Berbicara tentang peradaban sangat menarik (interestable),
karena ia menjadi bagian dari kehidupan umat manusia yang signifikan. Sejarah
manusia penuh dengan berbagai peradaban yang silih berganti, tergantung para
penguasa dan para pemimpin dunia. Mereka yang kuat akan menentukan model
peradaban umat manusia. Apalagi di era global ini, model peradaban hampir
menjadi seragam karena sekat-sekat teritorial, nasional, budaya, agama, dan ras
tidak mampu membentengi dirinya dari upaya memasarkan model peradaban yang
menjadi trend di pihak-pihak yang kuat dan berkuasa. Sehingga pada gilirannya,
corak-corak budaya, agama, nasional, dan ras menjadi luntur dan akhirnya
hancur, kemudian diganti dengan model paradaban yang mendunia.
Peradaban islam adalah terjemahan dari
kata Arab al – hadha- rah al – islamiyah.Kata arab ini juga sering di
artikan dalam bahasa indonesia dengan kebuayaan islam “kebudayaan” dalam bahasa
arab adalah al-tsaqafa, di indonesia,sebagai mana juga di arab dan
barat.
Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture),
misalnya dalam Kamus yang sama: (1). The totality of socially transmitted
behavior patterns, arts, beliefs, institutions, and all other products of human
work and thought…., maka kebudayaan memiliki makna yang hampir sama dengan
peradaban. Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam
pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih menyeluruh,
lebih sophisticated, dan lebih mentereng.
Disamping itu, berbeda dengan kebudayaan, peradaban lebih dekat dengan struktural
(kekuasaan), bahkan melingkupinya. Sedang kebudayaan, biasanya malah sering
disebut sebagai antitesa dari kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul
istilah ‘pendekatan struktural’ dan ‘pendekatan kultural’. Belum lagi dalam
keseharian, kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka.
Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya. Karenanya berbeda
dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari kekuasaan,
peradaban hampir selalu terkait dengan kekuasaan.
Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa bangsa arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak terkenal,dan di
abaikan oleh bangsa- bangsa lain,menjadi banngsa yang maju.Ia dengan cepat
bergerak mengembangkan dunia, membina suatu kebudayaan dan pradaban yang sangat
penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.bahkan kemajuan wilayah
barat bersumber dari peradaban islam yang masuk ke Eropa melalui Spayol.
Ketika berbicara tentang masa lalu kaum muslimin bisa jadi
sebagian orang –muslim- merasa kurang tertarik bahkan terkesan tidak mau
membicarakannya. Inilah buah dari pendidikan kita yang sekuler, Islam
tidak diperkenalkan secara komprehensif sebagai peradaban yang agung dan mulia
namun hanya diperkenalkan sebagai sebuah ‘agama’ belaka, bukan sebagai sebuah
aturan hidup di segala bidang (Idiologi).
Gambaran Islam sebagai sebuah peradaban secara objektif
yang terdiri dari aspek kebudayan materi (madaniah) dan kebudayaan inmateri
(Tsaqafah) sedikit sekali kita temukan dibuku-buku standar pendidikan kita
hingga hari ini.
Peradaban Islam yang dibangun oleh kebudayan materi
(madaniah) yaitu hasil karya fisik yang disyariatkan maupun yang bersifat
mubah, yaitu produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun kebudayaan inmateri
(Tsaqafah) yaitu berupa pemikiran yang berfondasikan aqidah dan syariah islam
yaitu aturan beribadah dengan sang pencipta, aturan pergaulan, ilmu ekonomi,
pendidikan, aturan pemerintahan, kemiliteran, aturan hukum, hingga aturan
berhubungan dengan luar negeri.
Dalam ranah sejarah, harapan membangun kaum muslimin
bangga terhadap Agamanya sehingga ingin mengamalkan agamanya dan
memperjuangkannya, justru terbalik, karena yang ditemukan dalam sejarah
Peradaban Islam ternyata kejumudan, penindasan, pengkhianatan, pembunuhan,
kerakusan, dsb. Apa sebab? Ternyata yang kita baca selama
ini referensinya kebanyakan dari para orientalis barat yang jelas-jelas
membenci islam.
