Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    karya Allah dalam keruntuhan

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 36
    Lokasi : Malang-Indonesia

    karya Allah dalam keruntuhan Empty karya Allah dalam keruntuhan

    Post by admin Sun Feb 13, 2011 11:28 pm

    Karya Allah dalam Keruntuhan Komunisme

    PENDAHULUAN : Ruang Lingkup dan Klarifikasi Istilah

    Sudah menjadi keyakinan bahwa komunisme yang sekian lama berdiri kokoh pada setengah dekade ini runtuh. Keruntuhan komunisme yang bertahan sampai abad XX ini tentu saja menjadi bahan diskusi di kalangan pemikir dan politisi di berbagai negara. Termasuk Paus Yohanes Paulus II pun memberikan sedikit pembahasan tentang keruntuhan komunisme itu dalam Crossing the Threshold of Hope. Pembahasan itu mau tidak mau melibatkan paradigma tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
    Paradigma, atau dipersempit dalam arti ide, pola pikir, itu memiliki kekuatan untuk menentukan sikap, pandangan hidup, bahkan perilaku seseorang. Pembahasan paradigma ini akan menghadapkan orang pada sesuatu yang bisa dikatakan sebagai immaterial. Tepat di situlah kita mengalami kesulitan untuk merumuskannya. Judul tulisan ini sendiri menga-jukan suatu rumusan yang polemis tentang kebenarannya. Tulisan ini mau mengungkapkan pokok pembahasan di sekitar tataran ide (paradigma) dan pengaruhnya terhadap cara kita memahami kehidupan. Tentu saja karena tulisan ini diajukan dalam rangka studi metode teologi (Kristen Katolik), ruang lingkup pembahasan akan dibatasi pada persoalan di sekitar iman Kristen. Sebelum melangkah lebih jauh, kiranya baik diungkapkan lebih dahulu klarifikasi beberapa istilah atau kata-kata yang akan digunakan dalam tulisan ini:

    1) Metode (bahasa Yunani: meta hodos berarti menurut jalan tertentu): cara atau jalan tertentu yang dipakai (ilmuwan) untuk mencari dan mencapai kebenaran.
    2) Teologi (bahasa Yunani: teos & logos – ilmu tentang Allah): pembicaraan, ilmu tentang Allah.
    3)Teologi Kristiani dapat diartikan sebagai refleksi ilmiah orang Kristen atas iman yang dihayati sebagai orang yang beragama Kristen.
    4) Theologia Naturalis diistilahkan bagi usaha manusia untuk mengetahui dasar mutlak seluruh kenyataan dengan memperkembangkan rasio/akal budinya.
    5) Refleksi dapat dimengerti sebagai suatu kegiatan khusus dalam keseluruhan pengetahuan (rohani) dan kemauan manusia yang termuat dalam setiap keputusan bebas.
    6) Iman secara umum dikenal sebagai tanggapan manusia atas perwahyuan yang diterimanya; dalam teologi, iman dimengerti sebagai sikap dan keputusan bebas manusia yang korelatif dengan wahyu.
    7) Wahyu sendiri berarti suatu perbuatan bebas Allah untuk mengkomunikasikan diri-Nya kepada manusia, menyampaikan kebenaran yang sebelumnya tidak diketahui manusia, demi keselamatan manusia.
    Cool Fides quaerens intellectum dapat diterjemahkan dengan ‘iman yang mencari pembenaran’. Artinya, iman juga dituntut oleh rasio dan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan.

