Pendidikan Dalam Perjalanan Waktu
Ketika orang berbicara
masalah pendidikan maka yang terpikir adalah masalah teory pendidikan itu
sendiri, methodenya, administratisinya, atau problem-problem didalamnya. Hal
tersebut tentunya menjadi porsi para ahli dibidangnya. Sebagai orang awam yang
bisanya sekedar mengamati, ingin mencoba menelusuri perjalanan sejarah panjang
dari pendidikan itu sendiri, baik secara formal atau non formal.
Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi
pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya
(keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh
orang-orang yang terbeban (concern) terhadap generasi selanjutnya. Mereka
diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang
lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian
ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang
biasanya tentang kepahlawanan.
Maka tidak
heran bila pada awal pendidikan digeluti oleh tokoh-tokoh agama. Seperti yang
terjadi di Mesir kuno (sejak abad 30 SM ), atau jauh sebelumnya di Sumeria
(Iraq utara dimana disana cerita taman Eden bermula). Sumber ilmu pengetahuan
mereka adalah dari ajaran turun temurun seperti yang termuat dalam kitab
Taurat, kitab Talmud, dan kitab-kitab kuno lainnya. Di India tepatnya di lembah
Indus, pendeta Hindu lewat kitab Veda-nya (1200 SM) mengajarkannya kepada
generasi penerus isi kitab-kitab tersebut. Budha (483 SM) juga banyak
memperbaharui kondisi sebelumya, dan yang kemudian ajaran Budha menyebar
kedaerah China. Namun sebelumnya Cina mencatat pengaruh dari Confucius, Laozi
(Lao-Tzu), dan filusuf lainnya (770-256 SM). Dibelahan Eropa cikal bakal
pendidikan lewat pemikir-pemikir yang sangat kental dipengaruhi kepercayaan
Yunani kuno melalui cerita-cerita semacam Iliad, Odyssey dll (sekitar abad 8
SM). Namun sejak jamannya Socrates, Plato, Aristoteles, Isocrates, dan
bolo-bolonya, ada perubahan mendasar dalam konsep pendidikan.
Socrates
(400 SM) menekankan prinsip-prinsip universal dalam pengajarannya melalui
kebenaran, keindahan, dan kebaikan secara umum, dan diajarkan melibatkan
kesadaran anak didiknya. Plato sebagai murid Socrates melanjutkan prinsip ini
dan juga menjadi orang pertama mendirikan sekolahan secara institusional
(Academy). Plato juga tokoh matematika fanatik, sampai-sampai menulis kalimat
‘Let no one ignorant of mathemathics enter here’ dipintu gerbang sekolahannya.
Aristoteles sebagai murid Plato mengembangkan prinsip rasional dimana hal ini
adalah penting dalam pendidikan. Melalui prinsip ini manusia bisa melihat
phenomena alam dan memahami hukum-hukum alam. Alasan lain adalah untuk dapat
menangkis pendapat para ekstremis yang cenderung tidak rasional.
Secara institusional
Yunani (tepatnya Yunani utara) bisa dibilang lebih maju berpikir. Karena
menjadikan pendidikan sarana untuk mempersiapkan generasi muda menjadi calon
pemimpin dibidang pemerintahan atau masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut
mereka menekankan pengajaran dibidang seni, beberapa cabang filsafat,
pertanian, pengembangan creativitas dan juga kesegaran jasmani. Walaupun
kemudian ada pergeseran arah dikemudian hari, Plutarach lebih melihat bahwa
pendidikan bagi orang dewasa adalah lebih penting dari pada anak-anak.
Isocrates meletakkan dasar prinsip-prinsip kepemimpinan, yang kemudian
ajarannya sangat mempengaruhi pendidikan di Romawi.
Lain lagi
dengan apa yang dilakukan orang Romawi abad pertama, mereka lebih mementingkan
keorganisasian. Sehingga pelajaran pidato, penguasaan masa, pengembangan
kebribadian dianggap paling penting pada jaman itu. Mulailah pelajaran bahasa
menjadi popular bersamaan dengan system organisasi yang lebih baik, keteknikan
lebih maju. Arus informasi tentunya lebih maju dengan baiknya pengorganisasian.
Quintilian patut dicatat sebagai pendidik yang
mulai melihat perlunya pemilahan pendidikan berdasarkan perkembangan mental
muridnya. Methode yang diterapkan di Romawi ternyata cukup baik bagi upaya
Romawi menjadi penguasa tunggal saat itu. Pendidikan dijadikan alat kekuasaan
dan memperlebar daerah kekuasaan.
Faktor
keagamaan semakin berperan dalam perjalanan pendidikan terutama sebelum abad
sepuluh dan setelah runtuhnya kekuasaan Romawi. Terutama sekali di belahan
barat dimana bengaruh Yahudi dan Kristen (khususnya Roman Katolic) cukup besar.
Pendidikan dilakukan dibiara-biara dan diajarkan oleh monk (pendeta yang
mengkususkan dalam pelayanan terhadap sesama). Namun tidak dipungkiri pula
dalam perjalanannya peran agama seolah membodohi masyarakat saat mana agama
dipakai penguasa sebagai alat mempertahankan kekuasaannya.
Diabad 5,
dimana mulai dibuat texbook untuk masing-masing pengetahuan dalam satu koleksi
(yang dikenal dengan seven liberal art), pendidikan masih sekitar itu-itu saja
tanpa mengalami perubahan berarti. Walaupun kelembagaan pendidikan lumayan
berkembang bersamaan pengabaran agama itu sendiri. Barangkali Raja Alfred
(England abad 9) termasuk orang yang sangat peduli dibidang pendidikan, dengan
mendorong berdirinya banyak biara-biara (sekolahan dulu dilakukan dibiara) dan
pembikinan kurikulum yang lebih mapan. Ini juga terjadi di Itali (Salerno),
Jerman, di Spanyol, England (Oxford College – 1249), Paris (Sorbone-1253). Dan
tentunya ditimur juga serius mengelola sekolahan. Seperti dicatat Al-Azhar
University didirikan ditahun 970, disamping Al-Qarawiyin di Maroco (859). Pada
abad pertengahan ini banyak terjadi saling tukar informasi pola barat dan
timur, yang tentunya saling menguntungkan. Dimana hal ini juga menjadi factor
utama munculnya faham humanisme dan renaissance (kelahiran kembali).
