Perkembangan
Karikatur di Indonesia
(Priyanto
Susanto)
catatan kecil ini tidak dimaksudkan untuk
memberi gambaran lengkap tentang perkembangan karikatur di Indonesia. Ini lebih
merupakan usaha awal untuk melihat secara garis besar karikatur negeri ini, dengan
melihat beberapa aspek yang mengitarinya.
Untuk menyamakan istilah yang digunakan dalam
seminar ini, maka yang dimaksud dengan karikatur adalah: Komentar, sindiran,
kritikan (yang biasanya disampaikan secara lucu) melalui gambar tangan untuk
dimuat dalam media pers (cetak).
Karikatur adalah karya konstekstual yang
terikat pada tempat dan waktu pembuatannya. Sering juga karikatur dianggap
sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual (editorial cartoon).
Bicara perkembangan karikatur tak lepas dari
melihat perkembangan masalah yang terjadi di masyarakat di mana gambar tersebut
dilahirkan. Karikatur merupakan refleksi dari apa yang saat itu hidup di tengah
masyarakat, baik ideologi, politik, ekonomi dan berbagai aspek budaya lainnya.
Pada masa merebut kemerdekaan, perjuangan
menjadi tema sentral yang bertujuan membangkitkan semangat. Sasarannya
eksternal (Kolonialis Belanda). Selain cara ungkap yang langsung, ada pula
penggunaan gaya simbolik atau perlambangan dalam karikatur msa itu.
Tahun lima puluhan, era demokrasi liberal,
tema karikatur mulai beragam dengan banyaknya masalah yang muncul pada awal
Indonesia membangun. Pada masa multi-partai ini banya media pers merupakan
media publikasi golongan. Sering karikatur menjadi suara golongan tertentu.
Bentuk kritikan sangat terbuka, hingga kadang menyerang pribadi/golongan. Gaya
ungkap sinisme dan sarkasme seperti sah pada masa itu.
Gaya bebar begini merosot pada masa demokrasi
terpimpin. Makin dominannya PKI mengendalikan keadaan membuat media kiri lebih
punya kebebasan untuk menghantam golongan lain. Tema eksternal masa itu adalah
Malaysia dan Nekolim, serta isu anti-nasakom, kapitalis-birokrat dan lain
sebagainya. Yang menonjol dalam dunia komunikasi massa dan visual pada masa
kini adalah simbolisme sloganisme.
Peristiwa 30 September 1965 merupakan arus
balik kehidupan politik, di mana sebuah mitos besa secara mengejutkan dapat
hancur. Dalam waktu relatif singkat perimbangan kekuatan berpihak paca kaum
pembaharu. Setelah melewati represi masa pra gestapu, opini masyarakat kembali
terbuka.
Pada situasi demikian karikatur muncul lebih
berani dalam mengecam tokoh-tokoh Orde-Lama yang saat itu masih berpera.
Kemudian kritik juga ditujukan pada mentalitas dan pola pikir Orde-Lama. Kritik
tajam pada pemerintah merupakan ciri karikatur pada masa awal orde baru.
Namun kritik terbukan dalam media pers tak
dapat berlanjut, karena dianggap bisa mengganggu stabilitas pembangunan
nasional. Demikianlah media pers, termasuk karikatur, sedikit demi sedikit
ditertibkan hingga hari ini. Tentu ini tak berarti kesempatan tertutup.
Keluasan segi pembangunan yang digarap hingga hari ini membawa pula beragam
masalah dalam masyarakat. Dalam hal ini media pers mengemban misi sebagai agen
penyebar informasi pembangunan. Di sisi lain media pers juga menjadi media
menyampaikan pendapat. Karikatur pada masa ini lebih banyak menyoroti masalah
kebijakan pembangunan dan beberapa kasus yang timbul di masyarakat.
Mengenai apa dan bagaimana masalah tersebut
diungkap bergantung pada kebijakan media pers di mana karikatur itu dimuat,
jangkauan distribusi, latar belakang pembacanya dan situasi kondisi yang
terjadi dari saat ke saat.
