Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
1
G GL LO OB BA AL LI IS SA AS SI I
Karakteristik & Implikasinya1
Riza Noer Arfani, MA2
Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat
domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Pertukaran barang dan
jasa, pertukaran dan perkembangan ide-ide mengenai demokratisasi, hak asasi manusia
(HAM) dan lingkungan hidup, migrasi dan berbagai fenomena human trafficking lainnya
yang melintas batas-batas lokalitas dan nasional kini merupakan fenomena umum yang
berlangsung hingga ke tingkat komunitas paling lokal sekalipun. Pendek kata, komunitas
domestik atau lokal kini adalah bagian dari rantai perdagangan, pertukaran ide dan
perusahaan transnasional.
Yang perlu diperhatikan adalah implikasi dari kecenderungan-kecenderungan itu.
Kita perlu memperhatikan munculnya global governance yang mengatur berbagai
kecenderungan tadi. Dalam bidang perdagangan, pemerintah nasional kita adalah anggota
dari WTO (World Trade Organization) yang terikat dengan aturan-aturan yang diratifikasi di
dalamnya.
Dalam hal perburuhan kita juga adalah anggota ILO (International Labor
1
Disampaikan dalam forum diskusi 'PubDisc Sciences' tentang 'Globalisasi' di FISIPOL UGM Sabtu, 19 April 2003
2
Staf Pengajar Jurusan llmu Hubungan Internasional Fisipol UGM
LISENSI DOKUMEN
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani. Lisensi Al-Manär.
¾ Penggandaan maupun penyebarluasan untuk kepentingan pendidikan dan bukan
komersial diijinkan dengan tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan
dokumen ini secara lengkap.
¾ Modifikasi artikel atau penggandaan serta penyebarluasan artikel ini untuk
kepentingan komersial mensyaratkan permohonan ijin secara tertulis kepada
penulis melalui redaksi Digital Journal Al-Manär atau secara langsung kepada
penulis. Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
2
Organization) yang semakin memperhatikan prinsip-prinsip penerapan HAM dalam
kehidupan kaum buruh. Demikian pula dalam isu-isu yang berhubungan dengan prinsip-
prinsip pelestarian lingkungan hidup, kita termasuk salah satu negara yang
menandatangani Protokol Kyoto yang mengatur pengurangan emisi karbon dan sejumlah
gas lainnya yang mengancam keberadaan ozon dan menimbulkan efek pemanasan global.
Melihat implikasi yang isunya begitu beragam tetapi begitu mendalam dan spesifik
konteks persoalannya, globalisasi bukanlah fenomena hitam putih yang bisa secara mudah
dan cepat dikelola. Fenomena ini berada di sekitar dan bahkan embedded dengan berbagai
kepentingan kita. Global governance di berbagai area -yang sebagian sudah disebut tadi- tidak
saja menggambarkan kompleksitas persoalannya, tetapi juga sekaligus menawarkan ide
atau bahkan aturan main alternatif untuk mengelola dan menyelesaikan persoalan-
persoalan di seputar isu-isu itu.
Eksplorasi berbagai ide, inisiatif dan tindakan yang berasal dari kalangan domestik
atau lokal (local genuines) oleh karenanya perlu secara serius dilakukan agar pertentangan
global versus lokal tidak menemukan jalan keluar yang ekstrim, yaitu either simply ‘join the
club’ or ‘go to hell with globalization’. Proses 'glokalisasi' yang menggabungkan arus globalisasi
dari atas dengan berbagai tradisi, nilai atau ide lokal adalah salah satu tema yang perlu
mendapat kajian mendalam.
Dalam sejumlah studi, proses ini tidak hanya mengidentifikasi kecenderungan-
kecenderungan yang berorientasi ke politik dan pasar global, tetapi juga kecenderungan
fragmentasi kultural dan sosial yang bermuara pada penemuan kembali (reinvention) tradisi-
tradisi dan identitas lokal. Eropa adalah salah satu contoh di mana pusaran pasar dan
politik global tidak serta merta menghilangkan identitas lokal. Ketika Belgia
mendesentralisasi proses dan kegiatan politiknya, Catalonia pada saat yang sama
mendapatkan otonomi yang lebih besar.
Proses globalization from below dengan demikian perlu dikembangkan untuk
menandingi dan sekaligus mendampingi proses hiper-globalisasi yang selama ini
digambarkan secara amat menakutkan. Pertanyaannya: bagaimana melakukan itu?
Pada level negara/pemerintah, proses itu bisa dilakukan dengan menerapkan
kebijakan-kebijakan yang dituntun oleh strategi penyesuaian yang cocok untuk merespon
perubahan-perubahan di tingkat global. Penelitian oleh Nanang Pamuji Mugasejati dkk.
(Jurusan llmu Hubungan Intemasional FISIPOL UGM & Balitbang Deplu, 2000) Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
3
merekomendasikan 5 (lima) strategi penyesuaian yang secara teoretik bisa diadopsi.
Rekomendasi ini ditawarkan setelah terlebih dahulu mengidentifikasi 2 (dua) macam rute
yang selama ini dilalui ketika perubahan-perubahan di tingkat global mempengaruhi
tingkah laku negara dan masyarakat di tingkat domestik.
Rute pertama menggambarkan proses perubahan di tingkat global yang
menyebabkan munculnya institusi internasional. Institusi ini kemudian memiliki peluang
untuk mempengaruhi negara dan masyarakat domestik. Di rute yang pertama ini peran
lembaga-lembaga formal antar-negara di tingkat internasional adalah sentral.
Rute kedua menggambarkan proses perubahan di tingkat global yang
menyebabkan munculnya institusi trans-nasional. Institusi ini kemudian mempengaruhi
terutama masyarakat domestik tetapi juga negara. Di rute yang kedua inilah kita melihat
peran komunitas internasional, seperti komunitas epistemik, dalam mempengaruhi
masyarakat domestik.
Berikut ini 5 (lima) strategi penyesuaian yang diajukan. Pertama, strategi otonomi
nasional. Dalam strategi ini mengurangi dalam jumlah besar atau bahkan menghentikan
sama sekali kontak dengan dunia internasional yang dianggap akan membahayakan
kedaulatan dan otonomi dalam pengambilan kebijakannya. Dalam bidang ekonomi, kasus
Kuba dan Korea Utara adalah contoh ekstrim ketika mereka mengambil jalan isolasi.
Dalam isu non-ekonomi, seperti hak asasi manusia (HAM) dan demokratisasi, sejumlah
negara membuat kebijakan yang membatasi warganya terhadap akses informasi atau
partisipasi politik guna mencegah intervensi nilai-nilai global.
Strategi kedua adalah pengakuan timbal balik (mutual recognition). Strategi ini masih
menyisakan keputusan atau kebijakan politik sebagai otoritas negara, akan tetapi
menyerahkan proses integrasi ekonomi domestik ke dalam pasar internasional ditentukan
oleh kekuatan pasar. Negara berusaha menciptakan kebijakan yang sesuai dengan
keinginan pasar dan bekerjasama dengan negara lain dalam bentuk konsultasi yang tidak
mengikat.
Strategi ketiga adalah koordinasi. Strategi ini menekankan pada pentingnya
kerjasama antar-negara agar kebijakan nasional masing-masing bisa saling bersesuaian.
Tujuannya menghindarkan pay-off yang tidak diinginkan bersama. Strategi ini mendorong
negara untuk aktif dalam berbagai perundingan internasional yang berupaya membentuk
institusi-institusi internasional dalam isu-isu tertentu. Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
4
Strategi keempat: adalah harmonisasi eksplisit (explicit harmonization) atau
kolaborasi. Dalam strategi ini negara rnenerima adanya joint-adjustment dalam kebijakan
nasionalnya. Di sini berlaku juga proses monitoring yang dilakukan oleh institusi
internasional untuk menjamin adanya kepatuhan terhadap setiap kesepakatan yang
berlaku. Ini berlaku secara substantif maupun prosedural. Kebijakan Negara yang
menyesuaikan berbagai kesepakatan dalam bidang investasi internasional di Negara-negara
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) seperti termuat dalam MAI
(Multilateral Agreement on Investment) adalah contoh penerapan kebijakan ini.
