Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    tradisi ruwatan merusak agama

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 37
    Lokasi : rahasia

    tradisi ruwatan merusak agama Empty tradisi ruwatan merusak agama

    Post by kutubuku Wed Jun 30, 2010 6:22 pm

    Ruwatan dan Do'a Antar Agama, Merusak Agama





    Terus terang ketika
    ada berita bahwa Presiden Abdurrahman Wahid akan diruwat, saya langsung
    teringat zaman PKI (Partai Komunis Indonesia) sebelum peristiwa pemberontakan
    G30S/PKI 1965. Karena setahu saya adanya ruwatan itu hanya di
    daerah-daerah PKI atau kalangan
    orang abangan (Islam tak shalat) di Jawa. Sedang desa-desa
    yang masyarakatnya Islam
    tidak pernah melaksanakan ruwatan. Meskipun tidak
    otomatis ruwatan itu identik dengan
    PKI, namun


    timbul
    pertanyaan, apakah Gus Dur
    mewarisi ajaran ruwatan itu dari
    gurunya, Ibu Rubiyah yang memang
    Gerwani/PKI perempuan? Wallahu a'lam. (Tentang guru Gus Dur di antaranya orang
    Gerwani itu lihat buku
    “Bahaya Pemikirian Gus Dur
    II, Menyakiti Hati Umat”, Pustaka
    Al-Kautsar, 2000).





    Ruwatan itu sendiri
    tidak terdengar di masyarakat
    sejak dilarangnya PKI
    tahun 1965. Namun mulai terdengar lagi
    sejak 1990-an, setelah dukun-dukun berani muncul terang-terangan bahkan
    praktek di mall-mall atau pusat-pusat perbelanjaan dan
    membuat paguyuban yang mereka sebut PPI (Paguyuban Paranormal
    Indonesia).





    Konon anggota paguyuban
    "wali syetan" (istilah
    hadits Nabi Muhammad SAW untuk dukun) itu 60.000 dukun. Meskipun
    demikian, istilah ruwatan tidak begitu terdengar luas, dan
    baru sangat terdengar ketika
    ada khabar bahwa Gus Dur,
    Presiden Indonesia ke-4 yang bekas ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul
    Ulama, satu organisasi yang berdiri sejak zaman Belanda 1926) akan
    diruwat, dan kemudian dia benar-benar hadir dalam acara ruwatan di
    UGM (Universitas Gajah Mada) Yogya,18/8
    2000.





    Apa itu ruwatan?





    Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai membuang sial
    yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya
    membebaskan ancaman dari
    marabahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan
    manusia, anak raja para
    dewa yakni Batoro Guru. Batoro
    Kolo adalah raksasa buruk jelmaan
    dari mani Batoro Guru yang berceceran
    di laut,
    ketika gagal bersenggama dengan
    permaisurinya, Batari Uma,
    ketika bercumbu di langit sambil
    menikmati terang bulan, karena Batari
    Uma belum siap.





    Karena Batoro Guru
    gagal mengendalikan diri "dengan sang waktu" (kolo) maka mani yang tercecer
    di laut
    dan menjadi raksasa buruk itu
    disebut Batoro Kolo, pemakan manusia.
    Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi
    makan enak yaitu manusia yang dilahirkan
    dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang
    menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan.





    Juga yang lahir dalam
    keadaan ontang-anting (tunggal),
    kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit
    pancuran (pria, wanita, pria), pendowo limo (5 anak pria semua). Dll. (Lihat AM Saefuddin, “Ruwatan dalam Perspektif Islam”, Harian Terbit,
    Jum'at 11 Agustus 2000, hal 6).





    Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut
    kepercayaan daricerita wayang.
    Padahal, cerita wayang itu semodel
    juga dengan cerita tentang
    Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas
    lahirlah Aswotomo. Konon Durno
    diartikan mundur-mundur keno/kena, jadi
    dia naik
    kuda betina lantas
    mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja
    anak yang lahir dari
    kuda ini diceritakan tidak jadi
    raksasa dan tidak


    memakan manusia.
    Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnya
    juga hanya seperti nilai cerita yang dari segi mutunya saja
    sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi.
    Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada
    yang dengan mengubur seluruh tubuh
    orang/anak yang diruwat kecuali
    kepalanya, ada yang disembunyikan
    di tempat tertentu dsb.





