Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    gerakan wanita indonesia

    sumanto
    sumanto
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Libra Jumlah posting : 123
    Join date : 03.07.10
    Age : 59
    Lokasi : di belakangmu

    gerakan wanita indonesia Empty gerakan wanita indonesia

    Post by sumanto Wed Jul 07, 2010 3:09 pm

    GERWANI


    GERAKAN
    WANITA INDONESIA



    Oleh: Donald Hindley














    Usaha-usaha
    untuk mengorganisir perempuan serta menghasilkan kader-kader dan aktifis
    memerlukan usaha yang penuh kesabaran dan metode tersendiri. Mayoritas
    perempuan Indonesia yang miskin, dan mempunyai lebih sedikit pengalaman
    ketimbang pria dalam hal organisasi, ditambah kenyataan bahwa mayoritas
    perempuan buta huruf dan terikat secara tradisional, terutama dalam usaha
    pembauran. Sebagai pimpinan, Aidit sadar akan pentingnya usaha untuk menarik dan
    mengorganisir perempuan, karena bukan hanya separuh dari para pemilih adalah
    perempuan, tapi karena mereka juga memegang peranan penting dalam sector
    ekonomi. Sebagian besar pekerja pada sector industri adalah perempuan yang juga
    mempunyai andil besar dalam lapangan pertanian sebagai tani pengolah tanah.
    Dalam usaha untuk menarik dan mengorganisir perempuan, terutama dari kelas
    bawah, PKI menggunakan organisasi massa perempuannya seperti Gerwani, Sobsi dan
    BTI. Usaha yang dilakukannya berjalan cukup sukses dan berkembang dengan pesat,
    sehingga dalam beberapa tahun perempuan telah menempati posisi kader dan
    aktifis dalam partai.





    • Cara Kerja Partai






    Manifesto Pemilu PKI yang disahkan pada bulan
    Maret 1954 menyatakan bahwa ‘untuk semua perempuan, memilih PKI berarti
    emansipasi dan jaminan akan persamaan hak’[1],
    Dalam sebuah artikel di Harian Rakjat, sesaat sebelum pemilihan Dewan pada
    bulan Desember 1955, dijelaskan secara panjang lebar apa yang dimaksud dengan
    persamaan hak[2].
    PKI akan menjamin persamaan hak (perempuan) dalam empat hal, yaitu pertama,
    dalam perkawinan akan diberikan kebebasan pada kedua jenis kelamin untuk
    memilih pasangan, persamaan dalam perceraian dan warisan, suami dan istri
    dilibatkan dalam usaha pembinaan 0anak dan memiliki (mengasuh) anak secara
    bersama-sama; kedua, dalam sector ekonomi setiap perempuan yang terlibat dalam
    proses produksi ditempatkan dalam posisi yang sederajat dengan laki-laki;
    ketiga, dalam perburuhan tidak akan dibenarkan diskriminasi atas perempuan,
    setiap pekerjaanyang sama akan diberlakukan upah yang sama; keempat, dalam
    pertanian perempuan akan mendapat bagian yang sama bila sebidang tanah
    dibagi-bagi. Usaha khusus juga dilakukan untuk menarik minat perempuan, seperti
    yang tampak dalam usaha mendistribusikan tekstil dan makanan dengan harga
    murah, penyediaan fasilitas pendidikan untuk anak-anak dan sebagainya.


    Metode yang dijalankan PKI
    tersebut merupakan usaha untuk menarik minat perempuan dari segala lapisan
    sosial. Sebuah artikel yang ditulis oleh Setiati Surasto (salah seorang
    pimpinan perempuan PKI) memperlihatkan bahwa metode tersebut dilakukan untuk
    tiga jenis kelompok sosial: perempuan dari kelas pekerja dan pertanian,
    kelompok menengah dan kelompok atas[3].
    Anggota partai akan memberikan pertolongan pada para perempuan buruh dan tani,
    demikian tulisnya. Kesulitan-kesulitan dalam kehidupan secara personal akan
    mendapat dukungan dari partai yang kemudianakan didatangi. Tapi karena secara
    umum mereka masih buta huruf, mempunyai anak banyak dan tidak mantap dalam ekonomi,
    menyebabkan kesulitan untuk menyertakan perempuan-perempuan miskin dalam
    pertemuan, apalagi bila pertemuan tidak diadakan dekat rumah mereka. Tapi
    meskipun demikian tetap ada usaha-usaha pendekatan oleh para kader jika
    dibutuhkan atau hadir dalam pertemuan-pertemuan kecil dari perempuan yang
    tinggal berdekatan. Kemudian usaha-usaha ini dilanjutkan dengan pembahasan
    masalah keseharian, menjelaskan keputusan-keputusan politik diantara mereka dan
    kemudian secara bertahap mereka disiapkan untuk berpartisipasi dalam
    pertemuan-pertemuan serta kursus-kursus rutin dari partai.


    Kelompok (perempuan)
    menengah yang meliputi pedagang, petani menengah, istri para pegawai menengah
    dan para pelajar dibutuhkan waktu yang panjang dalam usaha menarik mereka. Para
    perempuan tersebut khawatir jika bergabung dengan partai, (seperti yang ditulis
    Setiati) akan kehilangan posisi social mereka atau karena mereka telah termakan
    oleh propaganda yang reaksioner. PKI membantu mereka dalam menyelesaikan
    masalah-masalah keseharian, misalnya dengan memberi penjelasan tentang hak-hak
    mereka dan menjelaskan beberapa persoalan di sekitar pajak dan dana
    pengeluaran.


