MEMAHAMI KEMISKINAN
Berbagai Pengertian
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin
dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada
masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti
Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung
tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah.
Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik
yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan
daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan
terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,
terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an
Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian
besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak
memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat
sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Indonesia
sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa
penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998).
Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan
31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya
dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah
penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa
perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Ada dua
kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan
karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
"buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat
membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan
berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah
sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu
terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi
akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar
rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir.
Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai
fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil
keputusan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan,
papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah
hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan
sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator
ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan,
yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang
dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah
pendekatan pengeluaran.
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan
penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan
penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan
perhitungan uang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara
dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan
pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka
garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun 1996
sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk
penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.
Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi
kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith
melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan
umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat
secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical),
dan kemiskinan individu.
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami
kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab
keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli
masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di Indonesia.
Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum
cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.
Penanggulangan Kemiskinan
Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori ekonomi
mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan
peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi,
dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan
produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah
itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan
diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian,
memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan
pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia
lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat
membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain
sebagainya.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula
dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung,
gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program
tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang
melanda Indonesia
pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial
(JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.
Berbagai Pengertian
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu
umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin
dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada
masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti
Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung
tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropah.
Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik
yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan
daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan
terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas,
pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,
terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an
Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian
besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak
memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat
sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Indonesia
sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya mempunyai 49,5 juta jiwa
penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial Ekonomi Nasional / Susenas 1998).
Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari 17,6 juta jiwa di perkotaan dan
31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat banyaknya
dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi) yang hanya mencatat jumlah
penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa
perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakan makin bertambah.
Ada dua
kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan
karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
"buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat
membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan
berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah
sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu
terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi
akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar
rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir.
Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai
fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil
keputusan.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan,
papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah
hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan
masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan
sosial masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator
ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan,
yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang
dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiskinan adalah
pendekatan pengeluaran.
Menurut data BPS hasil Susenas pada akhir tahun 1998, garis kemiskinan
penduduk perkotaan ditetapkan sebesar Rp. 96.959 per kapita per bulan dan
penduduk miskin perdesaan sebesar Rp. 72.780 per kapita per bulan. Dengan
perhitungan uang tersebut dapat dibelanjakan untuk memenuhi konsumsi setara
dengan 2.100 kalori per kapita per hari, ditambah dengan pemenuhan kebutuhan
pokok minimum lainnya, seperti sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi. Angka
garis kemiskinan ini jauh sangat tinggi bila dibanding dengan angka tahun 1996
sebelum krisis ekonomi yang hanya sekitar Rp. 38.246 per kapita per bulan untuk
penduduk perkotaan dan Rp. 27.413 bagi penduduk perdesaan.
Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi
kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith
melihat kemiskinan di Amerika Serikat terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan
umum, kemiskinan kepulauan, dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat
secara global, yakni kemiskinan massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical),
dan kemiskinan individu.
Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang mengalami
kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai penyebab
keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya beli
masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di Indonesia.
Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama kaum
cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia.
Penanggulangan Kemiskinan
Bagaimana menangani kemiskinan memang menarik untuk disimak. Teori ekonomi
mengatakan bahwa untak memutus mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan
peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi,
dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan
produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah
itu. Lantas apa yang dapat dilakukan?
Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program penanggulangan kemiskinan
diarahkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antar negara bagian,
memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan kesempatan
pendidikan dan kerja untuk para pemuda, penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan bagi orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia
lanjut. Selain program pemerintah, juga kalangan masyarakat ikut terlibat
membantu kaum miskin melalui organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain
sebagainya.
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak pula
dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung,
gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani program
tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi yang
melanda Indonesia
pada pertengahan tahun 1997, melalui program-program Jaring Pengaman Sosial
(JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as