Imbas dari pandangan negatif terhadap Sejarah Peradaban
Islam adalah dimarjinalkannya ilmu-ilmu islam lainnya. Aqidah dikaji secara
dangkal, difahami sebagai Rukun Iman belaka yang dicukupkan untuk dihapal dan
dilisankan, bukannya untuk perlihatkan, diamalkan. Syariah sering
didengung-dengungkan tetapi mengkajinya jarang-jarang.Bahasa arab dipinggirkan.
Al-Qur’an lebih banyak dilagukan daripada dijadikan petunjuk dan pedoman
kehidupan. As-Sunnah sering diperbincangkan namun contoh Rasulullah seringkali
diacuhkan. Padahal tidak akan terlihat idealitas keagungan dan kemuliaan Islam
tersebut apabila tidak difaktual dalam kehidupan. Saya rasa sedang kita rasakan
saat ini. Itulah kiranya fakta kemunduran umat muslim saat Ini.
Barat menuduh kaum muslimin sebagai kaum yang bengis, dan
agamanya adalah agama yang jumud, anti ilmu, anti pemikiran serta kreatifitas
dalam seluruh segemen. Ini adalah penghinaan murni kepada Islam dan
umatnya. Kaum muslimin terdahulu, adalah pembawa obor ilmu
pengetahuan, membangun pilar-pilar peradaban Islam yang telah menerangi dunia
ini, dan hingga sekarang tetap meneranginya.Memang benar, kaum muslimin
mengetahui peradaban-peradaban umat sebelumnya, dan mereka mengambil manfaat
pelajaran darinya dan bahkan menambahkannya, membenarkan yang benar, lalu
mereka membuat kreasi baru di setiap lapangan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan
di saat Eropa dalam kegelapan. Kemajuan Eropa di segala bidang yang telah
diraihnya pun tak terlepas dari peradaban Islam dan kaum muslimin.
Kejadian-kejadian dan penemuan-penemuan yang telah
ditemukan oleh tokoh-tokoh ilmuwan muslim terdahulu jarang diwacanakan atau diinformasikan
kepada kita. Sebaliknya, – pada masa kejayaan islam- dimanipulir oleh Barat.,
lalu mereka menisbatkan penemuan-penemuan tersebut kepada tokoh-tokoh mereka.
Sebagai contoh, Isaac Newton, , Barat menobatkan ia sebagai penemu teori
gravitasi bumi. Padahal, Tsabit bin Qarah telah menemukan teori itu
seratus tahun sebelumnya daripada Newton.
Dimanakah Sejarah Peradaban Islam Indonesia?
Peradaban yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. adalah
peradaban yang dibangun di atas pijakan pandangan dunia agama bukan materi.
Islam lebih mengedepankan nilai-nilai ruhani dan kemanusiaan. Materi – termasuk
teknologi – bukan tujuan utama tetapi hanya aksidental. Keberhasilan
menurut Islam tidak diukur dengan perolehan materi yang banyak tetapi diukur
dengan pendekatan diri kepada Allah dan memperbanyak bekal untuk hari akhir.
Imam Ali as. di saat kepalanya ditebas oleh seorang Khawarij secara spontan
berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah berhasil !”. Sampainya seseorang kepada
Allah Swt dan berkhidmat kepada manusia adalah prestasi yang dituntut oleh
Islam. Materi sebagai materi tidak mempunyai nilai apapun di mata Islam. Materi
akan berarti jika dimaknai dengan tujuan-tujuan akhirat. Dalam tulisan ringkas
ini, saya tidak perlu mengutip ayat maupun hadis tentang iman dan amal
kebaikan, karena sangat banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Nabi Muhammad Saw. dengan peradaban yang berdasarkan
nilai-nilai agama dan kemanusiaan berhasil mengalahkan dua kekuatan yang kuat;
Persia dan Romawi yang membangun peradaban dengan kekuatan materi. Meskipun
pada perkembangan berikutnya para pemimpin Islam, khususnya khilafah
Abbasiyyah, lebih concern pada pembangunan materi bukan pengembangan
nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia
telah memeluk agama hindu dan budha disamping kepercayaan nenek moyang mereka
yang menganut animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam
berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang
kebudayaan yang antara lain seperti di bawah ini.
Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa
Arab. Bahasa Arab sudah banayk menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia,
contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran,
jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang
berciri Islam (Arab) seperti Muhammad, Abdullah, Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib,
Muhaimin, Junaidi, Aminah, Khadijah, Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.
Pengaruh Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam,
acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak
dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat.
Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau
masjid di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di
wilayah Timur Tengah.
Pengaruh dalam Bidang Politik
Pengaruh ini dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada
kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore
Pengaruh di bidang ekonomi
Daerah-daerah pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab,
Parsi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya
kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah,
infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat
perekonomian umat Islam semakin berkembang.
Ulama dan Intelektual; Simbol Peradaban Islam
Indonesia
Sangat disayangkan.. “penglihatan” sejarah Islam di
Indonesia tidak memunculkan “periodisasi keemasan” peradaban Islam dalam kurun
waktu abad 16 sampai 18 M, karena periodisasi yang muncul adalah masa
“prakolonialis”. Padahal pada masa ini tumbuh peradaban Islam yang setaraf
dengan sejarah peradaban Islam di Timur Tengah masa Daulah Abassiyah.
Bukti-bukti yang menunjukan lahirnya peradaban Islam di Indonesia adalah dengan
munculnya para Ulama dan Intelektual Islam di seluruh penjuru Nusantara. Mereka
diantaranya :
- Syeikh Hamzah al-Fansuri (Sasterawan sufi agung)
- Syeikh Nuruddin ar-Raniri (Ulama ahli debat,tersohor di Aceh)
- Habib Husein al-Qadri (Penyebar Islam Kalimantan Barat)
- Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Pengarang Sabil al-Muhtadin)
- Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari (Ulama sufi dunia Melayu)
- Syarif Abdur Rahman al-Qadri (Sultan pertama kerajaan Pontianak)
- Syeikh Abdul Rahman Minangkabau (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah)
- Mufti Jamaluddin al-Banjari (Ahli undang-undang Kerajaan Banjar)
- Ahmad Khathib Sambas (Mursyid Tariqat Qadiriyah)
- Syeikh Nawawi al-Bantani (Digelar Imam Nawawi kedua)
- Muhammad Khalil al-Maduri (Guru ulama Jawa, Madura)
- Saiyid Utsman Betawi (Mufti paling masyhur)
- Tuanku Kisa-i al-Minankabawi lahirkan tokoh besar Hamka
- Raja Muhammad Sa’id – Cendekiawan Istana Riau
- dll
….. sayang sedikit pengetahuan tentang mereka..padahal
mereka telah memberikan andil besar dalam peradaban Islam di Indonesia dengan
karya-karya kitab yang mereka tulis. Tulisan tangan asli para ulama yang
disebut manuskrip, merupakan bukti sejarah perkembangan Islam di kawasan ini.
DR H Uka Tjandrasasmita, seorang Arkeolog Islam menyatakan ; Di Aceh, pada abad
16–17 terdapat cukup banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang
dikenal sebagai tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin
ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad
Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas
menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada
kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal
berjudul ”Bustanul Salatin.” Syeikh Abdul Rauf al-Singkili yang juga ditetapkan
sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan Aceh selama periode empat
orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah keislaman.
Karya-karya mereka tidak hanya berkembang di Aceh, tapi
juga berkembang seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka sampai ke Thailand
Selatan. Karya-karya mereka juga mempengaruhi pemikiran dan awal peradaban
Islam di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, kepulauan Maluku,
Buton hingga Papua. Sehingga di daerah itu juga terdapat peninggalan karya
ulama Aceh ini. Perkembangan selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah
lain seperti, Kitab Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di
Palembang juga ada. Di Banten ada Syekh al Bantani yang juga menulis banyak
manuskrip. Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat itu.
