Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    peranan unsur sosial budaya dalam pendidikan

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 36
    Lokasi : di hati si admin

    peranan unsur sosial budaya dalam pendidikan Empty peranan unsur sosial budaya dalam pendidikan

    Post by ratri Mon Jun 14, 2010 9:15 pm

    Peranan Unsur Sosial Budaya dalam Pengajaran
    BIPA






    Mustakim


    Pusat Bahasa Jakarta





    1.
    Pengantar






    Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya
    masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga
    merupakan fenomena budaya. Sebagai
    fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan
    sebagai sarana komunikasi dengan melibatkan sekurang-kurangnya dua orang
    peserta. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi,
    seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi
    berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan,
    usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan
    bahasa.


    Sementara itu, sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah
    satu unsur budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai
    budaya masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur
    budaya suatu masyarakat--di samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah
    disebutkan di atas--merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari suatu
    bahasa. Hal yang sama berlaku pula bagi bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
    mempelajari bahasa Indonesia--lebih-lebih lagi bagi para penutur asing--berarti
    pula mempelajari dan menghayati perilaku dan tata nilai sosial budaya yang
    berlaku dalam masyarakat Indonesia.


    Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam pengajaran bahasa, sudah
    semestinya pengajar tidak terjebak pada pengutamaan materi yang berkenaan dengan
    aspek-aspek kebahasaan semata, tanpa melibatkan berbagai aspek sosial budaya
    yang melatari penggunaan bahasa. Dalam hal ini, jika pengajaran bahasa itu
    hanya dititikberatkan pada penguasaan aspek-aspek kebahasaan semata, hasilnya
    tentu hanya akan melahirkan siswa yang mampu menguasai materi, tetapi tidak
    mampu berkomunikasi dalam situasi yang sebenarnya. Pengajaran bahasa yang
    demikian tentu tidak dapat dikatakan berhasil, lebih-lebih jika diukur dengan
    pendekatan komunikatif. Dengan perkataan lain, kemampuan berkomunikasi secara
    baik dan benar itu mensyaratkan adanya penguasaan terhadap aspek-aspek
    kebahasaan dan juga pengetahuan terhadap aspek-aspek sosial budaya yang menjadi
    konteks penggunaan bahasa.


    Sayangnya, sejauh ini belum diketahui secara pasti sejauh mana
    pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku
    ajar BIPA. Kecuali itu, juga belum diketahui unsur-unsur sosial budaya apa yang
    perlu diajarkan pada peserta BIPA. Padahal, pengetahuan tentang berbagai aspek
    sosial budaya itu sangat penting bagi para pembelajar BIPA. Untuk melengkapi
    pengetahuan itulah, makalah ini akan memaparkan hasil penelitian terhadap
    sejumlah buku BIPA, baik yang digunakan di dalam maupun di luar negeri.
    Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang aspek-aspek
    sosial budaya itu diterapkan di dalam buku-buku ajar BIPA. Kecuali itu, akan
    dipaparkan pula aspek-aspek sosial budaya apa saja yang perlu diketahui oleh
    para pembelajar BIPA.


    Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini didasari oleh konsep
    dasar teoretis yang memandang bahwa belajar berbahasa pada hakikatnya adalah
    belajar berkomunikasi. Belajar berkomunikasi berarti belajar bagaimana cara
    menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa.
    Untuk itu, agar komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung secara efektif dan
    efisien, dalam arti baik dan benar, pembelajar bahasa selain perlu memiliki
    pengetahuan tentang kaidah bahasa, seperti tata bahasa, sistem bunyi, dan
    leksikon, juga perlu mengetahui berbagai aspek sosial budaya yang berlaku dalam
    masyarakat yang bahasanya dipelajari. Dengan perkataan lain, kemampuan
    berkomunikasi secara baik dan benar itu dapat dicapai jika pembelajar memiliki
    kompetensi komunikatif.


