Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    kerangka analisis sosial

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 36
    Lokasi : di hati si admin

    kerangka analisis sosial Empty kerangka analisis sosial

    Post by ratri Fri May 28, 2010 4:33 pm

    Kerangka Analisis Sosial





    Oleh: Yanuar Nugroho*





    Kawan-kawan,





    Jaman baru ini membawa analisis sosial juga menjadi
    baru. Apanya yang baru? Coba baca tulisan Romo Herry Priyono, "Sesudah
    Dekonstruksi Negara". Tulisan ini menarik, sederhana, namun mengenalkan
    pisau berpikir Analisis Sosial yang benar-benar baru. Baru"nya adalah
    demikian: di jaman lama, kriteria demokrasi dikenakan hanya pada negara - di
    jaman baru, kriteria demokrasi itu (common good) dikenakan pada *semua* pihak.
    Ya negara, ya militer, ya swasta, ya... dll. Jadi, inti kontradiksi dalam ansos
    lama "akar masalah" itu ditujukan pada "mengontrol praktik
    kekuasaan yang semena-mena" yang dilakukan oleh siapa saja.





    Mengenai buntunya "pisau analisis sosial"
    saat ini, maka terlampir (dalam folder ansos ini, Red.), materi-materi Analisis
    Sosial yang --menurut hemat saya-- jauh lebih relevan.





    Saat ini saya sendiri sedang merevisi ulang
    pemahaman saya mengenai Ansos seperti yang ditawarkan Suryawasita ataupun
    Banawiratma ataupun jenis-jenis seperti 5-Paradigma Organisasi yang menurut
    saya deterministik. Entahlah, saya sendiri masih bergulat dengan ini. Saya
    merasakan dulu ada yang "not quite right" dengan pendekatan itu dalam
    berbagai pelatihan ansos yang saya lakukan, tetapi belum bisa merumuskannya.
    Saya berterima kasih pada Romo Herry Priyono yang dalam 5-6 bulan terakhir ini
    membantu saya keluar dari kebuntuan berpikir ini dengan kerangka teoretisnya
    yang sangat tajam. Kini, saya kira saya sedikit banyak mulai bisa mengatasi
    masalah itu.





    Itu pula yang mendorong saya mengkompilasi semua
    pemikiran itu dan meletakkannya dalam butir-butir ringkas sebagai berikut :





    1. Pisau Ansos lama yang merujuk sistem negara
    sebagai biang keladi ketidakadilan sosial, tidak cukup.





    2. Kriteria demokratisasi (dan "common
    good" yang lain) bukan hanya diterapkan untuk negara, tetapi juga untuk
    segala bentuk praktek kekuasaan, oleh segala aktor.





    3. Karena itu, lawan "civil society" itu
    bukan "state"/negara, melainkan "praktik kekuasaan yang
    semena-mena, tidak bertanggungjawab pada publik". Baik itu kekuasaan uang,
    senjata, agama, dll, dll.





    4. Kalau kita salah menempatkan kontradiksi ini,
    maka kita akan terjebak untuk selalu mendekonstruksi negara. Padahal, negara
    juga punya kekuasaan yang sah, legitimate, justru untuk melindungi hak-hak
    warganya





    5. Civil society mendapatkan makna baru: yaitu
    sebagai sebuah matriks perimbangan antara 3 kekuatan: masyarakat, pasar dan
    "public agency". Public agency ini bisa berupa negara, LSM,
    paguyuban, dll yang melindungi kepentingan publik.





    6. Dalam kerangka waktu saat ini, kekuatan yang
    tumbuh menjadi mengerikan dalam hal kekuasaan dan seharusnya menjadi target
    proses demokratisasi adalah sistem pasar*. Komunitas bisnis dengan agenda
    neo-liberal-nya melindas dua kekuatan yang lain, yaitu masyarakat dan negara.





    Karena itu, dalam konteks Indonesia, kita bisa lebih
    mudah meletakkan dimana militer, orde baru, dll dengan pisau analisis ini.