Strategi kelima adalah federalist mutual governance. Strategi ini mendorong negara
untuk menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada institusi internasional dengan
membentuk suatu organ supra-negara. Uni Eropa dalam batas-batas tertentu adalah
contoh sebuah istitusi internasional yang memiliki organ-organ supra-negara untuk
mengatur bidang-bidang tertentu. Salah satunya adalah rejim moneter yang menerbitkan
dan mengatur peredaran mata uang Euro di negara-negara anggotanya.
Terakhir, pada level individual atau masyarakat, kita bisa mengadopsi strategi yang
ditawarkan oleh Brechen & Costello (1994) yang mereka sebut sebagai ‘Strategi Liliput’.
Strategi ini menekankan pada aksi non-negara atau non-pemerintah yang bisa dilakukan
oleh para aktivis masyarakat, buruh, akademisi, pengusaha, partai politik, atau bahkan
aparat negara yang concern terhadap proses globalisasi yang merugikan banyak kalangan
masyarakat. Inilah guidelines-nya :
1. Linking self-interest with common interest
2. Linking the global to the local
3. Linking North and South
4. Linking constituences across borders
5. Linking particular interest with wider
commonalities
6. Linking issues and constituencies
7. linking the threatened with the marginalized
8. Linking different power sources
9. Linking struggle against targeted institutions
10. Linking resistance with institutional change
I 1. Linking economic issues and democratization Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
5
Riza Noer Arfani. Alumnus Hl UGM tahun 1992. Semasa mahasiswa pernah aktif di
Jama'ah Musholla Fisipol (JMF). Meraih gelar MA dari Syracuse University, USA, pada
tahun 1996. Sekarang dosen tetap merangkap sebagai sekretaris Jurusan Hl UGM. Aktif
juga di Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK). Tulisannya banyak dimuat di
beberapa surat kabar dan Jurnal llmiah. Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
6
K KA AP PI IT TA AL LI IS SM ME E & & N NE EO OL LI IB BE ER RA AL LI IS SM ME E
Sebuah Tinjauan Singkat3
Oleh: Eko Prasetyo
Keberatan terbesar kalangan mahasiswa terhadap pemotongan subsidi ditengarai
karena kebijakan yang ada di balik itu didasarkan pada kepatuhan atas ajaran yang tertuang
dalam ideologi neo-liberalisme. Yang terpokok dari ideologi neo-liberalisme adalah
dikarantinanya peran sosial negara dan menjadikan pasar bebas sebagai kiblat dari semua
transaksi ekonomi. Kedua kecenderungan ini membawa akibat serius bagi kehidupan
mayoritas rakyat yang masih berada dalam krisis. Segala kritik yang ditumpahkan oleh
sejumlah aktivis tidak mengurangi keyakinan penguasa untuk tetap menerapkan ideologi
neo-liberalisme dalam berbagai proyek pembangunan. Kerasnya suara perlawanan di
tingkat akar rumput ini telah memperluas wacana ideologi neo-liberalisme pada semua
komunitas masyarakat sipil. Aksi penentangan yang tidak percuma mengingat saat ini,
banyak kalangan mulai kembali menelaah, apa sesungguhnya yang ada di balik ideologi
neo-liberalisme dan bagaimana kiprahnya. Sejarah tentang pergerakan modal tak lagi
ditatap sebagai soal ekonomi semata akan tetapi juga ditinjau dari sudut politik, sosial
bahkan persentuhannya dengan keyakinan agama. Dinamika konflik antara modal dengan
negara saat ini menemukan babak baru dan melaluinya beberapa teori perubahan sosial
kini dirumuskan.
Dalam paparannya, Anthony Giddens menyatakan kalau modernitas disangga oleh
kekuatan kapitalisme, negara bangsa, organisasi militer dan industrialisasi. Kapitalisme
merujuk pada sejumlah prinsip struktural yang mendasari praktik akumulasi modal dalam
konteks pasar produksi dan tenaga kerja yang kompetitif. Sedang negara-bangsa menunjuk
pada prinsip struktural yang mengoordinasi praktik kontrol atas informasi, supervisi sosial
dan pemata-mataan. Lalu militerisme menyangkut prinsip struktural yang mendasari
praktik pengontrolan atas alat-alat kekerasan dalam konteks industrialisasi perang.
Akhirnya industrialisme menyangkut prinsip struktural yang mendasari praktik-praktik
yang bertujuan untuk mengubah alam atau pembangunan lingkungan non alami
4.
3
Disampaikan untuk PubDisc (Public Discussion) SCIENCES,19 April 2003
4
Lih B Herry Priyono, Anthony Giddens, Suatu Pengantar, KPG, 2003
Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
7
Keempatnya merupakan tulang punggung yang menghamba pada modernitas dan darinya
proses transformasi sosial masyarakat bekerja. Dalam konteks perbincangan kali ini,
kapitalisme kiranya menjadi sistem yang berkait-erat dengan proses berjalin-kelindanya
modal. Kapitalisme membawa dunia pada sistem perekonomian yang tunduk pada norma
serta aturan pasar. Terobosan kapitalisme adalah membentuk sistem pasar yang
hegemonik dimana kekuasaan privat juga memiliki kemampuan untuk mencipta pengaruh
pada kawasan publik. Mengapa kekuatan kapitalisme bisa sejauh itu dampaknya?
Adam Smith adalah peletak dasar pemikiran kapitalisme yang menjelaskan
bekerjanya mekanisme hukum pasar atas dasar dorongan kepentingan-kepentingan pribadi
karena kompetisi dan kekuatan individualisme dalam menciptakan keteraturan ekonomi
5.
Melaluinya, kapitalisme melakukan klasifikasi antara nilai guna dengan nilai tukar yang ada
pada setiap komoditi. Ukuran riil dari nilai tukar komoditi, harus dilihat dari kondisi
pertukaran, dimana 'ukuran riil' dari nilai komoditi adalah kuantitas dari kerja yang berada
dalam barang-barang lain yang dapat dipertukarkan di pasar. Tokoh berikutnya yang
penting adalah David Ricardo, yang melakukan kritik terhadap Adam Smith, terutama
yang berkaitan dengan nilai komoditi. Menurutnya, nilai komoditi terdapat pada kerja
manusia berikut bahan-bahan mentah dan alat-alat kerja. Ricardo menemukan bahwa
komoditi yang dijual pada harganya, kira-kira akan setara dengan jumlah kerja yang
diperlukan untuk memproduksinnya. Asumsinya satu-satunya nilai tukar, berawal dari
jumlah kerja yang digunakan untuk memproduksi, Karenanya dari Ricardo-lah sifat parasit
dari seluruh pendapatan yang tidak diperoleh dari kerja terbongkar, sebab darinya, kelak
akan ditemukan apa yang dinamai dengan nilai lebih dan kerja lebih.
