Urgensi 'Athifah dalam da'wah
Athifah
(emotional, sentiment) adalah karakteristik
manusia,
sesuatu tidak di katakan manusia, betapapun
memiliki
kemampuan luar biasa dalam menghitung, dan
mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan
cermat,
cepat, rapi dan profesional, sebagaimana
halnya
robot atau komputer Ad-Da'watu ilalloh adalah
dakwah
yang diserukan kepada manusia, sudah barang
tentu,
ia harus memperhatikan karakteristik dan
sifatsifat
manusia, khususnya `athifah. Da'i terkadang
melupakan
hal ini, dan beranggapan bahwa jika
argumentasi
yang ia berikan sangatlah wadhih (jelas)
dan
informasi yang ia berikan adalah shohih (benar,
solid
dan valid), pastilah si mad'u bisa menerima dan
menurutinya,
ia lupa bahwa si mad'u adalah manusia,
yang
tentunya memiliki `athifah, bila si da'I belum
menyentuh
sisi ini, bisa jadi si mad'u menerima apa
yang ia
sampaikan, namun, ia menerimanya dalam keadaan
kering,
tidak segar, dan tidak hangat, ia hanyalah
ibarat
rumus matematik yang kaku, mati, ia tidak
menyebabkan
air mata menetes, tidak menjadikan hati
khusyu'
dan tidak melahirkan tawadhu'. Dan repotnya,
inilah
gaya pendidikan di dunia Islam saat ini,
sebagaimana
yang dikeluhkan oleh Muhammad Iqbal,
beliau
berkata: "Pendidikan kita memang berhasil
mencetak
manusia-manusia cerdas dan ber IQ tinggi,
namun
tidak mampu menyebabkan mata mengalirkan dumu'
(air
mata) dan tidak menjadikan hati khusyu'. (DR.
Yusuf
Al Qordhowi, ainal Kholal).
Menyadari
betapa pentingnya peran athifah ini, seorang
rijalud
da'wah yang terkenal sangat `athifi, yaitu
Syekh
Abbas As-Sisi, semoga Alloh SWT menjaga dan
menambah
berkahnya, berkata: "Dunia ini membutuhkan
hati,
athifah dan perasaan, jadilah anda hati bagi
alam
semesta ini, hidupkan ia dengan `athifah dan
perasaanmu,
manusia yang hidup tanpa hati, `athifah
dan
perasaan, bisa jadi ia memiliki filosofi hidup,
atau
teori, atau pengalaman, akan tetapi, manusia
bukanlah
manusia kecuali dengan pilar-pilar kejiwaan
dan
keruhanian, jika tidak dengan pilar-pilar ini,
cukuplah
robot dan komputer menjalankan tugas-tugas
kemanusiaan".
(Abbas As-Sisi, Ad Da'watu ilallohi
hubbun,
juz: 1, hal: 12). Pada tempat yang lain beliau
menjelaskan
bahwa dengan Athifah ini segala macam
problem
dan permasalahan dapat dipecahkan, tentunya
termasuk
problematika dan permasalahan da'wah, beliau
berkata:
"Wahai muslim yang agung! Makmurkan dan
ramaikan
dunia ini dengan tumpahan kerinduan dan kasih
sayangmu,
sampaikan perasaanmu kepada semua hati
dengan
tambahan dan kelebihan sifat rohmatmu dan
khususkan
saudara-saudara muslimmu dengan temperatur
tertinggi
dari hangatnya cinta, dan kesankan kepada
mereka
bahwa engkau mencintai mereka, ini adalah obat
mujarab
bagi terapi beribu-ribu problematika,
sesungguhnya
banyak sekali problematika dunia muncul
karena
padam dan dinginnya `athifah atau karena
penyimpangannya".
(Abbas As-Sisi, Ad Da ivatzr
ilallohi
bubbun, juz: 1, hal: 14).
Tentunya
hal ini tidak berarti mengesampingkan peran
akal
dan logika, karena inilah Imam Hasan A1 Banna
berkata:
"Wahai Ikhwan! Kendalikan kencangnya `athifah
dengan
logika akal dan terangi logika akal dengan
`athifah
yang menyala-nyala!". (Abbas As-Sisi,
Ad-Da'watu
ilallohi hubbun, juz: 1, hal: 13).
