Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    rambu-rambu dalam beribadah

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    rambu-rambu dalam beribadah Empty rambu-rambu dalam beribadah

    Post by kutubuku Wed Jun 30, 2010 3:40 pm

    Rambu - Rambu
    Ibadah kita

    Penulis: Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc
    Aqidah





    Kata ibadah tentu sangat akrab bagi kaum muslimin.
    Ibadah merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang
    muslim. Bahkan tujuan diciptakannya manusia dan jin oleh Allah Subhanahu Wa
    Ta'ala tiada lain hanya untuk beribadah kepadaNya.



    Di tengah rutinitas menjalankan aktivitas ibadah, bisa jadi tidak semua muslim
    paham makna ibadah itu sendiri. Padahal, ketidakpahaman makna ibadah bisa
    mengakibatkan tertolaknya ibadah yang dilakukan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
    dalam kitabnya Al Ubudiyyah menerangkan, ibadah adalah nama yang mencakup
    segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bisa
    terdiri dari ucapan maupun perbuatan, baik nampak maupun tidak.



    Semua yang Allah cintai telah Allah bawakan dalam Al Qur'an dan diterangkan
    oleh RasulNya. Begitu pula apa yang Allah benci, telah Allah jelaskan. Sehingga
    di dalam Al Qur'an dan Al Hadits, Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan suatu
    perbuatan karena Allah mencintainya dan Allah melarang sebuah perbuatan karena
    Allah membencinya. Karena itu, dalam kesempatan lain Ibnu Taimiyyah mengatakan
    ibadah adalah taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan melakukan apa yang
    Allah perintahkan melalui lisan para RasulNya.

    Pendapat Al Qurthuby bisa melengkapi penjelasan Ibnu Taimiyyah. Menurut Al
    Qurthuby, asal ibadah adalah kehinaan dan ketundukan. Karena itu amalan-amalan
    syar'i pada seorang mukallaf (seorang mukmin yang sudah terbebani syariat)
    disebut ibadah karena mereka mengamalkannya dalam keadaan tunduk dan
    menghinakan diri di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.



    Dari dua pengertian ibadah tersebut, diperoleh penjelasan bahwa sesuatu
    dikatakan sebagai ibadah kepada Allah jika dilakukan pada segala yang dicintai
    dan diridhai Allah serta dilakukan dalam keadaan tunduk dan hina di hadapan
    Allah Subhanahu Wa Ta'ala.



    Dari sini, dipahami pula bahwa ibadah terbagi ke dalam dua jenis, yaitu ibadah
    lahir dan ibadah batin. Ibadah lahir mencakup ucapan lisan dan perbuatan
    anggota badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan seterusnya.



    Dalam melakukan ibadah, seseorang harus memiliki landasan agar ibadah tersebut
    diterima Allah. Dalam hal ini, para ulama menjelaskan, ada tiga landasan yang
    harus dimiliki seorang muslim dalam beribadah. Landasan pertama adalah
    mahabbah, yaitu rasa cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, RasulNya
    Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan syariatNya. Landasan kedua adalah raja', yaitu
    mengharap pahala dan rahmat Allah, dan yang ketiga adalah khauf, rasa takut
    dari siksa Allah dan khawatir akan nasib jelek di akhirat nanti.



    Seorang ulama bernama Ibnu Rajab Al Hambaly mengatakan, ibadah hanya akan
    terbangun di atas tiga prinsip, yaitu khauf, raja', dan mahabbah. Masing-masing
    dari ketiganya harus ada dan wajib menggabungkannya. Karena itu para ulama
    salaf mencela orang yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan
    salah satunya saja. Demikian Ibnu Rajab menerangkan. (Syarh Wasithiyyah karya
    Abdul Aziz Ar Rasyid hal. 76).

    Sebagian ulama salaf bahkan mengatakan, barangsiapa yang beribadah kepada Allah
    hanya dengan cinta, dia adalah zindiq (orang yang menyembunyikan kekafiran).
    Siapa yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya dengan rasa takut
    maka dia adalah harury (Khawarij, yang menganggap setiap yang berdosa besar
    telah kafir). Siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan raja' (penuh
    optimis), maka dia adalah murji' (orang yang menganggap amal shaleh tidak
    berpengaruh terhadap imannya, selama masih ada iman di hatinya). Dan barangsiapa
    beribadah kepada Allah dengan cinta, takut, dan mengharap maka dialah orang
    yang bertauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. (Ma'arijul Qabul 2/437).