Kedua ilmuwan ini menjadi peletak dasar bagi ideologi kapitalisme awal dan
mereka hidup pada masa transisi dari ekonomi subsisten menuju pada sistem ekonomi
pasar, yang mengandalkan pada laba. Sejumlah ilmuwan kemudian memberikan
pendasaran historis tentang masa peralihan ke kapitalisme ini dengan ditandai oleh
sejumlah indikator: pertama meningkatnya output pertanian yang bersamaan dengan
pemisahan petani-petani dari tanahnya, kedua pertumbuhan produksi komoditi dan
5
Kalimat yang populer dari Adam Smith "Bukanlah dari kemurahan hati tukang daging, tukang bir atau tukang rot/', kita mengharapkan
mendapat makanan; melainkan dari penghargaan mereka atas kepentingan din mereka masing-masing. Kita camkan dalam din kita, bahwa
bukanlah dari rasa kemanusiaan, melainkan dan rasa cinta terhadap diri-sendiri; dan tak akan kita berbicara pada mereka mengenai
kebutuhan-kebutuhan kita bersama, melainkan atas dasar laba yang bisa mereka rain' Lih Bonnie Setiawan, Peralihan Kapitalisme Di Dunia
Ketiga, Insist Press, 1999 Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
8
pembagian kerja, ketiga akumulasi modal oleh pedagang dan petani kaya. Paul Baran
menyatakan bahwa kapitalisme terbentuk ketika terjadi akumulasi modal dalam bentuk
modal dagang yang kemudian menjadi dasar ekspansi Eropa dimana negara memberikan
dukungan terhadap kompetisi. Dengan demikian, Baran melihat perkembangan
kapitalisme sebagai perkembangan di satu wilayah dengan mengorbankan wilayah-wilayah
lainnya. Baran berjasa dalam meletakkan dasar-dasar eksploitasi kapitalisme yang
dilanjutkan oleh sejumlah teoritisi neo marxis yang menjelaskan tentang bagaimana
ekspansi kolonial ini telah membawa ketergantungan pada sejumlah negara. Ekspansi
kolonial ini juga memperkenalkan kemajuan dari organisasi militer, yang oleh Amartya
Sein, telah membawa pada dua tingkat; pertama karakter massal tuntutan militer telah
merangsang rasionalisasi proses produksi dan kedua tentara itu sendiri merupakan model
bagi organisasi industri dan organisasi sosial.
Tapi Perang Dunia II telah mendorong upaya untuk penyusunan kembali
pemikiran ekonomi yang kemudian melahirkan ekonomi pembangunan, Gunnar Myrdal
menyatakan gagasan pembangunan ini dilatarbelakangi oleh: pertama likuidasi kekuasaan
struktur kolonial yang cepat, kedua adanya harapan akan perkembangan di negara-negara
terbelakang itu sendiri, ketiga ketegangan internasional, yang memuncak pada perang
dingin, yang membuat nasib negara-negara terbelakang menjadi keprihatinan kebijakan
luar negeri.
6 Pasca Perang Dunia II ini telah membawa upaya beberapa negara, terutama
Amerika, untuk memimpin proses rekonstruksi. Instrumen untuk ini ada dalam program
besar-besaran yang dinamai dengan Marshal Aid yang bertujuan ganda, pertama untuk
menjalankan ekonomi dunia (menurut sistem Bretton Woods) dan menahan laju
komunisme. Paling tidak, ada tiga pilar di balik pemunculan teori pembangunan, yakni;
pertumbuhan, perencanaan dan bantuan. Dalam pengertian Gramscian, tatanan dunia
pasca perang -yang memunculkan gagasan pembangunan- ini sangat hegemonik.
Mengingat, pertama secara gemilang AS berhasil mendifinisikan kepentingan korporasi
ekonominya dalam sebuah kerangka global dan bersedia memikul beban kepemimpinan.
Kedua kepemimpinan AS atas sekutu-sekutu Eropa tidak semata-mata dibangun di atas
dominasi ekonomi, politik atau keunggulan militer, tetapi lebih didasarkan pada
konvergensi kepentingan dan sikap elite di negara-negara itu, dan semakin meningkatnya
penerimaan visi internationalis liberal AS mengenai ekonomi dunia yang terbuka yang
6
Lih Bjorn Hettne, Teori Pembangunan dan Tiga Dunia, Gramedia, 2001 Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
9
dirancang menguntungkan para pesertanya, meski tidak seimbang7.
Tapi, proyek ini ternyata membawa kegagalan serius, sebagaimana yang dinyatakan
oleh berbagai kalangan, pertumbuhan dengan tanpa pembangunan tetapi dengan
kemiskinan. 1-1 Cheners menyatakan "sekarang jelas bahwa lebih dari satu dekade,
pertumbuhan yang pesat di negara-negara terbelakang menghasilkan sedikit sekali
keuntungan bagi sekitar sepertiga penduduknya". Yang lebih berbahaya dampak dari
adopsi kebijakan pembangunan adalah timbunan hutang yang ada di negara-negara
berkembang. Karenanya, diperlukan sebuah strategi baru, yang kemudian dikenal dengan
neo-liberalisme. Pada dasarnya neo-liberalisme adalah sebuah reaksi terhadap
membesarnya peran negara yang menyebabkan kehancuran sistem pasar. Jalan keluar yang
diusulkan oleh ideologi neo-liberalisme adalah melucuti peran negara dan mengembalikan
semua transaksi ekonomi ke dalam hukum pasar. Sehingga ketika Indonesia terjatuh pada
krisis, neo-liberalisme memberikan beberapa penjelasan tentang sebab-musabanya8.
Pertama krisis terjadi karena kebijakan makro yang diterapkan sehingga krisis dipandang
dalam konteks balance of payment (depresiasi uang, jatuhnya nilai tukar) kedua financial panic
yakni kepanikan nasabah Bank, ketiga Bubble Colaps atau model balon mengempis karena
prilaku para spekulator, keempat moral hazarrd cyrisis terhadap institusi perbankan dan
terakhir disoderly workout yakni kekacauan terjadi ketika peminjam tidak lancar
memprovokasi kreditor untuk berlomba dan memaksa likuiditas.
Itu sebabnya kehadiran IMF menjadi diperlukan terutama ketika banyak negara
tidak mampu membayar hutangnya kembali. Semula Meksiko yang gagal membayar
hutangnya yang jatuh tempo pada tahun 1982. IMF, pada saat Meksiko mengalami
masalah, diperlukan untuk membantu menyelamatkan neraca pembayaran dan mengatur
perundingan restrukturisasi utang dengan kalangan Perbankan International. Perannya
menjadi kian penting saat Asia memasuki krisis terberatnya pada dekade 1997 dimana
IMF mencoba ikut memecahkan. Salah satu program IMF yang populer dinamakan
dengan SAP {Structural Adjusment Program) yang didasarkan atas keyakinan bahwa sektor
swasta lebih efektif, dinamis dan bereaksi lebih baik terhadap ekonomi pasar daripada
7
Lih Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, Pustaka Pelajar,
1999
6
Lih Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan 6' Globalisasi, Insist Press dan Pustaka Pelajar, 2001
Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
10
sektor pemerintah. Karenanya IMF selalu mendorong setiap negara untuk berintegrasi
dalam pasar dunia melalui beberapa kebijakan, diantaranya9: pertama menurunkan nilai
tukar mata uangnya agar lebih kompetitif, kedua mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan sehingga mendorong industri lokal lebih kompetitif dalam menghadapi
produk impor yang lebih murah, ketiga memberikan insentif ekspor seperti keringanan
pajak dan subsidi keuangan, keempat merangsang investasi asing dengan menciptakan
wilayah perdagangan bebas atau memberikan pembebasan pajak. Di samping sejumlah
program ini juga ada sejumlah bantuan yang berada di bawah program-program IMF yang
tetap konsisten dengan paradigma utamanya, yakni mencebur dalam mekanisme pasar
bebas.
Peran IMF yang terpenting adalah melakukan liberalisasi finansial dan ini
sepenuhnya mendapat dukungan penuh Amerika. Bill Clinton yang menetapkan ekonomi
sebagai fokus kebijakan luar negerinya membentuk Dewan Ekonomi Nasional yang
kedudukannya setara dengan Dewan Keamanan. Liberalisasi Finansial yang dipaksakan
pada semua negara tentu memiliki efek yang membahayakan. Apalagi ketika kebijakan
Liberalisasi Keuangan ini mendapat dukungan besar dari NATO, yang memiliki tujuan
untuk menyebar-luaskan keamanan dan stabilitas yang dinikmati Eropa Barat sejak Perang
Dunia II ke Eropa Tengah dan Timur. Penyebarluasan tersebut akan menciptakan
prospek yang bagus untuk menarik investasi. Bahkan Cohen menyatakan, strategi
pemerintah untuk menentang “kekerasan dan instabilitas-instabilitas yang membahayakan
nyawa manusia dan pasar”.10 Tentu kebijakan ini sudah tentu akan membawa dampak
yang muram, terutama ketika dikaitkan dengan pendapat yang dikemukakan pertama kali
oleh, John Maynard Keynes. Dikatakan, liberalisasi kapital akan merampas kemampuan
negara untuk melaksanakan kebijakan ekonomi yang independen. Keynes selalu
menganggap pasar itu sesungguhnya bersifat irasional. Tetapi, nampaknya Amerika
bersikukuh untuk tetap menyakini akan liberalisasi pasar. Dalam laporan sub-komite senat
dikatakan, teologi yang menggerakkan sistem ini adalah keyakinan tak tergoyahkan
terhadap pergerakan modal bebas tanpa batasan atau regulasi. Tujuan kebijakan AS adalah
untuk memastikan keamanan dan mobilitas modal. Sebuah keyakinan yang mesin
utamanya adalah IMF dan kekuasaan otoriter ini tentu memiliki, sejumlah kelemahan-
9
Carol Welch, Panduan Mengenai IMF, INFID Jakarta
10
William K Tabb, Tabir Politik Globalisasi, 2003, Lafadi, Yogyakarta Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
11
kelemahan serius.