Taufik Abdullah (2002) membagi sejarah peradaban Islam di
Nusantara dari abad ke-13 hingga pertengahan abad ke-19 M ke dalam tiga
gelombang, yaitu :
1.
Gelombang Pertama adalah gelombang diletakkannya
dasar-dasar kosmopolitanisme Islam, yaitu sikap budaya yang menjadikan diri
sebagai bagian dari masyarakat kosmopolitan dengan referensi kebudayaan Islam.
Gelombang ini terjadi sebelum dan setelah munculnya kerajaan Samudra Pasai
hingga akhir abad ke-14 M.
2.
Gelombang Kedua terjadi proses islamisasi
kebudayaan dan realitas secara besar-besaran. Islam dipakai sebagai cermin
untuk melihat dan memahami realitas. Pusaka lama dari zaman pra-Islam, yang
Syamanistik, Hinduistik dan Buddhistik ditransformasikan ke dalam situasi
pemikiran Islam dan tidak jarang dipahami sebagai sesuatu yang islami dari
sudut pandang doktrin. Gelombang ini terjadi bersamaan dengan munculnya
kesultanan Malaka (1400-1511) dan Aceh Darussalam (1516-1700).
3. Gelombang
Ketiga, ketika pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara mulai tersebar hampir
seluruh kepulauan Nusantara, pusat-pusat kekuasaan ini ‘seolah-olah’
berlomba-lomba melahirkan para ulama besar. Dalam gelombang inilah proses
ortodoksi Islam mengalami masa puncaknya. Ini terjadi pada abad ke-18 – 19 M.
karena ia menjadi bagian dari kehidupan umat manusia yang signifikan. Sejarah
manusia penuh dengan berbagai peradaban yang silih berganti, tergantung para
penguasa dan para pemimpin dunia. Mereka yang kuat akan menentukan model
peradaban umat manusia. Apalagi di era global ini, model peradaban hampir
menjadi seragam karena sekat-sekat teritorial, nasional, budaya, agama, dan ras
tidak mampu membentengi dirinya dari upaya memasarkan model peradaban yang
menjadi trend di pihak-pihak yang kuat dan berkuasa. Sehingga pada gilirannya,
corak-corak budaya, agama, nasional, dan ras menjadi luntur dan akhirnya
hancur, kemudian diganti dengan model paradaban yang mendunia.
Peradaban islam adalah terjemahan dari
kata Arab al – hadha- rah al – islamiyah.Kata arab ini juga sering di
artikan dalam bahasa indonesia dengan kebuayaan islam “kebudayaan” dalam bahasa
arab adalah al-tsaqafa, di indonesia,sebagai mana juga di arab dan
barat.
Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture),
misalnya dalam Kamus yang sama: (1). The totality of socially transmitted
behavior patterns, arts, beliefs, institutions, and all other products of human
work and thought…., maka kebudayaan memiliki makna yang hampir sama dengan
peradaban. Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam
pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih menyeluruh,
lebih sophisticated, dan lebih mentereng.
Disamping itu, berbeda dengan kebudayaan, peradaban lebih dekat dengan struktural
(kekuasaan), bahkan melingkupinya. Sedang kebudayaan, biasanya malah sering
disebut sebagai antitesa dari kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul
istilah ‘pendekatan struktural’ dan ‘pendekatan kultural’. Belum lagi dalam
keseharian, kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka.
Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya. Karenanya berbeda
dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari kekuasaan,
peradaban hampir selalu terkait dengan kekuasaan.
Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa bangsa arab yang semula terkebelakang, bodoh, tidak terkenal,dan di
abaikan oleh bangsa- bangsa lain,menjadi banngsa yang maju.Ia dengan cepat
bergerak mengembangkan dunia, membina suatu kebudayaan dan pradaban yang sangat
penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang.bahkan kemajuan wilayah
barat bersumber dari peradaban islam yang masuk ke Eropa melalui Spayol.
