Apa yang Terjadi
pada
Suhu Nol Mutlak?
-
Ketika berada di lereng atau puncak
gunung, kita bisa mengamati uap air yang beralih menjadi butir-butir air keluar
dari saluran pernapasan. Ketika berada di negara subtropis atau di kutub—yang
lebih dingin lagi--butiran air itu membeku menjadi es.
Saat duduk di sekolah dasar, kita
menyebut fenomena itu sebagai peralihan fase. Itu pun dapat dijelaskan dengan
fisika klasik: pergerakan acak bahang di dalam gas, cairan, ataupun benda padat
semakin berkurang intensitasnya seiring dengan semakin melorotnya suhu.
Tapi situasinya menjadi benar-benar
berbeda ketika suhu terus turun tajam mendekati nol mutlak, -273,15º C. Pada
helium cair, suatu sifat supercair (superfluiditas) yang tidak dapat
diterangkan lewat teori-teori fisika klasik terjadi.
Gerak acak atom-atom penyusunnya
tiba-tiba saja lumpuh. Atom-atom itu mengubah polahnya menjadi teratur dalam
setiap pergerakannya. Sifat itu menyebabkan suatu cairan tidak lagi memiliki
viskositas atau friksi sama sekali: cairan itu dapat mengalir meluapi sebuah
cangkir, mengalir keluar melalui pori yang teramat kecil, dan serangkaian efek
lainnya yang "tidak biasa".
Dibutuhkan pengenalan tingkat lanjut
dari fisika kuantum untuk dapat memahami fenomena itu.
Osheroff bersama
David M. Lee dan Robert C. Richardson menemukan fakta itu pada awal 1970-an di
laboratorium suhu-rendah di Cornell University, Amerika Serikat. Mereka
mendapati bahwa satu dari dua isotop helium, yakni helium-3, dapat dijadikan
supercair pada suhu hanya sekitar dua per seribu di atas nol mutlak.
Kredit juga harus diberikan kepada
ketiga pakar suhu-rendah itu (Lee dan Richardson adalah peneliti senior,
sedangkan Osheroff mahasiswa keduanya) karena mampu membuat peralatan sendiri
yang memungkinkan pendinginan suhu serendah itu. Sifat superfluiditas helium-4
pertama kali ditemukan pada 1930-an, tapi itu dipelajari pada suhu sekitar dua
derajat atau seribu kali lebih tinggi.
Agak berbau ketidaksengajaan
sebenarnya karena saat itu Osheroff dan kedua pembimbingnya itu sedang berburu
fenomena yang lain: peralihan fase menuju sejenis keteraturan magnetik pada
helium-3 yang membeku. Untuk sampai ke sana, ketiganya mempelajari tekanan yang
terukur di dalam helium-3 sebagai fungsi waktu dan volume.
Sepasang mata Osheroff yang awaslah
yang menemukan bahwa ada "lompatan" kecil pada grafik hasil
pengukuran fungsi-fungsi tersebut. Mereka tidak yakin kalau keanehan itu
"sekadar" disebabkan oleh karakteristik peralatan buatan mereka
sendiri yang digunakan. Sebaliknya, meyakini itu adalah efek yang nyata.
Butuh penelitian lanjutan dan dua kali
publikasi pada 1972 bagi ketiganya untuk meyakinkan efek apa yang sebenarnya
terjadi. Akhirnya mereka berhasil menunjukkan, fenomena yang dimaksud adalah
terjadinya dua peralihan fase dalam helium-3 cair itu.
Penemuan itu segera menambah intensif
penelitian tentang cairan kuantum baru. Lewat penelitian-penelitian itulah kita
tahu bagaimana hukum-hukum fisika kuantum, yang merumuskan sistem-sistem
mikroskopik, kadang berlaku juga untuk menerangkan sistem yang makroskopik.
Aplikasinya yang terbaru adalah
pengujian atas teori tentang pembentukan untaian kosmik (cosmic strings) di
jagat raya. Obyek yang masih hipotetis itu--yang diyakini ambil peran dalam
terbentuknya galaksi-galaksi--sangat mungkin muncul sebagai konsekuensi dari
peralihan fase yang cepat sesaat setelah Dentuman Besar (Big Bang).
Sedangkan
superfluiditas helium-4 sudah lebih dulu sukses diaplikasikan dalam teknik
spektrokopi.
Saudara
tapi tak identik
Secara alami, gas helium
memiliki dua isotop, yang masing-masing berbeda secara mendasar. Helium-4 yang
memiliki inti atomdengan dua proton dan dua neutron, serta pada kulitnya
memiliki dua elektron, lebih banyak ditemukan ketimbang helium-3.
Inti atom helium-3 juga
memiliki dua proton, dilengkapi dua elektron, tapi hanya ada satu neutron.
Jumlah partikelnya menjadi tidak biasa, Karena itu, perbedaan yang dramatik
diantara kelakukan kedua isotop itu muncul saat keduanya didinginkan hingga
suhu menedekati nol mutlak.
Pada suhu yang cukup
rendah (kurang dari 0,87 K), campuran helium-3 dan helium-4 tidak stabil.
Campuran itu akan mengalami pemisahan. Fase helium-3 yang terkonsentrasi dan
kerapatan lebih rendah akan mengambang di atas campuran itu.