Tentu ada sejumlah kelemahan-kelemahan yang ada dalam IMF saat menjalankan
programnya. Kritikan utama yang selalu muncul adalah cara kerja IMF yang sangat
tertutup dan andaikan ada informasi maka itupun informasi yang sangat sepele. Kritik lain
adalah tidak adanya akuntabilitas dan evaluasi terhadap sejumlah program IMF. Apalagi
IMF selalu mengaku sebagai lembaga antar pemerintah sehingga tidak merasa perlu
bertanggung jawab kepada publik. Akuntabilitas dan evaluasi tidak terjadi karena IMF
selalu menghindar berurusan dengan wakil pemerintah dari kalangan yang lebih luas,
dengan berdalih pada artikel V statuta-nya, yang menyatakan bahwa kementrian keuangan
dan para pejabat Bank Sentral adalah pihak yang memiliki hubungan langsung dengan
IMF. Di sisi lain pendekatan IMF terhadap persoalan tenaga kerja benar-benar mengacu
pada pasar, fleksibilitas tenaga kerja akan memberi rangsangan bagi bisnis dan penanaman
modal yang pasti akan mendorong kenaikan upah maupun perubahan iklim kerja jika
negara terus berkembang. Dampak pendekatan ini yang menyolok adalah melejitnya angka
pengangguran. Selain itu juga yang tak kalah hebohnya, perhatian IMF pada perdagangan
bebas dan pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan ekspor telah 'berhasil' merusak
lingkungan. Mengingat sejumlah kelemahan-kelemahan diatas itu pulalah maka ada kritik
bahkan tuntutan untuk membubarkan saja institusi ini.
Tuntutan yang makin mengeras ini telah mengetuk Washington untuk kembali
memikirkan strategi penaklukan sejumlah gerakan oposisi. Diantara taktik yang diterapkan
adalah11 (1) Washington berusaha memecah-belah oposisi anti diktator dengan mendanai
dan mengatur kelompok borjuis liberal sambil mengisolir dan mendemobilisasi gerakan-
gerakan kerakyatan sayap kiri (2) Washington mengkampanyekan transisi hasil negoisasi
antara liberal borjuis dan militer yang akan mempertahankan kekuatan bersenjata,
memperkuat kebijakan-kebijakan "pasar bebas" dan memperkenalkan pemilihan umum.
Kemunculan sejumlah ornop yang menggerakkan agenda demokratisasi sebenarnya
dilandasi oleh motif itu, karenanya beberapa kalangan mulai menggulirkan beberapa kritik,
yang berkisar pada; pertama ornop telah menjadi tempat berteduh yang nyaman bagi
sejumlah intelektual yang ingin 'bertahan hidup', kedua kegiatan ornop telah menjadi
komoditas yang berorientasi semata-mata pada proyek yang bisa 'dijual', ketiga ornop
menjadi lowongan kerja tersendiri yang memiliki potensi untuk menampung tenaga kerja.
11
Lih James Petras dan Heltmeyer, Imperialisme Abad 21, Kreasi Wacana, 2002 Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
12
Ringkasnya, gerakan ornop telah menjadi kekuatan proyek dan lama-kelamaan memang
tidak lagi berorientasi gerakan. Dalam kaitan inilah, proyek neo-liberalisme ditegakkan, di
tengah lesunya gerakan kerakyatan dan buasnya kekuatan swasta yang hendak
menggantikan kuasa dari pemerintah.
Dengan mempertimbangkan itu semua, kiranya ada fungsi dan mandat yang bisa
dilakukan oleh LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Pertama yang teramat penting adalah
mendorong kesadaran kritis mengenai apa itu kapitalisme. LDK harus mampu untuk
menjelaskan dalam bahasa yang komunikatif pada publik mengenai apa itu kapitalisme,
mengingat ancaman yang dibawanya sekaligus korban yang berjatuhan akibat penerapan
ideologi ini. Kalau perlu 'motif’ penghancuran dari sistem ekonomi yang kapitalistik ini
dibaca dalam konteks semangat moral. Tujuannya sederhana, agar persoalan kapitalisme
ini tidak melulu dihadapi sebagai soal ekonomi melainkan juga pada tataran nilai. Kedua
tak kalah pentingnya adalah mulai merintis jaringan bukan lagi berdasarkan atas 'kesamaan
iman' saja melainkan juga atas basis kesamaan pada persoalan sosial. LDK perlu lebih
mengintensifkan hubungan dengan berbagai kekuatan anti kapitalisme yang mungkin
dapat menyediakan sejumlah data, informasi bahkan wacana mengenai kapitalisme ini.
Jaringan ini menjadi mudah saat ini, terutama dengan berkembang-luasnya gerakan anti
kapitalisme belakangan ini. Di samping itu yang tak kalah pentingnya adalah mengaktifkan
kembali kegiatan advokasi, yang tidak semata-mata dipandang sebagai kegiatan sekuler,
melainkan kegiatan pembelaan terhadap kaum yang dianiaya. Usaha untuk ini perlu
ditempuh mengingat krisis yang berpekepanjangan ini, tak lagi bisa dilihat sebagai
ancaman sosial melainkan juga ancaman akan runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan.
Berangkat dari sana nampaknya, orientasi LDK yang selalu mendorong pembentukan
komunitas atau masyarakat yang berakhlak mulia perlu ditambah dengan mandat,
penciptaan masyarakat yang adil dan egaliter. Cita-cita ideal yang kini sedang dirusak oleh
sistem Kapitalisme maupun oleh sistem globalisasi.
*********
Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
13
Eko Prasetyo, adalah alumnus Fakultas Hukum Ull tahun 1997, kemudian melanjutkan
studi S2 di fakultas dan umversitas yang sama, namun tidak selesai. Mengawali "karir"
dengan menjadi guru TPA di Kota Gede dan pernah jadi kepala sekolah TPA di kampung
Pujokusuman Yogyakarta. Pernah menjadi bagian dan kepanitiaan ramadhan di Masjid
Syuhada Kota baru dalam Training Keluarga Sakinah. Selain aktif di Insist Press, Pusham
Ull dan redaksi tetap Jurnal Wacana, sempat juga menjadi anggota Tim Pembela Muslim
untuk advokasi hukum Laskar Jihad dan pernah menulis beberapa artikel untuk tabloid
Laskar Jihad. Beberapa tulisannya dalam bentuk buku telah diterbitkan antara lain: HAM:
Kejahatan Negara dan Imperialisme Modal (2001), Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal: dari
Wacana Menuju Gerakan (2002), dan Membela Agama Tuhan: Potret Gerakan Islam dalam
Pusaran Konflik Global (2003). Pengalaman lainnya yang menarik adalah pernah menjadi
produser untuk sebuah film dokumenter tentang Polisi DIY dan Masyarakat Transisi.
Aktivitas di rumahnya yang terletak di desa Lemwulung di wilayah Bangun Tapan, BantuI,
antara lain membaca novel roman, membaca puisi dan mengasuh anak bersama istri
tercinta.