Pada
jaman selanjutnya (abad 13-15) terjadi perubahan yang yang sangat mendasar,
pendidikan lebih melihat pada pentingnya humanisme dari pada masalah keagamaan,
atau pengetahuan faham Yunani ataupun masalah Latin klasik Kemudian hari faham
ini menjadi awal terbentuknya sekularisasi. Gerakan kelahiran kembali ini
dimulai dari arah Itali yang kemudian begitu cepat menyebar di belahan Eropa.
Ditandai dengan perubahan-perubahan mendasar dibidang seni arsitektur dan
literature. Desiderius Erasmus patut dicatat sebagai tokoh yang melihat bahwa
pengajaran secara liberal adalah pilihan yang tepat, memahami maksud suatu
literature adalah lebih berguna dari pada menghafal. Maka mulailah pelajaran
sejarah, perbintangan, mythology, arkeologi, scripture, diajarkan bukan untuk
dihafal.
Ditemukannya
alat cetak (Johanes Gutenberg) di abad 15 juga menjadi pendorong perubahan
dibidang pendidikan. Hal lain yang sangat baik diabad ini adalah adanya perhatian
terhadap hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan secara formal di sekolah
umum. Ditahun 1640, di London tercatat 80% wanita adalah buta huruf.
Bagaikan
bola salju yang menggelinding Renaissance membawa angin perubahan dibidang
agama, dengan terjadinya reformasi agama (Kristen) oleh John Calvin, Martin
Luther dan Huldreich Zwingli diawal abad 16. Tentunya hal ini sangat besar
pengaruhnya terhadap perubahan pendidikan jaman itu pula. Dimana kekuasaan
sentralisasi Roman Katolik tidak lagi membelenggu sektor pendidikan. Terutama
sekali masalah bahasa, dan kebebasan untuk melihat sesuatu yang sebelumnya
dianggap sakral. England misalnya, mulai memakai bahasa inggris untuk pengantar
pengajaran. Baru pendidikan bahasa latin dan Yunani diajarkan di tingkat dua
(Grammar Shoool di England, Gymnasium di Jerman). Gerakan reformasi juga telah
mendorong peran keluarga dalam membentuk generasi, dimana orang tua didorong
untuk mengajarkan ajaran agama dan tidak tergantung pada pemimpin agama. Martin
Luther juga mendorong terjadinya produktivitas berpikir, mengajak keluarga,
masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah saling bahu membahu menggulirkan
reformasi disegala bidang (terutama agama dan pendidikan). Karena pada dasarnya
agama adalah untuk kepentingan manusianya itu sendiri, bukan sebaliknya.
Melanchthon teman Luther di Jerman dengan keras menekankan peran pemerintah
sebagai penanggung-jawab masalah pendidikan bagi warganya (sebelumnya
pendidikan banyak ditangani oleh badan keagamaan).
Namun
demikian bukan berarti pihak Roman Katholik tidak mengambil inisiatip atas
terjadinya angin perubahan jaman. St. Ignatius of Loyola menanggapi perubahan
dengan cukup bijak, walaupun tentunya bermaksud untuk mengimbangi gerakan kaum
reformis saat itu.
Pendidikan
yang dinamis telah menghantarkan masyarakat dari tahap agraris menuju tahap
industrialis. Dimana diabad 17 ilmu pengetahuan science menjadi perhatian umat.
Royal society di London menjadi pelopor bagaimana mengembangkan basic ilmu
pengetahuan natural. Barangkali Christ’s Hospital (di London) adalah sekolahan
yang mengajarkan bidang science dengan memberi gelar menurut bidangnya untuk
pertamakalinya. Francis Bacon adalah filosuf Inggris yang mengetengahkan
pentingya pola pikir inductive. Dia mendorong murid untuk mengamati, meneliti,
menguji, berdasarkan apasaja yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan
termasuk didalamnya adalah panca indera dan akal-budi, dan yang kemudian baru
membuat kesimpulan.
Abad 17
juga ditandai dengan banyaknya pemikir masalah pendidikan dibanyak negara di
Eropa. Misal Wolfgan Ratke dengan metode pengajaran di bidang bahasa, Rene
Descrates dengan penekanan pentingnya logika dalam berpikir, John Locke melihat
pentingnya kurikulum dan metode pengajaran. John Locke beranggapan lebih baik melihat
objek secara langsung daripada hanya lewat buku, missal lewat rekreasi keluar
bersama, kesawah, kesungai dan diskusi disana. Adalah lebih baik makan durian
dari pada mendengar enaknya buah durian. Hal ini dimaksud untuk melatih daya
kritis, analisis dengan menggunakan logika yang teratur guna memperkuat
akalbudinya. Karana pada dasarnya manusia ketika lahir adalah bagaikan tabula
rasa. St. John Babtist de la Salle dengan seminarinya, adalah termasuk pioneer
dalam mempersiapkan tenaga pengajar dengan cara yang sistimatis. Ide tersebut
mengilhami Comenius untuk mengajarkan sesuatu yang konret dari pada yang
verbal. August Franke seorang pendeta Lutheran (masih abad 17) memantapkan
dasar-dasar teacher training, pendidikan orang dewasa, modernisasi kurikulum
dan jaringan sekolahan.
Pembaharuan
pendidikan merambah ke daratan Afrika, Amerika, dll, bersama dengan perubahan
jaman (kolonialisme dan penjajahan).
Disamping
masih terus terjadinya pembaharuan konsep, seperti Jean-Jacques Rousseau (1762)
merombak konsep, bahwa anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa. Anak-anak
harus diberlakukan sebagaimana anak-anak sesuai perkembangan jiwanya. Atau
tepatnya dikatakan oleh muridnya (Johann Basedow), semuanya harus kembali
secara alami (jangan dikarbit biar cepat matang tapi cepat busuk pula).
Mengajar anak harus juga menggunakan perasaan (memangnya anak sebagai kelinci
percobaan).
