Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    syariat islam menuju kemerdekaan hakiki

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    syariat islam menuju kemerdekaan hakiki Empty syariat islam menuju kemerdekaan hakiki

    Post by kutubuku Sat Jul 03, 2010 3:05 pm

    Syariah Islam
    Jalan Tunggal Menuju Kemerdekaan Hakiki



    Oleh: Yusuf Wibisono
    (Dosen Universitas Brawijaya Malang)


    Jauh sebelum eksistensi
    negara-bangsa (nation state) menjadi tren di atas permukaan bumi,
    gagasan kemerdekaan negara-bangsa dimulai dari Eropa. Pada abad ke-17,
    negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat belum ada. Setiap kota atau kerajaan berada di bawah perwalian
    pangeran atau bangsawan. Para bangsawan dan
    penguasa feodal ini pada gilirannya berada di bawah pengaruh pendeta setempat
    dan Paus Suci Roma. Pembebasan negara-negara dari hegemoni gereja Katolik dan
    Paus berarti pembebasan dirinya dari hegemoni inkuisisi yang menakutkan, dengan
    pemikiran yang bebas dan ilmiah.


    Renaisance Eropa inilah
    yang memunculkan pemikir-pemikir seperti Machiaveli, Martin Luther, Calvin,
    Rousseau, Voltaire, Montesquieu, Smith dan Ricardo. Renaisance ini pula yang
    meretas jalan perubahan masyarakat Eropa menuju kebebasan dalam beragama,
    berseni, berbudaya, hingga bersosial, berekonomi dan berpolitik. Revolusi
    Prancis lewat Declaration des droits de l'homme et du citoyen dan
    revolusi industri di Inggris menjadi rentetan dari perjalanan perjuangan
    kebebasan ini.


    Masa selanjutnya, tahun
    1870, dapat dikatakan sebagai periode awal kelahiran imperialisme.
    Istilah imperialisme dimaksudkan untuk menjelaskan penyebaran
    Kapitalisme Inggris, yang kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa lainnya ke
    seluruh dunia pada abad ke-19.


    Kapitalisme Bertopeng
    Kemerdekaan


    Indonesia termasuk dalam wilayah
    yang dikapling oleh kekuatan Kapitalisme internasional. Eksploitasi
    imperialisme-kolonialisme menghancurleburkan bangsa terjajah karena semua
    sumberdayanya telah dikeruk dan disedot keluar untuk menghidupi "Wealth
    of Nations
    "-nya bangsa-bangsa penjajah. Hasilnya, pemberontakan
    terhadap belenggu penjajahan ini muncul dalam diri bangsa terjajah, yang
    mengganggu proses penghisapan oleh para negara imperialis. Karena itu, untuk
    menekan tingginya ongkos sosial yang ditimbulkan oleh pemberontakan tersebut,
    muncullah 'kebijakan' untuk 'memerdekakan' bangsa-bangsa terjajah.


    Pada tahun 1939,
    Inggris, Prancis dan Belanda bersepakat untuk secara perlahan-lahan membiarkan
    negara-negara jajahan 'menentukan nasibnya sendiri'. John F Dulles, salah
    seorang Menlu AS' menyatakan tentang taktik ini: "Kalau
    negara Barat berusaha mempertahankan daerah jajahannya seperti cara yang sudah
    ada, maka dapat dikatakan bakal terjadinya pemberontakan bersenjata, dan Barat
    pasti kalah. Jadi, satu-satunya strategi yang mungkin berhasil adalah dengan
    cara damai memberikan 'kemerdekaan yang terhormat' kepada 700 juta jiwa manusia
    yang berada di bawah kekuasaan penjajahan Barat
    ."


    Alhasil, kurun waktu
    1921-1967 menandai lahirnya tren 'kemerdekaan' negara-negara bangsa di dunia,
    termasuk di dalamnya Indonesia
    pada tahun 1945. Proklamasi Kemerdekaan ini tampaknya telah benar-benar
    menandai berakhirnya kolonialisme dan mengawali kebebasan yang dicita-citakan
    bangsa Indonesia.
    Namun, jika dipikir secara jernih, maka hal tersebut hanyalah sebuah kredo yang
    maya, karena kondisi faktual justru membuktikan yang sebaliknya. Dekolonisasi
    bukan akhir dari penjajahan yang sesungguhnya. Penjajahan hanya bersembunyi di
    balik topeng kemerdekaan.