Ada beberapa pertanyaan yang sering muncul
Apakah karikatur selalu ditujukan kepada
pemerintah? Dengan demikian karikatur
dipandang sebagai oposan terhadap apa yang dilakukan pemerintah.
Kesederhanaan pandangan ini hanya melihat komunikasi dari dua sisi: yang
perintah – yang diperintah. Padahal pemerintah bukan sebuah makhluk tunggal,
tetapi organisasi rumit yang diurus banya orang mengelola beragam masalah.
Masyarakat pun bukan sebuah kumpulan yang homogen. Interaksi yang terjadi dalam
berbagai segi kehidupan lumayan kompleks untuk dilihat secara gampang, apalagi
oleh seorang karikaturis.
Apakah karikatur bertujuan mengancam? Sering
karikatur dianggap tempat untuk memarahi, mengejek dan menghina. Karikatur
kemudian jadi lahan pemuas emosi yang menyebarkan rasa permusuhan. Sebaga media
komunikasi hal ini tentu malah merugikan. Sikap demikian tak memberi
kemungkinan dialog dan bersifat bijaksana.
Apakah betul karikatur dapat mengubah
masyarakat? Sulit membayangkan hal tersebut. Opini masyarakat hanya mungkin
berubah dengan komunikasi yang komprehensif melalui situasi yang mendukung
perubahan tersebut.
Dalam mengungkap masalah, karikatur hanya
mengangkatnya ke permukaan. Tersenyum jadi tanda terbukanya jembatan komunikasi
antara gambar dan pelihat. Syukurlah bila pelihat menangkap wawasxan baru
tentang suatu masalah dari ungkapan karikatur yang dilihatnya. Setidaknya
karikatur merupakan upaya untuk melihat sebuah masalah tanpa sikap tegang
dengan melihatnya dari sudur pandang lain.
Makalah ini disampaikan dalam seminar:
karikatur sebagai media penyampaian pendapat dan kritik.; opini dan reaksi
masyarakat yang ditimbulkannya, Universitas Airlangga, 28 September 1992.
Karikatur di Indonesia
(Priyanto
Susanto)
catatan kecil ini tidak dimaksudkan untuk
memberi gambaran lengkap tentang perkembangan karikatur di Indonesia. Ini lebih
merupakan usaha awal untuk melihat secara garis besar karikatur negeri ini, dengan
melihat beberapa aspek yang mengitarinya.
Untuk menyamakan istilah yang digunakan dalam
seminar ini, maka yang dimaksud dengan karikatur adalah: Komentar, sindiran,
kritikan (yang biasanya disampaikan secara lucu) melalui gambar tangan untuk
dimuat dalam media pers (cetak).
Karikatur adalah karya konstekstual yang
terikat pada tempat dan waktu pembuatannya. Sering juga karikatur dianggap
sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual (editorial cartoon).
Bicara perkembangan karikatur tak lepas dari
melihat perkembangan masalah yang terjadi di masyarakat di mana gambar tersebut
dilahirkan. Karikatur merupakan refleksi dari apa yang saat itu hidup di tengah
masyarakat, baik ideologi, politik, ekonomi dan berbagai aspek budaya lainnya.
Pada masa merebut kemerdekaan, perjuangan
menjadi tema sentral yang bertujuan membangkitkan semangat. Sasarannya
eksternal (Kolonialis Belanda). Selain cara ungkap yang langsung, ada pula
penggunaan gaya simbolik atau perlambangan dalam karikatur msa itu.
Tahun lima puluhan, era demokrasi liberal,
tema karikatur mulai beragam dengan banyaknya masalah yang muncul pada awal
Indonesia membangun. Pada masa multi-partai ini banya media pers merupakan
media publikasi golongan. Sering karikatur menjadi suara golongan tertentu.
Bentuk kritikan sangat terbuka, hingga kadang menyerang pribadi/golongan. Gaya
ungkap sinisme dan sarkasme seperti sah pada masa itu.