Reformasi
juga terjadi di belahan Amerika (1775-1783), Benjamin Franklin termasuk tokok
perubahan pendidikan. Thomas Jefferson sebagai presiden yang ketiga sangat
memperhatikan masalah pendidikan ini, dia beranggapan untuk membentuk
masyarakat yang demokratik harus dimulai dari pendidikan. Jaman tersebut
disebutkan sebagai jaman serba beralasan, karena reason adalah dasar mengungkap
sesuatu yang terselubung.
Agaknya
konsep Johann Pestalozzi (1746-1827) yang agak mirip dengan Rousseau patut
diingat. Dimana prinsip pengajaran anak selain kembali pada perkembangan
natural, menekankan pada hal yang lebih konkret, melihat hal yang dekat dahulu
(keseharian), memulai yang sederhana dahulu, juga memberikan dasar bahwa
sesuatu yang besar adalah kumpulan yang kecil-kecil. Atau boleh dikatakan
pelajaran yang komplek sebenarnya hanyalah pelajaran yang sederhana ditambah
sedikit dan yang sederhana lainnya. Untuk mengaktualisasikan hal ini dia
menggunakan prinsip keseimbangan perkembangan 3 H (head, heart, dan hand).
Sedikit
bergeser keabad 19, bapak kindergarten (Friedrich Froebel), meletakkan dasar
pentingnya keseimbangan psikologi dan filosofi didalam pendidikan science. Dia
merasa fahamnya Pestalozzi mengesampingkan factor filosofi dimana pada dasarnya
anak memiliki daya pengajaran terhadap dirinya sendiri. Dia yakin bahwa anak
mempunyai cahaya pencerahan bagi dirinya sendiri yang sifatnya spiritual (anak
berusaha menghindari kesalahan yang sama, jadi tidak perlu setiap hari diberi
tahu bahwa api itu panas). Oleh karena itu di sekolahannya (kindergarten)
disamping memberi pelajaran sesuai konsepnya Pestalozzi, dia membebaskan dan
merangsang anak untuk berkreasi dengan apa yang ada di sekitarnya (missal air,
pasir, tanah liat, alat gambar dll). Rudolf Steiner (di Sturtgart) menyambut
gagasan ini, dia sebagai seorang mistikus sekaligus filosof percaya bahwa
pendidikan harus menyeimbangkan perkembangan anak secara utuh (tidak sekedar
inteletualnya saja). Barangkali ini juga mendasari pemberian kebebasan anak
untuk memilih ajaran agamanya dikemudian hari.
Mungkin
sebagai gambaran emansipasi wanita saat itu, Elizabeth Garrett Anderson
(1836-1917) patut dicatat sebagai wanita pertama meraih gelar doctor).
Herbert
Spencer seorang yang terpengaruh oleh teory Darwin. Dimana dijaman industrialis
saat itu, untuk menyiapkan murid yang berdaya saing kuat dan mudah beradaptasi
maka pelajaran science dan pelajaran pendukungnya adalah mutlak terpenting.
Atau dengan kata lain membekali murid dengan antisipasi kedepan adalah lebih
penting dari pada melihat kebutuhan saat itu saja.
Pada abad
19 ini juga mulai terpikir adanya sistim pendidikan secara nasional, yang
berarti ada pelajaran-pelajaran wajib untuk pelajaran yang bersifat umum.
Mulailah berkembangnya sekolahan-sekolahan modern yang lebih liberal. Nampaknya
Jepang juga mulai melepas dari pengasingan diri, untuk melirik cara-cara barat
(reformasi budaya bukan berarti menabut akar budaya). Demikian juga Amerika
Latin, tak ketinggalan pula para penjajah mulai berpikir ulang untuk
menyebarkan pengetahuannya (walaupun cenderung masih bermaksud menghisap).
Diawal
abad 20 Ellen Key menjadi terkenal ketika dia melontarkan gagasannya, bahwa
pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan pokok dan kemampuan murid daripada
pertimbangan kebutuhan social, keinginan orang tua apalagi keinginan
keorganisasian agama. John Dewey setuju, bahwa interest anak yang berbeda harus
dilayani dengan cara berbeda. Maka pendidikan ketrampilan menurut bakat dan
kemampuan anak menjadi penting. Karena itu perlu pengelompokan berdasarkan
bakat dan keinginan (kejuruan dan ketrampilan). Ini pula yang dikembangkan oleh
Maria Montessori (1907). Dia sangat berjasa dalam sumbangannya terutama untuk
pendidikan dasar (yang saat ini masih sering jadi bahan acuan). Namun
dibeberapa negara teori ini tidak bisa diterapkan, karena kebutuhan negara
adalah lebih penting dari pada kebutuhan anak.
Diabad 20
tersebut juga sangat dipengaruhi oleh pendapat Jean Piaget yang mengamati
adanya perkembangan kemampuan verbal dan berpikir lewat pengenalan dan
kemampuan pembentukan konsep bagi anak, yang ternyata berbeda-beda. Maka system
pendidikan perlu disesuaikannya. Dia menggolongkan perkembangan anak dalam
empat tahapan. Dimana tiap tahapan harus dilalui secara natural. Sumbangan
Binet dan Simon (1905) cukup penting dalam penanganan anak yang berbeda IQ.
Anak yang IQ-nya 80 tidak selayaknya disejajarkan penilaiannya dengan anak yang
ber IQ tinggi. Hal itu akan merusak perkembangan mental anak. Mungkin
barangkali ini mendasari mengapa pada tahap pendidikan dasar metode penilaian
cukup lewat laporan kemajuan anak, supaya anak tidak merasa rendah diri.
Pendidikan
menjadi industri nasional, maka perlu ditata ulang dengan peraturan-peraturan
nasional pula. Apalagi di Inggris ditahun 1889 sudah berdiri badan perlindungan
anak (NSPCC), dimana menganjurkan anak dibawah 10 tahun harus mendapatkan
pendidikan. Penataan di Inggris missal di tahun 1944 menerapkan tiga tahapan
pendidikan yaitu pendidikan dasar, kedua dan pendidikan atas (higher
education). Di Inggris peraturan telah mengelami beberapa perubahan sesuai
perkembangan jaman, dan teori dari pendidikan itu sendiri yang berkembang. Termasuk
didirikannya Universitas terbuka untuk pertamakalinya (1969) perlu ditata
secara nasional.