    BAB I : Fides Quaerens Intellectum

    Istilah-istilah yang baru saja diklarifikasi itu sebetulnya saling berhubungan dalam lingkup utama tulisan ini, yaitu teologi. Teologi pada umumnya memiliki tendensi sebagai suatu topik yang jauh di awang-awang. Dari terjemahan populernya saja teologi dime-ngerti sebagai obrolan tentang Allah. Allah sendiri sesuatu (kalau bisa disebut demikian) yang ‘immaterial’. Allah bukanlah sesuatu yang bersifat manusiawi, yang bisa dikontak secara ragawi.
    Karena itu, kita mengalami kesulitan bahkan untuk menentukan metode dalam menghadapi sesuatu yang immaterial ini. Terlepas dari kesulitan itu, kita bisa melihat bah-wa untuk mencari kebenaran tentang Allah itu ada unsur pengetahuan, ada unsur pengo-lahan, ada unsur sejarah, dan relasi dengan Allah sendiri. Dengan kata lain, teologi bergu-mul dengan hidup. Karena itu, jika dikaitkan dengan masalah metode, agaknya perlu di-bandingkan misalnya dengan belajar renang, melibatkan teori dan praktek, tak terpisahkan.
    Lama kelamaan teologi bukan melulu sebagai obrolan tentang Allah. Kecende-rungan alamiah manusia untuk mencari tahu tentang kebenaran mendasar (sebagai filsuf dan teolog) mendorong seseorang untuk mempelajari fenomena ini. Dengan demikian, obrolan tentang Allah menjadi suatu studi ketuhanan. Studi ketuhanan sendiri menuntut rasio dan iman.
    Hal ini bisa menjadi persoalan. Apakah memang kalau membicarakan Tuhan harus dengan iman? Agaknya pertanyaan ini sangat relevan dalam theologia naturalis. Catatan yang perlu diperhatikan ialah bahwa dengan teologi ini, kita bisa saja mengetahui bahwa Allah itu ada tetapi kita tidak ‘mengenal’ Allah dalam kepribadiannya dan dengan demikian tidak ada relasi personal antara Allah dan manusia. Selain itu, sekali lagi dalam lingkup utama teologi, studi tentang Tuhan tidak akan berbeda dari ilmu-ilmu sekular yang murni mengandalkan rasio. Karena itu, unsur relasi dengan Allah, iman, mutlak diperlukan untuk pembicaraan tentang Allah.
    Dalam kehidupan sehari-hari, pembicaraan tentang Tuhan itu sebenarnya bercampur baur. Kadang pembicaraan sehari-hari orang, yang pada dasarnya adalah filsuf dan teolog, menjadi tidak rasional. Oleh karena itu, pembicaraan tentang Allah, yang mengandaikan iman, jelas menuntut rasio juga yang dalam arti tertentu mempertanggungjawabkan iman itu. Dengan demikian, teologi memang berfungsi sebagai iman yang mencari (pembenaran).
    Pencarian pembenaran ini tentu menuntut aturan main tertentu (metode berhu-bungan dengan cara-cara tertentu). Teologi dalam hal ini menjadi suatu keseluruhan pe-ngetahuan adikodrati yang objektif lagi kritis dan yang disusun secara metodis, sistematis, dan koheren. Pengetahuan adikodrati jelas sebagai pengetahuan akan sesuatu yang di luar jangkauan manusia, transenden, yang melampaui pengalaman empiris manusia belaka. Bahwa teologi tersusun secara metodis berarti ada metode untuk menemukan kebenaran mana yang diwahyukan dan apa wahyu itu sebenarnya. Disusun secara sistematis berarti bahwa pokok-pokok pengetahuan teologi itu bersifat menyeluruh, tidak ada unsur-unsur yang terlupakan, kacau balau atau tidak teratur. Sedangkan secara koheren berarti bahwa keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara metodis dan sistematis tadi memiliki relasi, bertalian.
    Teologi juga diusahakan sebagai pengetahuan objektif karena yang dituju bukan hanya yang dibayangkan manusia. Ini sekaligus menunjukkan bahwa teologi bekerja secara kritis dengan menyediakan bukti-bukti. Meskipun demikian, bukti dalam teologi ini bukan pengalaman inderawi belaka sebagaimana dalam ilmu empiris, juga bukan bukti rasional belaka seperti dalam filsafat.