    Imperialisme sebagai
    metode standar dari Kapitalisme untuk melebarkan dan menancapkan cengkeramannya
    terus menguasai negara-negara terjajah, termasuk bekas wilayah Khilafah
    Ustmaniyah. Inggris, misalnya, terus berusaha mempertahankan imperiumnya yang
    dikatakan bahwa 'matahari tidak pernah tenggelam di Britania Raya' mulai
    dari Kanada, Australia, Selandia Baru hingga
    Afrika Selatan. Namun, Inggris gagal 'mengendalikan' Amerika Utara. Amerika
    Serikat lahir dari keseriusan para pemikir pendirinya yang memiliki kekuatan
    ideologis untuk lepas dari kolonialisme Inggris. Hasilnya, lahirlah Declaration
    of Independence, dan Amerika Serikat muncul sebagai kampiun Kapitalisme baru
    yang bisa berjaya menggunakan invasi fisik dan non-fisik.


    Saat ini invasi fisik
    dalam kekuatan militer dikerahkan kembali di Afganistan dan Irak. Adapun invasi
    non-fisik dalam tataran ideologi, budaya, ekonomi, pendidikan, sosial dan
    politik dijalankan oleh agen-agen mereka dengan berlatar lembaga internasional
    yaitu PBB, Bank Dunia, IMF dan WTO, serta korporat-korporat transnasional. Hal
    ini sudah menjadi pemahaman para intelektual yang mau berpikir jernih, termasuk
    para pemikir Barat. Joseph E Stiglitz, peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, dalam Globalization
    and Its Discontents
    (2002), menegaskan bahwa IMF meletakkan kepentingan
    pemegang saham terbesar (Amerika Serikat) di atas kepentingan negara-negara
    miskin yang justru seharusnya ia bantu. Sementara itu, John Perkins dalam Confessions
    of an Economic Hit Man
    (2004) mendeskripsikan sebuah istilah baru, yakni korporatokrasi,
    yang digambarkan sebagai pemerintahan yang dikendalikan oleh "perusahaan
    besar, bank internasional dan pemerintah"; artinya pemerintahan tersebut
    tunduk di bawah tekanan korporasi, atau bahkan berposisi sebagai pelaku
    korporat yang mengeluarkan kebijakan dengan mengikuti kaidah ekonomi kapitalis
    yang hanya menguntungkan korporasinya. Intinya masih sama, penjajahan oleh
    Kapitalisme masih terus berlangsung di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.


    Syariah Islam Mewujudkan
    Cita-cita Kemerdekaan


    Herman Finer, dalam Theory
    and Practice of Modern Government
    , menamakan undang-undang dasar sebagai
    'riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan'. Lalu bangsa Indonesia yang
    telah lama menantikan datangnya kemerdekaan memulai undang-undang dasarnya pada
    bagian preambule dengan paragraf, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu
    ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
    dihapuskan…
    "


    Namun, walaupun UUD ini
    dinisbatkan pada tahun 1945, sesungguhnya hingga kini Indonesia masih terjajah,
    disintegrasi terus menggejala, kedaulatan diinjak-injak, dan adil makmur masih jauh
    dari mata. Dengan kata lain, cita-cita kemerdekaan dengan ciri-ciri negara yang
    bersatu, berdaulat, adil dan makmur masih sekadar konsepsi pada masa UUD 1945
    dibuat. Karena itu, seperti dikatakan Miriam Budiardjo, perumusan konsepsi
    tersebut tidak mengekang generasi-generasi baru untuk mengembangkannya sesuai
    dengan tuntutan zaman. Kapitalisme yang mendominasi pencapaian cita-cita
    kemerdekaan tersebut selama kurun waktu 61 tahun ini terbukti mandul dan gagal
    mewujudkan kemerdekaan yang sesungguh-nya. Demikian pula dengan Sosialisme yang
    sempat menyeruak pada masa tahun 1955-1965. Dengan demikian, tinggal syariah
    Islam, yang kini telah menjadi aspirasi silent majority, diberikan
    kesempatan untuk meretas jalan menuju cita-cita kemerdekaan tersebut.


    Cita-cita 1: Bersatu.

