesertanya terdiri
dari berbagai bangsa dan profesi,
kebanyakan adalah para pekerja asing yang bekerja di Indonesia (bahkan ada yang khusus datang
untuk dua minggu dari tempat lain di kawasan ini seperti dari Singapura dan
Pilipina), sebagai konsultan pengusaha dan diplomat, serta anak, istri atau
suami para peserta tersebut.
Daya tarik program ini terletak pada penekanan
pengajaran bahasa dalam program ini yaitu
keterampilan berbicara. Silabus program BII merupakan perpaduan dari
silabus tingkat 1 dan sebagian besar silabus tingkat 2 Bahasa Indonesia umum
yang meliputi pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
· Perkenalan : salam, pamitan, mengeja nama dsb.
· Pekerjaan ; tugas-tugas dalam
suatu pekerjaan. dsb.
· Waktu : jam, hari, tanggal,
bulan , tahun
· Kegiatan sehari-hari : jam,
keterangan kekerapan dsb.
· Belanja : membicarakan
harga, jenis atau mutu barang dsb. suka / suka
· Bertelepon : memberi atau meminta informasi, meninggalkan
pesan dsb.
· Keluarga : anggota keluarga,
kepunyaan dsb.
· Kesehatan: bagian tubuh,
memberi saran dsb
· Instruksi ;memberi perintah,
mengecek pelaksanaan perintah dsb.
· Lokasi dan Arah : memberikan
informasi tentang lokasi/arah, membandingkan
jarak, tempat dsb.
Materi-materi pelajaran yang digunakan dalam program
BII lebih ditekankan pada usaha melatih
peserta untuk dapat berbicara dan mengekspresikan ide dalam bentuk
kalimat yang sederhana di kelas dan juga di luar kelas yaitu dengan kegiatan
mengadakan 'kunjungan lapangan' yang dapat diikuti oleh peserta. Untuk setiap pokok bahasan para pengajar
menyiapkan materi pelajaran berupa latihan-latihan yang dapat memberi
kesempatan kepada peserta program untuk berlatih berbicara dengan menggunakan
bentuk-bentuk bahasa yang sedang dipelajarinya, baik secara berkelompok maupun
secara berpasangan. Namun demikian,
seperti kita ketahui berhasil atau tidaknya komunikasi antara seorang penutur
asing dengan penutur asli tidak hanya
bergantung pada tingkat kompetensi
dalam komponen-komponen linguistik
yang diperoleh dari pengajaran
bahasa saja. Para pembelajar juga perlu
juga mempunyai pemahaman budaya sasaran - dalam hal BIPA, budaya Indonesia - agar ia dapat memasuki tahap melakukan komunikasi
dengan sikap yang positif mengenai lawan
bicaranyayang budayanya adalah
budaya sasaran. Tentu saja semua itu
hanya mungkin dicapai apabila komponen budaya juga dimasukkan dalam pengajaran
BIPA.
Muatan Budaya
dalam Materi Belajar BII
Pada awalnya
dalam program BII pelatihan lintas-budaya diberikan oleh seorang konsultan pelatihan lintas
budaya (cross-cultural training
consultant) selama dua jam setiap kali BII diselenggarakan. Demikian juga diadakan tiga kali, 'kunjungan
lapangan' yaitu kunjungan ke sebuah pasar tradisional, sebuah rumah sakit dan sebuah hotel -
masing-masing juga selama dua jam.
Dengan alokasi waktu untuk kegiatan-kegiatan tersebut, waktu untuk mereka
belajar dan berlatih memakai bentuk-bentuk bahasa di kelas harus berkurang 8
jam. Sebagai akibatnya kami sering
mendapat masukan dari para peserta yang merasa membutuhkan lebih banyak waktu
untuk berlatih dikelas, untuk menghindari pengurangan waktu tersebut. Oleh karena itu diputuskan untuk menambah
jumlah jam belajar di kelas yaitu dengan memberikan kebebasan bagi mereka untuk
memilih antara mengadakan dan tidak
mengadakan kunjungan lapangan.
Belakangan ini para peserta
kursus umumnya hanya memilih kunjungan ke pasar tradisional sebagai 'kunjungan
lapangan'.