    Ada 9 (sembilan) bahan yang akan saya kirimkan.
    Semuanya adalah tulisan Romo B.Herry Priyono yang mencoba membunyikan gagasan
    sosial demokrasi dengan menempatkannya dalam konteks waktu dan kekinian.
    Formasinya kira-kira sebagai berikut :





    "Jalan Ketiga sebagai Utopia" adalah bahan
    untuk 'meditasi', renungan mengenai faham sosial demokrasi baru.


    "Strukturasi Kondisi Modernitas" adalah
    kajian akademis dari teori strukturasi


    "Demokrasi dan Kapitalisme" adalah sebuah
    polemik.


    "KKN bukan Sebuah Budaya" adalah sebuah
    polemik.


    "Bangsa sesudah Orde Baru" adalah sebuah
    polemik


    "Sesudah Dekonstruksi Negara" adalah
    sebuah polemik


    "Amademen Pasal Ekonomi" adalah sebuah
    polemik


    "Buruh" adalah sebuah advokasi


    "Bangsa, Negara dan Rakyat" adalah sebuah
    latar tentang nasionalisme.


    “Gerhana Humaniora” Ini mengupas mengenai kaum
    intelektual, sistem pendidikan dan bagaimana konteks "perjuangan"
    diletakkan di dalamnya


    Secara khusus, dalam training Ansos Uni Sosial
    Demokrat di Solo nanti (Tawangmangu, 17-19 Agustus 2001, Red.) -atau juga
    training rekan-rekan di organisasi masing-masing-usulan saya adalah :





    (1) diberikan sebagai bacaan
    pra-pelatihan. Selama pelatihan, digunakan sebagai bahan diskusi kelompok.
    Dilanjutkan dengan (6) dan (7) yang memberikan pisau analisis sosial yang baru.
    Sebaiknya dibahas di kelas, dalam sesi terpimpin, dilanjutkan dengan diskusi kelompok.
    Studi kasusnya adalah (4), (5) dan (Cool. Kalau mau ditambah, (3). Tapi ini bisa
    dihilangkan kalau waktunya tidak cukup. Dalam studi kasus ini, ada baiknya
    kasus-kasus mutakhir Nasional diangkat untuk dibahas, misalnya lengsernya Gus
    Dur, polemik Megawati. Demikian juga dengan kasus lokal Solo: pergantian
    walikota, pembangunan daerah, dll. Sehingga ada kontekstualisasi yang lebih
    konkrit untuk menemukan kontradiksi yang lebih mendasar.





    Tulisan (2) dan (9) adalah tentatif, untuk mereka
    yang mau belajar lebih jauh lagi. Tulisan (10) mengupas mengenai kaum
    intelektual, sistem pendidikan dan bagaimana konteks "perjuangan"
    diletakkan di dalamnya. Hemat saya, tulisan ini bisa dijadikan bahan
    "renungan pagi" setelah mandi, sebelum sarapan…








    Demikian sumbang pikiran dari
    saya.








    Salam,


    Yanuar





    * “sistem pasar”, bukan "pasar". Sebab
    “pasar” yang sudah ada sejak jaman sebelum masehi, adalah cara tukar menukar.
    Mulai dari barter sampai dengan penggunaan uang. Nah, "sistem pasar"
    itu lain lagi. Sistem pasar adalah mekanisme untuk mereproduksi seluruh aspek
    masyarakat berdasarkan aspek untung dan rugi. Jadi ilmu, hukum, psikologi,
    bahkan cinta, dll direproduksi berdasarkan aspek untung-rugi ini tadi. Bahwa
    dalam pasar memang ada untung-rugi, itu tidak lalu menjadi pembenaran untuk
    mengubah seluruh aspek kehidupan dengan kriteria yang sama.





    Sistem pasar itu sendiri adalah satu dari trilogi
    kapitalisme. Kapitalisme bersandar pada sistem pasar, keramatnya hak milik
    pribadi, pembedaan antara privat-publik, negara-swasta. Ketika bicara tentang
    sistem pasar dengan kedua 'logi' yang lain ini, maka sistem pasar identik
    dengan kapitalisme.

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 6:25 pm