    Kaum Muslim adalah umat
    yang satu, yang berbeda dengan umat lainnya. Allah Swt. telah menyatukan kaum
    Muslim dengan kesatuan akidah dan keimanan. Rasulullah saw. telah berhasil
    meleburkan ikatan kesukuan dan sekat kebangsaan dalam ikatan keislaman, yang
    menyatu dengan jiwa setiap Muslim sebagai sebuah ideologi. Rasul pun berhasil
    menerapkan sistem dan hukum syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan mulai
    dari berdirinya negara Madinah hingga berlanjut pada masa Khulafaur Rasyidin,
    Khilafah Umayah, Abbasiyah dan Utsmaniyah. Nusantara dengan Kesultanan Islam
    Pasai, Demak, Malaka, Banten, Gowa, Ternate,
    Tidore, Banjar dll memiliki hubungan yang erat dengan Khilafah Utsmaniyah.
    Wilayah Indonesia
    termasuk di dalamnya Aceh, Papua dan Maluku adalah negeri-negeri Islam yang
    bergabung dengan kekuasaan Islam tanpa peperangan sehingga tanahnya termasuk
    dalam tanah 'usriyah (ardlu al-usyriyah). Karena itu, lepasnya sebuah
    wilayah Indonesia
    adalah sebuah upaya separatisme (bughat) yang diharamkan. Rasulullah
    saw. menegaskan:


    Siapa saja yang datang
    kepada kalian, sedangkan urusan kalian berada di tangan seseorang (Khalifah),
    kemudian ia hendak memecah-belah kesatuan jamaah (Khilafah) kalian, maka
    bunuhlah ia.
    (HR Muslim).

    Jelas sudah bahwa
    syariah Islam menjamin keutuhan dan kesatuan Indonesia, bahkan mempersatukan
    negeri-negeri lainnya. Hal ini bukan sesuatu yang mustahil, seperti halnya
    reunifikasi Jerman, unifikasi Eropa dan memudarnya sekat-sekat negara-bangsa
    dalam globalisasi.


    Cita-cita 2: Berdaulat.

    Syariah Islam akan
    menjadikan Indonesia
    menjadi negara yang berdaulat dan berwibawa. Dalam persoalan kedaulatan
    politik, syariah Islam memiliki konsep politik yang mendasari hubungan luar
    negeri dengan negara, bangsa dan umat lainnya dengan upaya menyebarkan Islam
    sebagai rahmat atas seluruh alam. Syariah Islam mewajibkan negara menjalankan
    tugas-tugas politik, di antaranya berkaitan dengan pemberian informasi yang
    jelas tentang Islam, menyebarkan pikiran-pikiran Islam, dan berupaya
    menyampaikan hukum-hukum Islam kepada seluruh manusia sehingga mereka
    memperoleh pemahaman yang di dalamnya ada jaminan hukum yang dapat
    menyelamatkan mereka. Terhadap konspirasi negara atau bangsa yang menghalangi
    disebarkannya syariah Allah maka Allah memerintahkan untuk memerangi mereka
    (lihat: QS at-Taubah [9]: 29).


    Dengan modal ketakwaan
    kepada Allah inilah negara menjadi perkasa dan berani menghadapai intervensi
    asing. Bahkan, justru para penjajahlah yang menjadi gentar sebagaimana
    digambarkan Rasulullah saw. (yang artinya): Aku ditolong dengan rasa
    ketakutan (yang bisa dirasakan musuh) dari jarak satu bulan perjalanan
    .


    Cita-cita 3: Adil dan
    Makmur.


    Syariah Islam memandang
    sama kedudukan warga negara. Islam telah menghapus pemikiran kuno yang menuntut
    manusia berpihak pada kerabatnya sekalipun ia seorang penindas. Syariah Islam
    memperlakukan warga negara yang terdiri dari kaum Muslim dan non-Muslim (ahlul
    dzimmah
    ) dengan hak dan kewajiban yang sama. Kaum dzimmah ini tidak
    memerangi kaum Muslim dan tunduk atas hukum-hukum Islam (muamalah dan 'uqûbât)
    yang diterapkan, kecuali dalam urusan akidah dan ibadah yang dibebaskan bagi
    mereka. Hal ini seperti digambarkan Thomas of Marga's dalam Book of
    Governors
    (1893) tentang keberadaan gereja dan sinagog dalam wilayah
    pemerintahan Islam. Kaum dzimmah ini hanya diwajibkan membayar jizyah
    yang besarannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan pajak yang ditarik oleh
    pemerintahan kapitalis dalam sistem sekular saat ini. Itupun jika mereka mampu
    membayarnya. Jika tidak, negara justru akan memberikan santunan. Perlindungan
    syariah Islam atas kaum dzimmah ini tampak pada sabda Rasul saw.:


    Siapa saja yang membunuh
    jiwa yang terikat dengan dzimmah Allah dan Rasul-Nya berarti ia telah
    memutuskan dzimmah Allah sehingga ia tidak akan mencium baunya surga, padahal
    bau surga itu sudah tercium pada jarak sejauh perjalanan tujuh puluh musim
    gugur
    . (HR at-Tirmidzi).

