Diklat Jurnalistik Mahasiswa
1
PENULISAN ILMIAH POPULER:
SEBUAH PENGANTAR
Disampaikan dalam Diklat Jurnalistik Mahasiswa,
yang diselenggarakan oleh LPM Keadilan FE dan
LPM Keadilan FH UII, Jumat 19 Nopember 1993,
di Asrama Haji Yogyakarta.
Oleh: Mudrajad Kuncoro, SE, M.Soc.Sc
Banyak orang yang bertanya: Bagaimana sih cara menulis artikel ilmiah populer?
Apa kiat untuk menembus media massa? Pertanyaan semacam ini sering diajukan oleh
seseorang yang berminat untuk memulai menulis di media massa. Tidak hanya seorang
mahasiswa bahkan profesor atau dosen senior pun tidak jarang mengalami artikel yang
dikirimnya ke media massa ditolak. Yang pertama karena analisisnya terlalu "dangkal",
sementara untuk kasus kedua disebabkan karena bahasanya terlalu "ilmiah" sehingga
sulit dipahami oleh masyarakat yang awam akan bidang tulisan tersebut.
Makalah singkat ini diharapkan dapat menjadi "tuntunan" bagi Anda yang
berminat untuk memulai beramal ilmiah lewat tulisan ilmiah populer. Tentu saja
tuntunan ini tidak akan efektif tanpa disertai upaya yang keras untuk belajar dan
memulainya sejak kini. Kiat hangat-hangat tahi ayam nampaknya tidak laku untuk
"ketrampilan" ini. Saya tidak berpretensi mengatakan saya sudah "jagoan" menulis,
karena saya pun sampai detik ini masih belajar. Kendati demikian, barangkali
pengalaman saya ada manfaatnya. Konon kata orang, "Pengalaman adalah guru yang
paling baik, namun uang sekolahnya mahal". Ibaratnya, saya tidak pernah belajar teknik
berenang, namun telah mencoba agar tidak tenggelam.
Bagi seorang pemula, memulai untuk menulis merupakan hal yang sulit. Namun,
kalau menulis surat kepada pacar kok bisa lancar bahkan sampai berlembar-lembar?
Kegiatan menulis ibarat menciptakan suatu kebiasaan baru. Bagi Anda yang tidak biasa
merokok, apabila Anda tiap hari menghisap satu batang rokok, dapat dipastikan dalam
tempo satu bulan Anda sudah menjadi perokok. Demikian juga menulis. Witing bisa
jalaran saka kulina. Artinya Anda akan bisa menulis apabila Anda sudah membiasakan
diri (atau "memaksakan" diri untuk pemula) untuk menulis.
Tentu saja untuk menjadi seorang penulis yang baik dibutuhkan pemahaman
akan teknik menulis. Seorang Maradona pun, belajar bagaimana teknik menendang dan
mengolah bola yang efektif.
Menulis artikel ilmiah populer agak berbeda dengan menulis berita atau cerpen.
Kalau Arswendo Atmowiloto mengatakan, "Mengarang (baca: cerpen atau karya fiksi)
itu mudah". Saya lebih cenderung mengatakan, "Menulis (baca: artikel ilmiah populer)
itu gampang-gampang sulit". Ini menuntut tidak hanya pemahaman akan masalah atau
topik yang dibahas, namun juga cara pengungkapannya melalui bahasa ilmiah yang pas
dengan selera pop. "Ia" akan menjadi gampang kalau kita sudah terbiasa
melakukannya tetapi akan menjadi sulit bagi yang tidak tahu kiat dan teknik menulis
artikel ilmiah populer.
Pertanyaannya kini: bagaimana kiat dan tahapan menulis artikel ilmiah populer?
Yang pertama adalah memilih topik yang mau kita tulis. Binatang yang namanya
"topik" itu bisa kita cari di mana-mana. Bisa dari membaca surat kabar, membaca buku, Diklat Jurnalistik Mahasiswa
2
ngobrol dengan teman di warteg, diskusi dalam forum resmi, seminar, atau mengamati
keadaan suatu masyarakat.
Nah, kalau Anda sudah menangkap binatang yang namanya "topik" itu, mulailah
menuangkannya dalam tulisan. Untuk pemula biasanya diperlukan menulis outline atau
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Nulis) mengenai apa yang mau kita tulis. Ini
menyangkut: pendahuluan, uraian masalah, analisis masalah, solusi atau alternatif
pemecahan masalah. GBHN akan sangat membantu agar tulisan kita sistematis.
Sistematika akan memudahkan pembaca untuk memahami ide-ide yang kita tulis. Bagi
penulis, sistematika juga akan memperlancar aliran ide yang hendak ditulisnya.
Menyusun pendahuluan dalam artikel ilmiah populer dapat menggunakan
beberapa teknik. Yang pertama, bisa berupa kejadian atau isyu paling aktual saat ini.
