BARAT, ISLAM DAN MAIYAH (OTOKRITIK)
Dapat dipastikan kalau kita pergi ke negara maju/barat
(Amerika, australia dsb), maka decak kagum langsung
terekpresikan melihat keteraturan hidup yang ada, keteraturan
lalu lintasnya, ketertiban antrian orang-orangnya dan
seterusnya. Sebuah kekaguman yang wajar, ketika kita hidup
pada masyarakat dimana penyakit korupsi meraja-lela, kehidupan
yang serba semrawut dimana kebersihan kurang terjaga dengan
baik, dan sebagainya, lalu kita melihat atau merasakan hidup
pada sebuah negara maju yang kondisinya bertolak belakang
dengan kondisi tersebut. Hanya saja sebagian besar dari kita, kalau
tidak mau dikatakan hampir semua (dari para intelektual Islam sampai
para ustad dan kyai), yang pernah tinggal / berkunjung ke negara
tersebut menyebut inilah kehidupan yang Islami. Sebuah kesimpulan yang
sungguh sangat tergesa-gesa, memandang tatanan kehidupan
sebuah masyarakat hanya dari bagian kecil kehidupan mereka.
Sifat-sifat jujur, kebersihan dan lain-lain adalah nilai-nilai
universal dimana agama lainpun mengajarkan sifat-sifat tersebut. Maka
ketika kita melihat individu non islam melakukan sifat-sifat tersebut
kemudian kita mengatakan bahwa itu islami, jika individu bukan muslim
mendengar klaim tersebut, dapat dipastikan individu tersebut tidak
menerima, karena nilai tersebut tidak hanya dimiliki oleh islam, dia
berhak mengklaim nilai tersebut berasal dari agamanya. Begitu juga kita
tidak bisa mengatakan bahwa Agama lain lebih jujur atau lebih bersih,
hanya dikarenakan individu yang beragama islam tidak melaksanakan sifat-
sifat tersebut. Seharusnyalah bila kita memandang sebuah sistem secara
menyeluruh, tidak hanya sebagian atau per kasus saja, ini baru dikatakan
obyektif. Suatu hari saya ngobrol dengan seorang calon doktor yang juga
intelektual muslim, tinggal di Australia. Teman tersebut mengutarakan
kekagumannya akan negeri ini dengan perlindungan terhadap wanita, dimana
kalau pria memandang wanita berlama-lama si wanita bisa menuntut dengan
alasan pelecehan seksual. Kemudian menganggap sistem ini lebih baik,
karena di negara yang mayoritas penduduknya muslim tidak menerapkan
hukum ini. Kalau kita mau sedikit berpikir jernih, maka kita bisa
melihat sistem tersebut tidak fair. Wanita dibiarkan berpakaian
sedemikian rupa hingga hampir telanjang (atau bahkan telanjang di
tempat-tempat tertentu) sehingga dapat menimbulkan rangsangan bagi pria,
tetapi di sisi lain pria dibatasi pandangan matanya untuk tidak melihat
hal-hal yang merangsang mata pria melihatnya, apakah ini dapat dikatakan
adil ?.
Marilah coba kita bandingkan dengan islam. Islam menyuruh kita untuk
menundukkan pandangan kita, islam mengajarkan pandangan pertama adalah
milikmu, selebihnya adalah milik setan. Di lain fihak, Islam menyuruh
wanita untuk menutup auratnya, untuk berpakaian yang tidak merangsang
pandangan mata laki-laki. Manakah yang dapat dikatakan lebih adil ?.
Akankah obyektif kalau kita katakan sistem yang ada di negara ini lebih
baik dari Islam, hanya karena individu di negara yang mayoritaspenduduknya Islam tidak menjalankan hukum-hukum yang ditetapkan oleh
Islam ?.