    Keadilan bukan sekadar
    lip service dalam syariah Islam, karena Allah telah memerintahkan manusia,
    khususnya penguasa, untuk berbuat adil (lihat: QS an-Nisa' [4]: 58; al-Maidah
    [5]: Cool.


    Dalam hal kemakmuran,
    kedaulatan ekonomi akan didapati di Indonesia. Negara mengatur muamalah dan
    memelihara seluruh urusan masyarakat sesuai dengan hukum Islam. Kepemilikan
    individu dijamin perolehan dan keamanannya oleh negara. Kepemilikan umum atas
    sumberdaya yang menguasai hajat hidup orang banyak dikelola oleh negara untuk
    sebesar-besar kemakmuran rakyat. Segala bentuk privatisasi, swastanisasi dan
    penjualan aset-aset negara kepada asing tidak akan pernah dilakukan oleh
    negara, karena kemakmuran rakyat dan kebahagiaan masyarakat (bonum publicum)
    menjadi tujuan negara. Negara sangat menyayangi rakyatnya sehingga distribusi
    kekayaan akan menjadi perhatian utama. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok
    menyangkut pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan akan diseriusi oleh
    negara. Hal ini terjadi karena pemimpin negara sadar dan paham akan hadis Nabi
    saw:


    Pemimpin manusia adalah
    pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang
    diurusnya.
    (HR Muslim).

    Dengan melihat kemampuan
    syariah Islam dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia tersebut, tentu naif jika
    masih ada keengganan untuk menerapkannya. Uji petik terhadap keberhasilan
    syariah Islam membawa umat menuju cita-cita kemerdekaan ini dapat dilihat dalam
    sistem Khilafah yang telah memerdekaan manusia selama lebih dari 13 abad.
    Gustav E. Von Grunebaum (1962) dalam Medieval Islam (Islam di Abad
    Pertengahan) menyatakan:


    Islam adalah masyarakat
    dengan keyakinan kepada Allah yang hidup dalam kehidupan. Islam adalah pusat
    dan tujuan dari praktik spiritualnya. Namun, bukan hanya itu, Islam adalah
    pemimpin dunia dengan aturan dan pemerintahannya. Islam adalah alasan bagi
    eksistensi negara; dia adalah prinsip dari kesatuan (staatsgedanke), dengan
    menjun-jung tinggi keberlanjutan kesejahteraan yang berkeadilan.


    Walhasil, syariah
    Islamlah jalan tunggal untuk merengkuh cita-cita kemerdekaan Indonesia itu. Wallâh
    a'lam bi ash-shawâb.


    Daftar
    Bacaan



    1.
    Ahmed, S. dan A. Karim. 1997. The Roots of Nationalism in the
    Muslim World
    (terj.). Penerbit Al Izzah. Bangil.



    2.
    Al-Maliki, A. 2001. As-Siyasatu al-Iqtishadiyatu al-Mutsla
    (terj.). Penerbit Al Izzah. Bangil.



    3.
    An-Nabhani, T. 2002. Ad-Daulah Al-Islamiyah 6th-edition
    (Mu'tamadah)
    . Penerbit Darul Ummah. Beirut.
    Libanon.




    4.
    An-Nadwi, Abu Hasan Ali. 1987. Islam and The World (terj.).
    Penerbit Angkasa. Bandung.



    5.
    Bamualim, C.S. et al. (ed.). 2003. Islam and the West, Dialogue
    of Civilizations in Search of a Peaceful Global Order
    . Pusat Bahasa dan
    Budaya UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.



    6.
    Budiardjo, M. Prof. 1999. Dasar-dasar Ilmu Politik.
    Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



    7.
    Fredericks, S. 2004. Political
    and Cultural Invasion
    (terj.). Penerbit Pustaka Thariqul Izzah. Bogor.



    8.
    Grunebaum, G.E. 1962. Medieval Islam, A Study in Cultural
    Orientation
    . Phoenix
    Books. The University
    of Chicago Press. Chicago, Illinois,
    USA.



    9.
    Khudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani, Menyingkap
    Kejahatan Industri Pangan
    . Penerbit Resist Book. Yogyakarta.



    10.
    Kurzman, C. (ed.). 2001. Wacana Islam Liberal, Pemikiran Islam
    Kontemporer tentang Isu-isu Global
    . Penerbit Paramadina. Jakarta.



    11.
    Perkins, J. 2004. Confessions of an Economic Hit Man. Plume. USA.


    telah dibaca 150

      Waktu sekarang Fri May 10, 2024 1:56 am