Peranan Unsur Sosial Budaya dalam Pengajaran
BIPA
Mustakim
Pusat Bahasa Jakarta
1.
Pengantar
Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya
masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga
merupakan fenomena budaya. Sebagai
fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan
sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang
peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi,
seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi
berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan,
usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan
bahasa.
Sementara itu, sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah
satu unsur budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai
budaya masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur
budaya suatu masyarakat--di samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah
disebutkan di atas--merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari suatu
bahasa. Hal yang sama berlaku pula bagi bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
mempelajari bahasa Indonesia--lebih-lebih lagi bagi para penutur asing--berarti
pula mempelajari dan menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia.
Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran bahasa, sudah
semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yang berkenaan dengan
aspek-aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya
yang melatari penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu
hanya dititikberatkan pada penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya
tentu hanya akan melahirkan siswa yang mampu menguasai materi, tetapi tidak
mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Pengajaran bahasa yang
demikian tentu tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur dengan
pendekatan komunikatif. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara
baik dan benar itu mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek
kebahasaan dan juga pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yang menjadi
konteks penggunaan bahasa.
Sayangnya, sejauh ini belum diketahui secara pasti sejauh mana
pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku
ajar BIPA. Kecuali itu, juga belum diketahui unsur-unsur sosial budaya apa yang
perlu diajarkan pada peserta BIPA. Padahal, pengetahuan tentang berbagai aspek
sosial budaya itu sangat penting bagi para pembelajar BIPA. Untuk melengkapi
pengetahuan itulah, makalah ini akan memaparkan hasil penelitian terhadap
sejumlah buku BIPA, baik yang digunakan di dalam maupun di luar negeri.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek
sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, akan
dipaparkan pula aspek-aspek sosial budaya apa saja yang perlu diketahui oleh
para pembelajar BIPA.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini didasari oleh konsep
dasar teoretis yang memandang bahwa belajar berbahasa pada hakikatnya adalah
belajar berkomunikasi. Belajar berkomunikasi berarti belajar bagaimana cara
menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa.
Untuk itu, agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien, dalam arti baik dan benar, pembelajar bahasa selain perlu memiliki
pengetahuan tentang kaidah bahasa, seperti tata bahasa, sistem bunyi, dan
leksikon, juga perlu mengetahui berbagai aspek sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat yang bahasanya dipelajari. Dengan perkataan lain, kemampuan
berkomunikasi secara baik dan benar itu dapat dicapai jika pembelajar memiliki
kompetensi komunikatif.
Berbagai pendapat, seperti yang dikemukakan oleh Hymes (1971), Canale
dan Swain (1980), Saville-Troike (1982:25), Canale (1983), Bachman (1990),
menyiratkan kesamaan pandangan bahwa kompetensi
komunikatif tidak hanya mencakup pengetahuan tentang bahasa, tetapi
juga mencakup kemampuan menggunakan
bahasa itu sesuai dengan konteks sosial budayanya. Jadi, kompetensi komunikatif
itu tidak hanya berisi pengetahuan tentang masalah kegramatikalan suatu ujaran,
tetapi juga berisi pengetahuan tentang patut atau tidaknya suatu ujaran itu
digunakan menurut status penutur dan pendengar, ruang dan waktu pembicaraan,
derajat keformalan, medium yang digunakan, pokok pembicaraan, dan ranah yang
melingkupi situasi pembicaraan itu.
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa faktor-faktor sosial budaya yang
menjadi konteks penggunaan bahasa merupakan hal yang perlu diketahui oleh para
pembelajar bahasa agar mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam
situasi yang sebenarnya.
2.
Aspek-Aspek Sosial Budaya
Sesuai dengan hasil kajian yang telah dilakukan, konsep mengenai aspek-aspek sosial budaya--meskipun
batas-batasnya tidak tegas benar--dapat dibedakan ke dalam aspek-aspek sosial
dan aspek-aspek budaya. Berkenaan dengan hal itu, konsep mengenai aspek-aspek sosial yang dimaksud, antara
lain, sebagai berikut.