Abbas
As-Sisi bukanlah Rijalud Da'wah pertama yang
melihat
betapa penting dan urgennya peranan athifah
dalam
berdakwah, sebelumnya, imam beliau, yaitu Imam
Hasan
Al-Banna rohimahulloh telah menjelaskan peranan
ini dan
menuliskannya dalam salah satu risalah beliau
yang
sangat penting, Risalah Da'watuna, risalah yang
menjelaskan
karakteristik dan sifat-sifat da'wah
beliau,
disana, dibawah judul Athifah beliau berkata:
"Kami
mencintai agar kaum kami (kaum muslimin)
mengetahui
bahwa mereka lebih kami cintai daripada
diri
kami sendiri, dan bahwasanya menjadi kecintaan
jiwa
kami untuk pergi sebagai penebus bagi kehormatan
dan
kemuliaan mereka, jika memerlukan tebusan, dan
untuk
mengorbankan nyawa kami sebagai harga bagi
keagungan,
kemuliaan, agama dan cita-cita mereka, jika
hal ini
dibutuhkan, tidak ada sesuatu yang menyebabkan
kami
memiliki sikap seperti ini selain `athifah yang
telah
menguasai hati kami, menguasai perasaan kami,
menghilangkan
kesempatan tidur kami dan menyebabkan
air
mata kami mengalir. Mahal bagi kami saat melihat
sesuatu
melilit kaum kami, lalu kami menyerah kepada
kehinaan,
atau rela kepada kehinaan atau diam terpaku
pada
keputus asaan, kami bekerja untuk kebaikan
manusia
fi sabilillah lebih banyak dari pada kerja
kami
untuk kebaikan diri kami, kami untuk kalian,
bukan
untuk selain kalian wahai orang-orang yang kami
cintai,
sekali-kali kami tidak akan merugikan kalian".
(Hasan
A1 Banna, Risalah Da'watuna dari Majmu'atur
Rosail,
hal: 11). Dalam judul berikutnya beliau
berkata:
`Bukankah tidak ada dalam hati kami selain
mencintai
kebaikan untuk mereka (kaum muslimin), belas
kasihan
kepada mereka, dan mati-matian demi
kemaslahatan
mereka 2!' : (hal: 12) .
Beginilah
seharusnya cara pandang da'i kepada mad'u
atau
manusia pada umumnya, ia harus memandangnya
dengan
pandangan cinta kebaikan untuk mereka, belas
kasihan
kepada mereka kalau-kalau mereka tersesat di
dunia
dan tersiksa di neraka, dia harus bersemangat
untuk
berusaha menyelamatkan mereka dari keterbudakan
hidup
di dunia dan kesengsaraan hukuman di neraka, ia
harus
mencurahkan rahmat dan kasih sayangnya kepada
mereka
agar supaya merekapun mengetahui jalan hidayah,
shirothol
mustaqim, dan berhasil meraih rahmat Alloh
SWT
dengan surga-NYA. Da'i harus bersih, sebagaimana
dakwah
adalah Baro'ah Nazihah (bebas dan bersih)
sebagaimana
yang dikatakan Imam Hasan A1 Banna
rahimahulloh:
"Dakmah kami adalah da'wah yang bari'ah
nazihah,
ia ielah meninggi dalam kebersihannya
sehingga
melampaui keinginan-keinginan pribadi,
menganggap
sepele dan hina kepentingan-kepentingan
materi,
dan meninggalkan jauh di belakang hawa nafsu
dan
tujuan-tujuan (pribadi)". (Hasan Al Banna, Risalah
Da'watuna
dari Majmu atur-Rosail, hal: 11).
Apa
yang dijelaskan oleh Imam Hasan Al Banna, bukanlah
sesuatu
yang baru (bid'ah) dalam konsep dan metodologi
dakwah,
sebab, ia adalah upaya menghidupkan kembali
apa
yang ada pada generasi Salafus-Sholih, yang mereka
timba
dari Sunnah dan Siroh Rasulullah SAW. Inilah
Rib'iy
bin `Amir, sewaktu ia ditanya oleh Rustum,
komandan
Persia dalam perang Qodisiah, apa yang
membawamu
kemari? Rasa lapar? Butuh sandang? Butuh
ini?
