Ideologi Islam Revolusioner:
Merusak Banyak Negara Islam (?)
Ketika menulis buku Jihad Fi Sabilillah dan
Tantangan-tantangannya tahun 1994, saya memang penuh harapan bisa membangun
semangat jihad umat Islam Indonesia untuk berjihad menegakkan izzul Islam wal
muslimin' di bumi ini, paling sedikit, di Indonesia.
Namun pada akhir Agustus yang lalu saya berjumpa dengan
teman sekampung yang dulu aktivis pemuda rakyat. Saya terkejut karena ternyata
dia masih hidup dan sekarang dia menjadi guru madrasah. Dia mengaku sudah
membaca buku saya dan oleh karena itu dia sangat menyesal sebab, menurut dia,
justru kampanye ''jihad'' itulah yang telah menggagalkan kejayaan Islam dan
kaum muslimin sampai saat ini. Pernyataan teman sekampung yang bekas PKI ini
menjadi renungan saya selama 12 hari ini. Betulkah kejayaan Islam dan kaum
muslimin justru digagalkan oleh kobaran jihad di mana-mana?
Lalu saya mulai mengkaji dari negara-negara yang hampir
100 persen Islam dan sudah memastikan sebagai negara Islam, yaitu: Arab Saudi,
Mesir, Libya, Irak, Iran, Pakistan, Siria, Jordania, Turki, Aljazair, Sudan,
Yaman, Somalia, Malaysia, Brunei, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Ternyata hanya
beberapa di antara mereka yang berhasil kemakmuran kehidupan rakyatnya, yaitu:
Arab Saudi, Brunei, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Kuwait.
Namun, ternyata kemakmuran itu bukan didapatkan dengan
memeras keringat dalam membangun negara dan bangsa, melainkan karena mereka
punya tambang minyak dan obyek wisata. Dan untuk Malaysia, kemakmuran itu
justru karena di sana ada sekitar 50 persen penduduk kafir yang menjadi tulang
punggung pembangunan, yaitu warganegara Malaysia keturunan Cina, India,
Inggris, dan sebangsanya. Arab Saudi malah mendatangkan banyak orang dan
perusahaan asing untuk membangun negaranya. Dan Indonesia membantu negeri
tersebut dengan mengirimkan babu, sopir, dan pekerja kasar lainnya. Irak,
Libya, dan Iran -- yang kaya minyak bumi -- ternyata malah menggunakan
kekayaannya untuk menyelenggarakan proyek-proyek revolusi dan permusuhan dengan
pelbagai negara di dunia. Bahkan Irak-Iran sempat baku hantam selama delapan
tahun, sehingga menye ngsarakan rakyat masing-masing. Lalu muncul pertanyaan:
Mengapa kekayaan-kekayaan itu tidak dijadikan modal untuk mempersatukan umat
Islam di seluruh dunia? Dan kemudian membangun ekonomi, teknologi, dan sumber
daya manusia Islam yang tangguh dan canggih, untuk masuk ke dalam persaingan
dunia dalam berdagang dan membangun ekonomi demi kesejahteraan seluruh bangsa
di dunia -- seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, RRC, Masyarakat Ekonomi
Eropa, AS, dan lain-lain? Mengapa pula tak muncul Masyarakat Ekonomi Timur
Tengah yang dimotori Arab Saudi, Libya, Mesir, Kuwait, dan Iran? Satu
pertanyaan cukup untuk menggugat partisipasi umat Islam dalam membangun dunia.
Kalau mau ditambah lagi, maka pertanyaannya: Haruskah dunia diislamkan dulu
baru dibangun?
Saya akui bahwa melalui buku Jihad Fi Sabilillah...
tersebut di atas, saya ingin membangun Ideologi Islam Revolusioner (IIR) supaya
terbangun suatu kekuatan untuk membangun Islam secara cepat, sehingga cita-cita
Nabi Muhammad SAW bisa segera tercapai. Namun bukankah kegagalan-kegagalan di
Timur Tengah itu justru karena menjamurnya macam-macam IIR sesuai dengan kreasi
ulama atau pemimpin umat setempat? Apalagi masih ada ideologi Islam yang
moderat, ideologi Islam yang ingin hidup berdampingan dengan non muslim, dan
lain-lain. Jelas antar ideologi Islam itu pun sudah menghasilkan pergesekan
antarumat, perlombaan merebut umat, dan lain-lain hal yang menimbulkan suasana
politik penuh persaingan, sampai-sampai terjadi saling menyalahkan dan
memfitnah. Kiranya semua ini sudah sangat kita ketahui. Di Indonesia juga
banyak kita temui. Dan saya adalah salah satu orang yang menyebarkan landasan
IIR itu. Sekarang muncul pertanyaan: Apakah untuk membangun kejayaan Islam dan
kaum muslimin perlu dikembangkan IIR? Bukankah sampai saat ini IIR di
masing-masing negara justru yang menimbulkan banyak kemunduran dan pertikaian
dengan IIR konsep ulama lain atau negara lain, bahkan bisa menimbulkan perang
antarnegara Islam seperti Irak-Iran, Irak-Kuwait, Taliban dengan kelompok Islam
lainnya? Kalau di negaranya tidak mendapat tanding dengan pencetus IIR lainnya,
maka yang dimusuhi adalah kelompok non-Islam, ini mema ng acara pokoknya.