Contoh lain yang lebih konkrit, di Australia setiap hari kita bisa
mendengar dan melihat bagaimana sibuknya pemerintah ini untuk menangani
masalah yang dihadapi masyarakatnya yang berkaitan dengan alkohol dan
perjudian. Tetapi disisi lain perekomian di negara ini salah satunya
ditopang oleh hasil penjualan minuman keras dan perjudian, maka dengan
gamblang kita bisa melihat satu tindakan yang kontradiktif, dimana
disatu sisi ingin memperbaiki masyarakatnya untuk tidak kecanduan
alkohol dan judi, di sisi lainnya melegalkan kegiatan tersebut karena
mengandung manfaat bagi pemerintah. Bedakan dengan Islam yang jelas-
jelas mengharamkan segala bentuk kegiatan tersebut, baik pemakai maupun
penjualnya, meskipun ada sisi manfaat lain dalam kegiatan tersebut. Jadi
solusi Islam lebih jelas dan tidak berbelit. Kemudian kita juga dapat
melihat dengan gamblang bahwa kegiatan pelacuran ditawarkan dari rumah
ke rumah tanpa malu-malu lagi melalui iklan di koran dan televisi. Yang
lebih mengejutkan lagi ketika aktifis organisasi Islam menyebarkan
pamflet/brosur yang menyerukan agar pemerintah melarang segala bentuk
aktifitas homo seksual (gay & lesbian), kelompok gay & lesbian ganti
melaporkan ke pemerintah, keberadaan organisasi Islam tersebut sebaiknya
ditutup saja karena telah mengganggu keberadaan mereka yang telah
dijamin oleh undang-undang, dan organisasi Islam tersebut mendapat
peringatan keras atas nama DEMOKRASI ( sudah saatnya kita berfikir ulang
apakah demokrasi yang didasarkan pada suara mayoritas manusia terbanyak,
cocok dan baik untuk kemashlahatan kehidupan kaum muslim dunia dan
akhirat, yang seharusnya hanya menyandarkan suara tunggal - bukan
demokrasi - dari Allah Swt ) untuk tidak "ngutak-atik" keberadaan gay &
lesbian. Apakah semua ini dapat kita katakan lebih Islami hanya dengan
melihat beberapa fakta bahwa korupsi di negeri ini lebih sedikit
dibandingkan negeri yang mayoritas penduduknya muslim yang tidak
menerapkan hukum Islam ? ataupun fakta-fakta kecil lainnya yang telah
disebutkan di atas ?.
Dari contoh-contoh di atas, perilaku masyarakat barat baik yang
melahirkan sebuah kebaikan ataupun keburukan (tentu saja sangat relatif
kalau parameternya adalah kacamata manusia), dihasilkan oleh suatu
PRODUK HUKUM/SISTEM, bukan oleh produk akhlak masyarakatnya.
Kalau begitu apa dong yang menyebabkan terpuruknya negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, salah satunya Indonesia. Bukankah
akhlak mereka tidak sesuai dengan ajaran Islam, jadi biang bencana umat
ini adalah karena akhlaknya ?. Seorang aktifis dakwah Islam (tidak mau
disebut kyai apalagi ulama) yang juga seorang insinyur berasal dari
Jordan, yang telah berkunjung ke berbagai negara yang mayoritas muslim,
dan lama tingal di negeri barat (jerman dan australia), cukup jeli
menggambarkan akhlak orang barat dengan orang Islam. Dia mengatakan
sangatlah tidak adil menghakimi bahwa akhlak orang Islam jauh lebih
buruk dari orang barat tanpa melihat lingkungan yang membentuk mereka.
Di negara barat saat ini mungkin jarang ditemukan pencurian atau
penipuan (manusia barat lebih jujur), karena sistem di mana mereka hidupmenjamin kebutuhan minimal pokoknya telah terpenuhi, orang yang tidak
bekerja mendapatkan jaminan sosial karena dia tidak bekerja (serta
jaminan-jaminan lain bagi yang tidak mampu), sehingga orang tidak butuh
mencuri atau menipu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Bandingkan
dengan Indonesia misalnya, berapa juta manusia yang tidak bisa sekedar
memenuhi kehidupan pokoknya saja, maka kondisi demikian akan sangat
memungkinkan orang untuk bertindak kejahatan. Bukti yang bisa terlihat
gamblang adalah orang amerika yang telah terjamin kebutuhan minimal
hidupnya, tetapi ketika satu kota lampunya mati beberapa jam saja,
terjadi pencurian dan perampokan besar-besaran di banyak pertokoan yang
ada (bayangkan kalau orang amerika tidak dijamin kebutuhan pokok