Jam belajar di kelas juga ditambah dengan tidak lagi
mengadakan kelas lintas-budaya secara khusus, melainkan mengemas informasi
lintas-budaya yang dianggap perlu untuk diketahui oleh pendatang baru di
Indonesia dalam bentuk bahan bacaan dan menyertakannya di dalam map tempat
menyimpan materi pelajaran yang dibagikan kepada mereka sebelum kursus dimulai. Para peserta kursus diharapkan membaca
bahan-bahan tersebut sehingga mereka mengetahui beberapa hal yang dapat
membantu mereka dalam berinteraksi dengan orang Indonesia. Apabila memungkinkan, pada akhir kursus guru dan peserta program
BII dapat bersama-sama membahas kembali hal-hal yang dimuat dalam bahan bacaan
tentang budaya tersebut.
Harus diakui bahwa
penyediaan bacaan saja tidak cukup untuk dapat mencapai sasarannya yaitu
memberikan keterampilan atau pengetahuan praktis dan pemahaman pada pembelajar
mengenai budaya. Seorang pembelajar
dapat saja membaca keterangan tentang budaya tawar-menawar orang Indonesia
namun mengalami terkejut atau frustrasi ketika harus terlibat dalam proses
tawar-menawar. Seorang pembelajar lain
juga mungkin telah membaca keterangan tentang fungsi pertanyaan seperti : "Mau
ke mana?" "Dari mana?" yang bisa berarti sama dengan sapaan "Hai" tetapi merasa terkejut disapa seperti itu; atau merasa
sangat risih ketika seseorang mencoba berbasa-basi dengan mengatakan "Apa agama Anda?" atau "Berapa gaji pembantu Anda?". Demikian juga seorang pembelajar bisa saja
merasa frustrasi karena mendapat respon yang kurang menyenangkan ketika menyampaikan
suatu perintah dengan menggunakan cara non-verbal atau bahasa isyarat karena ia
tidak menyadari ternyata cara yang digunakannya adalah sangat tidak sopan dalam
budaya sasaran. Mengapa hal-hal
tersebut bisa terjadi? Karena pada
dasarnya budaya itu menyangkut keseluruhan cara hidup sekelompok manusia termasuk di dalamnya nilai-nilai, cara
berpikir, adat istiadat, kebiasaan, agama, dan masih banyak lagi, yang dianut oleh mereka. (UNDERSTANDING WAYS : Communicating Between
Cultures, Kerry O'Sullivan).
Pengalaman pembelajar dapat
membuatnya lebih mengerti dan bersikap lebih toleran dalam berhadapan dengan
orang yang latar belakang budayanya adalah budaya.
Ada satu hal yang sangat membantu dalam usaha
'mengangkat' dan membahas budaya di
kelas BII. Kelas itu sendiri merupakan
wadah yang efektif untuk melakukan interaksi lintas-budaya karena pesertanya
berasal dari beragam latar belakang budaya.
Sekedar untuk memberi gambaran saya ambil dua contoh
kelas BII.
Contoh 1. Kelas BII September 1997. Peserta 10 orang.
Kebangsaan : Amerika
Serikat - 2, Australia - 2, Inggris - 2,
Jepang - 1; Turkey - 1, Jerman -
1,
Filipina - 1.
Contoh 2. Kelas
BII Februari 2000.
peserta 8 orang.
Kebangsaan : Jepang -
1,
Brazilia - 1, Amerika Serikat - 2, Meksiko - 1, Belanda - 1, Inggris - 1,
Australia 1.
Dengan latar belakang budaya para pembelajar yang
demikian beragamnya kegiatan mengajarkan bentuk-bentuk bahasa dapat sekaligus juga menjadi kegiatan yang memberikan pengalaman konkrit
tentang berbagai budaya.
Dalam kesempatan yang singkat ini saya ingin berbagi pengalaman dan
memperlihatkan hal-hal yang berhubungan dengan budaya yang disajikan melalui
materi pelajaran bahasa yang kami
gunakan dalam program BII di IALF Jakarta.
Daftar Pustaka
Campbell, A. Bridging
Cultures. Canberra: faculty of Education. University of Canberra, 1995
Depdikbud. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Ed II, Jakarta:
Balai Pustaka, 1993
Draine, Cathie & Hall,
Barbara. Culture Shock Indonesia. Singapore: Times Books International, 1986
IALF Jakarta. Bahasa Indonesia Intensif Course Material Files.
1995 - 2001..
O'Sullivan, Kerry. Understanding
Ways: Communicating Between Cultures. Sydney: Hale & Iremonger
Pty. Ltd.,
1994.
Storti, C. Figuring
Foreigners Out: A Practical Guide. Maine: Intercultural Press Inc.,
1999.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as