Pengaruh
suasana politik saat itu tidak bisa diabaikan. Missal di Rusia dengan partai
komunisnya yang bersatu dibawah Joshep Stalin 1920 walaupun kemudian di tahun
1990 terjadi berubahan baru dibawah Michail Gorbachev. Dibelahan Eropa dengan
perang dunianya, dan juga runtuhnya tembok Berlin (1989) ikut merubah system
pendidikan.
Bahkan
secara luas telah menjadi perhatian PBB lewat UNESCO-nya. Target utama saat itu
adalah pemberantasan buta huruf dinegara-negara sedang berkembang termasuk
didalamnya Indonesia.
Menengok
kedalam negeri sekolah pendidikan dasar telah diperkenalkan oleh Belanda.
Sekolah yang tadinya hanya untuk kalangan keturunan belanda, dengan etische
politiek (kepotangan budi) di negara jajahan belanda (1870) mulai membuka
sekolahan bagi kaum bumi putera (SR). Hal tersebut nampaknya juga akibat
pengaruh faham humanisme dan kelahiran baru yang melanda negeri Belanda.
Program utamannya saat itu mungkin hanya untuk kepentingan Belanda juga (untuk
meningkatkan produktivitas ditanah jajahannya). Untuk Perguruan tinggi dimulai
dengan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia
berubah jadi NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya
UI. Lalu juga Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924) kemudian
melebur jadi fakultas hukumnya UI. Juga disusul beberapa fakultas lainya. Di
Bandung dimana bung Karno sekolah juga berasal dari sekolah teknik THS (1920)
dan di Bogor dibuat juga sekolah perkebunan (1941) adalah cikal bakal IPB
sekarang.
Bila
kemudian didirikan UI (1950) atau UGM (1945) adalah leburan dari yang sudah ada
dan kemudian ditambahkan fakultas lainnya. Perlu dicatat pula universitas tua
lainnya seperti ITB (1959), IPB (1963), Unair (1963), dan universitas swasta
tertua kita adalah UII (1948). Barangkali bisa dimaklumi bahwa pendidikan di
Indonesia masih sangat muda dibanding pendidikannya Plato.
Walaupun
sebenarnya sejak jamannya pangeran Aji Saka (abad 3) telah diperkenalkan huruf
jawa dengan mencontoh huruf di India selatan, jadi pemerintahan Jawa Dwipa
sudah mengenal pendidikan. Demikian pula abad 5 pendeta Budha memperkenalkan
ajarannya (tentunya mengandung unsur pendidikan. Berdirinya Borobudur boleh di
anggap sebagai parameter tingginya ilmu arsitektur (diabad oleh Raja
Sailendra Samaratungga. Dicatat pula Candi Prambanan (Hindu) yang elok itu
dibangun di abad 9 jamannya raja Sanjaya. Raja agung Airlangga (1019) boleh
dianggap raja paling toleran dan melindungi umat berbeda agama (hal ini
tentunya tidak terjadi sebelumnya). Tidak kurang di Indonesia juga ada ahli
filosuf atau mungkin sebagai nabinya wong jowo yaitu Raja Joyoboyo (1157),
siapa yang tak kenal dengan primbonnya Joyo boyo. Namun sayang selama
perjalanan sejarah bangsa Indonesia selalu disertai dengan perang saudara (jauh
sebelum Belanda datang, sudah cakar-cakaran, jangan hanya Belanda yang
disalahkan sebagai provokator dengan politik adu kambinya, ternyata bakat ini
belum hilang sampai sekarang). Bahkan Patih Gadjah Mada yang dianggap
pemersatupun (dengan sumpahnya yang sakti) adalah hanya untuk penguasaan dan
menunjukkan kehebatan Majapahit. Tentu ini juga berpengaruh pada pendidikan
secara umum, dan sebaliknya bisa jadi pendidikan ikut mempengaruhinya. Menengok
perjalanan sejarah bangsa Indonesia perlu dibahas tersendiri.
Gambaran
sejarah pendidikan di Indonesia saat ini bisa dialami bersama. Dari gambaran
diatas ternyata masalah pendidikan bukan sekedar tergantung pada teory dan ilmu
pendidikan itu saja, tapi juga iklim social budaya dan politik ikut berperan.
Namun bukan alasan untuk tidak memperbaharui kehidupan melalui pembaharuan
konsep pendidikan itu sendiri. Jadi reformasi pendidikan adalah mutlak perlu
dilakukan terus menerus sesuai perubahan pemahaman umat akan kehidupan itu
sendiri. Dimana Peter Drucker melihat pergeseran kebutuhan manusia, dari
ekonomi yang berbasiskan benda tak bergerak dan jasa menuju ekonomi berbasiskan
ilmu pengetahuan, perlu di renungkan. Lebih jauh Drucker mengemukakan bahwa
tahapan agraris, industri dan kini informasi adalah tidak lama lagi tergeser
pada era inovasi. Apa itu inovasi dan persyaratannya adalah bahan pekerjaan
rumah bersama. Bila generasi kita saat ini setress gara-gara tidak tahu bahasa
jawanya anak kerbau, atau hafalan lainya. Jangan disalahkan bila kemudian hari
negara Indonesia menjadi negara terbelakang yang menunggu petunjuk, menunggu
pemerintahannya waras, menunggu dan menunggu. Namun untung ada film anak-anak
pokemon, digimon, tweenies, bob builder dan sejenisnya yang barangkali jadi
hiburan anak sekaligus menjadi sarana berfantasi sambil berinovasi, dari pada
ngerjakan PR paket pendidikan yang sarat dengan indokrinasi hukum-hukum
matematika dan hukum lainnya yang harus dipatuhi tanpa syarat demi memumuaskan
harapan bapak dan ibu (memang jamannya sudah terbalik anak berkorban buat orang
tua dan guru, rakyat berkorban buat pak Bos).