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
1
G GL LO OB BA AL LI IS SA AS SI I
Karakteristik & Implikasinya1
Riza Noer Arfani, MA2
Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat
domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Pertukaran barang dan
jasa, pertukaran dan perkembangan ide-ide mengenai demokratisasi, hak asasi manusia
(HAM) dan lingkungan hidup, migrasi dan berbagai fenomena human trafficking lainnya
yang melintas batas-batas lokalitas dan nasional kini merupakan fenomena umum yang
berlangsung hingga ke tingkat komunitas paling lokal sekalipun. Pendek kata, komunitas
domestik atau lokal kini adalah bagian dari rantai perdagangan, pertukaran ide dan
perusahaan transnasional.
Yang perlu diperhatikan adalah implikasi dari kecenderungan-kecenderungan itu.
Kita perlu memperhatikan munculnya global governance yang mengatur berbagai
kecenderungan tadi. Dalam bidang perdagangan, pemerintah nasional kita adalah anggota
dari WTO (World Trade Organization) yang terikat dengan aturan-aturan yang diratifikasi di
dalamnya.
Dalam hal perburuhan kita juga adalah anggota ILO (International Labor
1
Disampaikan dalam forum diskusi 'PubDisc Sciences' tentang 'Globalisasi' di FISIPOL UGM Sabtu, 19 April 2003
2
Staf Pengajar Jurusan llmu Hubungan Internasional Fisipol UGM
LISENSI DOKUMEN
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani. Lisensi Al-Manär.
¾ Penggandaan maupun penyebarluasan untuk kepentingan pendidikan dan bukan
komersial diijinkan dengan tetap mencantumkan atribut penulis dan keterangan
dokumen ini secara lengkap.
¾ Modifikasi artikel atau penggandaan serta penyebarluasan artikel ini untuk
kepentingan komersial mensyaratkan permohonan ijin secara tertulis kepada
penulis melalui redaksi Digital Journal Al-Manär atau secara langsung kepada
penulis. Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
2
Organization) yang semakin memperhatikan prinsip-prinsip penerapan HAM dalam
kehidupan kaum buruh. Demikian pula dalam isu-isu yang berhubungan dengan prinsip-
prinsip pelestarian lingkungan hidup, kita termasuk salah satu negara yang
menandatangani Protokol Kyoto yang mengatur pengurangan emisi karbon dan sejumlah
gas lainnya yang mengancam keberadaan ozon dan menimbulkan efek pemanasan global.
Melihat implikasi yang isunya begitu beragam tetapi begitu mendalam dan spesifik
konteks persoalannya, globalisasi bukanlah fenomena hitam putih yang bisa secara mudah
dan cepat dikelola. Fenomena ini berada di sekitar dan bahkan embedded dengan berbagai
kepentingan kita. Global governance di berbagai area -yang sebagian sudah disebut tadi- tidak
saja menggambarkan kompleksitas persoalannya, tetapi juga sekaligus menawarkan ide
atau bahkan aturan main alternatif untuk mengelola dan menyelesaikan persoalan-
persoalan di seputar isu-isu itu.
Eksplorasi berbagai ide, inisiatif dan tindakan yang berasal dari kalangan domestik
atau lokal (local genuines) oleh karenanya perlu secara serius dilakukan agar pertentangan
global versus lokal tidak menemukan jalan keluar yang ekstrim, yaitu either simply ‘join the
club’ or ‘go to hell with globalization’. Proses 'glokalisasi' yang menggabungkan arus globalisasi
dari atas dengan berbagai tradisi, nilai atau ide lokal adalah salah satu tema yang perlu
mendapat kajian mendalam.
Dalam sejumlah studi, proses ini tidak hanya mengidentifikasi kecenderungan-
kecenderungan yang berorientasi ke politik dan pasar global, tetapi juga kecenderungan
fragmentasi kultural dan sosial yang bermuara pada penemuan kembali (reinvention) tradisi-
tradisi dan identitas lokal. Eropa adalah salah satu contoh di mana pusaran pasar dan
politik global tidak serta merta menghilangkan identitas lokal. Ketika Belgia
mendesentralisasi proses dan kegiatan politiknya, Catalonia pada saat yang sama
mendapatkan otonomi yang lebih besar.
Proses globalization from below dengan demikian perlu dikembangkan untuk
menandingi dan sekaligus mendampingi proses hiper-globalisasi yang selama ini
digambarkan secara amat menakutkan. Pertanyaannya: bagaimana melakukan itu?
Pada level negara/pemerintah, proses itu bisa dilakukan dengan menerapkan
kebijakan-kebijakan yang dituntun oleh strategi penyesuaian yang cocok untuk merespon
perubahan-perubahan di tingkat global. Penelitian oleh Nanang Pamuji Mugasejati dkk.
(Jurusan llmu Hubungan Intemasional FISIPOL UGM & Balitbang Deplu, 2000) Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
3
merekomendasikan 5 (lima) strategi penyesuaian yang secara teoretik bisa diadopsi.
Rekomendasi ini ditawarkan setelah terlebih dahulu mengidentifikasi 2 (dua) macam rute
yang selama ini dilalui ketika perubahan-perubahan di tingkat global mempengaruhi
tingkah laku negara dan masyarakat di tingkat domestik.
Rute pertama menggambarkan proses perubahan di tingkat global yang
menyebabkan munculnya institusi internasional. Institusi ini kemudian memiliki peluang
untuk mempengaruhi negara dan masyarakat domestik. Di rute yang pertama ini peran
lembaga-lembaga formal antar-negara di tingkat internasional adalah sentral.
Rute kedua menggambarkan proses perubahan di tingkat global yang
menyebabkan munculnya institusi trans-nasional. Institusi ini kemudian mempengaruhi
terutama masyarakat domestik tetapi juga negara. Di rute yang kedua inilah kita melihat
peran komunitas internasional, seperti komunitas epistemik, dalam mempengaruhi
masyarakat domestik.
Berikut ini 5 (lima) strategi penyesuaian yang diajukan. Pertama, strategi otonomi
nasional. Dalam strategi ini mengurangi dalam jumlah besar atau bahkan menghentikan
sama sekali kontak dengan dunia internasional yang dianggap akan membahayakan
kedaulatan dan otonomi dalam pengambilan kebijakannya. Dalam bidang ekonomi, kasus
Kuba dan Korea Utara adalah contoh ekstrim ketika mereka mengambil jalan isolasi.
Dalam isu non-ekonomi, seperti hak asasi manusia (HAM) dan demokratisasi, sejumlah
negara membuat kebijakan yang membatasi warganya terhadap akses informasi atau
partisipasi politik guna mencegah intervensi nilai-nilai global.
Strategi kedua adalah pengakuan timbal balik (mutual recognition). Strategi ini masih
menyisakan keputusan atau kebijakan politik sebagai otoritas negara, akan tetapi
menyerahkan proses integrasi ekonomi domestik ke dalam pasar internasional ditentukan
oleh kekuatan pasar. Negara berusaha menciptakan kebijakan yang sesuai dengan
keinginan pasar dan bekerjasama dengan negara lain dalam bentuk konsultasi yang tidak
mengikat.
Strategi ketiga adalah koordinasi. Strategi ini menekankan pada pentingnya
kerjasama antar-negara agar kebijakan nasional masing-masing bisa saling bersesuaian.
Tujuannya menghindarkan pay-off yang tidak diinginkan bersama. Strategi ini mendorong
negara untuk aktif dalam berbagai perundingan internasional yang berupaya membentuk
institusi-institusi internasional dalam isu-isu tertentu. Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
4
Strategi keempat: adalah harmonisasi eksplisit (explicit harmonization) atau
kolaborasi. Dalam strategi ini negara rnenerima adanya joint-adjustment dalam kebijakan
nasionalnya. Di sini berlaku juga proses monitoring yang dilakukan oleh institusi
internasional untuk menjamin adanya kepatuhan terhadap setiap kesepakatan yang
berlaku. Ini berlaku secara substantif maupun prosedural. Kebijakan Negara yang
menyesuaikan berbagai kesepakatan dalam bidang investasi internasional di Negara-negara
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) seperti termuat dalam MAI
(Multilateral Agreement on Investment) adalah contoh penerapan kebijakan ini.