(1) Tempat komunikasi berlangsung
(2) Tujuan komunikasi
(3) Peserta komunikasi, yang meliputi status
sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelaminnya
(4) Hubungan peran dan hubungan sosial di antara
peserta komunikasi, termasuk relasi, ada-tidaknya hubungan kekerabatan, dan
tingkat keakraban peserta komunikasi
(5) Topik
pembicaraan
(6) Situasi komunikasi
(7) Waktu berlangsungnya komunikasi
( Domain atau ranah pembicaraan
(9) Sarana komunikasi yang digunakan
(10) Ragam bahasa atau variasi bahasa
(11) Penggunaan sistem sapaan
(12) Peristiwa tutur (misalnya kuliah, pesta ulang
tahun, upacara perkawinan, dsb.)
Agak
berbeda dengan itu, aspek-aspek budaya yang diharapkan ada di dalam buku-buku bahan
ajar BIPA adalah sebagai berikut.
(1) Benda-benda budaya (artifact)
(2) Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
(3) Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
(4) Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
(5) Penyentuhan (kinesthesics)
(6) Adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku di masyarakat
(7) Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
( Sistem religi yang dianut masyarakat
(9) Mata pencarian penduduk
(10)
Kesenian
(11)
Pemanfaatan waktu
(12)
Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati orang lain
(13)
Keramah-tamahan, tegur sapa, dan basa-basi
(14)
Pujian
(15)
Hal-hal yang tabu dan pantang
(16)
Gotong royong dan tolong-menolong
(17)
Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme
3. Penerapannya di dalam Buku BIPA
Sesuai
dengan data yang diperoleh, dapat dikemukakan bahwa belum semua buku bahan ajar
BIPA menyajikan materi atau informasi tentang aspek-aspek sosial budaya
masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dari 43 judul buku BIPA yang diamati,
ternyata yang menyajikan materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat
Indonesia hanya 24 buah atau 56%. Sisanya, sebanyak 19 judul buku atau 44%
tidak menyajikan materi tersebut.
Meskipun
demikian, dari 19 judul buku BIPA yang tidak menyajikan materi sosial budaya
itu, 8 judul di antaranya (42%), atau 19% dari jumlah seluruh buku, tetap
menyajikan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya itu. Hanya saja,
penyajiannya itu terbatas pada teks-teks bacaan saja. Selebihnya, 11 judul buku
yang lain (58%), atau 26% dari jumlah seluruh buku, sama sekali tidak
menyinggung masalah sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia.
Pencantuman
materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia di dalam
buku-buku tersebut, kecuali dalam buku Spoken
Indonesian: A Course in Indonesian National Language yang ditulis Edmund A. Anderson, hampir
seluruhnya tidak diintegrasikan di dalam teks materi ajar. Pencantuman itu
umumnya hanya dilakukan di dalam tajuk Catatan
Budaya, sedangkan dalam beberapa buku yang lain pencantumannya di dalam
tajuk Keterangan. Kenyataan itu
menunjukkan bahwa materi tentang aspek-aspek sosial budaya--oleh para penulis
buku BIPA--hanya dianggap sebagai pelengkap. Jadi, materi itu belum dipandang
sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa
pengetahuan mengenai aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar BIPA
dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kenyataan
tersebut memang patut disayangkan. Meskipun demikian, hal itu masih lebih baik
daripada tidak mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya sama
sekali. Paling tidak, meskipun hanya dicantumkan di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan, hal itu dapat mengingatkan
para pengajar BIPA bahwa materi tentang
aspek-aspek sosial budaya itu perlu disampaikan kepada para pembelajar BIPA
agar mereka mengenal masalah-masalah sosial budaya Indonesia. Dengan pengenalan
itu, diharapkan mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
Berbeda
dengan buku-buku BIPA yang lain, dalam buku Edmund Anderson yang berjudul Spoken Indonesian: A Course in Indonesian
National Language (1996), aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia
dicantumkan secara eksplisit sebagai materi ajar yang utama. Di dalam buku itu,
informasi tentang aspek-aspek sosial budaya yang dicantumkan meliputi jarak sosial (saling kenal atau tidaknya
para peserta komunikasi), jenis kelamin, usia, status sosial, dan hubungan kekeluargaan di antara para
peserta komunikasi. Beberapa aspek
sosial tersebut dianggap sebagai penentu yang penting dalam berkomunikasi
dengan orang lain, terutama dalam memilih bentuk-bentuk ujaran yang sesuai
dengan konteksnya, baik yang berupa konteks sosial maupun konteks budayanya.
Di
samping hal tersebut, di dalam buku Anderson itu diberikan pula gambaran tentang
situasi yang menentukan ragam bahasa, dan juga lokasi pembicaraan, seperti di
kantor pos, di rumah, di restoran, dan di pasar. Informasi tersebut selain
dicantumkan sebagai materi pelajaran, juga disertai pula dengan contoh-contoh
penggunaannya. Bahkan, pembahasan mengenai hal itu dicantumkan di dalam bab
tersendiri.
