Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    teguh karya : sutradara gaek

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 37
    Lokasi : Malang-Indonesia

    teguh karya : sutradara gaek Empty teguh karya : sutradara gaek

    Post by admin Fri May 21, 2010 7:31 pm

    Nama :


    Teguh Karya


    Nama Asli:


    Steve Liem Tjoan Hok


    Panggilan Akrab:


    Om Steve


    Lahir :


    Pandeglang, Jawa Barat, 22 September 1937


    Meninggal:


    Jakarta, 11 Desember 2001


    Agama:


    Kristen


    Keluarga:


    Tidak Menikah


    Saudara:


    Anak pertama dari lima saudara





    Pendidikan:


    - Akademi Seni Drama & Film Yogyakarta
    (1954-1957)


    - ATNI (1957-1961)


    - Art Directing East West Centre Honolulu,
    Hawaii (1962)





    Karir:


    - Pemain sandiwara (akhir 1955)


    - Praktek di PFN dalam pembuatan fim cerita
    dan dokumenter skenario (1958)


    - Pendiri Badan Pembina Teater Nasional
    Indonesia (1962)


    - Dosen ATNI (1964)


    - State Manager Hotel Indonesia (1962-1972)


    - Mendirikan Teater Populer (1968)


    - Anggota DKJ (1968-1974)


    - Pemain dan penata artistik Film Jendral
    Kancil (1958)


    - Sutradara film Wajah Seorang Laki-Laki (1971
    - pertama kali jadi sutradara)





    Penghargaan:


    - Sutradara terbaik dalam FFI 1971 (Cinta
    Pertama)


    - Sutradara terbaik FFI 1974 (Ranjang
    Pengantin)


    - Sutradara terbaik FFI 1979 (November 1828)


    - Sutradara terbaik FFI 1983 (Di Balik
    Kelambu)





    Alamat Rumah:


    Kebon Pala I/295, Tanah Abang, Jakarta Pusat














    Teguh
    Karya (1937-2001)


    Suhu Teater Indonesia





    Terlahir dengan nama Liem Tjoan Hok, di
    Pandeglang, Jawa Barat, 22 September 1937, Teguh Karya yang oleh rekan
    terdekatnya akrab dipanggil Om Steve, adalah sutradara film pelanggan piala
    citra. Dia layak disebut suhu teater Indonesia yang banyak melahirkan
    sineas-sineas terkemuka. Bagi para seniman ia dianggap sebagai bapak, guru,
    sekaligus teman.





    Beberapa aktor-aktris film Indonesia yang
    layak disebut sebagai bentukan Teguh, sebab mereka menjadi berjaya dan populer
    setelah membintangi film-film Teguh Karya, antara lain Slamet Rahardjo Djarot,
    Nano Riantiarno, Christine Hakim, Franky Rorimpandey, Alex Komang, Dewi Yul,
    Rae Sahetapi, Rina Hasyim, Tuti Indra Malaon (Alm), George Kamarullah, Henky
    Solaiman, Benny Benhardi, Ninik L. Karim, dan Ayu Azhari.





    Setali tiga uang, Teguh pun seakan menjadi
    abadi sebagai sutradara terbaik spesialis peraih Piala Citra, untuk setiap
    karya-karya film terbarunya. Dan bersamaan itu, film yang disutradarainya,
    sering pula terpilih menjadi film terbaik yang dianugerahi Piala Citra.





    Sejumlah judul film karya Teguh yang berhasil
    mengangkat nama sutradara dan pemain bintangnya, diantaranya, Wajah Seorang
    Laki-Laki (1971), Cinta Pertama (1973), Ranjang Pengantin (1974), Kawin Lari
    (1975), Perkawinan Semusim (1977), Badai Pasti Berlalu (1977), November 1828
    (1979), Di Balik Kelambu (1982), Secangkir Kopi Pahit (1983), Doea Tanda Mata
    (1984), Ibunda (1986), dan Pacar Ketinggalan Kereta (1986).





