Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    sistem ekonomi islam

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    sistem ekonomi islam Empty sistem ekonomi islam

    Post by kutubuku Sat Jul 03, 2010 3:08 pm

    Sistem Ekonomi Islam;

    Solusi Tunggal Problem Perekonomian
    Dunia




    Oleh:
    Muhammad Shodiq*




    Sekilas
    ‘Prestasi’ Ekonomi Kapitalis di Indonesia





    Indikator kebangkrutan ekonomi di Indonesia akibat
    penerapan sistem ekonomi kapitalis mulai nampak, mulai dari defisit Anggaran
    Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp. 53,8 T pada tahun 2001 hingga utang
    luar negeri yang mencapai angka 1700 Triliun rupiah pada awal tahun 2002. Lebih
    jauh lagi kita akan dapat mengetahui dengan sangat jelas bahwa dengan permainan
    menjungkalbalikkan harga saham yang dilakukan oleh bos kapitalis dunia, George
    Soros
    pada awal 1997 yang lalu ternyata berimplikasi terhadap perekonomian
    Indonesia. Indonesia yang menerapkan ekonomi kapitalis segera mendapat imbasnya
    pada bulan Juli 1997 yang diawali dengan kekacauan sektor moneter kita (sektor
    non riil).
    Terakhir, menjelang lengsernya Suharto rupiah akhirnya ‘mampu’
    menembus angka Rp. 20.000,- per dollar AS.



    Di Indonesia, 70%
    uang konon beredar di Jakarta. Menurut Sri Bintang Pamungkas, 200
    gelintir orang menguasai 80% PDB nasional. Kekayaan Om Liem hampir separoh
    RAPBN Indonesia. Omset kelompok pengusaha Prasetia Mulia (Om Liem, dkk) sekitar
    80% RAPBN Indonesia.



    Dalam dunia perbankan, sistem ekonomi
    juga terlihat boroknya dengan terjadinya
    likuaidasi 16 bank oleh pemerintah dan 51 bank lainnya dibekukan pada 1
    November 1997. Langkah ini menciutkan secara drastis jumlah bank dari 237 pada
    akhir Juni 1997 menjadi 151 bank pada
    akhir Desember 2000. (Kompas, 29 Juli 2001).



    Demikian pula dalam pembayaran
    obligasi. Pemerintah harus membayar kewajiban obligasi yang jatuh tempo pada
    tahun 2002 sekitar Rp.12,9 triliyun. Jumlah ini akan terus meningkat setiap
    tahunnya, mencapai Rp. 73,98 triliyun pada tahun 2007 dan Rp. 138 triliyun pada
    2018. Jelas biaya ini akan dibebankan kepada APBN yang berarti rakyatlah yang
    harus menanggung semua beban ini.



    Apa yang dipaparkan diatas
    hanyalah sekelumit dari ‘prestasi’ yang diukir oleh sistem ekonomi kapitalis di
    Indonesia. Belum jerat utang dan imperialisme yang dilakukan oleh IMF, Lembaga
    penghisap keuangan negara-negara penghutangnya ini terus melakukan hegemoninya
    dengan dalih menyelamatkan perekonomian suatu negara. dan belum lagi adanya
    program privatisasi yang dilakukan oleh BPPN. Masih banyak bidang yang lain yang
    ‘terpaksa’ harus hancur karena menerapkan sistem yang batil ini. Oleh sebab itu
    satu-satunya solusi atas segala permasalahan dalam bidang ekonomi adalah dengan
    menerapkan kembali sistem perekonomian Islam. Sebab pada faktanya tidaka ada
    satupun sistem di dunia ini yang mampu untuk memecahkan segala problematika
    manusia secara komprehensif, kecuali Islam.