hidupnya). Artinya apa ? Orang Amerika tidak mau mencuri atau merampok
bukan karena akhlaknya yang baik, tetapi karena takut kepada produk
hukum yang ada. Paling tidak orang Islam masih berbangga masih ada di
negara yang mayoritas penduduknya Islam pada waktu sholat jum'at tiba,
semua aktifitas perdagangan ditinggalkan, dan semua toko-toko
ditinggalkan tanpa penjagaan tanpa rasa khawatir sama sekali, dan ketika
pemilik toko kembali mendapatkan barang dagangannya masih utuh. Jangan
lupa pula orang-orang barat punya andil untuk memiskinkan penduduk
negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam, mau bukti ? nggak usah
jauh-jauh IMF dengan Indonesianya yang saat ini sedang diributkan, dan
masih banyak sederet fakta lainnya. Kalau begitu apa yang salah dengan
umat Islam ini dan manusia di dunia ini?. Tanpa menafikan fakta bahwa
memang akhlak umat Islam ini merosot drastis, yang terpenting dari semua
itu adalah tidak diterapkannya hukum-hukum Islam terhadap keseluruhan
umat manusia ( Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia). Umat Islam
memang beragama Islam tapi ideologi, pola pikirnya masih kapitalis,
masih menghalalkan gay & lesbian (lho koq ? -- lha ini kan produk
DEMOKRASI, sedang umat Islam kan lagi gandrung sama namanya DEMOKRASI,
kan nggak jauh beda dengan menghalalkan perjudian asal di pool di satu
tempat misalnya pulau seribu, atas dasar manfaat di bawah naungan
semangat demokrasi).
Kalau begitu apa yang salah dengan maiyah (koq dijadikan judul) ?. Ya,
tidak ada yang salah dengan maiyah. Maiyah adalah sebuah potensi besar,
sebuah potensi kebersamaan, bersama-sama bangkit membangun Indonesia
awalnya, lalu peradaban dunia akhirnya ( Islam nggak hanya untuk
Indonesia saja kan ?). Hanya kalau caranya cuma menunggu semua orang
Indonesia melingkar, apa iya bisa terwujud efektif. Kalau kita teladani
Rasullulah dan para sahabat, selain saling melingkar unsur yang
terpenting adalah kepemimpinan. Berbicara tentang kepemimpinan berarti
bicara tentang politik/siyasiah. Tentu saja politik dalam koridor
demokrasi adalah identik dengan perebutan kekuasaan, yang berarti pula
kekayaan, maka ketika orientasinya adalah perebutan kekuasaan yang
terjadi adalah munculnya trik-trik kotor (apakah ini cuma terjadi di
Indonesia, ya tentu saja tidak bahkan "bapak negara" demokrasi-pun punya
prestasi yang cukup banyak melahirkan trik-trik kotor). Mungkin sudah
saatnya maiyah mengajarkan politik dalam kacamata Islam. Politik dalam
Islam adalah berarti mengurusi semua kepentingan, kesejahteraan umat.
Maka tak heran ketika Islam berjaya seorang mukmin yang ditunjuk sebagai
khalifah langsung pingsan, dia memilih menjadi rakyat biasa saja, karenaterbayang betapa berat tanggung jawab yang harus dipikul, harus
mengurusi kepentingan, kesejahteraan berjuta umat, yang nanti harus
dipertanggung jawabkan di depan Allah. Lalu untuk itu dia harus rela
hidup pas-pasan, tapi efeknya adalah umat hidup sejahtera, bahkan sangat
kesulitan untuk mendistribusikan zakat, sehingga keluar aturan siapa
saja pemuda yang ingin menikah, semua biaya pernikahan ditanggung oleh
negara. Dan yang terpenting dari semua itu adalah, terciptanya tatanan
masyarakat yang bukan hanya berorientasi pada pemenuhan materi saja,
tetapi sebagai hamba-hamba yang patuh pada seluruh hukum-hukumNya, dunia
hanyalah sebagai efek samping atas nikmat yang diberikan karena
menjalankan hukum-hukumNya.
Benar apa yang diadopsi maiyah, sebaiknya biar Allah yang memilih
pemimpin umat. Tugas maiyah adalah menciptakan kondisi-kondisi agar
Allah berkenan memilihkan pemimpin untuk kita. Maka kalau kondisi-
kondisi itu masih di dasarkan pada suara terbanyak sebagai tolok ukur
kebenaran yang berarti demokrasi, bukan kondisi yang didasarkan pada
suara tunggal kacamata Allah sebagai tolok ukurnya, akankah Allah
berkenan memilihkan pemimpin yang "benar" untuk kita semua ?.
Wallahualam bi shawab !