    Berbagai pendapat, seperti yang dikemukakan oleh Hymes (1971), Canale
    dan Swain (1980), Saville-Troike (1982:25), Canale (1983), Bachman (1990),
    menyiratkan kesamaan pandangan bahwa kompetensi
    komunikatif
    tidak hanya mencakup pengetahuan tentang bahasa, tetapi
    juga mencakup kemampuan menggunakan
    bahasa itu sesuai dengan konteks sosial budayanya. Jadi, kompetensi komunikatif
    itu tidak hanya berisi pengetahuan tentang masalah kegramatikalan suatu ujaran,
    tetapi juga berisi pengetahuan tentang patut atau tidaknya suatu ujaran itu
    digunakan menurut status penutur dan pendengar, ruang dan waktu pembicaraan,
    derajat keformalan, medium yang digunakan, pokok pembicaraan, dan ranah yang
    melingkupi situasi pembicaraan itu.


    Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa faktor-faktor sosial budaya yang
    menjadi konteks penggunaan bahasa merupakan hal yang perlu diketahui oleh para
    pembelajar bahasa agar mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dalam
    situasi yang sebenarnya.





    2.
    Aspek-Aspek Sosial Budaya



    Sesuai dengan hasil kajian yang telah dilakukan, konsep mengenai aspek-aspek sosial budaya--meskipun
    batas-batasnya tidak tegas benar--dapat dibedakan ke dalam aspek-aspek sosial
    dan aspek-aspek budaya. Berkenaan dengan hal itu, konsep mengenai aspek-aspek sosial yang dimaksud, antara
    lain, sebagai berikut.





    (1) Tempat komunikasi berlangsung


    (2) Tujuan komunikasi


    (3) Peserta komunikasi, yang meliputi status
    sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelaminnya


    (4) Hubungan peran dan hubungan sosial di antara
    peserta komunikasi, termasuk relasi, ada-tidaknya hubungan kekerabatan, dan
    tingkat keakraban peserta komunikasi


    (5) Topik
    pembicaraan


    (6) Situasi komunikasi


    (7) Waktu berlangsungnya komunikasi


    (Cool Domain atau ranah pembicaraan


    (9) Sarana komunikasi yang digunakan


    (10) Ragam bahasa atau variasi bahasa


    (11) Penggunaan sistem sapaan


    (12) Peristiwa tutur (misalnya kuliah, pesta ulang
    tahun, upacara perkawinan, dsb.)





    Agak
    berbeda dengan itu, aspek-aspek budaya yang diharapkan ada di dalam buku-buku bahan
    ajar BIPA adalah sebagai berikut.





    (1) Benda-benda budaya (artifact)


    (2) Gerak-gerik anggota badan (kinesics)


    (3) Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)


    (4) Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi


    (5) Penyentuhan (kinesthesics)


    (6) Adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang
    berlaku di masyarakat


    (7) Sistem nilai yang berlaku di masyarakat


    (Cool Sistem religi yang dianut masyarakat


    (9) Mata pencarian penduduk


    (10)
    Kesenian


    (11)
    Pemanfaatan waktu


    (12)
    Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati orang lain


    (13)
    Keramah-tamahan, tegur sapa, dan basa-basi


    (14)
    Pujian


    (15)
    Hal-hal yang tabu dan pantang


    (16)
    Gotong royong dan tolong-menolong


    (17)
    Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme





    3. Penerapannya di dalam Buku BIPA


    Sesuai
    dengan data yang diperoleh, dapat dikemukakan bahwa belum semua buku bahan ajar
    BIPA menyajikan materi atau informasi tentang aspek-aspek sosial budaya
    masyarakat Indonesia. Hal itu terbukti dari 43 judul buku BIPA yang diamati,
    ternyata yang menyajikan materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat
    Indonesia hanya 24 buah atau 56%. Sisanya, sebanyak 19 judul buku atau 44%
    tidak menyajikan materi tersebut.


    Meskipun
    demikian, dari 19 judul buku BIPA yang tidak menyajikan materi sosial budaya
    itu, 8 judul di antaranya (42%), atau 19% dari jumlah seluruh buku, tetap
    menyajikan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya itu. Hanya saja,
    penyajiannya itu terbatas pada teks-teks bacaan saja. Selebihnya, 11 judul buku
    yang lain (58%), atau 26% dari jumlah seluruh buku, sama sekali tidak
    menyinggung masalah sosial budaya yang berlaku di dalam masyarakat Indonesia.