    Film pertama karya Teguh di tahun 1968 adalah
    film untuk anak-anak. Film serius konsumsi dewasa untuk pertama kali
    dihasilkannya pada tahun 1971, dan langsung menyabet beberapa penghargaan untuk
    kategori akting maupun penyutradaraan terbaik.





    Karir dalam dunia film dirintisnya saat
    melakukan tugas praktik penulisan skenario film-film semi dokumenter, pada
    Perusahaan Film Negara (kini PPFN). Saat itu, mantan anggota Dewan Kesenian
    Jakarta (DKJ) periode 1968-1972 ini antara lain berkesempatan bekerja pada
    sutradara D. Djajakusuma, Nya Abbas Acup, Misbach Yusa Biran, Wim Umboh, dan
    Asrul Sani, baik itu sebagai penata artistik, pemain, atau asisten sutradara.





    Ketika film layar lebar bermedium pita
    seluloid meredup sementara waktu di awal tahun 1990-an, untuk digantikan layar
    kaca yang marak muncul dengan kehadiran stasiun teve baru, Teguh pun sempat
    mengubah medium seninya. Ia berkesempatan menghasilkan karya film sinema
    elektronik (sinetron) untuk televisi, seperti Pulang (1987), Arak-Arakan
    (1992), dan Pakaian dan Kepalsuan (1994).





    Ia pertama-tama melakoni seni sebagai pemain
    drama, antara tahun 1957 hingga 1961. Teguh, yang waktu itu masih menggunakan
    nama lahir Steve Liem Tjoan Hok, sudah sering tampil di panggung dalam
    pementasan-pementasan yang diadakan oleh ATNI (Akademi Teater Nasional
    Indonesia).





    Lalu, secara akademis Teguh Karya
    menyelesaikan pendidikan seni di berbagai perguruan tinggi. Seperti, di Akademi
    Seni Drama dan Film (Asdrafi) Yogyakarta (tahun 1954-1955), Akademi Teater
    Nasional Indonesia (ATNI, 1957-1961), kemudian ke luar negeri East West Center
    Honolulu, Hawai (1962-1963) untuk belajar akting atau art directing. Kemampuan
    akademis itu kemudian dipadukan dengan pergaulannya yang intens dengan beberapa
    tokoh teater dan sutradara film legendarias, seperti Usmar Ismail, Asrul Sani,
    dan D. Djajakusuma yang banyak mempengaruhi proses berkeseniannya. Teguh turut
    aktif membidani kelahiran Badan Pembina Teater Nasional Indonesia, di tahun
    1962.





    Sejak tahun 1968, ia mendirikan Teater
    Populer, yang hingga akhir hayat adalah kebanggaan sekaligus ‘kenderaan’ seni
    yang tetap difungsikan. Ia mendirikan sanggar seninya di Jalan Kebon Kacang,
    Tanah Abang, Jakarta Pusat yang juga rumah kediamannya. Rumah ini disulap
    menjadi sanggar kreatif para seniman terkemuka di Tanah Air. Melalui Teater
    Populer, Teguh yang masih menggunakan nama Steve Liem, berkesempatan membentuk
    dan melahirkan banyak aktor serta aktris kenamaan.





    Dari Teater Populer, banyak sineas baru
    mengikuti jejak Teguh untuk serius menapaki karir di industri perfilman. Tak
    heran jika Teguh dijuluki pula sebagai ‘Suhu Teater Indonesia’. Di antara
    pementasan Teater Populer yang mendapat sambutan meriah, adalah Jayaprana,
    Pernikahan Darah (1971), Inspektur Jenderal, Kopral Woyzeck (1973), dan
    Perempuan Pilihan Dewa (1974). Banyak kritikus seni menilai, beberapa lakon
    panggung yang disutradarai Teguh Karya berhasil mencapai puncak eksplorasi.





    Walau lahir dengan nama Liem Tjoan Hok, Teguh
    lebih merasa sebagai orang Banten. Ia memiliki seorang nenek kelahiran Bekasi,
    namanya Saodah, serta seorang sahabat Mang Dulapa, sais delman yang rutin
    membawa Teguh pulang pergi ketika masih duduk di bangku SD Pandeglang.