Sydney, 27 Juni 2002
Dapat dipastikan kalau kita pergi ke negara maju/barat
(Amerika, australia dsb), maka decak kagum langsung
terekpresikan melihat keteraturan hidup yang ada, keteraturan
lalu lintasnya, ketertiban antrian orang-orangnya dan
seterusnya. Sebuah kekaguman yang wajar, ketika kita hidup
pada masyarakat dimana penyakit korupsi meraja-lela, kehidupan
yang serba semrawut dimana kebersihan kurang terjaga dengan
baik, dan sebagainya, lalu kita melihat atau merasakan hidup
pada sebuah negara maju yang kondisinya bertolak belakang
dengan kondisi tersebut. Hanya saja sebagian besar dari kita, kalau
tidak mau dikatakan hampir semua (dari para intelektual Islam sampai
para ustad dan kyai), yang pernah tinggal / berkunjung ke negara
tersebut menyebut inilah kehidupan yang Islami. Sebuah kesimpulan yang
sungguh sangat tergesa-gesa, memandang tatanan kehidupan
sebuah masyarakat hanya dari bagian kecil kehidupan mereka.
Sifat-sifat jujur, kebersihan dan lain-lain adalah nilai-nilai
universal dimana agama lainpun mengajarkan sifat-sifat tersebut. Maka
ketika kita melihat individu non islam melakukan sifat-sifat tersebut
kemudian kita mengatakan bahwa itu islami, jika individu bukan muslim
mendengar klaim tersebut, dapat dipastikan individu tersebut tidak
menerima, karena nilai tersebut tidak hanya dimiliki oleh islam, dia
berhak mengklaim nilai tersebut berasal dari agamanya. Begitu juga kita
tidak bisa mengatakan bahwa Agama lain lebih jujur atau lebih bersih,
hanya dikarenakan individu yang beragama islam tidak melaksanakan sifat-
sifat tersebut. Seharusnyalah bila kita memandang sebuah sistem secara
menyeluruh, tidak hanya sebagian atau per kasus saja, ini baru dikatakan
obyektif. Suatu hari saya ngobrol dengan seorang calon doktor yang juga
intelektual muslim, tinggal di Australia. Teman tersebut mengutarakan
kekagumannya akan negeri ini dengan perlindungan terhadap wanita, dimana
kalau pria memandang wanita berlama-lama si wanita bisa menuntut dengan
alasan pelecehan seksual. Kemudian menganggap sistem ini lebih baik,
karena di negara yang mayoritas penduduknya muslim tidak menerapkan
hukum ini. Kalau kita mau sedikit berpikir jernih, maka kita bisa
melihat sistem tersebut tidak fair. Wanita dibiarkan berpakaian
sedemikian rupa hingga hampir telanjang (atau bahkan telanjang di
tempat-tempat tertentu) sehingga dapat menimbulkan rangsangan bagi pria,
tetapi di sisi lain pria dibatasi pandangan matanya untuk tidak melihat
hal-hal yang merangsang mata pria melihatnya, apakah ini dapat dikatakan
adil ?.
Marilah coba kita bandingkan dengan islam. Islam menyuruh kita untuk
menundukkan pandangan kita, islam mengajarkan pandangan pertama adalah
milikmu, selebihnya adalah milik setan. Di lain fihak, Islam menyuruh
wanita untuk menutup auratnya, untuk berpakaian yang tidak merangsang
pandangan mata laki-laki. Manakah yang dapat dikatakan lebih adil ?.
Akankah obyektif kalau kita katakan sistem yang ada di negara ini lebih
baik dari Islam, hanya karena individu di negara yang mayoritaspenduduknya Islam tidak menjalankan hukum-hukum yang ditetapkan oleh
Islam ?.