    Sistem Ekonomi Islam


    Secara ringkas,
    Dr. Samih Athif az-Zain
    dalam kitab Al
    Islam Khuthutun ‘Aridhah: al-iqtishad, al-Hukm, al-Ijtima’
    , menjelaskan pandangan
    filosofis Islam mengenai ekonomi. Ekonomi dalam Islam ditegakkan untuk
    mewujudkan sebesar-besar kesejahteraan manusia sebagai manusia dan sebagai
    manusia yang hidup di dalam masyarakat, bukan manusia sebagai individu serta
    bukan pula sebagai manusia yang terasing atau sebagai individu yang hidup dalam
    masyarakat yang individu-individunya tidak terikat dengan norma apapun. Jadi,
    ekonomi itu bagi manusia bukan bagi individu dan bagi masyarakat bukan bagi
    kelompok yang terdiri dari sejumlah individu. Islam tidak memisahkan antara apa
    yang wajib bagi masyarakat dengan upaya mewujudkan upaya manusia, tetapi
    menjadikannya dua hal yang saling berhubungan. Islam memperhatikan kepentingan
    individu dan masyarakat secara bersamaan. Ketika Islam mengatur masyarakat, ia
    memperhatikan kepentingan individu, diperhatikannya kepentingan masyarakat.



    Demikian halnya, Islam menjadikan falsafah ekonomi
    berhubungan dengan perintah dan larangan-larangan Allah SWT. Yakni dengan
    menghubungkan gagasan-gagasan yang menjadi dasar kepengurusan individu dan
    masyarakat serta menjadikan langkah-langkah ekonomi sesuai hukum syara’.
    Membatasi perbuatan ekonomi dengan hukum syara’ sebagai undang-undang yang
    membolehkan apa yang dibolehkan Islam dan membatasi apa yang harus dibatasinya.
    Inilah pengertian kegiatan ekonomi dalam Islam sebagai bagian dari ibadah
    kepada Allah.



    Untuk mewujudkan gagasan itu semua, menurut Imam Taqiyyudin an-Nabhani dalam Kitab Nidzam al-Iqtishady fi al-Islam, sistem
    ekonomi dalam Islam dijalankan dengan tiga asas, yakni: pertama, Konsep Kepemilikan (al-milkiyah), kedua, Pemanfaatan
    Kepemilikan
    (al-Tasharuf fi
    al-milkiyah),
    dan ketiga, Distribusi
    Kekayaan di antara manusia
    (tauziú
    al-tsarwah bayna al-naas).
    Berikut dijelaskan masing-masing konsep
    tersebut.



    Konsep Kepemilikan
    (al-Milkiyah)



    Kepemilikan (al-Milkyah)
    adalah tata cara yang digunakan oleh seseorang untuk memperoleh manfaat yang
    dihasilkan oleh suatu benda. Sedangkan pengertian kepemilikan menurut hukum
    syara’ adalah izin Pembuat syariat untuk memanfaatkan zat. Yang dimaksudkan
    dengan izin adalah hukum syara’. Sedangkan Pembuat syariat adalah Allah
    SWT. Adapun yang dimaksud zat adalah
    benda yang dapat dimanfaatkan.



    Islam memiliki pandangan yang khas tentang harta.
    Bahwa harta pada hakekatnya adalah milik Allah SWT ( Lihat QS. 24: 33). Dan
    harta yang dimiliki oleh manusia pada dasarnya merupakan pemberian dari Allah
    yang dikuasakan kepadanya (Lihat QS. 57: 7). Kata rizki sendiri artinya adalah
    pemberian (a’tho). Oleh karena itu,
    harta mestinya hanya boleh dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah.



    Pandangan ini berbeda dengan paham kapitalisme
    yang menganggap harta adalah milik manusia, karena menusia yang mengusahakannya
    dan oleh karenanya, manusia bebas mendapatkan dan bebas pula memanfaatkannya.
    Dari pandangan inilah kemudian lahir falsafah hurriyatu al-tamaluk (kebebasan kepemilikan ), yang merupakan
    bagian dari hak asasi manusia. Menurut paham ini, manusia bebas menentukan cara
    mendapatkan dan memanfaatkan hartanya.



    Namun sebaliknya, sosialisme sama sekali tidak
    megakui adanya kepemilikan individu. Semua adalah milik negara. Kepada individu
    diberikan sebatas yang diperlukan dan
    dia bekerja sebatas yang dia bisa.
    Sosialisme mematikan kreativitas manusia. Dimensi individual dan
    motiv-motiv manusia dihilangkan. Akibatnya sangat fatal, yakni tidak adanya
    gairah kerja, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan secara drastis
    produktivitas masyarakat, karena masyarakat telah kehilangan hasrat untuk
    memperoleh keuntungan (profit motives)—sebagai
    sesuatu yang sangat manusiawi.