    Adapun Ruwatan yang dilakukan di depan Gedung Balairung
    Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Jum'at malam 18/8 2000
    itu dihadiri Presiden Abdurrahman
    Wahid didampingi isterinya Ny Nuriyah dan putri sulungnya Alissa
    Qatrunnada Munawaroh. Selain itu tampak
    hadir pula Kapolri Jenderal Rusdihardjo (belakangan, 3 bulan kemudian
    Rusdihardjo dipecat dari jabatannya sebagai Kapolri oleh Gus Dur, konon karena
    ada berita bocor yang menyebutkan hasil penyidikan kasus Bruneigate yang diduga
    menyangkut Presiden Gus Dur), Rektor UGMIchlasul Amal, Sri Sultan Hamengku Buwono
    X, Sri Edi Swasono, dan Frans Seda.





    Ruwatan itu dilaksanakan terhadap 11 orang akademisi disebut ruwatan
    bangsa, penyelenggaraannya diketuai
    Mayjen (purnawirawan) Hariyadi Darmawan. Mereka yang diruwat itu adalah Prof.
    Sayogya, Prof Kunto Wibisono,
    Dr Hariadi Darmawan,
    Tjuk Sukiadi, Prof Sri Edi Swasono, Ny Mubyarto,
    Bambang Ismawan, Nanik Zaenudin,
    Ken Sularto, Amir Sidharta, dan
    Wirawanto.





    Sebelas orang
    yang diruwat itu bersarung
    putih. Kumis dan jenggotnya
    dicukur bersih, kemudian tubuhnya disiram dengan air
    kembang. (lihat Rakyat Merdeka, 19/8 2000).





    Sementara itu di luar Gedung UGM telah berlangsung
    demonstrasi mahasiswa yang menentang ruwatan tersebut.





    Itulah acara ruwatan
    untuk menghindari Batoro
    Kolo dengan upacara seperti
    itu dan wayangan. Biasanya wayangan
    itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan
    pujian itu, dan lupa
    memangsa. Di UGM itu wayangan
    dengan lakon Murwokolo dan Sesaji Rojo Suryo oleh dalang Ki Timbul
    Hadiprayitno.





    Kemusyrikan





    Ruwatan itu ada
    yang menyebutnya adat, ada pula
    yang menilainya sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam,
    adat yang mubah (boleh) dan adat yang haram.
    Sedang mengenai kepercayaan, itu
    sudah langsung haram apabila
    bukan termasuk dalam Islam.





    Adat yang boleh contohnya blangkon (tutup kepala) untuk
    orang Jawa. Itu tidak dilarang dalam Islam. Tetapi
    kemben, pakaian wanita yang
    hanya sampai dada bawah leher,
    itu haram, karena tidak
    menutup aurat. Tetapi kalau
    dilengkapi dengan kerudung, menutup seluruh tubuh dan juga menutup rambut kepala,
    maka tidak haram lagi, jadi boleh. Hanya saja namanya
    bukan kembenan lagi.





    Adat yang boleh, seperti blangkon tersebut pun,
    kalau di samping sebagai
    adat masih pula diyakini bahwa
    akan terkena bahaya apabila
    tidak memakai blangkon (yang kaitannya
    dengan kekuatan ghaib) maka sudah menyangkut keyakinan/
    kepercayaan, hingga hukumnya
    dilarang atau haram, karena tidak sesuai
    dengan Islam. Keyakinan yang dibolehkan hanyalah yang diajarkan oleh Islam.





    Demikian pula ruwatan, sekalipun ada yang mengatakan bahwa
    itu merupakan adat, namun karena menyangkut hal
    ghaib, berkaitan dengan nasib sial, bahaya dan sebagainya; maka jelas
    merupakan keyakinan batil, karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.





    Sedang keyakinan adanya bala'
    akibat kondisi dilahirkannya seseorang itupun sudah
    merupakan pelanggaran dalam hal keyakinan, yang dalam Islam terhitung syirik,
    menyekutukan Allah SWT, sedang orangnya disebut musyrik, pelaku durhaka
    terbesar dosanya. Tidak ada dalil yang menunjukkan benarnya keyakinan
    itu, namun justru ketegasan bahwa
    meyakini nasib sial dengan alamat-alamat
    seperti itu adalah termasuk tathoyyur, yang hukumnya syirik,
    menyekutukan Allah SWT; dosa terbesar.





    Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau
    meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya, atau apa saja.