    Memasuki bangku SMP, Teguh pindah ke Jakarta,
    menumpang di rumah Engku Dek pamannya. Anak pertama dari lima bersaudara
    pedagang kelontong ini kemudian mewarisi kegemaran membaca dari sang paman.
    Teguh boleh mendapat nilai jelek untuk aljabar dan ilmu ukur, namun untuk
    pelajaran sejarah, menggambar, dan bahasa ia selalu unggul.





    Sepulang dari studi art directing di Hawai,
    Teguh bekerja sebagai manajer panggung di Hotel Indonesia. Karena itu, Teater
    Populer yang Teguh lahirkan tahun 1968 dimaksudkan pula untuk mengisi
    acara-acara di Hotel Indonesia. Jadilah teater pengusung aliran realisme ini,
    awalnya lebih dikenal sebagai Teater Populer Hotel Indonesia. Pemain
    pendukungnya sebagian besar adalah mahasiswa ATNI serta para penggiat teater
    independen.





    Identitas kelahiran Teater Popuper, salah satunya,
    bersemangat menggali sisi keaktoran (kesenimanan) seseorang, untuk kemudian
    diekspresikan sebagai medium perwujudan sebuah pencapaian artistik tertentu.
    Teater Populer terlihat sangat ‘akademis’ mengungkapkan gagasan-gagasan
    teatrikal di atas panggung. Suguhan yang formal-akademis itu untuk
    mengejawantahkan teori-teori realisme, yang pembawaannya dimulai oleh Usmar
    Ismail, Asrul Sani, dan D. Djajakusuma saat mendirikan ATNI pada tahun 1950-an.
    Realisme itulah yang berhasil diserap Teguh saat kuliah di ATNI tahun
    1957-1961.





    Tentang pilihan hidupnya untuk tak menikah,
    Anggota Dewan Film Nasional (DFN) penerima Anugerah Seni dari Departemen
    Pendidikan dan Kebudayaan (1969), ini menyebutkan, karena di dalam dirinya ada
    ‘kamar-kamar’ untuk kreativitas, sahabat, negeri, dan kamar untuk lain-lain.
    Bicara soal perkawinan, kata Teguh, urutan kamarnya belum tentu sama untuk
    setiap orang. Ia mengaku sewaktu di SMA pernah beberapa kali pacaran, tetapi
    sang pacar selalu saja tidak tahan karena acapkali ditinggal menghadiri ceramah
    dan berbagai kegiatan kesenian lainnya.





    Teguh Karya, yang sepanjang hayat memilih
    hidup melajang, menghembuskan nafas terakhir kali di RSAL Mintohardjo, Jakarta
    Pusat, pada 11 Desember 2001 di usia 64 tahun, setelah terserang stroke menyerang
    otak bagian memori sejak tahun 1998. Walau hari-hari akhir dihabiskan di atas
    kursi roda, sesungguhnya stroke tak membuat badannya lumpuh total melainkan
    otak bagian memorilah yang tak lagi mampu bekerja maksimal, seperti merespon
    pembicaraan.





    Teguh adalah pria yang selalu berpenampilan
    sederhana, sangat dicintai dan disayangi oleh teman-teman seprofesi, maupun
    para seniman lain. Bagi para seniman ia dianggap sebagai bapak, guru, sekaligus
    teman.





    Sebelum meninggal dunia, Presiden Abdurrahman
    Wahid atau Gus Dur, beserta istri Ny. Sinta Nuriyah, berkesempatan mengunjungi
    Teguh Karya, di rumah kediamannya, Kebon Kacang, Tanah Abang. Gus Dur yang
    pernah menjabat Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), sesuai janji datang
    mengunjungi sohib yang sudah lama direncanakan itu. Keduanya berbincang-bincang
    selama satu jam, bernostalgia.

      Waktu sekarang Fri Nov 22, 2024 2:42 pm