Gaya bebar begini merosot pada masa demokrasi
terpimpin. Makin dominannya PKI mengendalikan keadaan membuat media kiri lebih
punya kebebasan untuk menghantam golongan lain. Tema eksternal masa itu adalah
Malaysia dan Nekolim, serta isu anti-nasakom, kapitalis-birokrat dan lain
sebagainya. Yang menonjol dalam dunia komunikasi massa dan visual pada masa
kini adalah simbolisme sloganisme.
Peristiwa 30 September 1965 merupakan arus
balik kehidupan politik, di mana sebuah mitos besa secara mengejutkan dapat
hancur. Dalam waktu relatif singkat perimbangan kekuatan berpihak paca kaum
pembaharu. Setelah melewati represi masa pra gestapu, opini masyarakat kembali
terbuka.
Pada situasi demikian karikatur muncul lebih
berani dalam mengecam tokoh-tokoh Orde-Lama yang saat itu masih berpera.
Kemudian kritik juga ditujukan pada mentalitas dan pola pikir Orde-Lama. Kritik
tajam pada pemerintah merupakan ciri karikatur pada masa awal orde baru.
Namun kritik terbukan dalam media pers tak
dapat berlanjut, karena dianggap bisa mengganggu stabilitas pembangunan
nasional. Demikianlah media pers, termasuk karikatur, sedikit demi sedikit
ditertibkan hingga hari ini. Tentu ini tak berarti kesempatan tertutup.
Keluasan segi pembangunan yang digarap hingga hari ini membawa pula beragam
masalah dalam masyarakat. Dalam hal ini media pers mengemban misi sebagai agen
penyebar informasi pembangunan. Di sisi lain media pers juga menjadi media
menyampaikan pendapat. Karikatur pada masa ini lebih banyak menyoroti masalah
kebijakan pembangunan dan beberapa kasus yang timbul di masyarakat.
Mengenai apa dan bagaimana masalah tersebut
diungkap bergantung pada kebijakan media pers di mana karikatur itu dimuat,
jangkauan distribusi, latar belakang pembacanya dan situasi kondisi yang
terjadi dari saat ke saat.
Ada beberapa pertanyaan yang sering muncul
Apakah karikatur selalu ditujukan kepada
pemerintah? Dengan demikian karikatur
dipandang sebagai oposan terhadap apa yang dilakukan pemerintah.
Kesederhanaan pandangan ini hanya melihat komunikasi dari dua sisi: yang
perintah – yang diperintah. Padahal pemerintah bukan sebuah makhluk tunggal,
tetapi organisasi rumit yang diurus banya orang mengelola beragam masalah.
Masyarakat pun bukan sebuah kumpulan yang homogen. Interaksi yang terjadi dalam
berbagai segi kehidupan lumayan kompleks untuk dilihat secara gampang, apalagi
oleh seorang karikaturis.
Apakah karikatur bertujuan mengancam? Sering
karikatur dianggap tempat untuk memarahi, mengejek dan menghina. Karikatur
kemudian jadi lahan pemuas emosi yang menyebarkan rasa permusuhan. Sebaga media
komunikasi hal ini tentu malah merugikan. Sikap demikian tak memberi
kemungkinan dialog dan bersifat bijaksana.
Apakah betul karikatur dapat mengubah
masyarakat? Sulit membayangkan hal tersebut. Opini masyarakat hanya mungkin
berubah dengan komunikasi yang komprehensif melalui situasi yang mendukung
perubahan tersebut.
Dalam mengungkap masalah, karikatur hanya
mengangkatnya ke permukaan. Tersenyum jadi tanda terbukanya jembatan komunikasi
antara gambar dan pelihat. Syukurlah bila pelihat menangkap wawasxan baru
tentang suatu masalah dari ungkapan karikatur yang dilihatnya. Setidaknya
karikatur merupakan upaya untuk melihat sebuah masalah tanpa sikap tegang
dengan melihatnya dari sudur pandang lain.
Makalah ini disampaikan dalam seminar:
karikatur sebagai media penyampaian pendapat dan kritik.; opini dan reaksi
masyarakat yang ditimbulkannya, Universitas Airlangga, 28 September 1992.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as