    Abu Dawud meriwayatkan hadits marfu' dari Ibnu Mas'ud
    ra: "At-thiyarotu syirkun, at-thiyarotu syirkun wamaa minnaa illa,
    walaakinnallooha yudzhibuhu bittawakkuli."





    "Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, dan
    tiada seorangpun dari antara kita
    kecuali (telah terjadi dalam hatinya
    sesuatu dari hal ini), hanya saja Allah menghilangkannya
    dengan tawakkal kepada-Nya."
    (Hadits Riwayat Abu Daud).





    Hadits ini diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi dengan
    dinyatakan shahih, dan kalimat terakhir tersebut dijadikannya sebagai ucapan
    dari Ibnu Mas'ud. (Lihat Kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi,
    terjemahan Muhammad Yusuf Harun, cetakan I, 1416H/ 1995, halaman 150).





    Imam Ahmad
    meriwayatkan hadits dari Ibnu 'Amr bahwa Nabi
    SAW bersabda: “Barangsiapa yang
    mengurungkan hajatnya karena thiyarah, maka dia telah berbuat syirik."
    Para sahabat bertanya: "Lalu apakah sebagai tebusannya?" Beliau
    menjawab: "Supaya mengucapkan: Allahumma laa khoiro illaa khoiruka walaa
    thoiro illaa thoiruka walaa ilaaha ghoiruka.”





    Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau,
    tiada kesialan kecuali kesialan dari
    Engkau, dan tiada sembahan yang haq
    selain Engkau." (HR Ahmad).
    (Syaikh Muhammad At-Tamimi, Kitab Tauhid, hal 151).





    Sedangkan meminta
    perlindungan kepada Betoro Kolo agar
    tidak dimangsa dengan upacara
    ruwatan dan wayangan
    itu termasuk kemusyrikan yang dilarang
    dalam Al-Qur'an:





    "Dan
    janganlah kamu memohon kepada
    selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula
    mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu berbuat (hal itu), maka sesungguhnya
    kamu, dengan demikian, termasuk
    orang-orang yang dhalim (musyrik)." (Yunus/ 10:106).





    Dhalim di ayat ini diartikan musyrik, karena kemusyrikan itu
    adalah sebesar-besar kedhaliman. (Lihat Al-Ustadz Dr Wahbah Az-Zuhaili,
    At-Tafsir Al-Wajiiz, Darul Fikr, Dimasyq -Suriyah, cetakan I, 1415H, halaman
    221).





    “Dan jika Allah
    menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka
    tidak ada yang dapat
    menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki untukmu sesuatu
    kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak
    karunia-Nya..." ( Yunus: 107).





    Setelah kita membicarakan tentang ruwatan ,maka sebelum kita
    membicarakan tentang do'a antar agama perlu kita tengok bagaimana keadaan
    masyarakat Indonesia dalam hal kepercayaan mereka mengenai hal-hal yang
    menyangkut kemusyrikan. Berikut ini kita simak berita singkatnya:





    Hasil Riset: Sebagian Besar Masyarakat Indonesia Percaya Jimat dan Perdukunan


    Riset dan survey tentang Akhlaq (Moral) Iman kepada Tuhan
    versus Kepercayaan kepada Kekuasaan Ghaib selain Tuhan, dilakukan oleh Yayasan
    Nusantara, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang sosial, ekonomi
    dan pendidikan rakyat. Hasilnya disimpulkan bahwa bangsa Indonesia memang
    mengalami permasalahan yang sangat mendasar yaitu terjerumus dalam immoralitas.





    Survei dilakukan pada 20 Juni hingga 20 Juli 2000, dengan
    melibatkan 500 responden yang dipilih acak dari seluruh Indonesia melalui
    telepon. Salahsatu temuan dari hasil survei itu adalah 100 persen anak bangsa
    Indonesia sesungguhnya anak bangsa yang religius dan mengikuti suatu ajaran
    agama tertentu.





    Dari survei terlihat bahwa responden memang percaya kepada
    hal-hal yang bersifat gaib. Tercatat sebagian besar responden yaitu 64 persen
    mengaku percaya dan mempunyai hubungan atau pernah punya hubungan dengan
    praktek perdukunan, santet, klenik, pelet atau susuk. Sedangkan yang tak pernah punya hubungan
    dengan hal-hak demikian sebanyak 21,6 persen,





    Dan yang percaya namun tidak mau telibat dalam praktek
    tersebut mencapai 14,4 persen.