Sumber : Koran Tempo (18 November 2005)
pada
Suhu Nol Mutlak?
-
Ketika berada di lereng atau puncak
gunung, kita bisa mengamati uap air yang beralih menjadi butir-butir air keluar
dari saluran pernapasan. Ketika berada di negara subtropis atau di kutub—yang
lebih dingin lagi--butiran air itu membeku menjadi es.
Saat duduk di sekolah dasar, kita
menyebut fenomena itu sebagai peralihan fase. Itu pun dapat dijelaskan dengan
fisika klasik: pergerakan acak bahang di dalam gas, cairan, ataupun benda padat
semakin berkurang intensitasnya seiring dengan semakin melorotnya suhu.
Tapi situasinya menjadi benar-benar
berbeda ketika suhu terus turun tajam mendekati nol mutlak, -273,15º C. Pada
helium cair, suatu sifat supercair (superfluiditas) yang tidak dapat
diterangkan lewat teori-teori fisika klasik terjadi.
Gerak acak atom-atom penyusunnya
tiba-tiba saja lumpuh. Atom-atom itu mengubah polahnya menjadi teratur dalam
setiap pergerakannya. Sifat itu menyebabkan suatu cairan tidak lagi memiliki
viskositas atau friksi sama sekali: cairan itu dapat mengalir meluapi sebuah
cangkir, mengalir keluar melalui pori yang teramat kecil, dan serangkaian efek
lainnya yang "tidak biasa".
Dibutuhkan pengenalan tingkat lanjut
dari fisika kuantum untuk dapat memahami fenomena itu.
Osheroff bersama
David M. Lee dan Robert C. Richardson menemukan fakta itu pada awal 1970-an di
laboratorium suhu-rendah di Cornell University, Amerika Serikat. Mereka
mendapati bahwa satu dari dua isotop helium, yakni helium-3, dapat dijadikan
supercair pada suhu hanya sekitar dua per seribu di atas nol mutlak.
Kredit juga harus diberikan kepada
ketiga pakar suhu-rendah itu (Lee dan Richardson adalah peneliti senior,
sedangkan Osheroff mahasiswa keduanya) karena mampu membuat peralatan sendiri
yang memungkinkan pendinginan suhu serendah itu. Sifat superfluiditas helium-4
pertama kali ditemukan pada 1930-an, tapi itu dipelajari pada suhu sekitar dua
derajat atau seribu kali lebih tinggi.
Agak berbau ketidaksengajaan
sebenarnya karena saat itu Osheroff dan kedua pembimbingnya itu sedang berburu
fenomena yang lain: peralihan fase menuju sejenis keteraturan magnetik pada
helium-3 yang membeku. Untuk sampai ke sana, ketiganya mempelajari tekanan yang
terukur di dalam helium-3 sebagai fungsi waktu dan volume.
Sepasang mata Osheroff yang awaslah
yang menemukan bahwa ada "lompatan" kecil pada grafik hasil
pengukuran fungsi-fungsi tersebut. Mereka tidak yakin kalau keanehan itu
"sekadar" disebabkan oleh karakteristik peralatan buatan mereka
sendiri yang digunakan. Sebaliknya, meyakini itu adalah efek yang nyata.
Butuh penelitian lanjutan dan dua kali
publikasi pada 1972 bagi ketiganya untuk meyakinkan efek apa yang sebenarnya
terjadi. Akhirnya mereka berhasil menunjukkan, fenomena yang dimaksud adalah
terjadinya dua peralihan fase dalam helium-3 cair itu.
Penemuan itu segera menambah intensif
penelitian tentang cairan kuantum baru. Lewat penelitian-penelitian itulah kita
tahu bagaimana hukum-hukum fisika kuantum, yang merumuskan sistem-sistem
mikroskopik, kadang berlaku juga untuk menerangkan sistem yang makroskopik.
Aplikasinya yang terbaru adalah
pengujian atas teori tentang pembentukan untaian kosmik (cosmic strings) di
jagat raya. Obyek yang masih hipotetis itu--yang diyakini ambil peran dalam
terbentuknya galaksi-galaksi--sangat mungkin muncul sebagai konsekuensi dari
peralihan fase yang cepat sesaat setelah Dentuman Besar (Big Bang).
Sedangkan
superfluiditas helium-4 sudah lebih dulu sukses diaplikasikan dalam teknik
spektrokopi.
Saudara
tapi tak identik
Secara alami, gas helium
memiliki dua isotop, yang masing-masing berbeda secara mendasar. Helium-4 yang
memiliki inti atomdengan dua proton dan dua neutron, serta pada kulitnya
memiliki dua elektron, lebih banyak ditemukan ketimbang helium-3.
Inti atom helium-3 juga
memiliki dua proton, dilengkapi dua elektron, tapi hanya ada satu neutron.
Jumlah partikelnya menjadi tidak biasa, Karena itu, perbedaan yang dramatik
diantara kelakukan kedua isotop itu muncul saat keduanya didinginkan hingga
suhu menedekati nol mutlak.
Pada suhu yang cukup
rendah (kurang dari 0,87 K), campuran helium-3 dan helium-4 tidak stabil.
Campuran itu akan mengalami pemisahan. Fase helium-3 yang terkonsentrasi dan
kerapatan lebih rendah akan mengambang di atas campuran itu.
Sumber : Koran Tempo (18 November 2005)
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as