3.1 Aspek-Aspek Sosial di dalam Buku BIPA
Sebagaimana
yang telah disebutkan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek sosial yang
mempengaruhi penggunaan bahasa ada dua belas jenis. Apakah seluruh aspek itu
sudah dicantumkan sebagai materi ajar di dalam buku-buku BIPA? Untuk menjawab
hal itu, uraian berikut ini
didasarkan pada sejumlah
data yang telah
diperoleh dalam penelitian ini.
Dari
24 buku BIPA yang mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya,
ternyata aspek-aspek sosial itu hanya tercantum di dalam 16 judul buku.
Dari
ke-16 buku BIPA tersebut, aspek-aspek sosial dalam berkomunikasi yang
dicantumkan ternyata sebagian besar hampir sama karena umumnya aspek-aspek itu
berupa penggunaan bentuk-bentuk sapaan
atau sistem sapaan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara lebih
eksplisit, dari 12 aspek sosial yang diharapkan ada, ternyata hanya 7 aspek
yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti. Hal itu berarti, ada lima
aspek lain yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu.
Ketujuh
aspek sosial yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu adalah
sebagai berikut.
1. Tempat komunikasi berlangsung
2. Peserta komunikasi
3. Hubungan peran atau hubungan sosial di
antara peserta komunikasi
4. Topik pembicaraan
5. Situasi komunikasi
6. Ragam bahasa atau variasi bahasa
7. Penggunaan sistem sapaan
Sementara
itu, kelima aspek sosial yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang
diteliti itu adalah sebagai berikut.
1. Tujuan komunikasi
2. Waktu berlangsungnya komunikasi
3. Ranah atau domain komunikasi
4. Sarana komunikasi yang digunakan
5. Peristiwa tutur
3.2 Aspek-Aspek Budaya di dalam Buku BIPA
Seperti
yang telah dikemukakan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek budaya yang
diharapkan ada di dalam buku-buku BIPA berjumlah 17 jenis. Realisasinya, dari
43 judul buku BIPA yang diamati, ternyata yang menyajikan materi tentang
aspek-aspek sosial budaya hanya 24 judul
buku. Namun, apakah ke-24 buku itu juga
seluruhnya menyajikan aspek-aspek budaya? Setelah dicermati, ternyata dari
ke-24 buku itu, seluruhnya menyajikan materi tentang aspek-aspek budaya.
Dalam
ke-24 buku BIPA tersebut, aspek-aspek budaya yang dicantumkan ternyata sebagian
besar berupa benda-benda budaya, kesenian, dan adat-istiadat. Kecuali itu,
hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 17 aspek budaya yang
diharapkan ada, ternyata hanya 12 aspek yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang
diteliti. Hal itu berarti, ada lima aspek lain yang tidak dicantumkan di dalam
buku-buku BIPA yang diamati.
Kedua
belas aspek budaya yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti adalah
sebagai berikut.
(1) Benda-benda budaya (artifact)
(2) Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
(3) adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku di masyarakat
(4) Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
(5) Sistem religi yang dianut masyarakat
(6) Mata pencarian penduduk
(7) Kesenian
( Pemanfaatan waktu
(9) Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati
orang lain
(10)
Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme
(11)
Gotong royong dan tolong-menolong
(12)
Ramah tamah, tegur sapa, basa-basi
Sementara
itu, kelima aspek budaya yang tidak tercantum di dalam buku-buku BIPA yang
diteliti adalah sebagai berikut.
(1) Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
(2) Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
(3) Penyentuhan (kinesthesics)
(4) Pujian
(5) Hal-hal yang tabu dan pantang
4. Peranannya dalam Pengajaran BIPA
Aspek-aspek
sosial budaya mempunyai peranan yang amat penting dalam pengajaran BIPA.
Peranannya itu terutama dapat menghindarkan pembelajar bahasa dari kemungkinan
terjadinya benturan budaya (cultural
shock) ketika berkomunikasi dengan penutur asli. Kecuali itu, dengan
pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya, pembelajar juga dapat mengetahui
apakah unsur-unsur bahasa yang akan digunakannya itu dapat menyinggung perasaan
orang lain atau mungkin bertentangan dengan norma-norma sosial budaya yang
berlaku di masyarakat atau tidak. Dengan perkataan lain, pemahaman terhadap
aspek-aspek sosial budaya itu dapat berperan dalam menanamkan tata krama (unggah-ungguh) pada diri si pembelajar
dalam berkomunikasi dengan penutur asli.