Strategi kelima adalah federalist mutual governance. Strategi ini mendorong negara
untuk menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada institusi internasional dengan
membentuk suatu organ supra-negara. Uni Eropa dalam batas-batas tertentu adalah
contoh sebuah istitusi internasional yang memiliki organ-organ supra-negara untuk
mengatur bidang-bidang tertentu. Salah satunya adalah rejim moneter yang menerbitkan
dan mengatur peredaran mata uang Euro di negara-negara anggotanya.
Terakhir, pada level individual atau masyarakat, kita bisa mengadopsi strategi yang
ditawarkan oleh Brechen & Costello (1994) yang mereka sebut sebagai ‘Strategi Liliput’.
Strategi ini menekankan pada aksi non-negara atau non-pemerintah yang bisa dilakukan
oleh para aktivis masyarakat, buruh, akademisi, pengusaha, partai politik, atau bahkan
aparat negara yang concern terhadap proses globalisasi yang merugikan banyak kalangan
masyarakat. Inilah guidelines-nya :
1. Linking self-interest with common interest
2. Linking the global to the local
3. Linking North and South
4. Linking constituences across borders
5. Linking particular interest with wider
commonalities
6. Linking issues and constituencies
7. linking the threatened with the marginalized
8. Linking different power sources
9. Linking struggle against targeted institutions
10. Linking resistance with institutional change
I 1. Linking economic issues and democratization Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
5
Riza Noer Arfani. Alumnus Hl UGM tahun 1992. Semasa mahasiswa pernah aktif di
Jama'ah Musholla Fisipol (JMF). Meraih gelar MA dari Syracuse University, USA, pada
tahun 1996. Sekarang dosen tetap merangkap sebagai sekretaris Jurusan Hl UGM. Aktif
juga di Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK). Tulisannya banyak dimuat di
beberapa surat kabar dan Jurnal llmiah. Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
6
K KA AP PI IT TA AL LI IS SM ME E & & N NE EO OL LI IB BE ER RA AL LI IS SM ME E
Sebuah Tinjauan Singkat3
Oleh: Eko Prasetyo
Keberatan terbesar kalangan mahasiswa terhadap pemotongan subsidi ditengarai
karena kebijakan yang ada di balik itu didasarkan pada kepatuhan atas ajaran yang tertuang
dalam ideologi neo-liberalisme. Yang terpokok dari ideologi neo-liberalisme adalah
dikarantinanya peran sosial negara dan menjadikan pasar bebas sebagai kiblat dari semua
transaksi ekonomi. Kedua kecenderungan ini membawa akibat serius bagi kehidupan
mayoritas rakyat yang masih berada dalam krisis. Segala kritik yang ditumpahkan oleh
sejumlah aktivis tidak mengurangi keyakinan penguasa untuk tetap menerapkan ideologi
neo-liberalisme dalam berbagai proyek pembangunan. Kerasnya suara perlawanan di
tingkat akar rumput ini telah memperluas wacana ideologi neo-liberalisme pada semua
komunitas masyarakat sipil. Aksi penentangan yang tidak percuma mengingat saat ini,
banyak kalangan mulai kembali menelaah, apa sesungguhnya yang ada di balik ideologi
neo-liberalisme dan bagaimana kiprahnya. Sejarah tentang pergerakan modal tak lagi
ditatap sebagai soal ekonomi semata akan tetapi juga ditinjau dari sudut politik, sosial
bahkan persentuhannya dengan keyakinan agama. Dinamika konflik antara modal dengan
negara saat ini menemukan babak baru dan melaluinya beberapa teori perubahan sosial
kini dirumuskan.
Dalam paparannya, Anthony Giddens menyatakan kalau modernitas disangga oleh
kekuatan kapitalisme, negara bangsa, organisasi militer dan industrialisasi. Kapitalisme
merujuk pada sejumlah prinsip struktural yang mendasari praktik akumulasi modal dalam
konteks pasar produksi dan tenaga kerja yang kompetitif. Sedang negara-bangsa menunjuk
pada prinsip struktural yang mengoordinasi praktik kontrol atas informasi, supervisi sosial
dan pemata-mataan. Lalu militerisme menyangkut prinsip struktural yang mendasari
praktik pengontrolan atas alat-alat kekerasan dalam konteks industrialisasi perang.
Akhirnya industrialisme menyangkut prinsip struktural yang mendasari praktik-praktik
yang bertujuan untuk mengubah alam atau pembangunan lingkungan non alami
4.
3
Disampaikan untuk PubDisc (Public Discussion) SCIENCES,19 April 2003
4
Lih B Herry Priyono, Anthony Giddens, Suatu Pengantar, KPG, 2003
Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
7
Keempatnya merupakan tulang punggung yang menghamba pada modernitas dan darinya
proses transformasi sosial masyarakat bekerja. Dalam konteks perbincangan kali ini,
kapitalisme kiranya menjadi sistem yang berkait-erat dengan proses berjalin-kelindanya
modal. Kapitalisme membawa dunia pada sistem perekonomian yang tunduk pada norma
serta aturan pasar. Terobosan kapitalisme adalah membentuk sistem pasar yang
hegemonik dimana kekuasaan privat juga memiliki kemampuan untuk mencipta pengaruh
pada kawasan publik. Mengapa kekuatan kapitalisme bisa sejauh itu dampaknya?
Adam Smith adalah peletak dasar pemikiran kapitalisme yang menjelaskan
bekerjanya mekanisme hukum pasar atas dasar dorongan kepentingan-kepentingan pribadi
karena kompetisi dan kekuatan individualisme dalam menciptakan keteraturan ekonomi
5.
Melaluinya, kapitalisme melakukan klasifikasi antara nilai guna dengan nilai tukar yang ada
pada setiap komoditi. Ukuran riil dari nilai tukar komoditi, harus dilihat dari kondisi
pertukaran, dimana 'ukuran riil' dari nilai komoditi adalah kuantitas dari kerja yang berada
dalam barang-barang lain yang dapat dipertukarkan di pasar. Tokoh berikutnya yang
penting adalah David Ricardo, yang melakukan kritik terhadap Adam Smith, terutama
yang berkaitan dengan nilai komoditi. Menurutnya, nilai komoditi terdapat pada kerja
manusia berikut bahan-bahan mentah dan alat-alat kerja. Ricardo menemukan bahwa
komoditi yang dijual pada harganya, kira-kira akan setara dengan jumlah kerja yang
diperlukan untuk memproduksinnya. Asumsinya satu-satunya nilai tukar, berawal dari
jumlah kerja yang digunakan untuk memproduksi, Karenanya dari Ricardo-lah sifat parasit
dari seluruh pendapatan yang tidak diperoleh dari kerja terbongkar, sebab darinya, kelak
akan ditemukan apa yang dinamai dengan nilai lebih dan kerja lebih.
Kedua ilmuwan ini menjadi peletak dasar bagi ideologi kapitalisme awal dan
mereka hidup pada masa transisi dari ekonomi subsisten menuju pada sistem ekonomi
pasar, yang mengandalkan pada laba. Sejumlah ilmuwan kemudian memberikan
pendasaran historis tentang masa peralihan ke kapitalisme ini dengan ditandai oleh
sejumlah indikator: pertama meningkatnya output pertanian yang bersamaan dengan
pemisahan petani-petani dari tanahnya, kedua pertumbuhan produksi komoditi dan
5
Kalimat yang populer dari Adam Smith "Bukanlah dari kemurahan hati tukang daging, tukang bir atau tukang rot/', kita mengharapkan
mendapat makanan; melainkan dari penghargaan mereka atas kepentingan din mereka masing-masing. Kita camkan dalam din kita, bahwa
bukanlah dari rasa kemanusiaan, melainkan dan rasa cinta terhadap diri-sendiri; dan tak akan kita berbicara pada mereka mengenai
kebutuhan-kebutuhan kita bersama, melainkan atas dasar laba yang bisa mereka rain' Lih Bonnie Setiawan, Peralihan Kapitalisme Di Dunia
Ketiga, Insist Press, 1999 Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
8
pembagian kerja, ketiga akumulasi modal oleh pedagang dan petani kaya. Paul Baran
menyatakan bahwa kapitalisme terbentuk ketika terjadi akumulasi modal dalam bentuk
modal dagang yang kemudian menjadi dasar ekspansi Eropa dimana negara memberikan
dukungan terhadap kompetisi. Dengan demikian, Baran melihat perkembangan
kapitalisme sebagai perkembangan di satu wilayah dengan mengorbankan wilayah-wilayah
lainnya. Baran berjasa dalam meletakkan dasar-dasar eksploitasi kapitalisme yang
dilanjutkan oleh sejumlah teoritisi neo marxis yang menjelaskan tentang bagaimana
ekspansi kolonial ini telah membawa ketergantungan pada sejumlah negara. Ekspansi
kolonial ini juga memperkenalkan kemajuan dari organisasi militer, yang oleh Amartya
Sein, telah membawa pada dua tingkat; pertama karakter massal tuntutan militer telah
merangsang rasionalisasi proses produksi dan kedua tentara itu sendiri merupakan model
bagi organisasi industri dan organisasi sosial.