Contoh lain yang lebih konkrit, di Australia setiap hari kita bisa
mendengar dan melihat bagaimana sibuknya pemerintah ini untuk menangani
masalah yang dihadapi masyarakatnya yang berkaitan dengan alkohol dan
perjudian. Tetapi disisi lain perekomian di negara ini salah satunya
ditopang oleh hasil penjualan minuman keras dan perjudian, maka dengan
gamblang kita bisa melihat satu tindakan yang kontradiktif, dimana
disatu sisi ingin memperbaiki masyarakatnya untuk tidak kecanduan
alkohol dan judi, di sisi lainnya melegalkan kegiatan tersebut karena
mengandung manfaat bagi pemerintah. Bedakan dengan Islam yang jelas-
jelas mengharamkan segala bentuk kegiatan tersebut, baik pemakai maupun
penjualnya, meskipun ada sisi manfaat lain dalam kegiatan tersebut. Jadi
solusi Islam lebih jelas dan tidak berbelit. Kemudian kita juga dapat
melihat dengan gamblang bahwa kegiatan pelacuran ditawarkan dari rumah
ke rumah tanpa malu-malu lagi melalui iklan di koran dan televisi. Yang
lebih mengejutkan lagi ketika aktifis organisasi Islam menyebarkan
pamflet/brosur yang menyerukan agar pemerintah melarang segala bentuk
aktifitas homo seksual (gay & lesbian), kelompok gay & lesbian ganti
melaporkan ke pemerintah, keberadaan organisasi Islam tersebut sebaiknya
ditutup saja karena telah mengganggu keberadaan mereka yang telah
dijamin oleh undang-undang, dan organisasi Islam tersebut mendapat
peringatan keras atas nama DEMOKRASI ( sudah saatnya kita berfikir ulang
apakah demokrasi yang didasarkan pada suara mayoritas manusia terbanyak,
cocok dan baik untuk kemashlahatan kehidupan kaum muslim dunia dan
akhirat, yang seharusnya hanya menyandarkan suara tunggal - bukan
demokrasi - dari Allah Swt ) untuk tidak "ngutak-atik" keberadaan gay &
lesbian. Apakah semua ini dapat kita katakan lebih Islami hanya dengan
melihat beberapa fakta bahwa korupsi di negeri ini lebih sedikit
dibandingkan negeri yang mayoritas penduduknya muslim yang tidak
menerapkan hukum Islam ? ataupun fakta-fakta kecil lainnya yang telah
disebutkan di atas ?.
Dari contoh-contoh di atas, perilaku masyarakat barat baik yang
melahirkan sebuah kebaikan ataupun keburukan (tentu saja sangat relatif
kalau parameternya adalah kacamata manusia), dihasilkan oleh suatu
PRODUK HUKUM/SISTEM, bukan oleh produk akhlak masyarakatnya.
Kalau begitu apa dong yang menyebabkan terpuruknya negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, salah satunya Indonesia. Bukankah
akhlak mereka tidak sesuai dengan ajaran Islam, jadi biang bencana umat
ini adalah karena akhlaknya ?. Seorang aktifis dakwah Islam (tidak mau
disebut kyai apalagi ulama) yang juga seorang insinyur berasal dari
Jordan, yang telah berkunjung ke berbagai negara yang mayoritas muslim,
dan lama tingal di negeri barat (jerman dan australia), cukup jeli
menggambarkan akhlak orang barat dengan orang Islam. Dia mengatakan
sangatlah tidak adil menghakimi bahwa akhlak orang Islam jauh lebih
buruk dari orang barat tanpa melihat lingkungan yang membentuk mereka.
Di negara barat saat ini mungkin jarang ditemukan pencurian atau
penipuan (manusia barat lebih jujur), karena sistem di mana mereka hidupmenjamin kebutuhan minimal pokoknya telah terpenuhi, orang yang tidak
bekerja mendapatkan jaminan sosial karena dia tidak bekerja (serta
jaminan-jaminan lain bagi yang tidak mampu), sehingga orang tidak butuh
mencuri atau menipu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Bandingkan
dengan Indonesia misalnya, berapa juta manusia yang tidak bisa sekedar
memenuhi kehidupan pokoknya saja, maka kondisi demikian akan sangat
memungkinkan orang untuk bertindak kejahatan. Bukti yang bisa terlihat
gamblang adalah orang amerika yang telah terjamin kebutuhan minimal
hidupnya, tetapi ketika satu kota lampunya mati beberapa jam saja,
terjadi pencurian dan perampokan besar-besaran di banyak pertokoan yang
ada (bayangkan kalau orang amerika tidak dijamin kebutuhan pokok
hidupnya). Artinya apa ? Orang Amerika tidak mau mencuri atau merampok
bukan karena akhlaknya yang baik, tetapi karena takut kepada produk
hukum yang ada. Paling tidak orang Islam masih berbangga masih ada di
negara yang mayoritas penduduknya Islam pada waktu sholat jum'at tiba,
semua aktifitas perdagangan ditinggalkan, dan semua toko-toko
ditinggalkan tanpa penjagaan tanpa rasa khawatir sama sekali, dan ketika
pemilik toko kembali mendapatkan barang dagangannya masih utuh. Jangan
lupa pula orang-orang barat punya andil untuk memiskinkan penduduk
negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam, mau bukti ? nggak usah
jauh-jauh IMF dengan Indonesianya yang saat ini sedang diributkan, dan
masih banyak sederet fakta lainnya. Kalau begitu apa yang salah dengan
umat Islam ini dan manusia di dunia ini?. Tanpa menafikan fakta bahwa
memang akhlak umat Islam ini merosot drastis, yang terpenting dari semua
itu adalah tidak diterapkannya hukum-hukum Islam terhadap keseluruhan
umat manusia ( Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia). Umat Islam
memang beragama Islam tapi ideologi, pola pikirnya masih kapitalis,
masih menghalalkan gay & lesbian (lho koq ? -- lha ini kan produk
DEMOKRASI, sedang umat Islam kan lagi gandrung sama namanya DEMOKRASI,
kan nggak jauh beda dengan menghalalkan perjudian asal di pool di satu
tempat misalnya pulau seribu, atas dasar manfaat di bawah naungan
semangat demokrasi).
