ZUHUD
“…..dan janganlah kehidupan
dunia melalaikan kamu dari mengingat Allah”
Ikhwan wa akhawat fillah, telah kita fahami bahwa dunia bukanlah tempat
tinggal terakhir bagi kita. Kelak pasti kita akan menghadapi kehidupan abadi di
akhirat.Untuk itulah seluruh potensi dan aktivitas semaksimal mungkin lebih
kita curahkan bagi kehidupan akhirat. Allah berfirman: “Dan carilah dengan apa
yang telah Allah anugerahkan kepadamu kebahagiaan akhirat, namun jangan kamu
lupakan bagianmu di dunia….” (QS 28:77). Dengan bahasa ringkas perhatikan
dunia, namun utamakan akhirat. Jangan dibalik, dahulukan dunia baru sisakan
untuk akhirat. Pemahaman yang benar akan hakikat akhirat dan dunia akan
memunculkan penyikapan yang benar terhadap keduanya.
Rasulullah dan sahabat-sahabatnya merupakan panutan bagi kita dalam
menyikapi dunia dan akhirat. Keteladanan
mereka tentang hal itu terangkum dalam sebuah kata yang kerap kita dengar :
zuhud. Abdullah bin Mas’ud berkata : Rasulullah tidur di atas tikar dan
ketika bangun berbekaslah tikar itu di pinggangnya. Lalu kami berkata : Ya
Rasulullah, bagaimana bila kami buatkan untukmu kasur yang empuk? Jawab Nabi :
Untuk apakah dunia bagiku, aku di dunia ini bagaikan seorang yang bepergian,
berhenti sebentar bernaung di bawah pohon, kemudia pergi meninggalkannya.(HR
Bukhari). Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah
bersabda : Bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi
kekayaan sebenarnya ialah kaya hati ( HR Bukhari-Muslim). Abdurrahman bin
Auf meskipun hidup berkecukupan tetapi begitu dermawan dan berpenampilan
sederhana, layaknya bukan seorang saudagar kaya. Ketika Nampaklah bahwa zuhud
telah menjadi pakaian mereka, dan dengan itu pula mereka meraih kemenangan demi
kemenangan.
Ikhwan wa akhawat fillah,
zuhud sebagaimana kita fahami adalah mengambil secukupnya akan apa yang ada di
dunia dengan kesadaran dan harapan bahwa kebahagian serta kepuasan yang tak
terhingga nanti akan diperoleh di
akhirat. Sikap zuhud akan membentuk seseorang
menjadi pribadi yang qanaah dalam kesulitan dan kekurangan sekaligus
sederhana dan hemat dalam kelapangan dan kelebihan. Ungkapan ala kadarnya
merupakan bahasa zuhud yang memang tidak bisa diterapkan sama bagi setiap
orang. Bagi fulan A ala kadarnya berbeda dengan fulan B. Kebutuhan dan kondisi
setiap orang memang berbeda. Hanya agaknya ada standardisasi minimal yang
memang tidak boleh dilewati yaitu jangan mubazir, jangan mengambil hak orang
lain dan mampu menjaga perasaan orang lain. Pernah Ustadz Umar Tilmisani diajak
berbicara oleh Imam Syahid Hasan Al Bana tentang kebiasaannya berpakaian mewah,
karena di kalangan ikhwan saat itu sudah mulai terdengar ketidaksetujuan akan
cara berpakaian beliau. Maka Tilmisani
mangangkat dalil bahwa Allah SWT mencintai keindahan dan tiada salahnya
bersyukur menikmati karunia Allah. Dalam hal ini ada sedikitnya dua pelajaran
yang bisa kita ambil, yaitu bahwa Tilmisani memang tidak salah dengan gaya
hidupnya, namun Imam Syahid juga punya hak untuk mengingatkan agar Tilmisani
bisa mengerti perasaan saudaranya.
Ikhwan wa akhawat fillah, tidak mubazir dan tidak mengambil hak orang
lain tentu merupakan standar zuhud yang insya Allah tidak begitu sulit bagi
kita. Namun tentang menjaga perasaan orang lain alangkah sulitnya bagi kita.
Betapa kita harus bisa empati dan hati-hati agar jangan sampai karena kita
orang timbul rasa ghill bahkan antipati. Menurut tinjauan syar’i kita tidak mubazir dan tidak mengambil hak
orang lain. Tapi kenapa masih ada suara-suara sumbang mengomentari gaya hidup
kita. Di sinilah ikhwan wa akhawat
fillah kecerdasan kita dituntut. Kecerdasan yang dikemas dengan keyakinan akan
kemuliaan zuhud. Yang dengan dengan kecerdasan itu kita mampu menyiasati
tampilan ideal yang membuat semua orang ridha pada kita.
Tatkala kita telah mampu zuhud
dengan sebenar-benarnya zuhud, saat itulah sebenarnya kita telah berbakti
menghidupkan sunnah Rasulullah. Maka semua orangpun akan zuhud pada kita.
Mereka tidak akan menuntut lebih dari apa yang kita sanggupi, karena kita telah
berupaya semampu kita memahami apa yang mereka ingini. Bila kemudian suatu saat
kita mendapati saudara kita belum menjalankan zuhud sepenuhnya, maka jangan ada
rasa ghill di hati. Datangi dia komunikasikan dengan baik dan doakanlah. Semoga
Allah membukakan hatinya untuk mau menerima nasihat kita. Yakinlah bahwa
saudara-saudara kita adalah pribadi-pribadi terpilih yang mudah untuk menerima
nasihat asalkan kita mampu mengkomunikasikannya dengan benar.