    Dengan demikian, secara implisit terungkap bahwa teologi memiliki kesamaan tertentu dengan filsafat (sekali lagi, pada dasarnya manusia adalah filsuf dan teolog). Baik filsafat maupun teologi menyelidiki seluruh kenyataan, tidak terbatas pada bidang inderawi, materi. Dalam kasus keruntuhan komunisme, ilmu empirisme tidak akan selengkap filsafat maupun teologi dalam pengkajiannya. Baik filsafat maupun teologi akan melihat fenomena itu dari seluruh kenyataan yang ada, yang dapat diprediksikan, yang dapat dipilah-pilah kebenarannya.
    Hal itu dapat dilakukan filsafat dan teologi karena dua ilmu ini tidak membatasi diri pada pengalaman inderawi. Dengan pengalaman inderawi belaka, ilmu-ilmu empiris hanya akan berhenti pada logika dan pengalaman masa lampau yang dijadikan dasar langsung untuk mendapatkan pengetahuan. Ilmu empiris tidak akan menjelaskan bagaimana komunisme akan runtuh tetapi bagaimana komunisme itu telah runtuh. Sebaliknya, filsafat dan teologi bisa menjelaskan bagaimana komunisme bisa hancur karena basis seluruh kenyataan yang dicakupnya.
    Meskipun filsafat dan teologi sama-sama menggunakan rasio untuk melihat seluruh kenyataan yang ada sebagai objek studinya, teologi berbeda dari filsafat karena teologi berpijak dari wahyu Allah. Filsafat tidak memasukkan unsur itu. Oleh karena itu, filsafat mempelajari seluruh kenyataan yang ada berdasarkan rasio belaka untuk mendapatkan ke-benaran fundamental atas kenyataan itu. Filsafat lebih bebas bergerak dalam arti lintas aga-ma tertentu. Sementara itu, teologi bergantung pada wahyu tertentu yang ingin ditanggapi sehingga teologi bisa berbeda-beda sesuai dengan iman yang korelatif dengan wahyu itu.
    Dalam arti tertentu, filsafat sama sekali tidak menjadi refleksi seperti teologi yang merefleksikan imannya. Teologi yang adalah refleksi kritis iman ini, dengan demikian, bergerak dalam lingkungan iman. Ini dapat dimengerti jika disadari bahwa iman sendiri tidak mati, tetapi dinamis, bergerak. Iman menjadi suatu actus fidei dan actus fidei inilah yang memungkinkan manusia berdinamika.
    Jika iman itu memang dinamis, supaya bernilai bagi kita, tindakan iman itu harus terlebih dahulu bersifat manusiawi, sebagai actus humanus. Tindakan manusiawi berarti tindakan yang merealisasikan diri manusia terdalam ke arah Tuhan mewahyukan diri-Nya. (Wahyu Allah baru bisa diterima jika memang ada yang menerima pemberian diri itu). Karena itu, iman bukan suatu tambahan pada subjek, melainkan merupakan realisasi diri manusia dalam hubungan personal dengan wahyu dan berkat sabda itu.
    Karena iman adalah tindakan manusia (actus humanus), iman memuat tindakan pemikiran, kebebasan dan kesadaran secara konstitutif. Kebebasan dan kesadaran itu merupakan suatu aspek intrinsik iman, yang konstitutif untuk iman. Iman berkembang dalam teologi, teologi sendiri bergerak dari iman dan menuju iman. Oleh karena itulah, teologi bergerak dalam lingkungan iman dan mengabdi iman.
    Meskipun demikian, teologi tentu tidak sama dengan iman. Dapat dipahami bahwa teologi sendiri sebetulnya hanya refleksi atau cara merenungkan iman. Meskipun teologi bergerak dalam lingkungan iman dan mengabdi iman, hidup dalam iman, teologi sama sekali bukan substansinya sendiri. Karenanya, iman tidak bisa direduksi sebagai teologi. Iman justru menjadi substansi yang mau dipertanggungjawabkan, yang menuntut pembenaran secara ilmiah dan itulah yang diusahakan teologi.