Ketika berbicara tentang masa lalu kaum muslimin bisa jadi
sebagian orang –muslim- merasa kurang tertarik bahkan terkesan tidak mau
membicarakannya. Inilah buah dari pendidikan kita yang sekuler, Islam
tidak diperkenalkan secara komprehensif sebagai peradaban yang agung dan mulia
namun hanya diperkenalkan sebagai sebuah ‘agama’ belaka, bukan sebagai sebuah
aturan hidup di segala bidang (Idiologi).
Gambaran Islam sebagai sebuah peradaban secara objektif
yang terdiri dari aspek kebudayan materi (madaniah) dan kebudayaan inmateri
(Tsaqafah) sedikit sekali kita temukan dibuku-buku standar pendidikan kita
hingga hari ini.
Peradaban Islam yang dibangun oleh kebudayan materi
(madaniah) yaitu hasil karya fisik yang disyariatkan maupun yang bersifat
mubah, yaitu produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun kebudayaan inmateri
(Tsaqafah) yaitu berupa pemikiran yang berfondasikan aqidah dan syariah islam
yaitu aturan beribadah dengan sang pencipta, aturan pergaulan, ilmu ekonomi,
pendidikan, aturan pemerintahan, kemiliteran, aturan hukum, hingga aturan
berhubungan dengan luar negeri.
Dalam ranah sejarah, harapan membangun kaum muslimin
bangga terhadap Agamanya sehingga ingin mengamalkan agamanya dan
memperjuangkannya, justru terbalik, karena yang ditemukan dalam sejarah
Peradaban Islam ternyata kejumudan, penindasan, pengkhianatan, pembunuhan,
kerakusan, dsb. Apa sebab? Ternyata yang kita baca selama
ini referensinya kebanyakan dari para orientalis barat yang jelas-jelas
membenci islam.
Imbas dari pandangan negatif terhadap Sejarah Peradaban
Islam adalah dimarjinalkannya ilmu-ilmu islam lainnya. Aqidah dikaji secara
dangkal, difahami sebagai Rukun Iman belaka yang dicukupkan untuk dihapal dan
dilisankan, bukannya untuk perlihatkan, diamalkan. Syariah sering
didengung-dengungkan tetapi mengkajinya jarang-jarang.Bahasa arab dipinggirkan.
Al-Qur’an lebih banyak dilagukan daripada dijadikan petunjuk dan pedoman
kehidupan. As-Sunnah sering diperbincangkan namun contoh Rasulullah seringkali
diacuhkan. Padahal tidak akan terlihat idealitas keagungan dan kemuliaan Islam
tersebut apabila tidak difaktual dalam kehidupan. Saya rasa sedang kita rasakan
saat ini. Itulah kiranya fakta kemunduran umat muslim saat Ini.
Barat menuduh kaum muslimin sebagai kaum yang bengis, dan
agamanya adalah agama yang jumud, anti ilmu, anti pemikiran serta kreatifitas
dalam seluruh segemen. Ini adalah penghinaan murni kepada Islam dan
umatnya. Kaum muslimin terdahulu, adalah pembawa obor ilmu
pengetahuan, membangun pilar-pilar peradaban Islam yang telah menerangi dunia
ini, dan hingga sekarang tetap meneranginya.Memang benar, kaum muslimin
mengetahui peradaban-peradaban umat sebelumnya, dan mereka mengambil manfaat
pelajaran darinya dan bahkan menambahkannya, membenarkan yang benar, lalu
mereka membuat kreasi baru di setiap lapangan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan
di saat Eropa dalam kegelapan. Kemajuan Eropa di segala bidang yang telah
diraihnya pun tak terlepas dari peradaban Islam dan kaum muslimin.
Kejadian-kejadian dan penemuan-penemuan yang telah
ditemukan oleh tokoh-tokoh ilmuwan muslim terdahulu jarang diwacanakan atau diinformasikan
kepada kita. Sebaliknya, – pada masa kejayaan islam- dimanipulir oleh Barat.,
lalu mereka menisbatkan penemuan-penemuan tersebut kepada tokoh-tokoh mereka.