    Pencantuman
    materi tentang aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia di dalam
    buku-buku tersebut, kecuali dalam buku Spoken
    Indonesian: A Course in Indonesian National Language
    yang ditulis Edmund A. Anderson, hampir
    seluruhnya tidak diintegrasikan di dalam teks materi ajar. Pencantuman itu
    umumnya hanya dilakukan di dalam tajuk Catatan
    Budaya
    , sedangkan dalam beberapa buku yang lain pencantumannya di dalam
    tajuk Keterangan. Kenyataan itu
    menunjukkan bahwa materi tentang aspek-aspek sosial budaya--oleh para penulis
    buku BIPA--hanya dianggap sebagai pelengkap. Jadi, materi itu belum dipandang
    sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa
    pengetahuan mengenai aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar BIPA
    dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan menggunakan bahasa Indonesia.


    Kenyataan
    tersebut memang patut disayangkan. Meskipun demikian, hal itu masih lebih baik
    daripada tidak mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya sama
    sekali. Paling tidak, meskipun hanya dicantumkan di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan, hal itu dapat mengingatkan
    para pengajar BIPA bahwa materi tentang
    aspek-aspek sosial budaya itu perlu disampaikan kepada para pembelajar BIPA
    agar mereka mengenal masalah-masalah sosial budaya Indonesia. Dengan pengenalan
    itu, diharapkan mereka dapat berkomunikasi secara baik dan benar dengan
    menggunakan bahasa Indonesia.


    Berbeda
    dengan buku-buku BIPA yang lain, dalam buku Edmund Anderson yang berjudul Spoken Indonesian: A Course in Indonesian
    National Language
    (1996), aspek-aspek sosial budaya masyarakat Indonesia
    dicantumkan secara eksplisit sebagai materi ajar yang utama. Di dalam buku itu,
    informasi tentang aspek-aspek sosial budaya yang dicantumkan meliputi jarak sosial (saling kenal atau tidaknya
    para peserta komunikasi), jenis kelamin, usia, status sosial, dan hubungan kekeluargaan di antara para
    peserta komunikasi. Beberapa aspek
    sosial tersebut dianggap sebagai penentu yang penting dalam berkomunikasi
    dengan orang lain, terutama dalam memilih bentuk-bentuk ujaran yang sesuai
    dengan konteksnya, baik yang berupa konteks sosial maupun konteks budayanya.


    Di
    samping hal tersebut, di dalam buku Anderson itu diberikan pula gambaran tentang
    situasi yang menentukan ragam bahasa, dan juga lokasi pembicaraan, seperti di
    kantor pos, di rumah, di restoran, dan di pasar. Informasi tersebut selain
    dicantumkan sebagai materi pelajaran, juga disertai pula dengan contoh-contoh
    penggunaannya. Bahkan, pembahasan mengenai hal itu dicantumkan di dalam bab
    tersendiri.





    3.1 Aspek-Aspek Sosial di dalam Buku BIPA


    Sebagaimana
    yang telah disebutkan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek sosial yang
    mempengaruhi penggunaan bahasa ada dua belas jenis. Apakah seluruh aspek itu
    sudah dicantumkan sebagai materi ajar di dalam buku-buku BIPA? Untuk menjawab
    hal itu, uraian berikut ini
    didasarkan pada sejumlah
    data yang telah
    diperoleh dalam penelitian ini.





    Dari
    24 buku BIPA yang mencantumkan informasi tentang aspek-aspek sosial budaya,
    ternyata aspek-aspek sosial itu hanya tercantum di dalam 16 judul buku.


    Dari
    ke-16 buku BIPA tersebut, aspek-aspek sosial dalam berkomunikasi yang
    dicantumkan ternyata sebagian besar hampir sama karena umumnya aspek-aspek itu
    berupa penggunaan bentuk-bentuk sapaan
    atau sistem sapaan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara lebih
    eksplisit, dari 12 aspek sosial yang diharapkan ada, ternyata hanya 7 aspek
    yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti. Hal itu berarti, ada lima
    aspek lain yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu.


    Ketujuh
    aspek sosial yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang diteliti itu adalah
    sebagai berikut.


    1. Tempat komunikasi berlangsung


    2. Peserta komunikasi


    3. Hubungan peran atau hubungan sosial di
    antara peserta komunikasi


    4. Topik pembicaraan


    5. Situasi komunikasi


    6. Ragam bahasa atau variasi bahasa


    7. Penggunaan sistem sapaan





    Sementara
    itu, kelima aspek sosial yang belum tercantum di dalam buku-buku BIPA yang
    diteliti itu adalah sebagai berikut.