    BAB II : Intellectus in Fidem

    Kiranya lingkup teologi semacam inilah yang melatarbelakangi Paus dalam ulasannya tentang keruntuhan komunisme. Paus sendiri jelas secara akademis memiliki bekal memadai sebagai filsuf dan teolog. Pandangannya terhadap sejarah keruntuhan komunisme sungguh diwarnai oleh filsafat dan teologi yang dianutnya.
    Dalam pernyataan-pernyataan yang disampaikan Paus, tampaklah suatu metode pendekatan yang nyata sebagai suatu metode penggalian kehidupan. Pada bagian awal tulisan ini (bab II) telah diungkapkan bahwa metode dalam teologi melibatkan unsur pengetahuan, pengolahan, sejarah, dan relasi dengan Allah sendiri. Paus menunjukkan hal itu dengan menanggapi fakta sejarah disertai refleksi mendalam atas hidup imannya sampai ia menyatakan bahwa agama Kristen bukan melulu agama pengetahuan atau agama kontemplasi tetapi agama yang berasal dari tindakan Allah dan manusia.
    Pernyataan Paus ini tidak bisa tidak berasal dari refleksinya atas seluruh kenyataan yang ada di dunia ini. Dalam lingkup filsafat, Paus melihat bahwa keruntuhan komunisme adalah suatu keniscayaan. Komunisme jatuh karena kekeliruan ‘teologi’ yang melekat padanya sehingga menurut Paus, mengutip pernyataan Paus Leo XIII, komunisme adalah obat yang lebih berbahaya daripada penyakitnya sendiri. Mengapa? Karena tidak membawa perubahan sosial yang sejati tetapi justru menjadi ancaman bagi seluruh dunia. Dari sudut filsafat ini, Paus secara implisit mengatakan bahwa kesalahan manusia sendirilah yang menyebabkan komunisme itu runtuh.
    Gagasan dari sudut filsafat ini memberikan sumbangan bagi teologi supaya tidak terlalu simplistis mengatakan bahwa karya Allah-lah yang menyebabkan komunisme jatuh. Dari segi sejarah ditunjukkan bagaimana sistem dalam komunisme juga mengalami hambatan-hambatan tertentu yang mengarah ke kehancurannya sendiri. Ini berarti ada kekeliruan ‘teologi’ yang membuat kehancuran itu sebagai suatu yang niscaya.
    Meskipun demikian, Paus tidak juga berhenti sebagai filsuf karena memang pada kenyataannya dia juga seorang teolog. Itu berarti ada tataran lain yang dilihat oleh Paus dalam refleksinya. Kehancuran komunisme sebagai suatu gejala nyata menunjukkan suatu flashback tentang cara yang khas dalam berpikir dan bertindak dalam abad modern (teru-tama di Eropa sebagai tempat kemunculan komunisme). Menurut Paus, meskipun abad modern mampu menghasilkan banyak hal di berbagai bidang, tetap ada kesalahan-kesalahan yang menimbulkan penyelewengan-penyelewengan dengan berbagai cara terhadap manusia dalam bentuk penindasan. Kesalahan-kesalahan yang diabadikan oleh manusia itu, menurut Paus, merupakan usaha melawan Allah, membatasi secara sistematis apa yang bersifat Kristiani. Sementara itu, Allah sendiri tetap setia. Dia memiliki komitmen dengan manusia melalui Yesus Kristus yang diserahkan-Nya kepada manusia; tinggal ditunggu saja apakah manusia mau mengakui kesalahannya dan menyerahkan diri kepada Allah (Yoh 8:44). Mungkin manusia akan sulit untuk melakukannya tetapi mungkin juga sedikit demi sedikit manusia akan belajar dari kesalahannya. Karena itu, manusia bisa membiarkan Allah membimbingnya melalui lorong-lorong sejarah. Di situlah Allah tidak pernah berhenti bekerja
    Karya Allah itu berlangsung lewat hati dan karya manusia dalam sejarahnya. Ini juga dilihat Paus dalam sejarah ketika terjadi penampakan, menjelang pecahnya Revolusi Oktober, kepada tiga orang anak: Rusia akan bertobat. Fenomena ini tidak akan masuk dalam sistem filsafat yang tidak berpijak pada wahyu; juga sistem ideologi tidak akan menganggapnya sebagai gangguan berarti. Akan tetapi, bagaimana teologi menanggapi hal itu? Pasti unsur wahyu masuk di sana dan memberikan tempat bahwa Allah pun menyatakan kehendak-Nya dan berencana berkarya dalam diri manusia dan sejarahnya.
    Refleksi mendalam Paus ini menjadi cerminan bagi kita bahwa memang manusia memiliki potensi sebagai filsuf dan teolog. Ketika orang menghadapi kesulitan akan hal-hal immaterial, sementara kecenderungan untuk mencari tahu terus bertambah, orang lalu mencari pembenaran dalam tataran ide. Dari situ muncul dorongan ke arah ilmu pengetahuan dan ketika ilmu pengetahuan tidak sanggup meraba seluruh kenyataan, filsafat memancing orang untuk melihat seluruh kenyataan, termasuk yang di luar pengalaman inderawi. Jika filsafat pun, yang bisa menghasilkan ideologi/‘teologi’ tertentu seperti komunisme, tidak sanggup mengatasi seluruh kenyataan itu, tugas teologilah untuk merefleksikan itu semua secara kritis. Dalam arti tertentu, teologi mempengaruhi orang dalam melihat kenyataan, mengambil sikap, dan bertindak berdasarkan sikap yang diambilnya itu.
    Oleh karena itu, komunisme sendiri menjadi sistem filsafat yang rupa-rupanya memiliki metode ‘teologi’ yang keliru, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga mengalami kehancuran sendiri. Dengan demikian, di luar pernyataan Paus, komunisme memang menjadi sistem filsafat yang membaku yang memiliki potensi kesalahan yang niscaya sehingga hancur. Paus menanggapi kekeliruan itu dengan seluruh pengetahuannya akan sistem filsafat tetapi rupanya Paus juga tidak keluar dari jalur iman yang dihayatinya. Dengan demikian, meskipun hidup beriman menuntut suatu pertanggungjawaban rasional tertentu, pertanggungjawaban itu sendiri tidak bisa tidak berada dalam lingkungan iman.
    Oleh karena itulah, iman tertentu juga mencakup pemahaman tertentu tentang gejala kenyataan yang ada di dunia. Iman Paus mengatakan bahwa gejala kehancuran komunisme yang pada dasarnya suatu keniscayaan bukanlah melulu gejala manusiawi. Kalaupun itu mau dikatakan sebagai suatu tindakan manusiawi (actus humanus), harus dipertanyakan bagaimana tindakan itu mendapatkan pendasarannya kalau bukan dari pewahyuan. Dengan demikian, tetap dikatakan oleh Paus bahwa Allah memang tetap berkarya, termasuk dalam kehancuran komunisme (bdk. Yoh 5:17).