    Islam, berbeda dengan Kapitalisme – yang tidak
    mengatur jumlah dan cara perolehan harta serta pemanfaatannya—dan berbeda
    dengan sosialisme – yang secara mutlak mengatur kuantitas dan kualitas harta.
    Dalam Islam tidak ada kebebsan pemilikan, tapi tidak ada pula pembatasan yang
    bersifat mutlak. Islam mengatur cara, bukan jumlah pemilikan serta cara
    pemanfaatan pemilikan. Cara pemilikan yang sah adalah izin dari syara’ dalam
    menguasai zat dan memanfaatkan suatu benda.



    Dengan demikian berkaitan dengan kepemilikan,
    menurut Imam Taqiyudin an-Nabhani dibedakan menjadi tiga yaitu kepemilikan
    individu (milkiyah fardiyah),
    kepemilikan umum (milkiyah amah), dan
    kepemilikan negara (milkiyah daulah).



    a. Kepemilikan
    Individu



    Kepemilikan individu adalah izin syara’ pada
    individu untuk memanfaatkan sesuatu. Ada lima sebab kepemilikan individu, yaitu
    bekerja (al-amal), warisan (al-irts), kebutuhan kepada harta untuk
    mempertahankan hidup, pemberian negara (i’thau
    al-daulah)
    dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian,
    barang dan uang modal; harta yang diperoleh individu tanpa daya dan upaya.



    Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta.
    Walaupun demikian ia (Islam) memberikan batasan tertentu supaya kebebasan itu
    tidak merugikan kepentingan umum. Namun demikian, Islam membatasi kepemilikan
    tersebut dengan cara perolehan yang halal. Karena Islam telah mengenggap bahwa
    pemilikan dan penguasaan harta benda merupakan bagian dari naluri manusia.



    Sementara itu hak individu dan kewajiban negara
    terhadap kepemilikan individu dapat dijelaskan sebagai berikut: hak kepemilikan
    individu adalah hak syari’ bagi individu. Seorang indviidu berhak memiliki
    harta yang bergerak maupun tidak bergerak seperti mobil, tanah dan uang tunai.
    Hak ini dijaga dan diatur oleh hukum syara’. Sedangkan pemeliharaan pemilikan
    individu adalah kewajiban negara. Oleh karena itu hukum syara’ telah menetapkan
    adanya sanksi-sanksi bagi tindakan preventif bagi siapa saja yang
    menyalahgunakan hak tersebut.



    Harta dapat diperoleh melalui bekerja, mencakup
    upaya menghidupkan tanah mati, mencari bahan tambang, berburu, pialang, syarikah mudharabah, musyaqah, bekerja
    sebagai pegawai. Sedangkan harta yang diperoleh tanpa adanya dan upaya bisa berupa
    hibah, hadiah, wasiat, diyat, mahar, barang temuan.



    Sementara itu, Islam melarang perolehan harta
    melalui cara yang tidak diridhoi Allah seperti judi, riba, pelacuran dan
    perbuatan maksiyat yang lain. Kegiatan ‘ekonomi’ itu pasti akan menggeret
    kegiatan ekonomi lain yang sangat merusak. Juga dilarang mendapatkan harta
    melalui korupsi, mencuri, menipu, karena pasti merugikan orang lain dan
    menimbulkan kekacauan dalam masyarakat.



    Namun demikian, Islam juga telah menyiapkan konsep
    untuk membatasi kepemilikan individu. Batasan-batasan ini nampak pada
    sebab-sebab kepemilikan yang telah disyariatkan, dimana dengan sebab-sebab
    tersebut, hak milik seseorang dapat diakui. Batasan kepemilikan tersebut juga
    nampak pada kondisi-kondisi yang menyebabkan sanksi tertentu, termasuk kondisi
    yang tidak membawa sanksi apa pun. Sehingga ketika Islam membatasi suatu
    kepemilikan, Islam tidak membatasinya dengan cara pemberangusan (perampasan),
    melainkan melalui mekanisme tertentu, antara lain:



    1. Membatasi
    kepemilikan dari segi cara-cara memperoleh kepemilikan dan pengembangan hak
    milik, bukan dengan merampas kekayaan yang telah menjadi hak milik.