Dengan
mengetahui tata krama atau unggah-ungguh
dalam berkomunikasi itu, pembelajar bahasa dapat berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Di samping itu, pemahaman
terhadap aspek-aspek sosial budaya tersebut secara umum juga dapat berperan
menambah wawasan pengetahuan dan penghayatan para pembelajar BIPA terhadap
berbagai aspek sosial budaya masyarakat Indonesia.
5. Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut.
Pertama,
kemampuan berkomunikasi tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan terhadap
unsur-unsur kebahasaan, tetapi juga oleh pemahaman terhadap aspek-aspek sosial
budaya yang berlaku dalam masyarakat. Aspek-aspek sosial budaya itu sangat
berperan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, agar dapat berkomunikasi
secara baik dan benar, pembelajar bahasa diharapkan dapat memahami aspek-aspek
sosial budaya masyarakat yang bahasanya dipelajari.
Kedua,
aspek-aspek sosial budaya yang perlu dipahami itu dapat dipilah ke dalam
aspek-aspek sosial dan aspek-aspek budaya. Di dalam buku-buku BIPA yang
diteliti, aspek-aspek sosial budaya tersebut ternyata belum sepenuhnya
dicantumkan sebagai materi ajar. Hal itu terbukti dari 43 buku yang diteliti,
ternyata hanya 24 buku (56%) yang mencantumkan aspek-aspek tersebut. Sisanya,
sebanyak 8 buku (19%) hanya mencantumkannya di dalam teks-teks bacaan. Di dalam
11 buku yang lain (26%) aspek-aspek sosial budaya itu sama sekali tidak
dicantumkan.
Ketiga,
pencantuman aspek-aspek sosial budaya di dalam ke-24 buku BIPA tersebut
ternyata belum diintegrasikan ke dalam teks materi ajar. Hal itu terbukti dari
pencantuman aspek-aspek tersebut yang hanya di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan
sehingga mengesankan bahwa pencantuman itu hanya sebagai pelengkap. Kenyataan
tersebut mengindikasikan bahwa aspek-aspek sosial budaya itu belum dianggap
sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa pemahaman
terhadap aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar bahasa dapat
berkomunikasi secara baik dan benar.
Terakhir,
pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu mempunyai peranan yang amat
penting dalam pengajaran BIPA. Dengan pengetahuan itu, pembelajar bahasa dapat
memahami tata krama dalam berbahasa dan dapat menghindarkan diri dari
kemungkinan terjadinya benturan budaya (cultural
shock).
PUSTAKA ACUAN
Bachman,
Lyle F. 1990. Fundamental Considerations
in Language Testing. Oxford: Oxford University Press.
Canale,
M. dan M. Swain. 1980. "Theoretical Bases of Communicative Approach to
Second Language Teaching and Learning".
Dalam Applied Linguistics. I.1.
Canale,
M. 1983. "From communicative Competence to Communicative Language
Pedagogy". Dalam J.C. Richards dan R.Schmidt (Ed.). Language and Communication. London: Longman.
Fishman,
Joshua A. 1972. "The Sociology of Language". Dalam P.P. Giglioli
(Ed.). Language and Social Context.
Harmondworth, Middlesex: Penguin Books.
Fishman,
Joshua A. 1976. Reading in the Sociology
of Language. The Hague: Mouton.
Hymes,
Dell. 1971. "On Communicative Competence". Dalam Pride, J.B. dan Janet
Holmes (Ed.). Sociolinguistics.
Middlesex: Penguin Books.
Hymes,
Dell. 1972. "Models of the Interaction of Language and Social Life".
Dalam J.J. Gumperz dan Dell Hymes (Ed.). Directions
in the Sociolinguistics. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Hymes,
Dell. 1974. Foundations in
Sociolinguistics. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Koentjaraningrat.
1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan
Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
Koentjaraningrat.
1985. "Persepsi tentang Kebudayaan Nasional". Dalam Alfian (Ed.). Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan.
Jakarta: PT Gramedia. Hlm. 99--141.
Sapir,
Edward. 1964. Culture, Language, and
Personality. Berkeley, Los Angeles: University of California Press.
Saville-troike, M. 1982. The ethnography of Communication.
Oxford: Basil Blackwell.