Atau bisa juga berupa pernyataan seorang pejabat/tokoh Anu yang barangkali menarik
untuk dikaji lebih dalam esensi dan implikasinya. Yang penting di sini, pendahuluan
harus mampu menarik minat pembaca untuk membaca lebih lanjut.
Setelah pendahuluan, Anda dapat langsung menukik pada inti masalah sekaligus
analisis masalahnya. Penganalisaan masalah terserah penulis: apakah hanya bersifat
informatif ataukah menyajikan suatu alternatif pikiran, ataukah solusi, atukah hanya
menggugah aspek kepedulian pembaca? Tentu pada tahap ini pemahaman mengenai
berbagai aspek dari masalah yang ditulis menjadi syarat mutlak. Untuk itu peranan data,
teori, fakta, atau bahkan intuisi sangat dibutuhkan.
Tahap terakhir adalah editing. Tidak jarang tulisan yang menarik dan bagus dari
sisi ilmiah tidak dapat dimuat oleh Redaksi. Ini pada gilirannya menghendaki
penggunaan bahasa ilmiah yang populer. Artinya secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan, sekaligus enak dibaca dan perlu. Karena itu pengeditan sangat
membantu. Pengeditan akan semakin menyempurnakan bahasa yang kita gunakan.
Anda bisa minta bantuan kepada rekan atau dosen Anda yang telah biasa menulis di
media massa untuk tahap pengeditan ini. Atau kalau artikel tersebut ditujukan untuk
konsumsi surat kabar, Anda bisa meminta adik Anda yang masih SMA untuk
membacanya. Yang terakhir ini barangkali lucu bin aneh. Namun, percayalah,
konsumen utama surat kabar adalah masyarakat awam yang rata-rata pendidikannya
SMA.
Yang layak dicatat pada tahap editing adalah jumlah halaman dari artikel yang
Anda tulis. Untuk konsumsi surat kabar, maksimum halaman berkisar antara 7-10
halaman, dengan asumsi diketik 2 spasi. Untuk konsumsi majalah atau jurnal, lebih
longgar, bisa antara 15-40 halaman. Oleh karena itu, menulis di surat kabar diperlukan
bahasa yang singkat, padat dan berisi. Kajiannya jangan terlalu ilmiah, namun jangan
terlalu dangkal. Dengan bahasa Minggu Pagi: pokoknya enteng tetapi berisi. Bila Anda
menulis untuk majalah atau jurnal ilmiah, analisis Anda dimungkinkan untuk lebih
rigorous, lebih teknis, lebih banyak data dan teori. Di sini Anda dapat lebih berkreasi
dan lebih dalam dalam menganalisis suatu masalah.
Tahap terakhir adalah mengirimkannya ke media massa. Dalam surat pengantar
kepada Redaksi, Anda dapat melampirkan riwayat hidup singkat maupun status Anda
saat ini. Pengalaman menunjukkan, Redaksi amat menghargai apabila kita sudah
mempunyai pengalaman menulis atau pernah terlibat dalam dunia pers. Pengalaman
menulis di pers kampus seperti majalah Ekonomika, Keadilan, Equlibrium, Balairung
dapat dijadikan referensi. Apalagi kalau Anda pernah menjadi sebagai staf redaksi atau
bahkan pemimpin redaksi suatu media.
Tahap terakhir tinggal menunggu lampau hijau dari Redaksi apakah memuat Diklat Jurnalistik Mahasiswa
3
tulisan kita atau tidak. Ini membutuhkan waktu yang berkisar dari sehari hingga 3 bulan;
tergantung kepada media mana Anda mengirim artikel. Untuk harian biasanya tenggang
waktu menunggu berita pemuatan lebih cepat dibanding majalah atau jurnal ilmiah.
Untuk surat kabar atau majalah berkaliber nasional, biasanya Redaksi secara otomatis
akan mengirim kembali artikel Anda apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dimuat
dengan disertai alasan tidak layak muatnya. Untuk majalah atau jurnal ilmiah yang
terbitnya bulanan atau triwulanan, Redaksi biasanya mengabarkan bahwa artikel yang
kita kirim akan dimuat pada edisi tertentu.
Jangan putus asa apabila artikel Anda ditolak Redaksi. Anda dapat
menyempurnakannya, dan kemudian mengirimkannya ke media lain. Tetapi ingat,
jangan mengirim ke media lain sebelum ada pernyataan resmi (tertulis) dari Redaksi
bahwa mereka menolak artikel kita.
Nah.. begitulah kiat dan teknik menulis artikel ilmiah populer. Tidak ada kata
terlambat untuk belajar, apalagi untuk memulai beramal ilmiah. Selamat mencoba dan
berkarya! Do it now, or Never!