    Yang memprihatinkan lagi, sebagian besar dari responden
    nyatanya sangat percaya dengan perdukunan, pergi ke kubur-kubur dan tempat yang
    dikeramatkan, ke peramal dan meyakini kebenaran horoskop.





    Sebanyak 50,2 persen dari 500 responden mengaku bahwa
    hal-hal demikian mereka jadikan landasan berfikir, bertindak dan menentukan
    sikap dalam kegiatan sehari-hari.





    Responden yang juga
    percaya dan yakin namun tidak memiliki keinginan untuk terlibat sebagai pelaku sebanyak 4,8
    persen





    Sedangkan yang sama sekali tidak percaya dengan hal-hal
    demikian sebanyak 45 persen.





    Dari survei ini juga terungkap bahwa masyarakat Indonesia
    sangat mempercayai jimat atau benda yang disakralkan. Dari 500 responden
    sebanyak 63 persen menyatakan percaya bahwa jimat-jimat atau benda-benda yang
    disakralkan lainnya benar-benar memiliki khasiat kegaiban dan manfaat tertentu.





    Sedangkan yang ragu
    mencapai 5,8 persen.





    Yang tidak percaya sebanyak 33,6 persen.





    Dari penjelasan survei di atas terlihat bahwa masyarakat
    Indonesia memang mulai kehilangan kepercayaan dan semakin jauh dari Tuhan. Yang
    muncul justru sifat syirik dengan menjadikan jimat-jimat sebagai 'Tuhan".
    Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim
    yang sesungguhnya merupakan bangsa religius. (mag). (Republika, Jum'at 4 Agustus 2000, halaman
    16).





    Demikianlah gambaran masyarakat Indonesia secara sekilas
    mengenai kepercayaan yang menyangkut kemusyrikan. Selanjutnya mari kita bahas
    tentang do'a antar agama.





    Do'a Antar Agama Merusak Agama





    Di samping ada
    ruwatan, ada pula gejala "baru" berupa acara do'a
    bersama antar berbagai agama dan keyakinan.
    Bahkan ada upacara "Indonesia Berdoa"
    yang diselenggarakan di
    Senayan Jakarta, Agustus 2000,
    terdiri dari berbagai
    macam agama, diprakarsai oleh KH
    Hasyim Muzadi ketua umum PBNU. Sebelum ada upacara "Indonesia
    Berdo'a" antar berbagai agama dan keyakinan, sudah dikenal umum bahwa Dr
    Said Aqiel Siradj dari NU (Nahdlatul Ulama) dan Istri Gusdur (Siti Nuriyah)
    melakukan do'a bersama orang-orang dari bermacam-macam agama itu.





    Bolehkah itu dilakukan menurut syari'at Islam, mari kita
    kaji.





    Pengertian dan fungsi do'a





    Do'a adalah permintaan
    hamba kepada Allah
    SWT, dan itu merupakan suatu ibadah. Allah SWT berfirman:





    "Dan Tuhanmu
    berfirman: 'Berdo'alah kepada-Ku niscaya akan
    Kukabulkan bagimu." (QS 40 Al-Mu'min: 60).





    Penegasan Nabi SAW, do'a itu ibadah:


    "Ad-Du'aau huwal 'ibaadatu," tsumma qoola:
    Qoola Robbukum "Ud'uunii astajib lakum".





    "Do'a itu ialah
    ibadah," kemudian Nabi SAW membaca firman Allah: "Berdo'alah
    kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan
    bagimu." (HR Abu Dawud).





    Adab berdo'a





    Ada ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Nabi SAW yang
    memberikan tuntunan adab berdo'a.





    1. Merendahkan diri dan bersuara lembut. Allah SWT
    berfirman:





    "Serulah Tuhan kamu dengan merendahkan diri dan suara
    yang lembut, karena sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang
    melewati batas." (QS Al-A'raaf: 55).





    Allah SWT memuji hamba-Nya, Nabi Zakaria, dengan firman-Nya:





    “Tatkala ia berdo'a kepada Tuhannya dengan suara yang
    lembut." (QS 19 Maryam: 3).





    2. Menghindari bersuara keras dalam berdzikir dan berdo'a.





    "Ayyuhan naasu irba'uu 'alaa anfusikum fainnakum laa
    tad'uuna ashomma walaa ghooiban innakum tad'uuna samii'an qoriiban wahuwa
    ma'akum."