BIPA
Mustakim
Pusat Bahasa Jakarta
1.
Pengantar
Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya
masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga
merupakan fenomena budaya. Sebagai
fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan
sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang
peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi,
seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi
berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan,
usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan
bahasa.
Sementara itu, sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah
satu unsur budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai
budaya masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur
budaya suatu masyarakat--di samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah
disebutkan di atas--merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari suatu
bahasa. Hal yang sama berlaku pula bagi bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
mempelajari bahasa Indonesia--lebih-lebih lagi bagi para penutur asing--berarti
pula mempelajari dan menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia.
Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran bahasa, sudah
semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yang berkenaan dengan
aspek-aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya
yang melatari penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu
hanya dititikberatkan pada penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya
tentu hanya akan melahirkan siswa yang mampu menguasai materi, tetapi tidak
mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Pengajaran bahasa yang
demikian tentu tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur dengan
pendekatan komunikatif. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara
baik dan benar itu mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek
kebahasaan dan juga pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yang menjadi
konteks penggunaan bahasa.
Sayangnya, sejauh ini belum diketahui secara pasti sejauh mana
pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku
ajar BIPA. Kecuali itu, juga belum diketahui unsur-unsur sosial budaya apa yang
perlu diajarkan pada peserta BIPA. Padahal, pengetahuan tentang berbagai aspek
sosial budaya itu sangat penting bagi para pembelajar BIPA. Untuk melengkapi
pengetahuan itulah, makalah ini akan memaparkan hasil penelitian terhadap
sejumlah buku BIPA, baik yang digunakan di dalam maupun di luar negeri.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek
sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, akan
dipaparkan pula aspek-aspek sosial budaya apa saja yang perlu diketahui oleh
para pembelajar BIPA.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini didasari oleh konsep
dasar teoretis yang memandang bahwa belajar berbahasa pada hakikatnya adalah
belajar berkomunikasi. Belajar berkomunikasi berarti belajar bagaimana cara
menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa.
Untuk itu, agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien, dalam arti baik dan benar, pembelajar bahasa selain perlu memiliki
pengetahuan tentang kaidah bahasa, seperti tata bahasa, sistem bunyi, dan
leksikon, juga perlu mengetahui berbagai aspek sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat yang bahasanya dipelajari. Dengan perkataan lain, kemampuan
berkomunikasi secara baik dan benar itu dapat dicapai jika pembelajar memiliki
kompetensi komunikatif.
Berbagai pendapat, seperti yang dikemukakan oleh Hymes (1971), Canale
dan Swain (1980), Saville-Troike (1982:25), Canale (1983), Bachman (1990),
menyiratkan kesamaan pandangan bahwa kompetensi
komunikatif tidak hanya mencakup pengetahuan tentang bahasa, tetapi
juga mencakup kemampuan menggunakan
bahasa itu sesuai dengan konteks sosial budayanya. Jadi, kompetensi komunikatif
itu tidak hanya berisi pengetahuan tentang masalah kegramatikalan suatu ujaran,
tetapi juga berisi pengetahuan tentang patut atau tidaknya suatu ujaran itu
digunakan menurut status penutur dan pendengar, ruang dan waktu pembicaraan,
derajat keformalan, medium yang digunakan, pokok pembicaraan, dan ranah yang
melingkupi situasi pembicaraan itu.
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa faktor-faktor sosial budaya yang
menjadi konteks penggunaan bahasa merupakan hal yang perlu diketahui oleh para
pembelajar bahasa agar mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam
situasi yang sebenarnya.
2.
Aspek-Aspek Sosial Budaya
Sesuai dengan hasil kajian yang telah dilakukan, konsep mengenai aspek-aspek sosial budaya--meskipun
batas-batasnya tidak tegas benar--dapat dibedakan ke dalam aspek-aspek sosial
dan aspek-aspek budaya. Berkenaan dengan hal itu, konsep mengenai aspek-aspek sosial yang dimaksud, antara
lain, sebagai berikut.
(1) Tempat komunikasi berlangsung
(2) Tujuan komunikasi
(3) Peserta komunikasi, yang meliputi status
sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelaminnya
(4) Hubungan peran dan hubungan sosial di antara
peserta komunikasi, termasuk relasi, ada-tidaknya hubungan kekerabatan, dan
tingkat keakraban peserta komunikasi
(5) Topik
pembicaraan
(6) Situasi komunikasi
(7) Waktu berlangsungnya komunikasi
( Domain atau ranah pembicaraan
(9) Sarana komunikasi yang digunakan
(10) Ragam bahasa atau variasi bahasa
(11) Penggunaan sistem sapaan
(12) Peristiwa tutur (misalnya kuliah, pesta ulang
tahun, upacara perkawinan, dsb.)