    PENUTUP : Iman dan Kehidupan

    Pernyataan Paus itu pada akhirnya menunjukkan ciri khas kekristenan yang dihayati Paus secara nyata, minimal dalam cara melihat (paradigma) kehidupan. Pusat iman Kristiani pada Allah Tritunggal memungkinkan umat beriman menghayati kehidupannya sebagai karya Allah (melalui Yesus yang telah mengutus Roh Kudus) dan sekaligus karya manusia. Dengan pengahayatan iman semacam ini kita bisa meyakini bahwa agama Kristen memang agama kehidupan.
    Agama kehidupan berarti agama yang sepenuhnya melibatkan seluruh unsur kehidupan. Karena itu, bukan melulu aktivitas pengetahuan manusia belaka yang bisa diandalkan tetapi juga bukan melulu kontemplasi yang memutlakkan unsur ilahi tanpa keterlibatan manusia. Allah tetap bertindak, dan tindakan Allah ini tidak menghilangkan arti tindakan manusia karena tindakan manusia diikutsertakan dalam tindakan penyelamatan Allah itu. Pemahaman kekristenan yang demikian ini mempengaruhi kita tidak hanya dalam tataran kepercayaan kita tetapi juga dalam aktivitas nyata sehari-hari. Karena itu, iman yang demikian akan mengantar umat beriman kepada cara hidup contemplativus in actione sehingga penghayatan agama Kristen memang menjadi penghayatan agama kehidupan. Amin.


      Waktu sekarang Fri May 10, 2024 12:49 am