Butuh itu? Dengan penuh izzah Rib'iy menjawab:
"Kami
adalah kaum yang dibangkitkan Alloh SWT untuk
mengeluarkan
dan menyelamatkan manusia dari
keterbudakan
oleh sesama manusia kepada penghambaan
Alloh
SWT semata, dari sempitnya dunia kepada
keluasannya,
dan dari ketidak adilan sistem, idiologi
dan
agama, kepada keadilan Islam". (Mahmud Syakir,
AtTarikh
Al lslami, juz: 3, hal: 173).
Bila
kita perhatikan dengan seksama, kalimat-kalimat
Rib'iy
sangat sarat dengan muatan-muatan 'Athifi yang
memenuhi
jiwanya dan jiwa kaum muslimin, yaitu:
Semangat
mengeluarkan dan menyelamatkan manusia dari
keterbudakan
oleh sesama manusia, semangat untuk
mengeluarkan
mereka dari dunia yang sempit dan sumpek
,kepada
dunia yang luas, dan semangat untuk
mengeluarkan
mereka dari ketidak adilan yang mencekik
mereka
kepada keadilan. Beginilah seharusnya seorang
da'i '
Diantara
episode kecil siroh Rasulullah SAW tersebut
demikian:
"Ada seorang anak Yahudi ikut membantu
Rasulullah
SAW seperti: menyiapkan air wudhu,
menyiapkan
sandal dan semacamnya, lalu si anak kecil
itu
sakit, Rasulullah SAW merasa kehilangan dia.
Beliau
mencari informasi, kenapa anak kecil itu tidak
kelihatan
lagi? Beliau mendapatkan jawaban bahwa ia
jatuh
sakit dan sekarang dalam kondisi kritis
sakaratul
maut, lalu beliau menjenguknya, dan duduk di
dekat
kepalanya, beliau SAW bersabda: "Masuk Islamlah
wahai
anak kecil katakan La Ilaha Illa-Lloh,
Muhammadur
Rasulullah SAW", si anak kecil menoleh ke
bapaknya,
setelah beberapa lama, sang bapak berkata:
Turuti
Abul Qosim (Muhammad SAW, si anak kecilpun
mengucapkan
dua kalimah syahadat, lalu meninggal
dunia,
lalu Rasulullah SAW bersabda: "AlHamdulillah
yang
telah menyelamatkan dia dari neraka". (,Shohih
Bukhori,
Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad). Kalau da'i
menggunakan
ukuran dan patokan kepentingan materi dan
duniawi,
apa untungnya meng-Islamkan anak kecil yang
sebentar
lagi meninggal dunia? Ia tidak bisa menambah
suara,
memperbesar kas infaq, atau mendongkrak
produktifitas
dakwah, namun Athifah yang mendorong
untuk
menyelamatkan si kecil dari siksa nerakalah yang
menggerakkan
Rasulullah SAW untuk meng-Islamkan
seorang
anak kecil yang dalam sakarotul maut, dan
Athifah
inilah yang dirasakan bapak si anak yang
Yahudi
itu, sehingga diapun berkata: "turuti Abul
Qosim
(nabi Muhammad SAW). Beginilah seharusnya
seorang
da'i, semangatnya adalah menyelamatkan umat
manusia
dari kesesatan jalan hidup di dunia dan siksa
pedih
di neraka, dia akan sangat gembira bila berhasil
menyelamatkan,
dan beristighfar serta banyak bertaubat
bila
belum berhasil, dan inilah makna Khoiro Ummah,
mereka
dikeluarkan untuk kebaikan dan kemaslahatan
manusia,
bukan untuk mengeksploitasi dan merugikan
mereka,
semoga Alloh SWT memasukkan kita kedalam
kelompok
orang-orang yang menjadi penyebab
terhidayahinya
umat manusia, Amiiiiin.