    "Wahai ummat
    manusia, kasihanilah dirimu dan
    rendahkanlah suaramu, kamu tidak
    menyeru Tuhan yang tuli atau yang gaib (jauh), sesungguhnya kamu menyeru Tuhan
    yang Pendengar, dekat, dan Dia menyertai kamu." (Hadits Muttafaq 'alaih).
    (Tentang Dia menyertai kamu, itu baca buku ini pada bab yang membahas
    "ma'iyah Allah", kebesertaan Allah, yang maknanya Allah bersemayam di
    atas 'arsy, menyertai kita namun bukan berarti Dia berada di bumi).





    3. Disertai iman dan amal shaleh





    "Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya
    dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan, dan
    Dia mengabulkan (do'a) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang
    shalih dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.Dan orang-orang
    yang kafir, bagi mereka adzab yang sangat keras." (QS 42 As-Syuura: 25,
    26).





    4. Makanan,
    minuman, dan pakaiannya dari
    hasil yang halal.





    Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw
    bersabda:





    "Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia
    tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada
    orang-orang mu'min dengan apa-apa yang diperintahkan oleh para rasul. Maka Dia
    berfirman: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
    kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu
    kerjakan. (Al-Mukminuun: 51).





    Dan Dia berfirman: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
    antara rizki yang baik-baik, yang Kami berikan kepadamu. (Al-Baqarah: 172).





    Kemudian Nabi menyebutkan seorang laki-laki yang telah
    berkelana jauh dengan rambutnya yang kusut masai dan pakaian yang penuh debu,
    ia menengadahkan tangannya ke langit sambil berdo'a; Ya Allah, Ya Allah, sedang
    makanannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram, dan dibesarkan dengan
    makanan haram, bagaimana Allah mengabulkan do'anya itu? (HR Muslim nomor 2301).






    5. Keyakinannya tanpa
    ragu.





    Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw
    bersabda:





    "Laa yaquulanna ahadukum: Alloohummaghfir lii in
    syi'ta, Alloohummarhamnii in syi'ta, liya'zamal mas'alata fainnahu laa mukriha
    lahu."





    "Janganlah salah seorang dari kamu mengatakan: "Ya
    Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki, ya Allah rahmatilah aku jika
    Engkau menghendaki", tetapi hendaklah berkeinginan kuat dalam
    permohonannya itu karena sesungguhnya Allah tiada sesuatu pun yang memaksa-Nya
    untuk berbuat sesuatu." (HR Abu Daud).





    6. Tidak membangkit-bangkit (bahasa Jawa:
    mengundat-undat) Allah ketika do'a belum terkabul.





    Rasulullah saw bersabda:





    "Yustajaabu li ahadikum maalam yu'ajjil yaquulu: qod
    da'autu Robbii falam yastajib lii."





    "Do'a seseorang akan dikabulkan (oleh Allah) selama
    orang itu tidak tergesa-gesa (ingin dikabulkan), yaitu dengan mengatakan:
    "Saya telah berdo'a tetapi do'a itu belum juga dikabulkan Tuhan
    untukku"." (Muttafaq 'alaih).





    7. Jangan mendo'akan jelek kepada diri sendiri, anak-anak,
    dan harta, sekalipun sedang marah, karena Rasulullah saw mengkhawatirkan do'a
    itu bertepatan dengan waktu Allah menerima atau mengabulkan do'a dari hambaNya.
    Nabi saw bersabda:





    "Laa tad'uu 'alaa anfusikum walaa tad'uu 'alaa
    aulaadikum, walaa tad'uu 'alaa amwaalikum, laa tuwaafiquu minalloohi sa-'atan
    yas'alu fiihaa 'ithooan fayastajiibu lakum."





    "Janganlah kamu mendo'akan buruk (celaka dsb, pen)
    terhadap dirimu, jangan kamu mendo'akan buruk terhadap anak-anakmu, dan jangan
    kamu mendo'akan buruk terhadap harta bendamu! Jangan sampai nanti do'amu itu
    bertepatan dengan suatu saat dimana Allah sedang memenuhi permohonan, hingga
    do'a burukmu itu benar-benar terkabul." (HR Muslim).