Agak
berbeda dengan itu, aspek-aspek budaya yang diharapkan ada di dalam buku-buku bahan
ajar BIPA adalah sebagai berikut.
(1) Benda-benda budaya (artifact)
(2) Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
(3) Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
(4) Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
(5) Penyentuhan (kinesthesics)
(6) Adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku di masyarakat
(7) Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
( Sistem religi yang dianut masyarakat
(9) Mata pencarian penduduk
(10)
Kesenian
(11)
Pemanfaatan waktu
(12)
Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati orang lain
(13)
Keramah-tamahan, tegur sapa, dan basa-basi
(14)
Pujian
(15)
Hal-hal yang tabu dan pantang
(16)
Gotong royong dan tolong-menolong
(17)
Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme
3. Penerapannya di dalam Buku BIPA
Sesuai
dengan data yang diperoleh, dapat dikemukakan bahwa belum semua buku bahan ajar
BIPA menyajikan materi atau informasi tentang aspek-aspek sosial budaya
masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dari 43 judul buku BIPA yang diamati,
ternyata yang menyajikan materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat
Indonesia hanya 24 buah atau 56%. Sisanya, sebanyak 19 judul buku atau 44%
tidak menyajikan materi tersebut.
Meskipun
demikian, dari 19 judul buku BIPA yang tidak menyajikan materi sosial budaya
itu, 8 judul di antaranya (42%), atau 19% dari jumlah seluruh buku, tetap
menyajikan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya itu. Hanya saja,
penyajiannya itu terbatas pada teks-teks bacaan saja. Selebihnya, 11 judul buku
yang lain (58%), atau 26% dari jumlah seluruh buku, sama sekali tidak
menyinggung masalah sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia.
Pencantuman
materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia di dalam
buku-buku tersebut, kecuali dalam buku Spoken
Indonesian: A Course in Indonesian National Language yang ditulis Edmund A. Anderson, hampir
seluruhnya tidak diintegrasikan di dalam teks materi ajar. Pencantuman itu
umumnya hanya dilakukan di dalam tajuk Catatan
Budaya, sedangkan dalam beberapa buku yang lain pencantumannya di dalam
tajuk Keterangan. Kenyataan itu
menunjukkan bahwa materi tentang aspek-aspek sosial budaya--oleh para penulis
buku BIPA--hanya dianggap sebagai pelengkap. Jadi, materi itu belum dipandang
sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa
pengetahuan mengenai aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar BIPA
dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kenyataan
tersebut memang patut disayangkan. Meskipun demikian, hal itu masih lebih baik
daripada tidak mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya sama
sekali. Paling tidak, meskipun hanya dicantumkan di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan, hal itu dapat mengingatkan
para pengajar BIPA bahwa materi tentang
aspek-aspek sosial budaya itu perlu disampaikan kepada para pembelajar BIPA
agar mereka mengenal masalah-masalah sosial budaya Indonesia. Dengan pengenalan
itu, diharapkan mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
Berbeda
dengan buku-buku BIPA yang lain, dalam buku Edmund Anderson yang berjudul Spoken Indonesian: A Course in Indonesian
National Language (1996), aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia
dicantumkan secara eksplisit sebagai materi ajar yang utama. Di dalam buku itu,
informasi tentang aspek-aspek sosial budaya yang dicantumkan meliputi jarak sosial (saling kenal atau tidaknya
para peserta komunikasi), jenis kelamin, usia, status sosial, dan hubungan kekeluargaan di antara para
peserta komunikasi. Beberapa aspek
sosial tersebut dianggap sebagai penentu yang penting dalam berkomunikasi
dengan orang lain, terutama dalam memilih bentuk-bentuk ujaran yang sesuai
dengan konteksnya, baik yang berupa konteks sosial maupun konteks budayanya.
Di
samping hal tersebut, di dalam buku Anderson itu diberikan pula gambaran tentang
situasi yang menentukan ragam bahasa, dan juga lokasi pembicaraan, seperti di
kantor pos, di rumah, di restoran, dan di pasar. Informasi tersebut selain
dicantumkan sebagai materi pelajaran, juga disertai pula dengan contoh-contoh
penggunaannya. Bahkan, pembahasan mengenai hal itu dicantumkan di dalam bab
tersendiri.