    2. Dengan
    cara menentukan mekanisme pengelolaannya.



    3. Dengan
    cara menyerahkan tanah kharajiyah sebagai milik negara bukan milik individu.



    4. Dengan
    cara menjadikan hak milik individu sebagai milik umum secara paksa, dalam
    kondisi-kondisi tertentu.



    5. Dengan
    cara men-supply orang yang memiliki keterbatasan faktor produksi, sehingga
    dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan ketentuan yang ada.



    b. Kepemilikan Umum


    Pemilikan umum adalah izin syara’ kepada
    masyarakat secara bersama memanfaatkan sesuatu. Harta kepemilikan umum ini
    terbagi menjadi tiga yaitu:



    1.
    Segala sesuatun yang
    menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, yakni segala sesuatu yang sangat
    dibutuhkan oleh masyarakat dan akan menyebabkan persengketaan taktala ia
    lenyap. Seperti air, padang rumput (hasil hutan) dan api (listrik dan sumber
    energi lainnya). Rasulullah SAW bersabda: “Kaum
    muslimin berserikat dalam tiga hal yakni air, padang gembalaan dan api”
    (THR. Ahmad dan Abu Dawud). Dari Abu
    Hurairah Rasulullah SAW, Nabi SAW bersabda “Tidak
    akan pernah dilarang air, padang rumput dan api (untuk dimanfaatkan siapapun)”
    (THR. Ibnu
    Majah).



    2.
    Segala sesuatu yang
    secara alami tidak dapat dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan
    seperti jalan, sungai, laut, danau, masjid, sekolah negeri dan lapangan umum.



    3.
    Barang tambang yang
    depositnya tidak terbatas, yakni barang tambang yang jumlahnya sangat banyak.
    Barang tambang yang cadangannya sangat besar, seperti emas, perak, minyak,
    nikel, fosfat, tembaga, dsb tidak boleh dimiliki oleh individu. Dasarnya adalah adanya riwayat dari
    Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abyadh bin Hamal al-Mazini , bahwa Abyadh
    telah meminta kepada Rasul tambang garam.
    Lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang sahabat
    berkata kepada Rasul, “Wahai Rasulullah,
    tahukah engkau apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau
    telah memberikan sesuatu yang bagaikan air yang mengalir”
    Rasul kemudian
    berkata “Tariklah kembali tambang
    tersebut darinya
    ”. Rasul bersikap demikian karena sesungguhnya garam adalah
    barang tambang seperti air mengalir (yang tidak terbatas depositnya).



    Pengelolaan milik umum dilakukan hanya oleh negara
    untuk seluruh rakyat. Sedangkan pemanfaatan dan pendistribusian pendapatan dari
    harta kepemilikan umum tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:



    a.
    Dibelanjakan untuk
    segala keperluan yang berkenaan dengan biaya operasional badan negara yang
    ditunjuk mengelola harta kepemilikan umum tersebut, baik biaya administrasi
    perencanaan eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemasaran maupun
    pendistribusiannya kepada masyarakat. Negara dapat menunjuk mitra swasta yang
    profesional untuk melakukannya. Pihak swasta disini hanya sebagi pelaksana
    saja, bukan memiliki sebagaimana dalam sistem kapitalisme yang menekankan
    adanya privatisasi.



    b.
    Dibagikan kepada kaum
    muslimin atau seluruh rakyat. Dalam hali ni, khalifah boleh membagikan air
    minum, listrik, gas, minyak tanah dan barang lainnya untuk keperluan rumah
    tangga atau pasar-pasar secara gratis atau menjualnya semurah-murahnya.
    Barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi oleh masyarakat, misalnya minyak
    mentah, dijual kepemilikan umum luar negeri dan keuntungannya --termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri—dibagiikan
    kepada seluruh rakyat dalam bentuk kebutuhan pokok, uang, barang kebutuhan
    lainnya, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya.



    c. Kepemilikan Negara


    Kepemilikan negara adalah izin syara’ atas setiap
    harta yang hak pemanfaatannya berada ditangan khalifah sebagai kepala negara.
    Misalnya ghanimah, fa’i, khumus, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz, ushr, harta
    orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, dan tanah hak milik
    negara. Milik negara digunakan untuk berbagai keperluan yang menjadi kewajiban
    negara seperti menggaji pegawai, keperluan jihad, dsb.