Tapi Perang Dunia II telah mendorong upaya untuk penyusunan kembali
pemikiran ekonomi yang kemudian melahirkan ekonomi pembangunan, Gunnar Myrdal
menyatakan gagasan pembangunan ini dilatarbelakangi oleh: pertama likuidasi kekuasaan
struktur kolonial yang cepat, kedua adanya harapan akan perkembangan di negara-negara
terbelakang itu sendiri, ketiga ketegangan internasional, yang memuncak pada perang
dingin, yang membuat nasib negara-negara terbelakang menjadi keprihatinan kebijakan
luar negeri.
6 Pasca Perang Dunia II ini telah membawa upaya beberapa negara, terutama
Amerika, untuk memimpin proses rekonstruksi. Instrumen untuk ini ada dalam program
besar-besaran yang dinamai dengan Marshal Aid yang bertujuan ganda, pertama untuk
menjalankan ekonomi dunia (menurut sistem Bretton Woods) dan menahan laju
komunisme. Paling tidak, ada tiga pilar di balik pemunculan teori pembangunan, yakni;
pertumbuhan, perencanaan dan bantuan. Dalam pengertian Gramscian, tatanan dunia
pasca perang -yang memunculkan gagasan pembangunan- ini sangat hegemonik.
Mengingat, pertama secara gemilang AS berhasil mendifinisikan kepentingan korporasi
ekonominya dalam sebuah kerangka global dan bersedia memikul beban kepemimpinan.
Kedua kepemimpinan AS atas sekutu-sekutu Eropa tidak semata-mata dibangun di atas
dominasi ekonomi, politik atau keunggulan militer, tetapi lebih didasarkan pada
konvergensi kepentingan dan sikap elite di negara-negara itu, dan semakin meningkatnya
penerimaan visi internationalis liberal AS mengenai ekonomi dunia yang terbuka yang
6
Lih Bjorn Hettne, Teori Pembangunan dan Tiga Dunia, Gramedia, 2001 Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
9
dirancang menguntungkan para pesertanya, meski tidak seimbang7.
Tapi, proyek ini ternyata membawa kegagalan serius, sebagaimana yang dinyatakan
oleh berbagai kalangan, pertumbuhan dengan tanpa pembangunan tetapi dengan
kemiskinan. 1-1 Cheners menyatakan "sekarang jelas bahwa lebih dari satu dekade,
pertumbuhan yang pesat di negara-negara terbelakang menghasilkan sedikit sekali
keuntungan bagi sekitar sepertiga penduduknya". Yang lebih berbahaya dampak dari
adopsi kebijakan pembangunan adalah timbunan hutang yang ada di negara-negara
berkembang. Karenanya, diperlukan sebuah strategi baru, yang kemudian dikenal dengan
neo-liberalisme. Pada dasarnya neo-liberalisme adalah sebuah reaksi terhadap
membesarnya peran negara yang menyebabkan kehancuran sistem pasar. Jalan keluar yang
diusulkan oleh ideologi neo-liberalisme adalah melucuti peran negara dan mengembalikan
semua transaksi ekonomi ke dalam hukum pasar. Sehingga ketika Indonesia terjatuh pada
krisis, neo-liberalisme memberikan beberapa penjelasan tentang sebab-musabanya8.
Pertama krisis terjadi karena kebijakan makro yang diterapkan sehingga krisis dipandang
dalam konteks balance of payment (depresiasi uang, jatuhnya nilai tukar) kedua financial panic
yakni kepanikan nasabah Bank, ketiga Bubble Colaps atau model balon mengempis karena
prilaku para spekulator, keempat moral hazarrd cyrisis terhadap institusi perbankan dan
terakhir disoderly workout yakni kekacauan terjadi ketika peminjam tidak lancar
memprovokasi kreditor untuk berlomba dan memaksa likuiditas.
Itu sebabnya kehadiran IMF menjadi diperlukan terutama ketika banyak negara
tidak mampu membayar hutangnya kembali. Semula Meksiko yang gagal membayar
hutangnya yang jatuh tempo pada tahun 1982. IMF, pada saat Meksiko mengalami
masalah, diperlukan untuk membantu menyelamatkan neraca pembayaran dan mengatur
perundingan restrukturisasi utang dengan kalangan Perbankan International. Perannya
menjadi kian penting saat Asia memasuki krisis terberatnya pada dekade 1997 dimana
IMF mencoba ikut memecahkan. Salah satu program IMF yang populer dinamakan
dengan SAP {Structural Adjusment Program) yang didasarkan atas keyakinan bahwa sektor
swasta lebih efektif, dinamis dan bereaksi lebih baik terhadap ekonomi pasar daripada
7
Lih Muhadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga, Pustaka Pelajar,
1999
6
Lih Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan 6' Globalisasi, Insist Press dan Pustaka Pelajar, 2001
Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
10
sektor pemerintah. Karenanya IMF selalu mendorong setiap negara untuk berintegrasi
dalam pasar dunia melalui beberapa kebijakan, diantaranya9: pertama menurunkan nilai
tukar mata uangnya agar lebih kompetitif, kedua mengurangi hambatan-hambatan
perdagangan sehingga mendorong industri lokal lebih kompetitif dalam menghadapi
produk impor yang lebih murah, ketiga memberikan insentif ekspor seperti keringanan
pajak dan subsidi keuangan, keempat merangsang investasi asing dengan menciptakan
wilayah perdagangan bebas atau memberikan pembebasan pajak. Di samping sejumlah
program ini juga ada sejumlah bantuan yang berada di bawah program-program IMF yang
tetap konsisten dengan paradigma utamanya, yakni mencebur dalam mekanisme pasar
bebas.
Peran IMF yang terpenting adalah melakukan liberalisasi finansial dan ini
sepenuhnya mendapat dukungan penuh Amerika. Bill Clinton yang menetapkan ekonomi
sebagai fokus kebijakan luar negerinya membentuk Dewan Ekonomi Nasional yang
kedudukannya setara dengan Dewan Keamanan. Liberalisasi Finansial yang dipaksakan
pada semua negara tentu memiliki efek yang membahayakan. Apalagi ketika kebijakan
Liberalisasi Keuangan ini mendapat dukungan besar dari NATO, yang memiliki tujuan
untuk menyebar-luaskan keamanan dan stabilitas yang dinikmati Eropa Barat sejak Perang
Dunia II ke Eropa Tengah dan Timur. Penyebarluasan tersebut akan menciptakan
prospek yang bagus untuk menarik investasi. Bahkan Cohen menyatakan, strategi
pemerintah untuk menentang “kekerasan dan instabilitas-instabilitas yang membahayakan
nyawa manusia dan pasar”.10 Tentu kebijakan ini sudah tentu akan membawa dampak
yang muram, terutama ketika dikaitkan dengan pendapat yang dikemukakan pertama kali
oleh, John Maynard Keynes. Dikatakan, liberalisasi kapital akan merampas kemampuan
negara untuk melaksanakan kebijakan ekonomi yang independen. Keynes selalu
menganggap pasar itu sesungguhnya bersifat irasional. Tetapi, nampaknya Amerika
bersikukuh untuk tetap menyakini akan liberalisasi pasar. Dalam laporan sub-komite senat
dikatakan, teologi yang menggerakkan sistem ini adalah keyakinan tak tergoyahkan
terhadap pergerakan modal bebas tanpa batasan atau regulasi. Tujuan kebijakan AS adalah
untuk memastikan keamanan dan mobilitas modal. Sebuah keyakinan yang mesin
utamanya adalah IMF dan kekuasaan otoriter ini tentu memiliki, sejumlah kelemahan-
9
Carol Welch, Panduan Mengenai IMF, INFID Jakarta
10
William K Tabb, Tabir Politik Globalisasi, 2003, Lafadi, Yogyakarta Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
11
kelemahan serius.