Ketika saya membuka buku Jihad Fi Sabilillah... halaman 56 bab
''Penentang-penentang Jihad'', saya menjadi tersenyum kecut. Kecut atas
kebodohan dan kecerobohan saya. Masak saya membeberkan bahwa penentang jihad
adalah Yahudi/Zionisme, Kristen Katolik dan Protestan, Komunisme-Atheisme,
Hinduisme-Budhisme, Nasionalisme. Sebab ini berarti semua orang di muka bumi
ini, yang tak beragama Islam, adalah musuh Islam dan harus dilawan dengan
semangat jihad. Sungguh sebuah pikiran gila, namun sudah terlambat dikoreksi
karena empat tahun yang lalu buku itu sudah beredar. Sungguh tolol kalau kita
harus mengangkat pedang melawan semua kelompok-kelompok itu, sebab paling
sedikit dengan mengangkat pedang kita tela h meninggalkan cangkul, pena,
komputer, obeng, traktor pertanian, keramaian, sedekah, dan lain-lain. Dan itu
berarti membuang dana dan tenaga, sementara pembangunan diri dan persahabatan
dengan tetangga kita abaikan. Dan itulah persis yang sedang terjadi: Kita
disibukkan dengan acara mencabik-cabik diri. Sebab ternyata yang kita anggap
musuh itu telah melawan serbuan jihad kita dengan membangun di segala bidang
dan membangun persahabatan dan kerjasama. Mereka nampaknya sudah sadar bahwa
membangun dunia melalui perang dan permusuhan adalah sebuah tindakan kebodohan
dan suatu pekerjaan yang sia-sia. Mereka memang yakin bahwa kemajuan dirinya
hanya optimal kalau rakyat lain juga mengalami kemajuan. Sebab kemajuan rakyat
negara lain itu berarti bisa membeli segala hal yang ia produksi. Artinya
pembangunan dan kemajuan teknologi di negaranya bisa dibiayai oleh keuntungan
dari berdagang dengan negara lain itu. Inilah awal zaman globalisasi, karena
semua pendu duk dunia berhasil dipaksa menjadi Islam! (Sebelumnya, dianggap
memusuhi Islam, bila tidak Islam!). Di Indonesia gerakan IIR yang berusaha
mengusir warga keturunan Cina dan orang kafir lainnya sangat jelas, yaitu bila
kita urutkan tahun dan kejadian di mana umat Islam merusak toko, rumah ibadah
non-Islam sejak empat tahun terakhir: Dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
Medan, Banjarmasin, Ujungpandang, Pontianak, Aceh, Jakarta, dan lain-lain.
Beberapa kelompok IIR yang menggerakkan? Dan IIR memang menghasilkan kebodohan
bahkan kedunguan, sebab ternyata warga keturunan Cina itu belum juga pergi,
namun semua modal yang milik Cina maupun pribumi telah banyak lari ke luar
negeri. Jadi Negara Islam Indonesia harus mulai membangun dari nol . Sebab
mereka yang punya tabungan tahu, bahwa kalau kebrutalan penjarah dipupuk dan
disulut, yang terjadi tak hanya penjarahan dan pembakaran harta milik warga
keturunan Cina, namun juga milik orang kaya lainnya. Massa akan sulit
dikendalikan, apalagi keny ataan bahwa program pengusiran orang kafir itu juga
menghasilkan krisis sosial, ekonomi, dan politik, sehingga orang miskin dan
kelaparan makin membengkak. Dan mereka ini kalau lapar tak bisa lagi membedakan
mana yang warga keturunan Cina dan mana yang pr ibumi asli, yang muslim, dan
sudah naik haji berkali-kali setiap dapat rezeki nomplok dari program KKN.
Sungguh saya sangat mengharapkan kebangkitan cendekiawan Muslim untuk
menyelamatkan Islam dari merajalelanya IIR di mana-mana. Bukan hanya Indonesia
yang sedang dilanda penyakit IIR, namun juga Afghanistan, Pakistan, Iran, Irak,
Aljazair, Libya, Mesir, Su dan, Malaysia, Arab Saudi, Libanon Syria, Palestina,
dan negeri-negeri lain. Mampukah cendekiawan Muslim Indonesia menjadi pelopor
kebangkitan Islam untuk berjihad melawan dirinya sendiri?