    1. Tujuan komunikasi


    2. Waktu berlangsungnya komunikasi


    3. Ranah atau domain komunikasi


    4. Sarana komunikasi yang digunakan


    5. Peristiwa tutur





    3.2 Aspek-Aspek Budaya di dalam Buku BIPA


    Seperti
    yang telah dikemukakan pada Butir (2) di atas, aspek-aspek budaya yang
    diharapkan ada di dalam buku-buku BIPA berjumlah 17 jenis. Realisasinya, dari
    43 judul buku BIPA yang diamati, ternyata yang menyajikan materi tentang
    aspek-aspek sosial budaya hanya 24 judul
    buku. Namun, apakah ke-24 buku itu juga
    seluruhnya menyajikan aspek-aspek budaya? Setelah dicermati, ternyata dari
    ke-24 buku itu, seluruhnya menyajikan materi tentang aspek-aspek budaya.


    Dalam
    ke-24 buku BIPA tersebut, aspek-aspek budaya yang dicantumkan ternyata sebagian
    besar berupa benda-benda budaya, kesenian, dan adat-istiadat. Kecuali itu,
    hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 17 aspek budaya yang
    diharapkan ada, ternyata hanya 12 aspek yang terdapat dalam buku-buku BIPA yang
    diteliti. Hal itu berarti, ada lima aspek lain yang tidak dicantumkan di dalam
    buku-buku BIPA yang diamati.


    Kedua
    belas aspek budaya yang terdapat di dalam buku-buku BIPA yang diteliti adalah
    sebagai berikut.


    (1) Benda-benda budaya (artifact)


    (2) Gerak-gerik anggota badan (kinesics)


    (3) adat-istiadat atau kebiasaan-kebiasaan yang
    berlaku di masyarakat


    (4) Sistem nilai yang berlaku di masyarakat


    (5) Sistem religi yang dianut masyarakat


    (6) Mata pencarian penduduk


    (7) Kesenian


    (Cool Pemanfaatan waktu


    (9) Cara berdiri, cara duduk, dan cara menghormati
    orang lain


    (10)
    Sopan santun, termasuk penggunaan eufemisme


    (11)
    Gotong royong dan tolong-menolong


    (12)
    Ramah tamah, tegur sapa, basa-basi





    Sementara
    itu, kelima aspek budaya yang tidak tercantum di dalam buku-buku BIPA yang
    diteliti adalah sebagai berikut.


    (1) Jarak fisik ketika berkomunikasi (proxemics)


    (2) Kontak pandangan mata ketika berkomunikasi


    (3) Penyentuhan (kinesthesics)


    (4) Pujian


    (5) Hal-hal yang tabu dan pantang





    4. Peranannya dalam Pengajaran BIPA


    Aspek-aspek
    sosial budaya mempunyai peranan yang amat penting dalam pengajaran BIPA.
    Peranannya itu terutama dapat menghindarkan pembelajar bahasa dari kemungkinan
    terjadinya benturan budaya (cultural
    shock
    ) ketika berkomunikasi dengan penutur asli. Kecuali itu, dengan
    pemahaman terhadap aspek-aspek sosial budaya, pembelajar juga dapat mengetahui
    apakah unsur-unsur bahasa yang akan digunakannya itu dapat menyinggung perasaan
    orang lain atau mungkin bertentangan dengan norma-norma sosial budaya yang
    berlaku di masyarakat atau tidak. Dengan perkataan lain, pemahaman terhadap
    aspek-aspek sosial budaya itu dapat berperan dalam menanamkan tata krama (unggah-ungguh) pada diri si pembelajar
    dalam berkomunikasi dengan penutur asli.


    Dengan
    mengetahui tata krama atau unggah-ungguh
    dalam berkomunikasi itu, pembelajar bahasa dapat berkomunikasi dengan
    menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Di samping itu, pemahaman
    terhadap aspek-aspek sosial budaya tersebut secara umum juga dapat berperan
    menambah wawasan pengetahuan dan penghayatan para pembelajar BIPA terhadap
    berbagai aspek sosial budaya masyarakat Indonesia.





    5. Simpulan


    Berdasarkan
    hasil analisis yang telah dilakukan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
    berikut.