Tentu ada sejumlah kelemahan-kelemahan yang ada dalam IMF saat menjalankan
programnya. Kritikan utama yang selalu muncul adalah cara kerja IMF yang sangat
tertutup dan andaikan ada informasi maka itupun informasi yang sangat sepele. Kritik lain
adalah tidak adanya akuntabilitas dan evaluasi terhadap sejumlah program IMF. Apalagi
IMF selalu mengaku sebagai lembaga antar pemerintah sehingga tidak merasa perlu
bertanggung jawab kepada publik. Akuntabilitas dan evaluasi tidak terjadi karena IMF
selalu menghindar berurusan dengan wakil pemerintah dari kalangan yang lebih luas,
dengan berdalih pada artikel V statuta-nya, yang menyatakan bahwa kementrian keuangan
dan para pejabat Bank Sentral adalah pihak yang memiliki hubungan langsung dengan
IMF. Di sisi lain pendekatan IMF terhadap persoalan tenaga kerja benar-benar mengacu
pada pasar, fleksibilitas tenaga kerja akan memberi rangsangan bagi bisnis dan penanaman
modal yang pasti akan mendorong kenaikan upah maupun perubahan iklim kerja jika
negara terus berkembang. Dampak pendekatan ini yang menyolok adalah melejitnya angka
pengangguran. Selain itu juga yang tak kalah hebohnya, perhatian IMF pada perdagangan
bebas dan pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan ekspor telah 'berhasil' merusak
lingkungan. Mengingat sejumlah kelemahan-kelemahan diatas itu pulalah maka ada kritik
bahkan tuntutan untuk membubarkan saja institusi ini.
Tuntutan yang makin mengeras ini telah mengetuk Washington untuk kembali
memikirkan strategi penaklukan sejumlah gerakan oposisi. Diantara taktik yang diterapkan
adalah11 (1) Washington berusaha memecah-belah oposisi anti diktator dengan mendanai
dan mengatur kelompok borjuis liberal sambil mengisolir dan mendemobilisasi gerakan-
gerakan kerakyatan sayap kiri (2) Washington mengkampanyekan transisi hasil negoisasi
antara liberal borjuis dan militer yang akan mempertahankan kekuatan bersenjata,
memperkuat kebijakan-kebijakan "pasar bebas" dan memperkenalkan pemilihan umum.
Kemunculan sejumlah ornop yang menggerakkan agenda demokratisasi sebenarnya
dilandasi oleh motif itu, karenanya beberapa kalangan mulai menggulirkan beberapa kritik,
yang berkisar pada; pertama ornop telah menjadi tempat berteduh yang nyaman bagi
sejumlah intelektual yang ingin 'bertahan hidup', kedua kegiatan ornop telah menjadi
komoditas yang berorientasi semata-mata pada proyek yang bisa 'dijual', ketiga ornop
menjadi lowongan kerja tersendiri yang memiliki potensi untuk menampung tenaga kerja.
11
Lih James Petras dan Heltmeyer, Imperialisme Abad 21, Kreasi Wacana, 2002 Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
12
Ringkasnya, gerakan ornop telah menjadi kekuatan proyek dan lama-kelamaan memang
tidak lagi berorientasi gerakan. Dalam kaitan inilah, proyek neo-liberalisme ditegakkan, di
tengah lesunya gerakan kerakyatan dan buasnya kekuatan swasta yang hendak
menggantikan kuasa dari pemerintah.
Dengan mempertimbangkan itu semua, kiranya ada fungsi dan mandat yang bisa
dilakukan oleh LDK (Lembaga Dakwah Kampus). Pertama yang teramat penting adalah
mendorong kesadaran kritis mengenai apa itu kapitalisme. LDK harus mampu untuk
menjelaskan dalam bahasa yang komunikatif pada publik mengenai apa itu kapitalisme,
mengingat ancaman yang dibawanya sekaligus korban yang berjatuhan akibat penerapan
ideologi ini. Kalau perlu 'motif’ penghancuran dari sistem ekonomi yang kapitalistik ini
dibaca dalam konteks semangat moral. Tujuannya sederhana, agar persoalan kapitalisme
ini tidak melulu dihadapi sebagai soal ekonomi melainkan juga pada tataran nilai. Kedua
tak kalah pentingnya adalah mulai merintis jaringan bukan lagi berdasarkan atas 'kesamaan
iman' saja melainkan juga atas basis kesamaan pada persoalan sosial. LDK perlu lebih
mengintensifkan hubungan dengan berbagai kekuatan anti kapitalisme yang mungkin
dapat menyediakan sejumlah data, informasi bahkan wacana mengenai kapitalisme ini.
Jaringan ini menjadi mudah saat ini, terutama dengan berkembang-luasnya gerakan anti
kapitalisme belakangan ini. Di samping itu yang tak kalah pentingnya adalah mengaktifkan
kembali kegiatan advokasi, yang tidak semata-mata dipandang sebagai kegiatan sekuler,
melainkan kegiatan pembelaan terhadap kaum yang dianiaya. Usaha untuk ini perlu
ditempuh mengingat krisis yang berpekepanjangan ini, tak lagi bisa dilihat sebagai
ancaman sosial melainkan juga ancaman akan runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan.
Berangkat dari sana nampaknya, orientasi LDK yang selalu mendorong pembentukan
komunitas atau masyarakat yang berakhlak mulia perlu ditambah dengan mandat,
penciptaan masyarakat yang adil dan egaliter. Cita-cita ideal yang kini sedang dirusak oleh
sistem Kapitalisme maupun oleh sistem globalisasi.
*********
Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004
Copyright © 2004 Riza Noer Arfani
13
Eko Prasetyo, adalah alumnus Fakultas Hukum Ull tahun 1997, kemudian melanjutkan
studi S2 di fakultas dan umversitas yang sama, namun tidak selesai. Mengawali "karir"
dengan menjadi guru TPA di Kota Gede dan pernah jadi kepala sekolah TPA di kampung
Pujokusuman Yogyakarta. Pernah menjadi bagian dan kepanitiaan ramadhan di Masjid
Syuhada Kota baru dalam Training Keluarga Sakinah. Selain aktif di Insist Press, Pusham
Ull dan redaksi tetap Jurnal Wacana, sempat juga menjadi anggota Tim Pembela Muslim
untuk advokasi hukum Laskar Jihad dan pernah menulis beberapa artikel untuk tabloid
Laskar Jihad. Beberapa tulisannya dalam bentuk buku telah diterbitkan antara lain: HAM:
Kejahatan Negara dan Imperialisme Modal (2001), Islam Kiri Melawan Kapitalisme Modal: dari
Wacana Menuju Gerakan (2002), dan Membela Agama Tuhan: Potret Gerakan Islam dalam
Pusaran Konflik Global (2003). Pengalaman lainnya yang menarik adalah pernah menjadi
produser untuk sebuah film dokumenter tentang Polisi DIY dan Masyarakat Transisi.
Aktivitas di rumahnya yang terletak di desa Lemwulung di wilayah Bangun Tapan, BantuI,
antara lain membaca novel roman, membaca puisi dan mengasuh anak bersama istri
tercinta.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as