Rambu - Rambu
Ibadah kita
Penulis: Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc
Aqidah
Kata ibadah tentu sangat akrab bagi kaum muslimin.
Ibadah merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang
muslim. Bahkan tujuan diciptakannya manusia dan jin oleh Allah Subhanahu Wa
Ta'ala tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya.
Di tengah rutinitas menjalankan aktivitas ibadah, bisa jadi tidak semua muslim
paham makna ibadah itu sendiri. Padahal, ketidakpahaman makna ibadah bisa
mengakibatkan tertolaknya ibadah yang dilakukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
dalam kitabnya Al Ubudiyyah menerangkan, ibadah adalah nama yang mencakup
segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bisa
terdiri dari ucapan maupun perbuatan, baik nampak maupun tidak.
Semua yang Allah cintai telah Allah bawakan dalam Al Qur'an dan diterangkan
oleh RasulNya. Begitu pula apa yang Allah benci, telah Allah jelaskan. Sehingga
di dalam Al Qur'an dan Al Hadits, Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan suatu
perbuatan karena Allah mencintainya dan Allah melarang sebuah perbuatan karena
Allah membencinya. Karena itu, dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyyah mengatakan
ibadah adalah taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan melakukan apa yang
Allah perintahkan melalui lisan para RasulNya.
Pendapat Al Qurthuby bisa melengkapi penjelasan Ibnu Taimiyyah. Menurut Al
Qurthuby, asal ibadah adalah kehinaan dan ketundukan. Karena itu amalan-amalan
syar'i pada seorang mukallaf (seorang mukmin yang sudah terbebani syariat)
disebut ibadah karena mereka mengamalkannya dalam keadaan tunduk dan
menghinakan diri di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dari dua pengertian ibadah tersebut, diperoleh penjelasan bahwa sesuatu
dikatakan sebagai ibadah kepada Allah jika dilakukan pada segala yang dicintai
dan diridhai Allah serta dilakukan dalam keadaan tunduk dan hina di hadapan
Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dari sini, dipahami pula bahwa ibadah terbagi ke dalam dua jenis, yaitu ibadah
lahir dan ibadah batin. Ibadah lahir mencakup ucapan lisan dan perbuatan
anggota badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan seterusnya.
Dalam melakukan ibadah, seseorang harus memiliki landasan agar ibadah tersebut
diterima Allah. Dalam hal ini, para ulama menjelaskan, ada tiga landasan yang
harus dimiliki seorang muslim dalam beribadah. Landasan pertama adalah
mahabbah, yaitu rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, RasulNya
Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan syariatNya. Landasan kedua adalah raja', yaitu
mengharap pahala dan rahmat Allah, dan yang ketiga adalah khauf, rasa takut
dari siksa Allah dan khawatir akan nasib jelek di akhirat nanti.
Seorang ulama bernama Ibnu Rajab Al Hambaly mengatakan, ibadah hanya akan
terbangun di atas tiga prinsip, yaitu khauf, raja', dan mahabbah. Masing-masing
dari ketiganya harus ada dan wajib menggabungkannya. Karena itu para ulama
salaf mencela orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan
salah satunya saja. Demikian Ibnu Rajab menerangkan. (Syarh Wasithiyyah karya
Abdul Aziz Ar Rasyid hal. 76).
Sebagian ulama salaf bahkan mengatakan, barangsiapa yang beribadah kepada Allah
hanya dengan cinta, dia adalah zindiq (orang yang menyembunyikan kekafiran).
Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya dengan rasa takut
maka dia adalah harury (Khawarij, yang menganggap setiap yang berdosa besar
telah kafir). Siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan raja' (penuh
optimis), maka dia adalah murji' (orang yang menganggap amal shaleh tidak
berpengaruh terhadap imannya, selama masih ada iman di hatinya). Dan barangsiapa
beribadah kepada Allah dengan cinta, takut, dan mengharap maka dialah orang
yang bertauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. (Ma'arijul Qabul 2/437).
Jadi, pengakuan cinta kepada Allah tanpa disertai
rasa hina, takut, mengharap, dan tunduk kepada Allah adalah pengakuan dusta.
Karena itu, sering dijumpai orang yang berperilaku demikian seringkali terjatuh
dalam maksiat dan dilakukan tanpa ia peduli. Demikian pula orang yang hanya
memiliki sikap raja' (mengharap, penuh optimis dengan ampunan Allah), jika
terus dalam keadaan demikian akan berakibat berani melakukan maksiat dan merasa
aman dari makar Allah Subhanahu Wa Ta'ala.Dan orang yang hanya memiliki rasa
takut dalam beribadah kepada Allah, jika terus dalam keadaan demikian akan
berakibat su'udhan (buruk sangka) kepada Allah dan akan berputus asa dari
rahmatNya.
Perlu diketahui dan diingat pula bahwa tidak semua ibadah yang dilakukan
seorang hamba akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah baru akan
menerima ibadah bila memenuhi syaratnya. Allah jelaskan dalam surat Al Kahfi
ayat 110, artinya:
"Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah
hendaknya ia beramal shaleh dan tidak membuat sekutu di dalam ibadah kepada
Rabb-nya sesuatupun."