    Karena syara’ telah memberikan kepada Khalifah
    kewenagan untuk mengatur urusan kaum muslimin , meraih kemaslahatan mereka,
    memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sesuai dengan ijtihadnya dalam meraih
    kebaikan dan kemaslahatan, maka Khalifah harus mengelola harta milik negara
    semksimal mungkin agar pendapatan baitul maal bertambah dan dapat dimanfaatkan
    oleh kaum muslim, sehingga milik negara tidak menjadi sia-sia, hilang manfaatnya
    dan pendapatannya terputus.



    Dengan
    demikian pengelolaan harta milik negara dapat dilakukan sebagai berikut:



    a.
    Penjualan atau
    penyewaan.



    b.
    Pengelolaan tanah
    ladang yang berpohon.



    c.
    Pengelolaan atas
    tanah-tanah pertanian yang sangat luas, dengan menyewa para petani atai
    pekerjauntuk mengelola tanah tersebut.



    d.
    Menghidupkan tanah
    endapan sungai, rawa-rawa, hutan belukar, tambak, tanah yang menahan air, tanah
    yang bergaram, dengan cara memperbaharui saluran airnya, mengairinya dengan air
    separuhnya, mengeringkannya, hingga tanah tersebut layak untuk lahan pertanian
    dan dapat ditanami pepohonan.



    e.
    Pembagian tanah.


    Pemanfaatan
    Kepemilikan



    Kejelasan konsep kepemilikan sangat berpengaruh
    terhadap konsep pemanfaatan harta milik (tasharruf
    al-maal)
    , yakni siapa sesungguhnya yang berhak untuk mengelola dan
    memanfaatkan harta tersebut. Pemanfaatan kepemilikan adalah cara, sesuai hukum
    syara’ seorang muslim memberlakukan harta miliknya. Ada dua arah pemanfaatan
    harta, yakni pengembangan harta (tanmiyatu
    al-maal)
    dan penggunaan harta (infaqu
    al-mal)



    a. Pengembangan harta
    (tanmiyatu al-mal)



    Pengembangan harta berkait dengan cara dan sarana
    yang menghasilkan pertambahan harta, yakni produksi pertanian, perdagangan,
    industri, dan investasi uang pada sektor jasa. Hukum pengembangan harta disini
    terikat dengan hukum masalah cara dan sarana yang menghasilakan harta tadi,
    yakni hukum masalah pertanian (hukum masalah tanah misalnya, tidaka boleh
    menelantarkan tanah lebih dari tiga tahun, bolehnya seseorang memiliki tanah
    terlantar bila ia mengolahnya dan larangan meyewakan tanah dan seputar kegiatan
    pertanian), perdagangan (hukum syirkah dan jual beli), industri (hukum produksi
    barang dan manajemen) dan jasa (hukum perjanjian dan pengupahan).



    Islam juga melarang beberapa hal
    sebagai jalan pengembangan hartanya. Misalnya riba, menimbun, memonopoli,judi,
    penipuan dalam jual beli, jual beli barang haram dsb.


    b. Penggunaan harta
    (infaqu al-mal)



    Penggunaan harta adalah pemanfaatan harta dengan
    atau tanpa manfaat material yang diperoleh. Berbeda dengan sistem kapitalisme,
    Islam mendorong ummatnya untuk menggunakan hartanya bukan hanya sebatas
    kepentingan pribadi dengan kemanfaatan yang nampak, akan tatapi juga untuk
    kepentingan orang lain atau kepentingan ibadah. Misalnya zakat, nafkah, hibah,
    sedekah dan infak untuk jihad fi sabilillah.



    Islam mengharamkan penggunaan harta yang dilarang
    syara’ seperti risywah (suap), israf, tabdzir, dan taraf
    (membeli barang atau jasa haram), serta mencela dengan keras sikap bakhil.
    Pelarangan pemanfaatan harta pada jalan-jalan tersebut akan menutup pintu bagi
    dibukanya kegiatan-kegiatan itu. Individu dan masyarakat akan terselamatkan
    dari kerusakan.