Ketika orang berbicara
masalah pendidikan maka yang terpikir adalah masalah teory pendidikan itu
sendiri, methodenya, administratisinya, atau problem-problem didalamnya. Hal
tersebut tentunya menjadi porsi para ahli dibidangnya. Sebagai orang awam yang
bisanya sekedar mengamati, ingin mencoba menelusuri perjalanan sejarah panjang
dari pendidikan itu sendiri, baik secara formal atau non formal.
Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi
pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu
yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya
(keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh
orang-orang yang terbeban (concern) terhadap generasi selanjutnya. Mereka
diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang
lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian
ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang
biasanya tentang kepahlawanan.
Maka tidak
heran bila pada awal pendidikan digeluti oleh tokoh-tokoh agama. Seperti yang
terjadi di Mesir kuno (sejak abad 30 SM ), atau jauh sebelumnya di Sumeria
(Iraq utara dimana disana cerita taman Eden bermula). Sumber ilmu pengetahuan
mereka adalah dari ajaran turun temurun seperti yang termuat dalam kitab
Taurat, kitab Talmud, dan kitab-kitab kuno lainnya. Di India tepatnya di lembah
Indus, pendeta Hindu lewat kitab Veda-nya (1200 SM) mengajarkannya kepada
generasi penerus isi kitab-kitab tersebut. Budha (483 SM) juga banyak
memperbaharui kondisi sebelumya, dan yang kemudian ajaran Budha menyebar
kedaerah China. Namun sebelumnya Cina mencatat pengaruh dari Confucius, Laozi
(Lao-Tzu), dan filusuf lainnya (770-256 SM). Dibelahan Eropa cikal bakal
pendidikan lewat pemikir-pemikir yang sangat kental dipengaruhi kepercayaan
Yunani kuno melalui cerita-cerita semacam Iliad, Odyssey dll (sekitar abad 8
SM). Namun sejak jamannya Socrates, Plato, Aristoteles, Isocrates, dan
bolo-bolonya, ada perubahan mendasar dalam konsep pendidikan.
Socrates
(400 SM) menekankan prinsip-prinsip universal dalam pengajarannya melalui
kebenaran, keindahan, dan kebaikan secara umum, dan diajarkan melibatkan
kesadaran anak didiknya. Plato sebagai murid Socrates melanjutkan prinsip ini
dan juga menjadi orang pertama mendirikan sekolahan secara institusional
(Academy). Plato juga tokoh matematika fanatik, sampai-sampai menulis kalimat
‘Let no one ignorant of mathemathics enter here’ dipintu gerbang sekolahannya.
Aristoteles sebagai murid Plato mengembangkan prinsip rasional dimana hal ini
adalah penting dalam pendidikan. Melalui prinsip ini manusia bisa melihat
phenomena alam dan memahami hukum-hukum alam. Alasan lain adalah untuk dapat
menangkis pendapat para ekstremis yang cenderung tidak rasional.
Secara institusional
Yunani (tepatnya Yunani utara) bisa dibilang lebih maju berpikir. Karena
menjadikan pendidikan sarana untuk mempersiapkan generasi muda menjadi calon
pemimpin dibidang pemerintahan atau masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut
mereka menekankan pengajaran dibidang seni, beberapa cabang filsafat,
pertanian, pengembangan creativitas dan juga kesegaran jasmani. Walaupun
kemudian ada pergeseran arah dikemudian hari, Plutarach lebih melihat bahwa
pendidikan bagi orang dewasa adalah lebih penting dari pada anak-anak.
Isocrates meletakkan dasar prinsip-prinsip kepemimpinan, yang kemudian
ajarannya sangat mempengaruhi pendidikan di Romawi.
Lain lagi
dengan apa yang dilakukan orang Romawi abad pertama, mereka lebih mementingkan
keorganisasian. Sehingga pelajaran pidato, penguasaan masa, pengembangan
kebribadian dianggap paling penting pada jaman itu. Mulailah pelajaran bahasa
menjadi popular bersamaan dengan system organisasi yang lebih baik, keteknikan
lebih maju. Arus informasi tentunya lebih maju dengan baiknya pengorganisasian.
Quintilian patut dicatat sebagai pendidik yang
mulai melihat perlunya pemilahan pendidikan berdasarkan perkembangan mental
muridnya. Methode yang diterapkan di Romawi ternyata cukup baik bagi upaya
Romawi menjadi penguasa tunggal saat itu. Pendidikan dijadikan alat kekuasaan
dan memperlebar daerah kekuasaan.
Faktor
keagamaan semakin berperan dalam perjalanan pendidikan terutama sebelum abad
sepuluh dan setelah runtuhnya kekuasaan Romawi. Terutama sekali di belahan
barat dimana bengaruh Yahudi dan Kristen (khususnya Roman Katolic) cukup besar.
Pendidikan dilakukan dibiara-biara dan diajarkan oleh monk (pendeta yang
mengkususkan dalam pelayanan terhadap sesama). Namun tidak dipungkiri pula
dalam perjalanannya peran agama seolah membodohi masyarakat saat mana agama
dipakai penguasa sebagai alat mempertahankan kekuasaannya.
Diabad 5,
dimana mulai dibuat texbook untuk masing-masing pengetahuan dalam satu koleksi
(yang dikenal dengan seven liberal art), pendidikan masih sekitar itu-itu saja
tanpa mengalami perubahan berarti. Walaupun kelembagaan pendidikan lumayan
berkembang bersamaan pengabaran agama itu sendiri. Barangkali Raja Alfred
(England abad 9) termasuk orang yang sangat peduli dibidang pendidikan, dengan
mendorong berdirinya banyak biara-biara (sekolahan dulu dilakukan dibiara) dan
pembikinan kurikulum yang lebih mapan. Ini juga terjadi di Itali (Salerno),
Jerman, di Spanyol, England (Oxford College – 1249), Paris (Sorbone-1253). Dan
tentunya ditimur juga serius mengelola sekolahan. Seperti dicatat Al-Azhar
University didirikan ditahun 970, disamping Al-Qarawiyin di Maroco (859). Pada
abad pertengahan ini banyak terjadi saling tukar informasi pola barat dan
timur, yang tentunya saling menguntungkan. Dimana hal ini juga menjadi factor
utama munculnya faham humanisme dan renaissance (kelahiran kembali).