Merusak Banyak Negara Islam (?)
Ketika menulis buku Jihad Fi Sabilillah dan
Tantangan-tantangannya tahun 1994, saya memang penuh harapan bisa membangun
semangat jihad umat Islam Indonesia untuk berjihad menegakkan izzul Islam wal
muslimin' di bumi ini, paling sedikit, di Indonesia.
Namun pada akhir Agustus yang lalu saya berjumpa dengan
teman sekampung yang dulu aktivis pemuda rakyat. Saya terkejut karena ternyata
dia masih hidup dan sekarang dia menjadi guru madrasah. Dia mengaku sudah
membaca buku saya dan oleh karena itu dia sangat menyesal sebab, menurut dia,
justru kampanye ''jihad'' itulah yang telah menggagalkan kejayaan Islam dan
kaum muslimin sampai saat ini. Pernyataan teman sekampung yang bekas PKI ini
menjadi renungan saya selama 12 hari ini. Betulkah kejayaan Islam dan kaum
muslimin justru digagalkan oleh kobaran jihad di mana-mana?
Lalu saya mulai mengkaji dari negara-negara yang hampir
100 persen Islam dan sudah memastikan sebagai negara Islam, yaitu: Arab Saudi,
Mesir, Libya, Irak, Iran, Pakistan, Siria, Jordania, Turki, Aljazair, Sudan,
Yaman, Somalia, Malaysia, Brunei, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Ternyata hanya
beberapa di antara mereka yang berhasil kemakmuran kehidupan rakyatnya, yaitu:
Arab Saudi, Brunei, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Kuwait.
Namun, ternyata kemakmuran itu bukan didapatkan dengan
memeras keringat dalam membangun negara dan bangsa, melainkan karena mereka
punya tambang minyak dan obyek wisata. Dan untuk Malaysia, kemakmuran itu
justru karena di sana ada sekitar 50 persen penduduk kafir yang menjadi tulang
punggung pembangunan, yaitu warganegara Malaysia keturunan Cina, India,
Inggris, dan sebangsanya. Arab Saudi malah mendatangkan banyak orang dan
perusahaan asing untuk membangun negaranya. Dan Indonesia membantu negeri
tersebut dengan mengirimkan babu, sopir, dan pekerja kasar lainnya. Irak,
Libya, dan Iran -- yang kaya minyak bumi -- ternyata malah menggunakan
kekayaannya untuk menyelenggarakan proyek-proyek revolusi dan permusuhan dengan
pelbagai negara di dunia. Bahkan Irak-Iran sempat baku hantam selama delapan
tahun, sehingga menye ngsarakan rakyat masing-masing. Lalu muncul pertanyaan:
Mengapa kekayaan-kekayaan itu tidak dijadikan modal untuk mempersatukan umat
Islam di seluruh dunia? Dan kemudian membangun ekonomi, teknologi, dan sumber
daya manusia Islam yang tangguh dan canggih, untuk masuk ke dalam persaingan
dunia dalam berdagang dan membangun ekonomi demi kesejahteraan seluruh bangsa
di dunia -- seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, RRC, Masyarakat Ekonomi
Eropa, AS, dan lain-lain? Mengapa pula tak muncul Masyarakat Ekonomi Timur
Tengah yang dimotori Arab Saudi, Libya, Mesir, Kuwait, dan Iran? Satu
pertanyaan cukup untuk menggugat partisipasi umat Islam dalam membangun dunia.
Kalau mau ditambah lagi, maka pertanyaannya: Haruskah dunia diislamkan dulu
baru dibangun?
Saya akui bahwa melalui buku Jihad Fi Sabilillah...
tersebut di atas, saya ingin membangun Ideologi Islam Revolusioner (IIR) supaya
terbangun suatu kekuatan untuk membangun Islam secara cepat, sehingga cita-cita
Nabi Muhammad SAW bisa segera tercapai. Namun bukankah kegagalan-kegagalan di
Timur Tengah itu justru karena menjamurnya macam-macam IIR sesuai dengan kreasi
ulama atau pemimpin umat setempat? Apalagi masih ada ideologi Islam yang
moderat, ideologi Islam yang ingin hidup berdampingan dengan non muslim, dan
lain-lain. Jelas antar ideologi Islam itu pun sudah menghasilkan pergesekan
antarumat, perlombaan merebut umat, dan lain-lain hal yang menimbulkan suasana
politik penuh persaingan, sampai-sampai terjadi saling menyalahkan dan
memfitnah. Kiranya semua ini sudah sangat kita ketahui. Di Indonesia juga
banyak kita temui. Dan saya adalah salah satu orang yang menyebarkan landasan
IIR itu. Sekarang muncul pertanyaan: Apakah untuk membangun kejayaan Islam dan
kaum muslimin perlu dikembangkan IIR? Bukankah sampai saat ini IIR di
masing-masing negara justru yang menimbulkan banyak kemunduran dan pertikaian
dengan IIR konsep ulama lain atau negara lain, bahkan bisa menimbulkan perang
antarnegara Islam seperti Irak-Iran, Irak-Kuwait, Taliban dengan kelompok Islam
lainnya? Kalau di negaranya tidak mendapat tanding dengan pencetus IIR lainnya,
maka yang dimusuhi adalah kelompok non-Islam, ini mema ng acara pokoknya.