3.1 Aspek-Aspek Sosial di dalam Buku BIPA
Sebagaimana
yang telah disebutkan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek sosial yang
mempengaruhi penggunaan bahasa ada dua belas jenis. Apakah seluruh aspek itu
sudah dicantumkan sebagai materi ajar di dalam buku-buku BIPA? Untuk menjawab
hal itu, uraian berikut ini
didasarkan pada sejumlah
data yang telah
diperoleh dalam penelitian ini.
Dari
24 buku BIPA yang mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya,
ternyata aspek-aspek sosial itu hanya tercantum di dalam 16 judul buku.
Dari
ke-16 buku BIPA tersebut, aspek-aspek sosial dalam berkomunikasi yang
dicantumkan ternyata sebagian besar hampir sama karena umumnya aspek-aspek itu
berupa penggunaan bentuk-bentuk sapaan
atau sistem sapaan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara lebih
eksplisit, dari 12 aspek sosial yang diharapkan ada, ternyata hanya 7 aspek
yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti. Hal itu berarti, ada lima
aspek lain yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu.
Ketujuh
aspek sosial yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu adalah
sebagai berikut.
1. Tempat komunikasi berlangsung
2. Peserta komunikasi
3. Hubungan peran atau hubungan sosial di
antara peserta komunikasi
4. Topik pembicaraan
5. Situasi komunikasi
6. Ragam bahasa atau variasi bahasa
7. Penggunaan sistem sapaan
Sementara
itu, kelima aspek sosial yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang
diteliti itu adalah sebagai berikut.
1. Tujuan komunikasi
2. Waktu berlangsungnya komunikasi
3. Ranah atau domain komunikasi
4. Sarana komunikasi yang digunakan
5. Peristiwa tutur
3.2 Aspek-Aspek Budaya di dalam Buku BIPA
Seperti
yang telah dikemukakan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek budaya yang
diharapkan ada di dalam buku-buku BIPA berjumlah 17 jenis. Realisasinya, dari
43 judul buku BIPA yang diamati, ternyata yang menyajikan materi tentang
aspek-aspek sosial budaya hanya 24 judul
buku. Namun, apakah ke-24 buku itu juga
seluruhnya menyajikan aspek-aspek budaya? Setelah dicermati, ternyata dari
ke-24 buku itu, seluruhnya menyajikan materi tentang aspek-aspek budaya.
Dalam
ke-24 buku BIPA tersebut, aspek-aspek budaya yang dicantumkan ternyata sebagian
besar berupa benda-benda budaya, kesenian, dan adat-istiadat. Kecuali itu,
hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 17 aspek budaya yang
diharapkan ada, ternyata hanya 12 aspek yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang
diteliti. Hal itu berarti, ada lima aspek lain yang tidak dicantumkan di dalam
buku-buku BIPA yang diamati.
Kedua
belas aspek budaya yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti adalah
sebagai berikut.
(1) Benda-benda budaya (artifact)
(2) Gerak-gerik anggota badan (kinesics)
(3) adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang
berlaku di masyarakat
(4) Sistem nilai yang berlaku di masyarakat
(5) Sistem religi yang dianut masyarakat
(6) Mata pencarian penduduk
(7) Kesenian
( Pemanfaatan waktu
(9) Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati
orang lain
(10)
Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme
(11)
Gotong royong dan tolong-menolong
(12)
Ramah tamah, tegur sapa, basa-basi
Sementara
itu, kelima aspek budaya yang tidak tercantum di dalam buku-buku BIPA yang
diteliti adalah sebagai berikut.
(1) Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)
(2) Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi
(3) Penyentuhan (kinesthesics)
(4) Pujian
(5) Hal-hal yang tabu dan pantang
4. Peranannya dalam Pengajaran BIPA
Aspek-aspek
sosial budaya mempunyai peranan yang amat penting dalam pengajaran BIPA.
Peranannya itu terutama dapat menghindarkan pembelajar bahasa dari kemungkinan
terjadinya benturan budaya (cultural
shock) ketika berkomunikasi dengan penutur asli. Kecuali itu, dengan
pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya, pembelajar juga dapat mengetahui
apakah unsur-unsur bahasa yang akan digunakannya itu dapat menyinggung perasaan
orang lain atau mungkin bertentangan dengan norma-norma sosial budaya yang
berlaku di masyarakat atau tidak. Dengan perkataan lain, pemahaman terhadap
aspek-aspek sosial budaya itu dapat berperan dalam menanamkan tata krama (unggah-ungguh) pada diri si pembelajar
dalam berkomunikasi dengan penutur asli.