    Masalah do'a antar agama





    Dalam Al-Quran dan Hadits, do'a bersama antara mu'minin (Nabi dan ummat Islam) di satu pihak, dan
    Ahli Kitab ataupun musyrikin di lain
    pihak; justru merupakan do'a ancaman,
    saling melaknat untuk adu
    kebenaran, yang disebut mubahalah.





    Mubahalah ialah masing-masing pihak di antara orang-orang
    yang berbeda pendapat, berdo'a kepada
    Allah dengan bersungguh-sungguh agar
    Allah menjatuhkan la'nat kepada pihak yang berdusta.
    Nabi mengajak utusan Nasrani
    Najran bermubahalah tetapi mereka tidak
    berani dan ini menjadi bukti kebenaran
    Nabi Muhammad SAW. (Al-Quran dan
    Tafsirnya, Depag RI, juz 1 hal 628).





    Perintah do'a itu kalau ditujukan kepada Ahli Kitab
    justru berupa ancaman, bahkan mubahalah.





    Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama
    Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya
    kamu sajalah kekasih Allah
    bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu
    adalah orang-orang yang benar." (QS 62 Al-Jumu'ah: 6).





    "Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa setelah datang
    ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): Marilah
    kita memanggil anak-anak kami dan
    anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan
    isteri-isteri kamu, diri kami dan diri
    kamu, kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta
    supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta."(tm) (QS
    3 Ali Imran: 61).





    Imam Ibnu Katsir menjelaskan, suruhan Allah kepada Yahudi
    agar minta mati di
    Surat Al-Jumu'ah 62, Al-Baqarah 94,
    itu juga mubahalah; kalau memang
    orang Yahudi itu menganggap (diri mereka
    berada) dalam hidayah Allah, sedang
    Muhammad itu dianggap dalam kesesatan,
    maka mintakan mati atas yang sesat dari kedua golongan itu, kalau memang Yahudi menganggap diri mereka
    benar. Ternyata Yahudi tak berani.





    Demikian pula ancaman
    terhadap orang-orang musyrik di Surat Maryam
    ayat 75, agar musyrikin bermubahalah dengan Nabi SAW
    sekeluarganya.





    Dari Ibnu Abbas: Abu
    Jahal la'natullah berkata, bila
    aku melihat Muhammad di sisi Ka'bah pasti sungguh aku datangi
    dia sehingga aku injak lehernya.
    Ibnu Abbas berkata,
    bersabda Rasulullah SAW:





    "Kalau ia (Abu Jahal) berbuat, pasti malaikat akan
    mengambilnya (mengadzabnya)
    terang-terangan, dan
    seandainya orang-orang Yahudi mengharapkan mati pasti mereka mati
    dan mereka melihat tempat-tempat mereka
    berupa neraka." Dan seandainya mereka yang (ditantang) bermubahalah dengan Rasulullah SAW itu
    keluar, pasti mereka pulang (dalam
    keadaan) tidak menemukan keluarganya dan tidak pula hartanya. (HR Al-Bukhari,
    At-Tirmidzi, dan An-Nasai, Tafsir Ibnu Katsir
    4: hal 438).





    Kesimpulan





    Do'a bersama antara
    Ummat Islam dan kaum ahli kitab, kafirin/musyrikin yang dibolehkan hanyalah mubahalah, saling
    melaknat bagi yang dusta. Sudah jelas, do'a adalah ibadah. Sedang
    dalam kaidah, ibadah itu tidak dibolehkan kecuali kalau ada contoh dari
    Nabi SAW
    atau ada dalil yang
    membolehkannya. Dalam hal
    do'a bersama antara Muslimin dan
    non Muslim, adanya hanyalah tentang
    mubahalah. Jadi, kalau mau diadakan do'a bersama antara
    umat Islam dan non Muslim, seharusnya yang sifatnya seperti itu, yakni
    mubahalah, sesuai aturan Al-Quran dan Hadits.





    Adapun orang yang mengadakan (terutama yang memprakarsai)
    do'a bersama antara Muslim
    dan non Muslim
    seperti yang terjadi sekarang, berarti dia membuat
    syari'at baru, sekaligus melanggar
    aturan syari'ah yang sudah ada, dan itulah perusak agama. Sedang penyelenggaraan ruwatan
    adalah mengadakan kemusyrikan,
    dosa terbesar. Itu bukannya
    membuang sial tetapi justru mendatangkan
    adzab, baik di dunia maupun di akherat. Wallahu a'lam bis shawaab.

      Waktu sekarang Fri Nov 22, 2024 6:41 am