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan dalam ayat ini bahwa seseorang yang
menghendaki pertemuan denganNya hendaklah melakukan dua hal.
Pertama, beramal shaleh menuruti syariat ini sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
Shalallahu Alaihi Wa Sallam. Hal ini mutlak dilakukan, sebab bila menyalahi
contoh Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam akan ditolak karena terjerumus ke dalam
bid'ah. Hal ini sebagaimana Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam jelaskan :
"Barangsiapa
beramal dengan suatu amalan yang bukan atas perintahku maka tertolak."
(HR. Muslim dari Aisyah).
Kedua, tidak membuat sekutu apapun dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. Artinya, ia harus benar-benar ikhlas dalam ibadahnya. Hanya ia niatkan
dan tujukan kepada Allah semata. Tidak kepada selainNya, baik benda-benda yang
dikeramatkan atau makhluk-makhluk yang tidak mampu memberikan manfaat atau
mudharat.
Orang yang melakukan kesyirikan dalam ibadahnya akan Allah tolak sebagaimana
Allah Subhanahu Wa Ta'ala terangkan dalam hadits Qudsi :
"Aku paling
tidak butuh kepada sekutu. Barangsiapa melakukan ibadah yang ia menyekutukan
Aku, maka aku akan meninggalkannya bersama sekutunya." (HR.
Muslim)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga menerangkan di dalam Al Qur'an :
"Dialah
yang menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji kalian siapakah yang
paling baik amalannya." (Al Mulk : 2-3).
Perhatikan, Allah menyatakan yang paling baik amalannya bukan sekadar paling
banyak amalannya, tetapi salah. Seorang ulama bernama Abu Ali Fudhail bin Iyadh
berkata menafsiri ayat tersebut : "Yakni yang paling ikhlas dan paling benar".
Beliau ditanya, "Wahai Abu Ali, bagaimana yang paling ikhlas dan paling
benar itu ?" Beliau menjawab, sesungguhnya sebuah amalan jika ikhlas tapi
tidak benar, tidak akan diterima. Dan jika benar tapi tidak ikhlas, tidak
diterima hingga menjadi benar dan ikhlas (baru diterima). (Majmu' Fatawa 11/6)
Jadi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya akan menerima ibadah seorang hamba jika
dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam
dan dipersembahkan hanya untukNya semata. Ibadah itu juga dilakukan dengan
dilandasi rasa cinta, penuh mengharap, dan juga takut. Dengan demikikan
sempurnalah ibadah itu dan diharap Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan menerimanya.
Wallahu A'lam.
Ibadah kita
Penulis: Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc
Aqidah
Kata ibadah tentu sangat akrab bagi kaum muslimin.
Ibadah merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang
muslim. Bahkan tujuan diciptakannya manusia dan jin oleh Allah Subhanahu Wa
Ta'ala tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya.
Di tengah rutinitas menjalankan aktivitas ibadah, bisa jadi tidak semua muslim
paham makna ibadah itu sendiri. Padahal, ketidakpahaman makna ibadah bisa
mengakibatkan tertolaknya ibadah yang dilakukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
dalam kitabnya Al Ubudiyyah menerangkan, ibadah adalah nama yang mencakup
segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bisa
terdiri dari ucapan maupun perbuatan, baik nampak maupun tidak.
Semua yang Allah cintai telah Allah bawakan dalam Al Qur'an dan diterangkan
oleh RasulNya. Begitu pula apa yang Allah benci, telah Allah jelaskan. Sehingga
di dalam Al Qur'an dan Al Hadits, Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan suatu
perbuatan karena Allah mencintainya dan Allah melarang sebuah perbuatan karena
Allah membencinya. Karena itu, dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyyah mengatakan
ibadah adalah taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan melakukan apa yang
Allah perintahkan melalui lisan para RasulNya.
Pendapat Al Qurthuby bisa melengkapi penjelasan Ibnu Taimiyyah. Menurut Al
Qurthuby, asal ibadah adalah kehinaan dan ketundukan. Karena itu amalan-amalan
syar'i pada seorang mukallaf (seorang mukmin yang sudah terbebani syariat)
disebut ibadah karena mereka mengamalkannya dalam keadaan tunduk dan
menghinakan diri di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dari dua pengertian ibadah tersebut, diperoleh penjelasan bahwa sesuatu
dikatakan sebagai ibadah kepada Allah jika dilakukan pada segala yang dicintai
dan diridhai Allah serta dilakukan dalam keadaan tunduk dan hina di hadapan
Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dari sini, dipahami pula bahwa ibadah terbagi ke dalam dua jenis, yaitu ibadah
lahir dan ibadah batin. Ibadah lahir mencakup ucapan lisan dan perbuatan
anggota badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan seterusnya.
Dalam melakukan ibadah, seseorang harus memiliki landasan agar ibadah tersebut
diterima Allah. Dalam hal ini, para ulama menjelaskan, ada tiga landasan yang
harus dimiliki seorang muslim dalam beribadah. Landasan pertama adalah
mahabbah, yaitu rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, RasulNya
Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan syariatNya. Landasan kedua adalah raja', yaitu
mengharap pahala dan rahmat Allah, dan yang ketiga adalah khauf, rasa takut
dari siksa Allah dan khawatir akan nasib jelek di akhirat nanti.