Dengan
mengetahui tata krama atau unggah-ungguh
dalam berkomunikasi itu, pembelajar bahasa dapat berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Di samping itu, pemahaman
terhadap aspek-aspek sosial budaya tersebut secara umum juga dapat berperan
menambah wawasan pengetahuan dan penghayatan para pembelajar BIPA terhadap
berbagai aspek sosial budaya masyarakat Indonesia.
5. Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut.
Pertama,
kemampuan berkomunikasi tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan terhadap
unsur-unsur kebahasaan, tetapi juga oleh pemahaman terhadap aspek-aspek sosial
budaya yang berlaku dalam masyarakat. Aspek-aspek sosial budaya itu sangat
berperan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, agar dapat berkomunikasi
secara baik dan benar, pembelajar bahasa diharapkan dapat memahami aspek-aspek
sosial budaya masyarakat yang bahasanya dipelajari.
Kedua,
aspek-aspek sosial budaya yang perlu dipahami itu dapat dipilah ke dalam
aspek-aspek sosial dan aspek-aspek budaya. Di dalam buku-buku BIPA yang
diteliti, aspek-aspek sosial budaya tersebut ternyata belum sepenuhnya
dicantumkan sebagai materi ajar. Hal itu terbukti dari 43 buku yang diteliti,
ternyata hanya 24 buku (56%) yang mencantumkan aspek-aspek tersebut. Sisanya,
sebanyak 8 buku (19%) hanya mencantumkannya di dalam teks-teks bacaan. Di dalam
11 buku yang lain (26%) aspek-aspek sosial budaya itu sama sekali tidak
dicantumkan.
Ketiga,
pencantuman aspek-aspek sosial budaya di dalam ke-24 buku BIPA tersebut
ternyata belum diintegrasikan ke dalam teks materi ajar. Hal itu terbukti dari
pencantuman aspek-aspek tersebut yang hanya di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan
sehingga mengesankan bahwa pencantuman itu hanya sebagai pelengkap. Kenyataan
tersebut mengindikasikan bahwa aspek-aspek sosial budaya itu belum dianggap
sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa pemahaman
terhadap aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar bahasa dapat
berkomunikasi secara baik dan benar.
Terakhir,
pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu mempunyai peranan yang amat
penting dalam pengajaran BIPA. Dengan pengetahuan itu, pembelajar bahasa dapat
memahami tata krama dalam berbahasa dan dapat menghindarkan diri dari
kemungkinan terjadinya benturan budaya (cultural
shock).
PUSTAKA ACUAN
Bachman,
Lyle F. 1990. Fundamental Considerations
in Language Testing. Oxford: Oxford University Press.
Canale,
M. dan M. Swain. 1980. "Theoretical Bases of Communicative Approach to
Second Language Teaching and Learning".
Dalam Applied Linguistics. I.1.
Canale,
M. 1983. "From communicative Competence to Communicative Language
Pedagogy". Dalam J.C. Richards dan R.Schmidt (Ed.). Language and Communication. London: Longman.
Fishman,
Joshua A. 1972. "The Sociology of Language". Dalam P.P. Giglioli
(Ed.). Language and Social Context.
Harmondworth, Middlesex: Penguin Books.
Fishman,
Joshua A. 1976. Reading in the Sociology
of Language. The Hague: Mouton.
Hymes,
Dell. 1971. "On Communicative Competence". Dalam Pride, J.B. dan Janet
Holmes (Ed.). Sociolinguistics.
Middlesex: Penguin Books.
Hymes,
Dell. 1972. "Models of the Interaction of Language and Social Life".
Dalam J.J. Gumperz dan Dell Hymes (Ed.). Directions
in the Sociolinguistics. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Hymes,
Dell. 1974. Foundations in
Sociolinguistics. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Koentjaraningrat.
1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan
Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia.
Koentjaraningrat.
1985. "Persepsi tentang Kebudayaan Nasional". Dalam Alfian (Ed.). Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan.
Jakarta: PT Gramedia. Hlm. 99--141.
Sapir,
Edward. 1964. Culture, Language, and
Personality. Berkeley, Los Angeles: University of California Press.
Saville-troike, M. 1982. The ethnography of Communication.
Oxford: Basil Blackwell.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as