Sebagai contoh, Isaac Newton, , Barat menobatkan ia sebagai penemu teori
gravitasi bumi. Padahal, Tsabit bin Qarah telah menemukan teori itu
seratus tahun sebelumnya daripada Newton.
Dimanakah Sejarah Peradaban Islam Indonesia?
Peradaban yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. adalah
peradaban yang dibangun di atas pijakan pandangan dunia agama bukan materi.
Islam lebih mengedepankan nilai-nilai ruhani dan kemanusiaan. Materi – termasuk
teknologi – bukan tujuan utama tetapi hanya aksidental. Keberhasilan
menurut Islam tidak diukur dengan perolehan materi yang banyak tetapi diukur
dengan pendekatan diri kepada Allah dan memperbanyak bekal untuk hari akhir.
Imam Ali as. di saat kepalanya ditebas oleh seorang Khawarij secara spontan
berkata, “Demi Tuhan Ka’bah, aku telah berhasil !”. Sampainya seseorang kepada
Allah Swt dan berkhidmat kepada manusia adalah prestasi yang dituntut oleh
Islam. Materi sebagai materi tidak mempunyai nilai apapun di mata Islam. Materi
akan berarti jika dimaknai dengan tujuan-tujuan akhirat. Dalam tulisan ringkas
ini, saya tidak perlu mengutip ayat maupun hadis tentang iman dan amal
kebaikan, karena sangat banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal tersebut.
Nabi Muhammad Saw. dengan peradaban yang berdasarkan
nilai-nilai agama dan kemanusiaan berhasil mengalahkan dua kekuatan yang kuat;
Persia dan Romawi yang membangun peradaban dengan kekuatan materi. Meskipun
pada perkembangan berikutnya para pemimpin Islam, khususnya khilafah
Abbasiyyah, lebih concern pada pembangunan materi bukan pengembangan
nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia
telah memeluk agama hindu dan budha disamping kepercayaan nenek moyang mereka
yang menganut animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam
berpengaruh besar baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang
kebudayaan yang antara lain seperti di bawah ini.
Pengaruh Bahasa dan Nama
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa
Arab. Bahasa Arab sudah banayk menyatu dalam kosa kata bahasa Indonesia,
contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran,
jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang
berciri Islam (Arab) seperti Muhammad, Abdullah, Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib,
Muhaimin, Junaidi, Aminah, Khadijah, Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.
Pengaruh Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam,
acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak
dijumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat.
Kita juga melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau
masjid di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di
wilayah Timur Tengah.
Pengaruh dalam Bidang Politik
Pengaruh ini dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada
kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore
Pengaruh di bidang ekonomi
Daerah-daerah pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab,
Parsi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya
kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah,
infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat
perekonomian umat Islam semakin berkembang.
Ulama dan Intelektual; Simbol Peradaban Islam
Indonesia
Sangat disayangkan.. “penglihatan” sejarah Islam di
Indonesia tidak memunculkan “periodisasi keemasan” peradaban Islam dalam kurun
waktu abad 16 sampai 18 M, karena periodisasi yang muncul adalah masa
“prakolonialis”. Padahal pada masa ini tumbuh peradaban Islam yang setaraf
dengan sejarah peradaban Islam di Timur Tengah masa Daulah Abassiyah.
