Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    antara yogya dan los angeles

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 37
    Lokasi : Malang-Indonesia

    antara yogya dan los angeles Empty antara yogya dan los angeles

    Post by admin Tue Jun 15, 2010 12:11 am

    Antara Yogya dan
    Los Angeles



    Oleh : Zuna
    Ar-Radli






    Riko mendesah panjang, sambil
    mengepalkan tinjunya ke busa tempatnya berbaring, ia berusaha bangun. Dengan
    lesu Riko duduk di sisi pembaringan sembari memegangi kepalanya yang terasa
    berat, sesekali desahan masih terdengar.



    "Kita harus mengakhirinya
    Ko, tak ada ikatan apapun dalam Islam antara seorang laki-laki dan wanita
    kecuali khitbah dan pernikahan, ini haram, Ko". Riko mendesis mengingat
    kata-kata Ayu sore tadi, ada sesuatu menyayat ulu hatinya, perih. Dan ia tak
    habis mengerti perubahan jalan pikiran Ayu akhir-akhir ini.Riko bangkit dari
    duduknya, dengan langkah lunglai ditariknya kursi lalu dihempaskan pantatnya.
    Ia menekuri meja, ditatapnya photo Ayu yang ada di depannya, lantas dengan
    kasar disorongkannya ke sudut meja. Tangan Riko menarik album yang terselip di
    deretan buku, dengan tanpa gairah dibukanya album itu dan terhenti pada photo
    dirinya yang sedang berangkulan dengan Riki. Diamatinya dengan seksama dua
    wajah yang bagai pinang dibelah dua.



    Terbayang saat-saat yang
    dihabiskanya selama 18 tahun bersama Riki sampai mereka memutuskan untuk
    berpisah, karena ia lebih memilih Yogya sebagai kelanjutan studinya tidak
    halnya dengan Riki yang menerima tawaran Oom mereka untuk melanjutkan ke LA.
    ambil tetap melekatkan ke wajah mereka, Riko menarik sebatang rokok. Dengan
    gerakan malas ia berusaha menyalakannya, gagal, Riko kehilangan konsentrasi
    meski hanya untuk sekedar menyalakan rokok pun tak mampu.



    Setelah berungkali batang korek
    api yang dinyalakan mati sebelum sempat membakar ujung rokoknya, Riko
    memukulkan kepalan tangannya dengan keras ke meja hingga barang-barang yang
    diatasnya bergetar dan photo Ayu dalam bingkai yang berada di sudut jatuh dan
    pecah. Riko menyengir memandangi photo orang yang sebenarnya dikaguminya itu
    tapi dengan seenaknya memberi keputusan sepihak di antara pecahan kaca. Hatinya
    kalut membayangkan kepulangan Riki yang ditemani Alice sementara dirinya
    seorang diri menggigit bibir. Dengan sisa konsentrasinya Riko kembali
    menyalakan rokoknya, didekatkan ujung yang satunya ke mulut lalu dihembuskannya
    perlahan-lahan, ia berusaha mencari kenikmatan dari lintingan nikotin itu.
    Tatapan Riko kembali ke album, dengan lebih teliti diamatinya wajah Riki lalu
    wajahnya, ingatannya melayang ke percakapan mereka berdua sebelum Riki terbang
    ke LA. nilah saatnya kita cari gandengan Ko" Betul, aku janji akan
    membawakan untukmu seorang calon ipar yang darahnya biru" "Kalo mo
    ketemu mama jalanya pake nunduk-nunduk, hhh,. Hhhhaa" "Haaa, haaha
    dan untuk calon iparku, kau harus bawa yang rambutnya kayak rambut jagung, kalo
    mau ketemu di pintu pagar sudah bilang hello" "Ya deh aku
    janji"



    Ada kerinduan menyeruak bila
    mengingat, bagaimana mereka saling meledek lalu tertawa bersama dan tiba-tiba
    wajah Riko bertambah sendu mengingat kesepakatan mereka untuk membawa pacarnya
    masing-masing dalam pertemuan Agung, begitu mereka mengistilahkan dan juga
    sepakat untuk merekam cerita masing-masing dalam kaset. Riko memainkan kepulan
    asap rokoknya, dibayangkan hari-hari Riki bersama Alice, serba menyenangkan,
    penuh hura-hura dan kebebasan tanpa ada tetek bengek yang membelenggunya. Riko
    geram membandingkan dengan nasibnya. "Sebenarnya aku kangen sekali,
    Ki" Riko mendesah sebuah perasaan merasa terkalahkan menghalanginya untuk
    bergegas menyambut kedatangan Riki di bandara.