Seorang ulama bernama Ibnu Rajab Al Hambaly mengatakan, ibadah hanya akan
terbangun di atas tiga prinsip, yaitu khauf, raja', dan mahabbah. Masing-masing
dari ketiganya harus ada dan wajib menggabungkannya. Karena itu para ulama
salaf mencela orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan
salah satunya saja. Demikian Ibnu Rajab menerangkan. (Syarh Wasithiyyah karya
Abdul Aziz Ar Rasyid hal. 76).
Sebagian ulama salaf bahkan mengatakan, barangsiapa yang beribadah kepada Allah
hanya dengan cinta, dia adalah zindiq (orang yang menyembunyikan kekafiran).
Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya dengan rasa takut
maka dia adalah harury (Khawarij, yang menganggap setiap yang berdosa besar
telah kafir). Siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan raja' (penuh
optimis), maka dia adalah murji' (orang yang menganggap amal shaleh tidak
berpengaruh terhadap imannya, selama masih ada iman di hatinya). Dan barangsiapa
beribadah kepada Allah dengan cinta, takut, dan mengharap maka dialah orang
yang bertauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. (Ma'arijul Qabul 2/437).
Jadi, pengakuan cinta kepada Allah tanpa disertai
rasa hina, takut, mengharap, dan tunduk kepada Allah adalah pengakuan dusta.
Karena itu, sering dijumpai orang yang berperilaku demikian seringkali terjatuh
dalam maksiat dan dilakukan tanpa ia peduli. Demikian pula orang yang hanya
memiliki sikap raja' (mengharap, penuh optimis dengan ampunan Allah), jika
terus dalam keadaan demikian akan berakibat berani melakukan maksiat dan merasa
aman dari makar Allah Subhanahu Wa Ta'ala.Dan orang yang hanya memiliki rasa
takut dalam beribadah kepada Allah, jika terus dalam keadaan demikian akan
berakibat su'udhan (buruk sangka) kepada Allah dan akan berputus asa dari
rahmatNya.
Perlu diketahui dan diingat pula bahwa tidak semua ibadah yang dilakukan
seorang hamba akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah baru akan
menerima ibadah bila memenuhi syaratnya. Allah jelaskan dalam surat Al Kahfi
ayat 110, artinya:
"Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah
hendaknya ia beramal shaleh dan tidak membuat sekutu di dalam ibadah kepada
Rabb-nya sesuatupun."
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan dalam ayat ini bahwa seseorang yang
menghendaki pertemuan denganNya hendaklah melakukan dua hal.
Pertama, beramal shaleh menuruti syariat ini sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
Shalallahu Alaihi Wa Sallam. Hal ini mutlak dilakukan, sebab bila menyalahi
contoh Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam akan ditolak karena terjerumus ke dalam
bid'ah. Hal ini sebagaimana Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam jelaskan :
"Barangsiapa
beramal dengan suatu amalan yang bukan atas perintahku maka tertolak."
(HR. Muslim dari Aisyah).
Kedua, tidak membuat sekutu apapun dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. Artinya, ia harus benar-benar ikhlas dalam ibadahnya. Hanya ia niatkan
dan tujukan kepada Allah semata. Tidak kepada selainNya, baik benda-benda yang
dikeramatkan atau makhluk-makhluk yang tidak mampu memberikan manfaat atau
mudharat.
Orang yang melakukan kesyirikan dalam ibadahnya akan Allah tolak sebagaimana
Allah Subhanahu Wa Ta'ala terangkan dalam hadits Qudsi :
"Aku paling
tidak butuh kepada sekutu. Barangsiapa melakukan ibadah yang ia menyekutukan
Aku, maka aku akan meninggalkannya bersama sekutunya." (HR.
Muslim)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga menerangkan di dalam Al Qur'an :
"Dialah
yang menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji kalian siapakah yang
paling baik amalannya." (Al Mulk : 2-3).
Perhatikan, Allah menyatakan yang paling baik amalannya bukan sekadar paling
banyak amalannya, tetapi salah. Seorang ulama bernama Abu Ali Fudhail bin Iyadh
berkata menafsiri ayat tersebut : "Yakni yang paling ikhlas dan paling benar".
Beliau ditanya, "Wahai Abu Ali, bagaimana yang paling ikhlas dan paling
benar itu ?" Beliau menjawab, sesungguhnya sebuah amalan jika ikhlas tapi
tidak benar, tidak akan diterima. Dan jika benar tapi tidak ikhlas, tidak
diterima hingga menjadi benar dan ikhlas (baru diterima). (Majmu' Fatawa 11/6)
Jadi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya akan menerima ibadah seorang hamba jika
dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam
dan dipersembahkan hanya untukNya semata. Ibadah itu juga dilakukan dengan
dilandasi rasa cinta, penuh mengharap, dan juga takut. Dengan demikikan
sempurnalah ibadah itu dan diharap Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan menerimanya.
Wallahu A'lam.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as