Pada
jaman selanjutnya (abad 13-15) terjadi perubahan yang yang sangat mendasar,
pendidikan lebih melihat pada pentingnya humanisme dari pada masalah keagamaan,
atau pengetahuan faham Yunani ataupun masalah Latin klasik Kemudian hari faham
ini menjadi awal terbentuknya sekularisasi. Gerakan kelahiran kembali ini
dimulai dari arah Itali yang kemudian begitu cepat menyebar di belahan Eropa.
Ditandai dengan perubahan-perubahan mendasar dibidang seni arsitektur dan
literature. Desiderius Erasmus patut dicatat sebagai tokoh yang melihat bahwa
pengajaran secara liberal adalah pilihan yang tepat, memahami maksud suatu
literature adalah lebih berguna dari pada menghafal. Maka mulailah pelajaran
sejarah, perbintangan, mythology, arkeologi, scripture, diajarkan bukan untuk
dihafal.
Ditemukannya
alat cetak (Johanes Gutenberg) di abad 15 juga menjadi pendorong perubahan
dibidang pendidikan. Hal lain yang sangat baik diabad ini adalah adanya perhatian
terhadap hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan secara formal di sekolah
umum. Ditahun 1640, di London tercatat 80% wanita adalah buta huruf.
Bagaikan
bola salju yang menggelinding Renaissance membawa angin perubahan dibidang
agama, dengan terjadinya reformasi agama (Kristen) oleh John Calvin, Martin
Luther dan Huldreich Zwingli diawal abad 16. Tentunya hal ini sangat besar
pengaruhnya terhadap perubahan pendidikan jaman itu pula. Dimana kekuasaan
sentralisasi Roman Katolik tidak lagi membelenggu sektor pendidikan. Terutama
sekali masalah bahasa, dan kebebasan untuk melihat sesuatu yang sebelumnya
dianggap sakral. England misalnya, mulai memakai bahasa inggris untuk pengantar
pengajaran. Baru pendidikan bahasa latin dan Yunani diajarkan di tingkat dua
(Grammar Shoool di England, Gymnasium di Jerman). Gerakan reformasi juga telah
mendorong peran keluarga dalam membentuk generasi, dimana orang tua didorong
untuk mengajarkan ajaran agama dan tidak tergantung pada pemimpin agama. Martin
Luther juga mendorong terjadinya produktivitas berpikir, mengajak keluarga,
masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah saling bahu membahu menggulirkan
reformasi disegala bidang (terutama agama dan pendidikan). Karena pada dasarnya
agama adalah untuk kepentingan manusianya itu sendiri, bukan sebaliknya.
Melanchthon teman Luther di Jerman dengan keras menekankan peran pemerintah
sebagai penanggung-jawab masalah pendidikan bagi warganya (sebelumnya
pendidikan banyak ditangani oleh badan keagamaan).
Namun
demikian bukan berarti pihak Roman Katholik tidak mengambil inisiatip atas
terjadinya angin perubahan jaman. St. Ignatius of Loyola menanggapi perubahan
dengan cukup bijak, walaupun tentunya bermaksud untuk mengimbangi gerakan kaum
reformis saat itu.
Pendidikan
yang dinamis telah menghantarkan masyarakat dari tahap agraris menuju tahap
industrialis. Dimana diabad 17 ilmu pengetahuan science menjadi perhatian umat.
Royal society di London menjadi pelopor bagaimana mengembangkan basic ilmu
pengetahuan natural. Barangkali Christ’s Hospital (di London) adalah sekolahan
yang mengajarkan bidang science dengan memberi gelar menurut bidangnya untuk
pertamakalinya. Francis Bacon adalah filosuf Inggris yang mengetengahkan
pentingya pola pikir inductive. Dia mendorong murid untuk mengamati, meneliti,
menguji, berdasarkan apasaja yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan
termasuk didalamnya adalah panca indera dan akal-budi, dan yang kemudian baru
membuat kesimpulan.
Abad 17
juga ditandai dengan banyaknya pemikir masalah pendidikan dibanyak negara di
Eropa. Misal Wolfgan Ratke dengan metode pengajaran di bidang bahasa, Rene
Descrates dengan penekanan pentingnya logika dalam berpikir, John Locke melihat
pentingnya kurikulum dan metode pengajaran. John Locke beranggapan lebih baik melihat
objek secara langsung daripada hanya lewat buku, missal lewat rekreasi keluar
bersama, kesawah, kesungai dan diskusi disana. Adalah lebih baik makan durian
dari pada mendengar enaknya buah durian. Hal ini dimaksud untuk melatih daya
kritis, analisis dengan menggunakan logika yang teratur guna memperkuat
akalbudinya. Karana pada dasarnya manusia ketika lahir adalah bagaikan tabula
rasa. St. John Babtist de la Salle dengan seminarinya, adalah termasuk pioneer
dalam mempersiapkan tenaga pengajar dengan cara yang sistimatis. Ide tersebut
mengilhami Comenius untuk mengajarkan sesuatu yang konret dari pada yang
verbal. August Franke seorang pendeta Lutheran (masih abad 17) memantapkan
dasar-dasar teacher training, pendidikan orang dewasa, modernisasi kurikulum
dan jaringan sekolahan.
Pembaharuan
pendidikan merambah ke daratan Afrika, Amerika, dll, bersama dengan perubahan
jaman (kolonialisme dan penjajahan).
Disamping
masih terus terjadinya pembaharuan konsep, seperti Jean-Jacques Rousseau (1762)
merombak konsep, bahwa anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa. Anak-anak
harus diberlakukan sebagaimana anak-anak sesuai perkembangan jiwanya. Atau
tepatnya dikatakan oleh muridnya (Johann Basedow), semuanya harus kembali
secara alami (jangan dikarbit biar cepat matang tapi cepat busuk pula).
Mengajar anak harus juga menggunakan perasaan (memangnya anak sebagai kelinci
percobaan).