    Konsep Distribusi
    Kekayaan (tauziú al-tsarwah)



    Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan
    di antara manusia agar tercipta keadilan dan kesejahteraan bersama, yakni:



    1. Wajibnya
    muzaki membayar zakat yang diberikan kepada mustahik, khususnya kalangan fakir
    dan miskin.



    2. Hak
    setiap warga negara untuk memanfaatkan pemilikan umum. Negara berhak mengolah
    dan mendistribusikan kepada rakyat secara cuma-cuma atau dengan harga murah.



    3. Pembagian
    harta negara seperti tanah, barang, dan uang sebagi modal kepada yang
    memerlukan.



    4. Pemberian
    harta waris kepada ahli waris.



    5. Larangan
    menimbun emas dan perak walaupun dikeluarkan zakatnya.


    Bagaimana Pelaksanaannya?




    Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan
    meraih kemajuan material. Islam membolehkan tiap manusia mengusahakan harta
    sebanyak yang ia mampu, mengembangkan dan memanfaatkan sepenjang tidak
    melanggar ketentuan agama. Di sinilah kemudian sektor swasta didorong untuk
    berkembang. Untuk itu pemgembangan Sumber Daya Insani yang beriman, berpengetahuan, berketrampilan
    tinggi dengan kepribadian yang khas, mutlak diperlukan. Islam sangat menghargai
    orang yang bekerja keras dan mendapatkan nafkah. Islam tidak melarang ummatnya
    menjadi kaya bahkan konglomerat. Abu Bakar, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin
    Auf adalah beberapa diantara konglomerat di zaman Rasulullah. Bahkan
    Abdurrahman bin Auf, sebelum wafatnya menghibahkan 50.000 dinar (212,5 Kg) atau
    sekitar 15,9 Miliyar (1 gram Rp. 75
    ribu) untuk umat. Dari sinilah produktivitas individu yang berujung pada
    produktivitas masyarakat dapat diharapkan, sehingga kegiatan ekonomi akan
    berkembang.



    Harta, khususnya bila itu milik orang Islam, hanya
    boleh dikembangkan dan digunakan di jalan yang diridhai Islam. Cara
    pengembangan harta melalui judi, riba, penipuan serta investasi di sektor
    barang dan jasa maksiyat, diharamkan secara mutlak. Pembelanjaan harta di jalan
    yang diharamkan oleh syara’ juga diharamkan. Hal ini juga akan menyeret kepada
    kegiatan ekonomi haram yang lainnya yang poada akhirmya pasti akan merusak
    manusia itu sendiri. Demikian halnya dengan praktik-praktik keji demi
    keuntungan pribadi seperti penimbunan, penurunan harga secara drastis dilarang
    secara keras. Sebab hal ini akan dapat menggoncangkan perekonomian secara
    makro. Negara akan mengambil tindakan hukum kepada pihak yang melakukan ini
    semua.



    Tanah sebagai salah satu komponen ekonomi harus
    difungikan secara maksimal. Bila selama tiga tahun tanah tersebut
    diterlantarkan, maka akan diambil alih oleh negara dan akan diberikan kepada
    yang membutuhkan. Spekulan tanah tidaka akan mendapatkan tempat. Dengan
    demikian produktifitas individu dari pengoptimalisasian lahan pertanian ini
    secara cepat akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan akan tercapai.
    Orang tidak diperbolehkan untuk merebut tanah orang lain, kecuali atas kerelaan
    pemiliknya.



    Kepada individu yang berhasil mendapatkan
    kekayaan, Islam mengajarkan agar mengingat orang lain. Kepada yang telah
    berkecukupan –setelah terpenuhi kebutuhan diri dan keluarga - didorong untuk
    memenuhi hak jamaah seperti pemberuian berupa hadiah, sedekah, infaq, wakaf
    karena pada harta yang kita miliki sesungguhnya terdapat hak bagi orang lain.
    Bagi yang mampu, zakat wajib dibayarkan kepada mustahik. Dan harta waris
    diberikan kepada ahli warisnya. Dari sini secara alami, harta akan beredar
    secara merata tersebar bukan hanya dikalangan orang kaya saja, tetapi juga
    diantara orang-orang miskin dan orang yang membutuhkan. Islam juga mengingatkan
    orang yang bercukupan untuk tidak membelanjakan hartanya secara israf,
    tabdzir dan taraf
    . Islam mengutuk berbangga-bangga dengan banyaknya harta,
    sikap angkuh dan sombong.