http://members.tripod.com/~tesur/islam/athifah.html
Athifah
(emotional, sentiment) adalah karakteristik
manusia,
sesuatu tidak di katakan manusia, betapapun
memiliki
kemampuan luar biasa dalam menghitung, dan
mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan tertentu dengan
cermat,
cepat, rapi dan profesional, sebagaimana
halnya
robot atau komputer Ad-Da'watu ilalloh adalah
dakwah
yang diserukan kepada manusia, sudah barang
tentu,
ia harus memperhatikan karakteristik dan
sifatsifat
manusia, khususnya `athifah. Da'i terkadang
melupakan
hal ini, dan beranggapan bahwa jika
argumentasi
yang ia berikan sangatlah wadhih (jelas)
dan
informasi yang ia berikan adalah shohih (benar,
solid
dan valid), pastilah si mad'u bisa menerima dan
menurutinya,
ia lupa bahwa si mad'u adalah manusia,
yang
tentunya memiliki `athifah, bila si da'I belum
menyentuh
sisi ini, bisa jadi si mad'u menerima apa
yang ia
sampaikan, namun, ia menerimanya dalam keadaan
kering,
tidak segar, dan tidak hangat, ia hanyalah
ibarat
rumus matematik yang kaku, mati, ia tidak
menyebabkan
air mata menetes, tidak menjadikan hati
khusyu'
dan tidak melahirkan tawadhu'. Dan repotnya,
inilah
gaya pendidikan di dunia Islam saat ini,
sebagaimana
yang dikeluhkan oleh Muhammad Iqbal,
beliau
berkata: "Pendidikan kita memang berhasil
mencetak
manusia-manusia cerdas dan ber IQ tinggi,
namun
tidak mampu menyebabkan mata mengalirkan dumu'
(air
mata) dan tidak menjadikan hati khusyu'. (DR.
Yusuf
Al Qordhowi, ainal Kholal).
Menyadari
betapa pentingnya peran athifah ini, seorang
rijalud
da'wah yang terkenal sangat `athifi, yaitu
Syekh
Abbas As-Sisi, semoga Alloh SWT menjaga dan
menambah
berkahnya, berkata: "Dunia ini membutuhkan
hati,
athifah dan perasaan, jadilah anda hati bagi
alam
semesta ini, hidupkan ia dengan `athifah dan
perasaanmu,
manusia yang hidup tanpa hati, `athifah
dan
perasaan, bisa jadi ia memiliki filosofi hidup,
atau
teori, atau pengalaman, akan tetapi, manusia
bukanlah
manusia kecuali dengan pilar-pilar kejiwaan
dan
keruhanian, jika tidak dengan pilar-pilar ini,
cukuplah
robot dan komputer menjalankan tugas-tugas
kemanusiaan".
(Abbas As-Sisi, Ad Da'watu ilallohi
hubbun,
juz: 1, hal: 12). Pada tempat yang lain beliau
menjelaskan
bahwa dengan Athifah ini segala macam
problem
dan permasalahan dapat dipecahkan, tentunya
termasuk
problematika dan permasalahan da'wah, beliau
berkata:
"Wahai muslim yang agung! Makmurkan dan
ramaikan
dunia ini dengan tumpahan kerinduan dan kasih
sayangmu,
sampaikan perasaanmu kepada semua hati
dengan
tambahan dan kelebihan sifat rohmatmu dan
khususkan
saudara-saudara muslimmu dengan temperatur
tertinggi
dari hangatnya cinta, dan kesankan kepada
mereka
bahwa engkau mencintai mereka, ini adalah obat
mujarab
bagi terapi beribu-ribu problematika,
sesungguhnya
banyak sekali problematika dunia muncul
karena
padam dan dinginnya `athifah atau karena
penyimpangannya".
(Abbas As-Sisi, Ad Da ivatzr
ilallohi
bubbun, juz: 1, hal: 14).
Tentunya
hal ini tidak berarti mengesampingkan peran
akal
dan logika, karena inilah Imam Hasan A1 Banna
berkata:
"Wahai Ikhwan! Kendalikan kencangnya `athifah
dengan
logika akal dan terangi logika akal dengan
`athifah
yang menyala-nyala!". (Abbas As-Sisi,
Ad-Da'watu
ilallohi hubbun, juz: 1, hal: 13).