Reformasi
juga terjadi di belahan Amerika (1775-1783), Benjamin Franklin termasuk tokok
perubahan pendidikan. Thomas Jefferson sebagai presiden yang ketiga sangat
memperhatikan masalah pendidikan ini, dia beranggapan untuk membentuk
masyarakat yang demokratik harus dimulai dari pendidikan. Jaman tersebut
disebutkan sebagai jaman serba beralasan, karena reason adalah dasar mengungkap
sesuatu yang terselubung.
Agaknya
konsep Johann Pestalozzi (1746-1827) yang agak mirip dengan Rousseau patut
diingat. Dimana prinsip pengajaran anak selain kembali pada perkembangan
natural, menekankan pada hal yang lebih konkret, melihat hal yang dekat dahulu
(keseharian), memulai yang sederhana dahulu, juga memberikan dasar bahwa
sesuatu yang besar adalah kumpulan yang kecil-kecil. Atau boleh dikatakan
pelajaran yang komplek sebenarnya hanyalah pelajaran yang sederhana ditambah
sedikit dan yang sederhana lainnya. Untuk mengaktualisasikan hal ini dia
menggunakan prinsip keseimbangan perkembangan 3 H (head, heart, dan hand).
Sedikit
bergeser keabad 19, bapak kindergarten (Friedrich Froebel), meletakkan dasar
pentingnya keseimbangan psikologi dan filosofi didalam pendidikan science. Dia
merasa fahamnya Pestalozzi mengesampingkan factor filosofi dimana pada dasarnya
anak memiliki daya pengajaran terhadap dirinya sendiri. Dia yakin bahwa anak
mempunyai cahaya pencerahan bagi dirinya sendiri yang sifatnya spiritual (anak
berusaha menghindari kesalahan yang sama, jadi tidak perlu setiap hari diberi
tahu bahwa api itu panas). Oleh karena itu di sekolahannya (kindergarten)
disamping memberi pelajaran sesuai konsepnya Pestalozzi, dia membebaskan dan
merangsang anak untuk berkreasi dengan apa yang ada di sekitarnya (missal air,
pasir, tanah liat, alat gambar dll). Rudolf Steiner (di Sturtgart) menyambut
gagasan ini, dia sebagai seorang mistikus sekaligus filosof percaya bahwa
pendidikan harus menyeimbangkan perkembangan anak secara utuh (tidak sekedar
inteletualnya saja). Barangkali ini juga mendasari pemberian kebebasan anak
untuk memilih ajaran agamanya dikemudian hari.
Mungkin
sebagai gambaran emansipasi wanita saat itu, Elizabeth Garrett Anderson
(1836-1917) patut dicatat sebagai wanita pertama meraih gelar doctor).
Herbert
Spencer seorang yang terpengaruh oleh teory Darwin. Dimana dijaman industrialis
saat itu, untuk menyiapkan murid yang berdaya saing kuat dan mudah beradaptasi
maka pelajaran science dan pelajaran pendukungnya adalah mutlak terpenting.
Atau dengan kata lain membekali murid dengan antisipasi kedepan adalah lebih
penting dari pada melihat kebutuhan saat itu saja.
Pada abad
19 ini juga mulai terpikir adanya sistim pendidikan secara nasional, yang
berarti ada pelajaran-pelajaran wajib untuk pelajaran yang bersifat umum.
Mulailah berkembangnya sekolahan-sekolahan modern yang lebih liberal. Nampaknya
Jepang juga mulai melepas dari pengasingan diri, untuk melirik cara-cara barat
(reformasi budaya bukan berarti menabut akar budaya). Demikian juga Amerika
Latin, tak ketinggalan pula para penjajah mulai berpikir ulang untuk
menyebarkan pengetahuannya (walaupun cenderung masih bermaksud menghisap).
Diawal
abad 20 Ellen Key menjadi terkenal ketika dia melontarkan gagasannya, bahwa
pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan pokok dan kemampuan murid daripada
pertimbangan kebutuhan social, keinginan orang tua apalagi keinginan
keorganisasian agama. John Dewey setuju, bahwa interest anak yang berbeda harus
dilayani dengan cara berbeda. Maka pendidikan ketrampilan menurut bakat dan
kemampuan anak menjadi penting. Karena itu perlu pengelompokan berdasarkan
bakat dan keinginan (kejuruan dan ketrampilan). Ini pula yang dikembangkan oleh
Maria Montessori (1907). Dia sangat berjasa dalam sumbangannya terutama untuk
pendidikan dasar (yang saat ini masih sering jadi bahan acuan). Namun
dibeberapa negara teori ini tidak bisa diterapkan, karena kebutuhan negara
adalah lebih penting dari pada kebutuhan anak.
Diabad 20
tersebut juga sangat dipengaruhi oleh pendapat Jean Piaget yang mengamati
adanya perkembangan kemampuan verbal dan berpikir lewat pengenalan dan
kemampuan pembentukan konsep bagi anak, yang ternyata berbeda-beda. Maka system
pendidikan perlu disesuaikannya. Dia menggolongkan perkembangan anak dalam
empat tahapan. Dimana tiap tahapan harus dilalui secara natural. Sumbangan
Binet dan Simon (1905) cukup penting dalam penanganan anak yang berbeda IQ.
Anak yang IQ-nya 80 tidak selayaknya disejajarkan penilaiannya dengan anak yang
ber IQ tinggi. Hal itu akan merusak perkembangan mental anak. Mungkin
barangkali ini mendasari mengapa pada tahap pendidikan dasar metode penilaian
cukup lewat laporan kemajuan anak, supaya anak tidak merasa rendah diri.
Pendidikan
menjadi industri nasional, maka perlu ditata ulang dengan peraturan-peraturan
nasional pula. Apalagi di Inggris ditahun 1889 sudah berdiri badan perlindungan
anak (NSPCC), dimana menganjurkan anak dibawah 10 tahun harus mendapatkan
pendidikan. Penataan di Inggris missal di tahun 1944 menerapkan tiga tahapan
pendidikan yaitu pendidikan dasar, kedua dan pendidikan atas (higher
education). Di Inggris peraturan telah mengelami beberapa perubahan sesuai
perkembangan jaman, dan teori dari pendidikan itu sendiri yang berkembang. Termasuk
didirikannya Universitas terbuka untuk pertamakalinya (1969) perlu ditata
secara nasional.