    Riko mematikan mesin mobilnya,
    dengan gontai ia melangkah keluar, Riko berdiri tegak mengamati rumah berlantai
    dua yang berdiri megah di depannya, terlalu banyak kenangan bersama Riki bahkan
    sejak mereka berdua masih dalam perut. Bayangan keberadaan Alice di sisi Riki
    dan tidak adanya Ayu membimbingkannya untuk segera masuk. Tapi segera
    disadarinya jika anak kembar tak mesti harus bernasib sama, dilangkahkan juga
    kakinya memasuki rumah dengan lewat tangga samping langsung menuju kamarnya
    yang juga kamar Riki. Sepi, mungkin Riki dan Alice baru ngobrol dengan Mama di
    bawah, pikirnya. Ketika mata Riko menangkap kaset yang tergeletak di meja dan
    ia yakin pasti itu rekaman Riki, segara disambarnya dan langsung mendekati
    tape. Sejenak setelah jari Riko menekan tombol Play .... "Assalamu'alaikum
    Riko, aku kangen sekali padamu. Maaf Ko, aku tak bisa mengajak Alice seperti
    janjiku, ini janji yang satunya, dengar yaa... serius nih. Riko, LA memang
    dengan suka cita memberikan apa yang kebanyakan diimpikan anak muda, kebebasan,
    hura-hura dan kesenangan-kesenangan dunia yang lainnya yang memabukkan, di
    hampir setiap sudutnya justru ditawarkan dengan yang menggiurkan. Riko, Kamu
    setuju bukan, sebenarnya kebebasan, hura-hura juga surga-surga dunia tak pernah
    bisa memberikan apa yang sesungguhnya didambakan setiap orang yaitu sejatinya
    kebahagian. Aku yakin semua orang yang telah mencoba menikmati segala kebebasan
    itupun mengakui jika mereka mau jujur pada suara hatinya yang paling dalam.
    Riko, jika bukan karena Islam, kemungkinan besar saudara kembarmu ini telah
    berubah menjadi binatang di sana. Hidup mematuhi nafsunya tanpa mengenal
    batasan dan tak lagi kenal apa itu haram.



    Riko, segala puji hak Allah
    semata, yang telah mempertemukan dengan mas Arifin, orang Bandung yang baru
    mengambil S2. Lewat beliau aku mengkaji Al-Qur'an dan lewat beliau aku mengkaji
    Al-Qur'an dan lewat beliau Allah berkenan membukakan hatiku untuk mengenali
    Islam yang sesungguhnya, Islam sebagai sistem juga sebagai jalan hidup. Riko,
    sejak mengenal Islam, otomatis hubunganku dengan Alice berakhir, padahal aku
    begitu menunggu waktu pertemuan denganmu dimana aku bisa membanggakan Alice
    yang cantik, cerdas dan supel. Keputusan harus kuambil, meski sangat berat
    karena tangan-tangan nafsu begitu kuat mencengkramku, tapi seberat apapun
    bukankah aku harus memenangkan aturan agamaku, aturan Allah. Jangankan pacaran
    yang memungkinkan berduan dan macam-macam, menurutkan pandangan saja tetap
    diharamkan. Bukankah ketaatan yang harus kita tunjukkan sebagai bukti dari
    pengakuan kita adalah muslim. Meski akal kita belum menerimanya, tidak tahu apa
    manfaatnya karena ilmu kita tak lebih dari setetes air dari ujung jari yang dicelupkan
    ke luasnya samudra tak bertepi bila dibanding dengan kemahatahuan Allah. Kenapa
    kita sering merasa sok tahu, dengan memberi argumen-argumen yang didasarkan
    nafsu.



    Riko, Setelah aku mendapat
    gambaran yang jelas tentang Islam, aku bertekad untuk senantiasa hidup
    bersamanya, berusaha memberikan apa yang kubisa untuk membelanya dan
    mengimpikan kejayannya. Dengan itu mulai kurasakan artinya hidup dan ternyata
    di situlah aku menemukan ketentraman dan sejatinya kebahagiaan. Riko, Dalam
    setiap doaku aku selalu memohon, kamu pun ....



    Riko segera menekan tombol
    stop, rasanya tak sanggup lagi ia mendengar suara Riki yang setiap kalimat
    seakan menelanjanginya. Rasanya Riko terhempas membandingkan apa yang ada di
    kepalanya dan yang di kepala Riki. Selama ini hidup yang dijalaninya sangatlah
    remeh, tak punya muatan apa-apa. Yang diotaknya hanya apa yang akan
    menyenangkan nafsunya. Seperti ada batu besar yang menghimpit dadanya. Di
    tengah berbagai kenikmatan dunia menyesatkan yang ditawarkan oleh pesatnya laju
    kemajuan zaman, Riki bisa menemukan jalan mana yang benar-benar bisa
    menyelamatkan dan mengantarkan ke surga yang sesungguhnya, sementara dirinya
    dibingungkan oleh kemajuan jaman yang tak dipahaminya, tak tahu arus akan
    mengantarkanya ke mana. Riko meraba pipinya, jemarinya menemukan air yang
    mengalir dari sudut matanya. Rasa rindunya pada Riki tiba-tiba tak terbendung.
    Seketika Riko berbalik ketika terdengar salam dan ia yakin siapa yang
    mengucapkannya.



    "Ri ... Ki..."
    pekiknya terbata-bata, seakan tak percaya menyaksikan Riki sudah berdiri
    diambang pintu kamar mereka, dengan wajah bersih mencerminkan ketenangan dan
    sorot mata penuh wibawa. Dijawabnya salam dengan suara yang hampir tak
    terdengar. Keduanya masih terpaku di tempat masing-masing, namun hanya beberapa
    detik.

    "Riko" Riki berjalan sambil membentangkan tangannya. Tak sesaatpun
    Riko menunggu, ia langsung menghambur ke arah Riki. Segenap perasaan yang
    menggedor-gedor jiwanya ditumpahkan dalam pelukan saudara kembarnya. Ada isak
    tertahan. "Ki, maukah kau mengenalkanku pada Islam yang sebenarnya?"
    Ucap Riko terbata setelah mereka mengurai rangkulan masing-masing, Riki tak
    menjawab, namun di rangkulnya kembali saudara kembarnya dengan lebih erat lagi.
    Untuk sesuatu yang tak ternilai harganya ..... Hidayah.

      Waktu sekarang Fri Nov 22, 2024 2:01 am