Abbas
As-Sisi bukanlah Rijalud Da'wah pertama yang
melihat
betapa penting dan urgennya peranan athifah
dalam
berdakwah, sebelumnya, imam beliau, yaitu Imam
Hasan
Al-Banna rohimahulloh telah menjelaskan peranan
ini dan
menuliskannya dalam salah satu risalah beliau
yang
sangat penting, Risalah Da'watuna, risalah yang
menjelaskan
karakteristik dan sifat-sifat da'wah
beliau,
disana, dibawah judul Athifah beliau berkata:
"Kami
mencintai agar kaum kami (kaum muslimin)
mengetahui
bahwa mereka lebih kami cintai daripada
diri
kami sendiri, dan bahwasanya menjadi kecintaan
jiwa
kami untuk pergi sebagai penebus bagi kehormatan
dan
kemuliaan mereka, jika memerlukan tebusan, dan
untuk
mengorbankan nyawa kami sebagai harga bagi
keagungan,
kemuliaan, agama dan cita-cita mereka, jika
hal ini
dibutuhkan, tidak ada sesuatu yang menyebabkan
kami
memiliki sikap seperti ini selain `athifah yang
telah
menguasai hati kami, menguasai perasaan kami,
menghilangkan
kesempatan tidur kami dan menyebabkan
air
mata kami mengalir. Mahal bagi kami saat melihat
sesuatu
melilit kaum kami, lalu kami menyerah kepada
kehinaan,
atau rela kepada kehinaan atau diam terpaku
pada
keputus asaan, kami bekerja untuk kebaikan
manusia
fi sabilillah lebih banyak dari pada kerja
kami
untuk kebaikan diri kami, kami untuk kalian,
bukan
untuk selain kalian wahai orang-orang yang kami
cintai,
sekali-kali kami tidak akan merugikan kalian".
(Hasan
A1 Banna, Risalah Da'watuna dari Majmu'atur
Rosail,
hal: 11). Dalam judul berikutnya beliau
berkata:
`Bukankah tidak ada dalam hati kami selain
mencintai
kebaikan untuk mereka (kaum muslimin), belas
kasihan
kepada mereka, dan mati-matian demi
kemaslahatan
mereka 2!' : (hal: 12) .
Beginilah
seharusnya cara pandang da'i kepada mad'u
atau
manusia pada umumnya, ia harus memandangnya
dengan
pandangan cinta kebaikan untuk mereka, belas
kasihan
kepada mereka kalau-kalau mereka tersesat di
dunia
dan tersiksa di neraka, dia harus bersemangat
untuk
berusaha menyelamatkan mereka dari keterbudakan
hidup
di dunia dan kesengsaraan hukuman di neraka, ia
harus
mencurahkan rahmat dan kasih sayangnya kepada
mereka
agar supaya merekapun mengetahui jalan hidayah,
shirothol
mustaqim, dan berhasil meraih rahmat Alloh
SWT
dengan surga-NYA. Da'i harus bersih, sebagaimana
dakwah
adalah Baro'ah Nazihah (bebas dan bersih)
sebagaimana
yang dikatakan Imam Hasan A1 Banna
rahimahulloh:
"Dakmah kami adalah da'wah yang bari'ah
nazihah,
ia ielah meninggi dalam kebersihannya
sehingga
melampaui keinginan-keinginan pribadi,
menganggap
sepele dan hina kepentingan-kepentingan
materi,
dan meninggalkan jauh di belakang hawa nafsu
dan
tujuan-tujuan (pribadi)". (Hasan Al Banna, Risalah
Da'watuna
dari Majmu atur-Rosail, hal: 11).
Apa
yang dijelaskan oleh Imam Hasan Al Banna, bukanlah
sesuatu
yang baru (bid'ah) dalam konsep dan metodologi
dakwah,
sebab, ia adalah upaya menghidupkan kembali
apa
yang ada pada generasi Salafus-Sholih, yang mereka
timba
dari Sunnah dan Siroh Rasulullah SAW. Inilah
Rib'iy
bin `Amir, sewaktu ia ditanya oleh Rustum,
komandan
Persia dalam perang Qodisiah, apa yang
membawamu
kemari? Rasa lapar? Butuh sandang? Butuh
ini?