Kalau begitu apa yang salah dengan maiyah (koq dijadikan judul) ?. Ya,
tidak ada yang salah dengan maiyah. Maiyah adalah sebuah potensi besar,
sebuah potensi kebersamaan, bersama-sama bangkit membangun Indonesia
awalnya, lalu peradaban dunia akhirnya ( Islam nggak hanya untuk
Indonesia saja kan ?). Hanya kalau caranya cuma menunggu semua orang
Indonesia melingkar, apa iya bisa terwujud efektif. Kalau kita teladani
Rasullulah dan para sahabat, selain saling melingkar unsur yang
terpenting adalah kepemimpinan. Berbicara tentang kepemimpinan berarti
bicara tentang politik/siyasiah. Tentu saja politik dalam koridor
demokrasi adalah identik dengan perebutan kekuasaan, yang berarti pula
kekayaan, maka ketika orientasinya adalah perebutan kekuasaan yang
terjadi adalah munculnya trik-trik kotor (apakah ini cuma terjadi di
Indonesia, ya tentu saja tidak bahkan "bapak negara" demokrasi-pun punya
prestasi yang cukup banyak melahirkan trik-trik kotor). Mungkin sudah
saatnya maiyah mengajarkan politik dalam kacamata Islam. Politik dalam
Islam adalah berarti mengurusi semua kepentingan, kesejahteraan umat.
Maka tak heran ketika Islam berjaya seorang mukmin yang ditunjuk sebagai
khalifah langsung pingsan, dia memilih menjadi rakyat biasa saja, karenaterbayang betapa berat tanggung jawab yang harus dipikul, harus
mengurusi kepentingan, kesejahteraan berjuta umat, yang nanti harus
dipertanggung jawabkan di depan Allah. Lalu untuk itu dia harus rela
hidup pas-pasan, tapi efeknya adalah umat hidup sejahtera, bahkan sangat
kesulitan untuk mendistribusikan zakat, sehingga keluar aturan siapa
saja pemuda yang ingin menikah, semua biaya pernikahan ditanggung oleh
negara. Dan yang terpenting dari semua itu adalah, terciptanya tatanan
masyarakat yang bukan hanya berorientasi pada pemenuhan materi saja,
tetapi sebagai hamba-hamba yang patuh pada seluruh hukum-hukumNya, dunia
hanyalah sebagai efek samping atas nikmat yang diberikan karena
menjalankan hukum-hukumNya.
Benar apa yang diadopsi maiyah, sebaiknya biar Allah yang memilih
pemimpin umat. Tugas maiyah adalah menciptakan kondisi-kondisi agar
Allah berkenan memilihkan pemimpin untuk kita. Maka kalau kondisi-
kondisi itu masih di dasarkan pada suara terbanyak sebagai tolok ukur
kebenaran yang berarti demokrasi, bukan kondisi yang didasarkan pada
suara tunggal kacamata Allah sebagai tolok ukurnya, akankah Allah
berkenan memilihkan pemimpin yang "benar" untuk kita semua ?.
Wallahualam bi shawab !
Sydney, 27 Juni 2002
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as