    Pemerintah dalam Islam bertugas mengatur kehidupan
    seluruh masyarakat dengan cara Islam. Dalam masalah usaha, pemerintah mendorong
    berkembangnya sektor riil. Pemerintah harus bertindak adil. Pemerintah tidak
    boleh memberikan hak istimewa dalam bentuk apapun kepada pihak tertentu yamg kebetulan
    dekat dengan penguasa.



    Pada sisi yang lain, negara tidak akan mentolelir
    sedikitpun praktek perdagangan sektor non riil (perdagangan uang, perbankan
    dengan riba, pasar modal,dsb). Sebaliknya, izin yang diberikan oleh negara
    untuk perdagangan sektor riil akan berefek pada terbukanya lapangan pekerjaan
    di masyarakat, yang ini secara otomatisakan menghasilkan poertumbuhan sekaligus
    pemerataan ekonomi. Efek menetes ke bawah (tricle down effect) bukan ke
    atas, benar-benar akan terjadi, bukan sekedar teori khayalan.



    Negara akan mendoromg munculnya pusat-pusat
    pertumbuhan ekonomi di berbagi wilayah agar tidak terjadi kesenjangan antar
    kawasan. Negara juga akan mendorong usaha kecil dan menengah dan memberikan
    kesempatan yang sama dengan usaha besar baik dalam aspek pendanaan, pasar,
    ketrampilan dan teknologi serta dalamhal regulasi.



    Peningkatan kesejahteraan juga dicapai dengan cara
    memberikan kepada individu untuk memanfaatkan pemilikan umum secara cuma-cuma
    maupun murah. Harta kepemilikan umum ini dikelola hanya oleh negara secara
    efisien. Tidak akan pernah terjadi program privatisasi. Sebab
    kepemilikan umum selamnya sifatnya tetap menjadi milik umum, tidak dapat
    dipindah tangankan kepada individu.



    Secara teoritis kegiatan ekonomi yang sehat akan
    mendistribusikan harta secara normal, akan tetapi dalam berbagai hal misalnya
    karena masalah musibah bencana, kekurangan SDA maka dalam hal ini negara
    berkewajiban untuk mengentaskan masalah ini dengan cara memberikan hak
    pemilikannya kepada individu di dalam masyarakat, selain dibebankan kepada kaum
    kerabatnya.



    Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa
    dalam hal ini negara harus menggunakan
    standar mata uang emas dan perak. Sebab mata uang antara nilai intrinsik dan
    nilai nominalnya sama, sehingga tidak menjadikan mata uang ini bergantung
    kepada mata uang manapun.



    Oleh sebab itu, perekonomian di dalam Islam akan
    berjalan dengan stabil karena ditopang oleh peran negara. Negara dalam
    pandangan Islam tidak sekedar sebagai penjaga kebebasan individu sebagaimana dalam
    sistem kapitalis-liberalis, akan tetapi negara berfungsi sebagai pemelihara
    urusan-urusan umat. Fungsi memelihara urusan umat ini akan berjalan dengan baik
    apabila ditopang oleh kinerja dan sifat penyelenggara (birokrat) yang tangguh,
    yang memiliki syakhsiyah Islamiyah, bersih, yang bekerja semata untuk mengurusi
    urusan umat. Untuk mewujudkan suatu bentuk Clean Governmant sekaligus Good
    Governance
    , Islam memiliki seperangkat aturan tentang masalah korupsi,
    suap, kolusi, dsb. Dan fungsi ini akan berjalan secara ideal apabila masyarakat
    secara aktif turut serta di dalam melakukan koreksi terhadap penguasa. Sehingga
    secara sempurna sistem ekonomi Islam akan secara sempurna dapat diaplikasikan,
    yakni dengan cara terbentuknya ketaqwaan individu, adanya kontrol dari
    masyarakat dan penerapan secara nyata oleh sebuah Daulah.


    Wallahu ‘Alam Bi Shawab [ms02]




    *Muhammad Shodiq, penulis adalah pengurus
    BEM FE UIIS Malang, Koordinator FoSSEI Jatim Sub Region Selatan.

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 8:52 pm