TARBIYAH DZATIYAH
“…..dan janganlah kehidupan
dunia melalaikan kamu dari mengingat Allah”
Ikhwan wa akhawat fillah, telah kita fahami bahwa dunia bukanlah tempat
tinggal terakhir bagi kita. Kelak pasti kita akan menghadapi kehidupan abadi di
akhirat.Untuk itulah seluruh potensi dan aktivitas semaksimal mungkin lebih
kita curahkan bagi kehidupan akhirat. Allah berfirman: “Dan carilah dengan apa
yang telah Allah anugerahkan kepadamu kebahagiaan akhirat, namun jangan kamu
lupakan bagianmu di dunia….” (QS 28:77). Dengan bahasa ringkas perhatikan
dunia, namun utamakan akhirat. Jangan dibalik, dahulukan dunia baru sisakan
untuk akhirat. Pemahaman yang benar akan hakikat akhirat dan dunia akan
memunculkan penyikapan yang benar terhadap keduanya.
Rasulullah dan sahabat-sahabatnya merupakan panutan bagi kita dalam
menyikapi dunia dan akhirat. Keteladanan
mereka tentang hal itu terangkum dalam sebuah kata yang kerap kita dengar :
zuhud. Abdullah bin Mas’ud berkata : Rasulullah tidur di atas tikar dan
ketika bangun berbekaslah tikar itu di pinggangnya. Lalu kami berkata : Ya
Rasulullah, bagaimana bila kami buatkan untukmu kasur yang empuk? Jawab Nabi :
Untuk apakah dunia bagiku, aku di dunia ini bagaikan seorang yang bepergian,
berhenti sebentar bernaung di bawah pohon, kemudia pergi meninggalkannya.(HR
Bukhari). Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah
bersabda : Bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta dan benda, tetapi
kekayaan sebenarnya ialah kaya hati ( HR Bukhari-Muslim). Abdurrahman bin
Auf meskipun hidup berkecukupan tetapi begitu dermawan dan berpenampilan
sederhana, layaknya bukan seorang saudagar kaya. Ketika Nampaklah bahwa zuhud
telah menjadi pakaian mereka, dan dengan itu pula mereka meraih kemenangan demi
kemenangan.
Ikhwan wa akhawat fillah,
zuhud sebagaimana kita fahami adalah mengambil secukupnya akan apa yang ada di
dunia dengan kesadaran dan harapan bahwa kebahagian serta kepuasan yang tak
terhingga nanti akan diperoleh di
akhirat. Sikap zuhud akan membentuk seseorang
menjadi pribadi yang qanaah dalam kesulitan dan kekurangan sekaligus
sederhana dan hemat dalam kelapangan dan kelebihan. Ungkapan ala kadarnya
merupakan bahasa zuhud yang memang tidak bisa diterapkan sama bagi setiap
orang. Bagi fulan A ala kadarnya berbeda dengan fulan B. Kebutuhan dan kondisi
setiap orang memang berbeda. Hanya agaknya ada standardisasi minimal yang
memang tidak boleh dilewati yaitu jangan mubazir, jangan mengambil hak orang
lain dan mampu menjaga perasaan orang lain. Pernah Ustadz Umar Tilmisani diajak
berbicara oleh Imam Syahid Hasan Al Bana tentang kebiasaannya berpakaian mewah,
karena di kalangan ikhwan saat itu sudah mulai terdengar ketidaksetujuan akan
cara berpakaian beliau. Maka Tilmisani
mangangkat dalil bahwa Allah SWT mencintai keindahan dan tiada salahnya
bersyukur menikmati karunia Allah. Dalam hal ini ada sedikitnya dua pelajaran
yang bisa kita ambil, yaitu bahwa Tilmisani memang tidak salah dengan gaya
hidupnya, namun Imam Syahid juga punya hak untuk mengingatkan agar Tilmisani
bisa mengerti perasaan saudaranya.
Ikhwan wa akhawat fillah, tidak mubazir dan tidak mengambil hak orang
lain tentu merupakan standar zuhud yang insya Allah tidak begitu sulit bagi
kita. Namun tentang menjaga perasaan orang lain alangkah sulitnya bagi kita.
Betapa kita harus bisa empati dan hati-hati agar jangan sampai karena kita
orang timbul rasa ghill bahkan antipati. Menurut tinjauan syar’i kita tidak mubazir dan tidak mengambil hak
orang lain. Tapi kenapa masih ada suara-suara sumbang mengomentari gaya hidup
kita. Di sinilah ikhwan wa akhawat
fillah kecerdasan kita dituntut. Kecerdasan yang dikemas dengan keyakinan akan
kemuliaan zuhud. Yang dengan dengan kecerdasan itu kita mampu menyiasati
tampilan ideal yang membuat semua orang ridha pada kita.
Tatkala kita telah mampu zuhud
dengan sebenar-benarnya zuhud, saat itulah sebenarnya kita telah berbakti
menghidupkan sunnah Rasulullah. Maka semua orangpun akan zuhud pada kita.
Mereka tidak akan menuntut lebih dari apa yang kita sanggupi, karena kita telah
berupaya semampu kita memahami apa yang mereka ingini. Bila kemudian suatu saat
kita mendapati saudara kita belum menjalankan zuhud sepenuhnya, maka jangan ada
rasa ghill di hati. Datangi dia komunikasikan dengan baik dan doakanlah. Semoga
Allah membukakan hatinya untuk mau menerima nasihat kita. Yakinlah bahwa
saudara-saudara kita adalah pribadi-pribadi terpilih yang mudah untuk menerima
nasihat asalkan kita mampu mengkomunikasikannya dengan benar.
TARBIYAH DZATIYAH
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as