    Pertama,
    kemampuan berkomunikasi tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan terhadap
    unsur-unsur kebahasaan, tetapi juga oleh pemahaman terhadap aspek-aspek sosial
    budaya yang berlaku dalam masyarakat. Aspek-aspek sosial budaya itu sangat
    berperan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, agar dapat berkomunikasi
    secara baik dan benar, pembelajar bahasa diharapkan dapat memahami aspek-aspek
    sosial budaya masyarakat yang bahasanya dipelajari.


    Kedua,
    aspek-aspek sosial budaya yang perlu dipahami itu dapat dipilah ke dalam
    aspek-aspek sosial dan aspek-aspek budaya. Di dalam buku-buku BIPA yang
    diteliti, aspek-aspek sosial budaya tersebut ternyata belum sepenuhnya
    dicantumkan sebagai materi ajar. Hal itu terbukti dari 43 buku yang diteliti,
    ternyata hanya 24 buku (56%) yang mencantumkan aspek-aspek tersebut. Sisanya,
    sebanyak 8 buku (19%) hanya mencantumkannya di dalam teks-teks bacaan. Di dalam
    11 buku yang lain (26%) aspek-aspek sosial budaya itu sama sekali tidak
    dicantumkan.


    Ketiga,
    pencantuman aspek-aspek sosial budaya di dalam ke-24 buku BIPA tersebut
    ternyata belum diintegrasikan ke dalam teks materi ajar. Hal itu terbukti dari
    pencantuman aspek-aspek tersebut yang hanya di dalam tajuk Catatan Budaya atau pun Keterangan
    sehingga mengesankan bahwa pencantuman itu hanya sebagai pelengkap. Kenyataan
    tersebut mengindikasikan bahwa aspek-aspek sosial budaya itu belum dianggap
    sebagai bagian yang penting di dalam pengajaran BIPA. Padahal, tanpa pemahaman
    terhadap aspek-aspek sosial budaya itu mustahil pembelajar bahasa dapat
    berkomunikasi secara baik dan benar.


    Terakhir,
    pengetahuan tentang aspek-aspek sosial budaya itu mempunyai peranan yang amat
    penting dalam pengajaran BIPA. Dengan pengetahuan itu, pembelajar bahasa dapat
    memahami tata krama dalam berbahasa dan dapat menghindarkan diri dari
    kemungkinan terjadinya benturan budaya (cultural
    shock
    ).











    PUSTAKA ACUAN








    Bachman,
    Lyle F. 1990. Fundamental Considerations
    in Language Testing
    . Oxford: Oxford University Press.


    Canale,
    M. dan M. Swain. 1980. "Theoretical Bases of Communicative Approach to
    Second Language Teaching and Learning".
    Dalam Applied Linguistics. I.1.


    Canale,
    M. 1983. "From communicative Competence to Communicative Language
    Pedagogy". Dalam J.C. Richards dan R.Schmidt (Ed.). Language and Communication. London: Longman.


    Fishman,
    Joshua A. 1972. "The Sociology of Language". Dalam P.P. Giglioli
    (Ed.). Language and Social Context.
    Harmondworth, Middlesex: Penguin Books.





    Fishman,
    Joshua A. 1976. Reading in the Sociology
    of Language
    . The Hague: Mouton.


    Hymes,
    Dell. 1971. "On Communicative Competence". Dalam Pride, J.B. dan Janet
    Holmes (Ed.). Sociolinguistics.
    Middlesex: Penguin Books.


    Hymes,
    Dell. 1972. "Models of the Interaction of Language and Social Life".
    Dalam J.J. Gumperz dan Dell Hymes (Ed.). Directions
    in the Sociolinguistics.
    New York: Holt, Rinehart and Winston.


    Hymes,
    Dell. 1974. Foundations in
    Sociolinguistics.
    Philadelphia: University of Pennsylvania Press.


    Koentjaraningrat.
    1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan
    Pembangunan.
    Jakarta: PT Gramedia.


    Koentjaraningrat.
    1985. "Persepsi tentang Kebudayaan Nasional". Dalam Alfian (Ed.). Persepsi Masyarakat tentang Kebudayaan.
    Jakarta: PT Gramedia. Hlm. 99--141.


    Sapir,
    Edward. 1964. Culture, Language, and
    Personality
    . Berkeley, Los Angeles: University of California Press.


    Saville-troike, M. 1982. The ethnography of Communication.
    Oxford: Basil Blackwell.

      Waktu sekarang Fri May 10, 2024 2:06 am