Butuh itu? Dengan penuh izzah Rib'iy menjawab:
"Kami
adalah kaum yang dibangkitkan Alloh SWT untuk
mengeluarkan
dan menyelamatkan manusia dari
keterbudakan
oleh sesama manusia kepada penghambaan
Alloh
SWT semata, dari sempitnya dunia kepada
keluasannya,
dan dari ketidak adilan sistem, idiologi
dan
agama, kepada keadilan Islam". (Mahmud Syakir,
AtTarikh
Al lslami, juz: 3, hal: 173).
Bila
kita perhatikan dengan seksama, kalimat-kalimat
Rib'iy
sangat sarat dengan muatan-muatan 'Athifi yang
memenuhi
jiwanya dan jiwa kaum muslimin, yaitu:
Semangat
mengeluarkan dan menyelamatkan manusia dari
keterbudakan
oleh sesama manusia, semangat untuk
mengeluarkan
mereka dari dunia yang sempit dan sumpek
,kepada
dunia yang luas, dan semangat untuk
mengeluarkan
mereka dari ketidak adilan yang mencekik
mereka
kepada keadilan. Beginilah seharusnya seorang
da'i '
Diantara
episode kecil siroh Rasulullah SAW tersebut
demikian:
"Ada seorang anak Yahudi ikut membantu
Rasulullah
SAW seperti: menyiapkan air wudhu,
menyiapkan
sandal dan semacamnya, lalu si anak kecil
itu
sakit, Rasulullah SAW merasa kehilangan dia.
Beliau
mencari informasi, kenapa anak kecil itu tidak
kelihatan
lagi? Beliau mendapatkan jawaban bahwa ia
jatuh
sakit dan sekarang dalam kondisi kritis
sakaratul
maut, lalu beliau menjenguknya, dan duduk di
dekat
kepalanya, beliau SAW bersabda: "Masuk Islamlah
wahai
anak kecil katakan La Ilaha Illa-Lloh,
Muhammadur
Rasulullah SAW", si anak kecil menoleh ke
bapaknya,
setelah beberapa lama, sang bapak berkata:
Turuti
Abul Qosim (Muhammad SAW, si anak kecilpun
mengucapkan
dua kalimah syahadat, lalu meninggal
dunia,
lalu Rasulullah SAW bersabda: "AlHamdulillah
yang
telah menyelamatkan dia dari neraka". (,Shohih
Bukhori,
Sunan Abu Daud dan Musnad Ahmad). Kalau da'i
menggunakan
ukuran dan patokan kepentingan materi dan
duniawi,
apa untungnya meng-Islamkan anak kecil yang
sebentar
lagi meninggal dunia? Ia tidak bisa menambah
suara,
memperbesar kas infaq, atau mendongkrak
produktifitas
dakwah, namun Athifah yang mendorong
untuk
menyelamatkan si kecil dari siksa nerakalah yang
menggerakkan
Rasulullah SAW untuk meng-Islamkan
seorang
anak kecil yang dalam sakarotul maut, dan
Athifah
inilah yang dirasakan bapak si anak yang
Yahudi
itu, sehingga diapun berkata: "turuti Abul
Qosim
(nabi Muhammad SAW). Beginilah seharusnya
seorang
da'i, semangatnya adalah menyelamatkan umat
manusia
dari kesesatan jalan hidup di dunia dan siksa
pedih
di neraka, dia akan sangat gembira bila berhasil
menyelamatkan,
dan beristighfar serta banyak bertaubat
bila
belum berhasil, dan inilah makna Khoiro Ummah,
mereka
dikeluarkan untuk kebaikan dan kemaslahatan
manusia,
bukan untuk mengeksploitasi dan merugikan
mereka,
semoga Alloh SWT memasukkan kita kedalam
kelompok
orang-orang yang menjadi penyebab
terhidayahinya
umat manusia, Amiiiiin.
http://members.tripod.com/~tesur/islam/athifah.html
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as