1
PENULISAN ILMIAH POPULER:
SEBUAH PENGANTAR
Disampaikan dalam Diklat Jurnalistik Mahasiswa,
yang diselenggarakan oleh LPM Keadilan FE dan
LPM Keadilan FH UII, Jumat 19 Nopember 1993,
di Asrama Haji Yogyakarta.
Oleh: Mudrajad Kuncoro, SE, M.Soc.Sc
Banyak orang yang bertanya: Bagaimana sih cara menulis artikel ilmiah populer?
Apa kiat untuk menembus media massa? Pertanyaan semacam ini sering diajukan oleh
seseorang yang berminat untuk memulai menulis di media massa. Tidak hanya seorang
mahasiswa bahkan profesor atau dosen senior pun tidak jarang mengalami artikel yang
dikirimnya ke media massa ditolak. Yang pertama karena analisisnya terlalu "dangkal",
sementara untuk kasus kedua disebabkan karena bahasanya terlalu "ilmiah" sehingga
sulit dipahami oleh masyarakat yang awam akan bidang tulisan tersebut.
Makalah singkat ini diharapkan dapat menjadi "tuntunan" bagi Anda yang
berminat untuk memulai beramal ilmiah lewat tulisan ilmiah populer. Tentu saja
tuntunan ini tidak akan efektif tanpa disertai upaya yang keras untuk belajar dan
memulainya sejak kini. Kiat hangat-hangat tahi ayam nampaknya tidak laku untuk
"ketrampilan" ini. Saya tidak berpretensi mengatakan saya sudah "jagoan" menulis,
karena saya pun sampai detik ini masih belajar. Kendati demikian, barangkali
pengalaman saya ada manfaatnya. Konon kata orang, "Pengalaman adalah guru yang
paling baik, namun uang sekolahnya mahal". Ibaratnya, saya tidak pernah belajar teknik
berenang, namun telah mencoba agar tidak tenggelam.
Bagi seorang pemula, memulai untuk menulis merupakan hal yang sulit. Namun,
kalau menulis surat kepada pacar kok bisa lancar bahkan sampai berlembar-lembar?
Kegiatan menulis ibarat menciptakan suatu kebiasaan baru. Bagi Anda yang tidak biasa
merokok, apabila Anda tiap hari menghisap satu batang rokok, dapat dipastikan dalam
tempo satu bulan Anda sudah menjadi perokok. Demikian juga menulis. Witing bisa
jalaran saka kulina. Artinya Anda akan bisa menulis apabila Anda sudah membiasakan
diri (atau "memaksakan" diri untuk pemula) untuk menulis.
Tentu saja untuk menjadi seorang penulis yang baik dibutuhkan pemahaman
akan teknik menulis. Seorang Maradona pun, belajar bagaimana teknik menendang dan
mengolah bola yang efektif.
Menulis artikel ilmiah populer agak berbeda dengan menulis berita atau cerpen.
Kalau Arswendo Atmowiloto mengatakan, "Mengarang (baca: cerpen atau karya fiksi)
itu mudah". Saya lebih cenderung mengatakan, "Menulis (baca: artikel ilmiah populer)
itu gampang-gampang sulit". Ini menuntut tidak hanya pemahaman akan masalah atau
topik yang dibahas, namun juga cara pengungkapannya melalui bahasa ilmiah yang pas
dengan selera pop. "Ia" akan menjadi gampang kalau kita sudah terbiasa
melakukannya tetapi akan menjadi sulit bagi yang tidak tahu kiat dan teknik menulis
artikel ilmiah populer.
Pertanyaannya kini: bagaimana kiat dan tahapan menulis artikel ilmiah populer?
Yang pertama adalah memilih topik yang mau kita tulis. Binatang yang namanya
"topik" itu bisa kita cari di mana-mana. Bisa dari membaca surat kabar, membaca buku, Diklat Jurnalistik Mahasiswa
2
ngobrol dengan teman di warteg, diskusi dalam forum resmi, seminar, atau mengamati
keadaan suatu masyarakat.
Nah, kalau Anda sudah menangkap binatang yang namanya "topik" itu, mulailah
menuangkannya dalam tulisan. Untuk pemula biasanya diperlukan menulis outline atau
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Nulis) mengenai apa yang mau kita tulis. Ini
menyangkut: pendahuluan, uraian masalah, analisis masalah, solusi atau alternatif
pemecahan masalah. GBHN akan sangat membantu agar tulisan kita sistematis.
Sistematika akan memudahkan pembaca untuk memahami ide-ide yang kita tulis. Bagi
penulis, sistematika juga akan memperlancar aliran ide yang hendak ditulisnya.
Menyusun pendahuluan dalam artikel ilmiah populer dapat menggunakan
beberapa teknik. Yang pertama, bisa berupa kejadian atau isyu paling aktual saat ini.