Ketika saya membuka buku Jihad Fi Sabilillah... halaman 56 bab
''Penentang-penentang Jihad'', saya menjadi tersenyum kecut. Kecut atas
kebodohan dan kecerobohan saya. Masak saya membeberkan bahwa penentang jihad
adalah Yahudi/Zionisme, Kristen Katolik dan Protestan, Komunisme-Atheisme,
Hinduisme-Budhisme, Nasionalisme. Sebab ini berarti semua orang di muka bumi
ini, yang tak beragama Islam, adalah musuh Islam dan harus dilawan dengan
semangat jihad. Sungguh sebuah pikiran gila, namun sudah terlambat dikoreksi
karena empat tahun yang lalu buku itu sudah beredar. Sungguh tolol kalau kita
harus mengangkat pedang melawan semua kelompok-kelompok itu, sebab paling
sedikit dengan mengangkat pedang kita tela h meninggalkan cangkul, pena,
komputer, obeng, traktor pertanian, keramaian, sedekah, dan lain-lain. Dan itu
berarti membuang dana dan tenaga, sementara pembangunan diri dan persahabatan
dengan tetangga kita abaikan. Dan itulah persis yang sedang terjadi: Kita
disibukkan dengan acara mencabik-cabik diri. Sebab ternyata yang kita anggap
musuh itu telah melawan serbuan jihad kita dengan membangun di segala bidang
dan membangun persahabatan dan kerjasama. Mereka nampaknya sudah sadar bahwa
membangun dunia melalui perang dan permusuhan adalah sebuah tindakan kebodohan
dan suatu pekerjaan yang sia-sia. Mereka memang yakin bahwa kemajuan dirinya
hanya optimal kalau rakyat lain juga mengalami kemajuan. Sebab kemajuan rakyat
negara lain itu berarti bisa membeli segala hal yang ia produksi. Artinya
pembangunan dan kemajuan teknologi di negaranya bisa dibiayai oleh keuntungan
dari berdagang dengan negara lain itu. Inilah awal zaman globalisasi, karena
semua pendu duk dunia berhasil dipaksa menjadi Islam! (Sebelumnya, dianggap
memusuhi Islam, bila tidak Islam!). Di Indonesia gerakan IIR yang berusaha
mengusir warga keturunan Cina dan orang kafir lainnya sangat jelas, yaitu bila
kita urutkan tahun dan kejadian di mana umat Islam merusak toko, rumah ibadah
non-Islam sejak empat tahun terakhir: Dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,
Medan, Banjarmasin, Ujungpandang, Pontianak, Aceh, Jakarta, dan lain-lain.
Beberapa kelompok IIR yang menggerakkan? Dan IIR memang menghasilkan kebodohan
bahkan kedunguan, sebab ternyata warga keturunan Cina itu belum juga pergi,
namun semua modal yang milik Cina maupun pribumi telah banyak lari ke luar
negeri. Jadi Negara Islam Indonesia harus mulai membangun dari nol . Sebab
mereka yang punya tabungan tahu, bahwa kalau kebrutalan penjarah dipupuk dan
disulut, yang terjadi tak hanya penjarahan dan pembakaran harta milik warga
keturunan Cina, namun juga milik orang kaya lainnya. Massa akan sulit
dikendalikan, apalagi keny ataan bahwa program pengusiran orang kafir itu juga
menghasilkan krisis sosial, ekonomi, dan politik, sehingga orang miskin dan
kelaparan makin membengkak. Dan mereka ini kalau lapar tak bisa lagi membedakan
mana yang warga keturunan Cina dan mana yang pr ibumi asli, yang muslim, dan
sudah naik haji berkali-kali setiap dapat rezeki nomplok dari program KKN.
Sungguh saya sangat mengharapkan kebangkitan cendekiawan Muslim untuk
menyelamatkan Islam dari merajalelanya IIR di mana-mana. Bukan hanya Indonesia
yang sedang dilanda penyakit IIR, namun juga Afghanistan, Pakistan, Iran, Irak,
Aljazair, Libya, Mesir, Su dan, Malaysia, Arab Saudi, Libanon Syria, Palestina,
dan negeri-negeri lain. Mampukah cendekiawan Muslim Indonesia menjadi pelopor
kebangkitan Islam untuk berjihad melawan dirinya sendiri?
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as