Bukti-bukti yang menunjukan lahirnya peradaban Islam di Indonesia adalah dengan
munculnya para Ulama dan Intelektual Islam di seluruh penjuru Nusantara. Mereka
diantaranya :
- Syeikh Hamzah al-Fansuri (Sasterawan sufi agung)
- Syeikh Nuruddin ar-Raniri (Ulama ahli debat,tersohor di Aceh)
- Habib Husein al-Qadri (Penyebar Islam Kalimantan Barat)
- Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (Pengarang Sabil al-Muhtadin)
- Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari (Ulama sufi dunia Melayu)
- Syarif Abdur Rahman al-Qadri (Sultan pertama kerajaan Pontianak)
- Syeikh Abdul Rahman Minangkabau (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah)
- Mufti Jamaluddin al-Banjari (Ahli undang-undang Kerajaan Banjar)
- Ahmad Khathib Sambas (Mursyid Tariqat Qadiriyah)
- Syeikh Nawawi al-Bantani (Digelar Imam Nawawi kedua)
- Muhammad Khalil al-Maduri (Guru ulama Jawa, Madura)
- Saiyid Utsman Betawi (Mufti paling masyhur)
- Tuanku Kisa-i al-Minankabawi lahirkan tokoh besar Hamka
- Raja Muhammad Sa’id – Cendekiawan Istana Riau
- dll
….. sayang sedikit pengetahuan tentang mereka..padahal
mereka telah memberikan andil besar dalam peradaban Islam di Indonesia dengan
karya-karya kitab yang mereka tulis. Tulisan tangan asli para ulama yang
disebut manuskrip, merupakan bukti sejarah perkembangan Islam di kawasan ini.
DR H Uka Tjandrasasmita, seorang Arkeolog Islam menyatakan ; Di Aceh, pada abad
16–17 terdapat cukup banyak penulis manuskrip. Misalnya, Hamzah Fansuri, yang
dikenal sebagai tokoh sufi ternama pada masanya. Kemudian ada Syekh Nuruddin
ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad
Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia dikenal sebagai ulama yang juga bertugas
menjadi Qadhi al-Malik al-Adil dan Mufti Muaddam di Kesultanan Aceh pada
kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16. Salah satu karyanya yang terkenal
berjudul ”Bustanul Salatin.” Syeikh Abdul Rauf al-Singkili yang juga ditetapkan
sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan Aceh selama periode empat
orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah keislaman.
Karya-karya mereka tidak hanya berkembang di Aceh, tapi
juga berkembang seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka sampai ke Thailand
Selatan. Karya-karya mereka juga mempengaruhi pemikiran dan awal peradaban
Islam di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, kepulauan Maluku,
Buton hingga Papua. Sehingga di daerah itu juga terdapat peninggalan karya
ulama Aceh ini. Perkembangan selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah
lain seperti, Kitab Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di
Palembang juga ada. Di Banten ada Syekh al Bantani yang juga menulis banyak
manuskrip. Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat itu.
Taufik Abdullah (2002) membagi sejarah peradaban Islam di
Nusantara dari abad ke-13 hingga pertengahan abad ke-19 M ke dalam tiga
gelombang, yaitu :
1.
Gelombang Pertama adalah gelombang diletakkannya
dasar-dasar kosmopolitanisme Islam, yaitu sikap budaya yang menjadikan diri
sebagai bagian dari masyarakat kosmopolitan dengan referensi kebudayaan Islam.
Gelombang ini terjadi sebelum dan setelah munculnya kerajaan Samudra Pasai
hingga akhir abad ke-14 M.
2.
Gelombang Kedua terjadi proses islamisasi
kebudayaan dan realitas secara besar-besaran. Islam dipakai sebagai cermin
untuk melihat dan memahami realitas. Pusaka lama dari zaman pra-Islam, yang
Syamanistik, Hinduistik dan Buddhistik ditransformasikan ke dalam situasi
pemikiran Islam dan tidak jarang dipahami sebagai sesuatu yang islami dari
sudut pandang doktrin. Gelombang ini terjadi bersamaan dengan munculnya
kesultanan Malaka (1400-1511) dan Aceh Darussalam (1516-1700).
3. Gelombang
Ketiga, ketika pusat-pusat kekuasaan Islam di Nusantara mulai tersebar hampir
seluruh kepulauan Nusantara, pusat-pusat kekuasaan ini ‘seolah-olah’
berlomba-lomba melahirkan para ulama besar. Dalam gelombang inilah proses
ortodoksi Islam mengalami masa puncaknya. Ini terjadi pada abad ke-18 – 19 M.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as