Atau bisa juga berupa pernyataan seorang pejabat/tokoh Anu yang barangkali menarik
untuk dikaji lebih dalam esensi dan implikasinya. Yang penting di sini, pendahuluan
harus mampu menarik minat pembaca untuk membaca lebih lanjut.
Setelah pendahuluan, Anda dapat langsung menukik pada inti masalah sekaligus
analisis masalahnya. Penganalisaan masalah terserah penulis: apakah hanya bersifat
informatif ataukah menyajikan suatu alternatif pikiran, ataukah solusi, atukah hanya
menggugah aspek kepedulian pembaca? Tentu pada tahap ini pemahaman mengenai
berbagai aspek dari masalah yang ditulis menjadi syarat mutlak. Untuk itu peranan data,
teori, fakta, atau bahkan intuisi sangat dibutuhkan.
Tahap terakhir adalah editing. Tidak jarang tulisan yang menarik dan bagus dari
sisi ilmiah tidak dapat dimuat oleh Redaksi. Ini pada gilirannya menghendaki
penggunaan bahasa ilmiah yang populer. Artinya secara ilmiah dapat
dipertanggungjawabkan, sekaligus enak dibaca dan perlu. Karena itu pengeditan sangat
membantu. Pengeditan akan semakin menyempurnakan bahasa yang kita gunakan.
Anda bisa minta bantuan kepada rekan atau dosen Anda yang telah biasa menulis di
media massa untuk tahap pengeditan ini. Atau kalau artikel tersebut ditujukan untuk
konsumsi surat kabar, Anda bisa meminta adik Anda yang masih SMA untuk
membacanya. Yang terakhir ini barangkali lucu bin aneh. Namun, percayalah,
konsumen utama surat kabar adalah masyarakat awam yang rata-rata pendidikannya
SMA.
Yang layak dicatat pada tahap editing adalah jumlah halaman dari artikel yang
Anda tulis. Untuk konsumsi surat kabar, maksimum halaman berkisar antara 7-10
halaman, dengan asumsi diketik 2 spasi. Untuk konsumsi majalah atau jurnal, lebih
longgar, bisa antara 15-40 halaman. Oleh karena itu, menulis di surat kabar diperlukan
bahasa yang singkat, padat dan berisi. Kajiannya jangan terlalu ilmiah, namun jangan
terlalu dangkal. Dengan bahasa Minggu Pagi: pokoknya enteng tetapi berisi. Bila Anda
menulis untuk majalah atau jurnal ilmiah, analisis Anda dimungkinkan untuk lebih
rigorous, lebih teknis, lebih banyak data dan teori. Di sini Anda dapat lebih berkreasi
dan lebih dalam dalam menganalisis suatu masalah.
Tahap terakhir adalah mengirimkannya ke media massa. Dalam surat pengantar
kepada Redaksi, Anda dapat melampirkan riwayat hidup singkat maupun status Anda
saat ini. Pengalaman menunjukkan, Redaksi amat menghargai apabila kita sudah
mempunyai pengalaman menulis atau pernah terlibat dalam dunia pers. Pengalaman
menulis di pers kampus seperti majalah Ekonomika, Keadilan, Equlibrium, Balairung
dapat dijadikan referensi. Apalagi kalau Anda pernah menjadi sebagai staf redaksi atau
bahkan pemimpin redaksi suatu media.
Tahap terakhir tinggal menunggu lampau hijau dari Redaksi apakah memuat Diklat Jurnalistik Mahasiswa
3
tulisan kita atau tidak. Ini membutuhkan waktu yang berkisar dari sehari hingga 3 bulan;
tergantung kepada media mana Anda mengirim artikel. Untuk harian biasanya tenggang
waktu menunggu berita pemuatan lebih cepat dibanding majalah atau jurnal ilmiah.
Untuk surat kabar atau majalah berkaliber nasional, biasanya Redaksi secara otomatis
akan mengirim kembali artikel Anda apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dimuat
dengan disertai alasan tidak layak muatnya. Untuk majalah atau jurnal ilmiah yang
terbitnya bulanan atau triwulanan, Redaksi biasanya mengabarkan bahwa artikel yang
kita kirim akan dimuat pada edisi tertentu.
Jangan putus asa apabila artikel Anda ditolak Redaksi. Anda dapat
menyempurnakannya, dan kemudian mengirimkannya ke media lain. Tetapi ingat,
jangan mengirim ke media lain sebelum ada pernyataan resmi (tertulis) dari Redaksi
bahwa mereka menolak artikel kita.
Nah.. begitulah kiat dan teknik menulis artikel ilmiah populer. Tidak ada kata
terlambat untuk belajar, apalagi untuk memulai beramal ilmiah. Selamat mencoba dan
berkarya! Do it now, or Never!
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as