    Jadi, pengakuan cinta kepada Allah tanpa disertai
    rasa hina, takut, mengharap, dan tunduk kepada Allah adalah pengakuan dusta.
    Karena itu, sering dijumpai orang yang berperilaku demikian seringkali terjatuh
    dalam maksiat dan dilakukan tanpa ia peduli. Demikian pula orang yang hanya
    memiliki sikap raja' (mengharap, penuh optimis dengan ampunan Allah), jika
    terus dalam keadaan demikian akan berakibat berani melakukan maksiat dan merasa
    aman dari makar Allah Subhanahu Wa Ta'ala.Dan orang yang hanya memiliki rasa
    takut dalam beribadah kepada Allah, jika terus dalam keadaan demikian akan
    berakibat su'udhan (buruk sangka) kepada Allah dan akan berputus asa dari
    rahmatNya.



    Perlu diketahui dan diingat pula bahwa tidak semua ibadah yang dilakukan
    seorang hamba akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah baru akan
    menerima ibadah bila memenuhi syaratnya. Allah jelaskan dalam surat Al Kahfi
    ayat 110, artinya:





    "Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah
    hendaknya ia beramal shaleh dan tidak membuat sekutu di dalam ibadah kepada
    Rabb-nya sesuatupun."



    Allah Subhanahu Wa Ta'ala menerangkan dalam ayat ini bahwa seseorang yang
    menghendaki pertemuan denganNya hendaklah melakukan dua hal.

    Pertama, beramal shaleh menuruti syariat ini sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
    Shalallahu Alaihi Wa Sallam. Hal ini mutlak dilakukan, sebab bila menyalahi
    contoh Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam akan ditolak karena terjerumus ke dalam
    bid'ah. Hal ini sebagaimana Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam jelaskan :
    "Barangsiapa
    beramal dengan suatu amalan yang bukan atas perintahku maka tertolak."

    (HR. Muslim dari Aisyah).



    Kedua, tidak membuat sekutu apapun dalam beribadah kepada Allah Subhanahu Wa
    Ta'ala. Artinya, ia harus benar-benar ikhlas dalam ibadahnya. Hanya ia niatkan
    dan tujukan kepada Allah semata. Tidak kepada selainNya, baik benda-benda yang
    dikeramatkan atau makhluk-makhluk yang tidak mampu memberikan manfaat atau
    mudharat.



    Orang yang melakukan kesyirikan dalam ibadahnya akan Allah tolak sebagaimana
    Allah Subhanahu Wa Ta'ala terangkan dalam hadits Qudsi :
    "Aku paling
    tidak butuh kepada sekutu. Barangsiapa melakukan ibadah yang ia menyekutukan
    Aku, maka aku akan meninggalkannya bersama sekutunya."
    (HR.
    Muslim)
    Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga menerangkan di dalam Al Qur'an :



    "Dialah
    yang menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji kalian siapakah yang
    paling baik amalannya."
    (Al Mulk : 2-3).



    Perhatikan, Allah menyatakan yang paling baik amalannya bukan sekadar paling
    banyak amalannya, tetapi salah. Seorang ulama bernama Abu Ali Fudhail bin Iyadh
    berkata menafsiri ayat tersebut : "Yakni yang paling ikhlas dan paling benar".
    Beliau ditanya, "Wahai Abu Ali, bagaimana yang paling ikhlas dan paling
    benar itu ?" Beliau menjawab, sesungguhnya sebuah amalan jika ikhlas tapi
    tidak benar, tidak akan diterima. Dan jika benar tapi tidak ikhlas, tidak
    diterima hingga menjadi benar dan ikhlas (baru diterima). (Majmu' Fatawa 11/6)



    Jadi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya akan menerima ibadah seorang hamba jika
    dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam
    dan dipersembahkan hanya untukNya semata. Ibadah itu juga dilakukan dengan
    dilandasi rasa cinta, penuh mengharap, dan juga takut. Dengan demikikan
    sempurnalah ibadah itu dan diharap Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan menerimanya.
    Wallahu A'lam.

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 10:20 am