Pengaruh
suasana politik saat itu tidak bisa diabaikan. Missal di Rusia dengan partai
komunisnya yang bersatu dibawah Joshep Stalin 1920 walaupun kemudian di tahun
1990 terjadi berubahan baru dibawah Michail Gorbachev. Dibelahan Eropa dengan
perang dunianya, dan juga runtuhnya tembok Berlin (1989) ikut merubah system
pendidikan.
Bahkan
secara luas telah menjadi perhatian PBB lewat UNESCO-nya. Target utama saat itu
adalah pemberantasan buta huruf dinegara-negara sedang berkembang termasuk
didalamnya Indonesia.
Menengok
kedalam negeri sekolah pendidikan dasar telah diperkenalkan oleh Belanda.
Sekolah yang tadinya hanya untuk kalangan keturunan belanda, dengan etische
politiek (kepotangan budi) di negara jajahan belanda (1870) mulai membuka
sekolahan bagi kaum bumi putera (SR). Hal tersebut nampaknya juga akibat
pengaruh faham humanisme dan kelahiran baru yang melanda negeri Belanda.
Program utamannya saat itu mungkin hanya untuk kepentingan Belanda juga (untuk
meningkatkan produktivitas ditanah jajahannya). Untuk Perguruan tinggi dimulai
dengan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia
berubah jadi NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya
UI. Lalu juga Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924) kemudian
melebur jadi fakultas hukumnya UI. Juga disusul beberapa fakultas lainya. Di
Bandung dimana bung Karno sekolah juga berasal dari sekolah teknik THS (1920)
dan di Bogor dibuat juga sekolah perkebunan (1941) adalah cikal bakal IPB
sekarang.
Bila
kemudian didirikan UI (1950) atau UGM (1945) adalah leburan dari yang sudah ada
dan kemudian ditambahkan fakultas lainnya. Perlu dicatat pula universitas tua
lainnya seperti ITB (1959), IPB (1963), Unair (1963), dan universitas swasta
tertua kita adalah UII (1948). Barangkali bisa dimaklumi bahwa pendidikan di
Indonesia masih sangat muda dibanding pendidikannya Plato.
Walaupun
sebenarnya sejak jamannya pangeran Aji Saka (abad 3) telah diperkenalkan huruf
jawa dengan mencontoh huruf di India selatan, jadi pemerintahan Jawa Dwipa
sudah mengenal pendidikan. Demikian pula abad 5 pendeta Budha memperkenalkan
ajarannya (tentunya mengandung unsur pendidikan. Berdirinya Borobudur boleh di
anggap sebagai parameter tingginya ilmu arsitektur (diabad oleh Raja
Sailendra Samaratungga. Dicatat pula Candi Prambanan (Hindu) yang elok itu
dibangun di abad 9 jamannya raja Sanjaya. Raja agung Airlangga (1019) boleh
dianggap raja paling toleran dan melindungi umat berbeda agama (hal ini
tentunya tidak terjadi sebelumnya). Tidak kurang di Indonesia juga ada ahli
filosuf atau mungkin sebagai nabinya wong jowo yaitu Raja Joyoboyo (1157),
siapa yang tak kenal dengan primbonnya Joyo boyo. Namun sayang selama
perjalanan sejarah bangsa Indonesia selalu disertai dengan perang saudara (jauh
sebelum Belanda datang, sudah cakar-cakaran, jangan hanya Belanda yang
disalahkan sebagai provokator dengan politik adu kambinya, ternyata bakat ini
belum hilang sampai sekarang). Bahkan Patih Gadjah Mada yang dianggap
pemersatupun (dengan sumpahnya yang sakti) adalah hanya untuk penguasaan dan
menunjukkan kehebatan Majapahit. Tentu ini juga berpengaruh pada pendidikan
secara umum, dan sebaliknya bisa jadi pendidikan ikut mempengaruhinya. Menengok
perjalanan sejarah bangsa Indonesia perlu dibahas tersendiri.
Gambaran
sejarah pendidikan di Indonesia saat ini bisa dialami bersama. Dari gambaran
diatas ternyata masalah pendidikan bukan sekedar tergantung pada teory dan ilmu
pendidikan itu saja, tapi juga iklim social budaya dan politik ikut berperan.
Namun bukan alasan untuk tidak memperbaharui kehidupan melalui pembaharuan
konsep pendidikan itu sendiri. Jadi reformasi pendidikan adalah mutlak perlu
dilakukan terus menerus sesuai perubahan pemahaman umat akan kehidupan itu
sendiri. Dimana Peter Drucker melihat pergeseran kebutuhan manusia, dari
ekonomi yang berbasiskan benda tak bergerak dan jasa menuju ekonomi berbasiskan
ilmu pengetahuan, perlu di renungkan. Lebih jauh Drucker mengemukakan bahwa
tahapan agraris, industri dan kini informasi adalah tidak lama lagi tergeser
pada era inovasi. Apa itu inovasi dan persyaratannya adalah bahan pekerjaan
rumah bersama. Bila generasi kita saat ini setress gara-gara tidak tahu bahasa
jawanya anak kerbau, atau hafalan lainya. Jangan disalahkan bila kemudian hari
negara Indonesia menjadi negara terbelakang yang menunggu petunjuk, menunggu
pemerintahannya waras, menunggu dan menunggu. Namun untung ada film anak-anak
pokemon, digimon, tweenies, bob builder dan sejenisnya yang barangkali jadi
hiburan anak sekaligus menjadi sarana berfantasi sambil berinovasi, dari pada
ngerjakan PR paket pendidikan yang sarat dengan indokrinasi hukum-hukum
matematika dan hukum lainnya yang harus dipatuhi tanpa syarat demi memumuaskan
harapan bapak dan ibu (memang jamannya sudah terbalik anak berkorban buat orang
tua dan guru, rakyat berkorban buat pak Bos).
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as