    Beberapa kerjasama dengan
    partai dilakukan terhadap para intelektual perempuan terkemuka dan dari
    golongan pejabat tinggi dengan cara mempengaruhi para suami secara tidak
    langsung. Perempuan dari kelompok ini, menurut Setiati ‘memerlukan perhatian
    khusus’. Kelompok ini sangat sulit dilibatkan dalam partai dan usaha-usaha yang
    terbuka kadang justru mendapat hasil yang sebaliknya, ‘mereka takut dengan kata
    komunis’ serta kehilangan muka dan posisi suami mereka. Usaha keras yang dapat
    dilakukan partai adalah mengundang mereka dalam setiap kesempatan dengan gelar
    tamu kehormatan, dan menjelaskan posisi partai secara ilmiah dan terbuka.
    Dengan cara ini PKI dapat menarik simpati.





    ‘Jika
    mereka siap membantu (bahwa posisi PKI adalah benar) mereka akan yakin dan
    mendukung kita (partai). Dan jika mereka siap membantu, mereka akan memberi
    dukungan moral dan material untuk perjuangan, walaupun secara umum mereka tidak
    mengharapkan dapat memberi secara terbuka. Kita (partai) harus mengerti dan
    tidak berharap melebihi apa yang dapat mereka berikan’.





    Setiati menekankan bahwa
    kelompok menengah dan atas dapat memberikan bantuan finansial bagi partai, dan
    disebut dengan sumbangan berkala (reguler). Ini semakin merapatkan hubungan
    mereka dengan partai, sebagai usaha memberi perasaan turut berpartisipasi dalam
    perjuangan partai.


    PKI mengadakan konferensi
    nasional perempuan I dari tanggal 25 – 30 Mei 1958. Persoalan-persoalan yang
    muncul diantara beberapa anggota menjadi topik diskusi[4].
    Aidit mengatakan ‘Rintangan terbesar bagi partai dalam bekerja diantara kelas
    pekerja adalah adanya kepercayaan dominan bahwa kondisi yang buruk sekarang ini
    adalah takdir yang tidak dapat diubah’[5].
    Lebih lanjut dia menyatakan, partai harus berupaya membantu mereka untuk
    memahami bahwa kondisi yang buruk merupakan ciptaan manusia dan melalui
    organisasi, situasi yang lebih baik akan tercipta. Sudisman menghimbau partai
    untuk memberi perhatian yang lebih besar pada salah satu problem ekonomi
    mendasar yang dihadapi perempuan[6].
    Suharti lalu memperkenalkan beberapa metode yang telah erbukti berhasil untuk
    menarik anggota-anggota pertemuan yang baru, dengan cara: ceramah-ceramah lebih
    diutamakan diberikan oleh kader perempuan; persamaan hak-hak perempuan dalam
    perkawinan dan masalah anak; kelompok-kelompok anjangsana[7]
    membantu ibu-ibu rumahtangga pada masalah tertimpa kemalangan (kematian, sakit)
    atau pada saat-saat sibuk (kelahiran, perkawinan, dll); memberi penjelasan dan
    peringatan keras kepada anggota partai yang melanggar kode moral Partai
    Komunis; melindungi kepentingan keseharian massa perempuan[8].
    Cara paling berhasil untuk meningkatkan keanggotaan adalah dengan mendekati laki-laki
    (suami) untuk membawa istrinya dalam pertemuan, dan kemudian meningkatkan
    kesadaran politik mereka, sampai pada tahap mereka setuju untuk bekerjasama
    dengan partai.


    Dengan upaya-upayanya
    sendiri secara langsung, PKI berhasil membawa perempuan ke dalam
    lingkarannya-tapi ternyata masih sulit untuk memperkirakan proporsi macam apa
    yang dapat menarik massa (perempuan). Pada saat Konggres Nasional PKI VII,
    April 1962, ketua Aidit tetap belum puas dengan cara kerja Partai untuk menarik
    anggota-anggota perempuan[9].
    Meskipun keanggotaan perempuan telah meningkat dan presentasinya terus
    melonjak. Di masa yang akan datang Aidit mengatakan ‘situasi ini harus
    diperbaiki, tambahan pekerja perempuan harus meningkat dalam partai’.








    • Gerwani






    Barisan
    terdepan organisasi massa perempuan Komunis, berawal secara tidak mengejutkan
    pada bulan Juni 1950, ketika Gerwis (Gerakan Wanita Sedar) yang dibentuk
    sebagai penyatuan dari 6 organisasi lokal perempuan yang bertebaran di Pulau
    Jawa. Total anggotanya hanya sekitar 500 orang[10].


    Selama 18 bulan pertama, hanya sedikit program yang
    dijalankan oleh Gerwis, hal ini karena pimpinan Gerwis melarang dengan
    menyebutnya sebagai ‘kesadaran perempuan yang sangat politis’[11].
    Para pimpinan 99% berasal dari kelas borjuasi[12].
    Masalah-masalah yang diangkat Gerwis, tampaknya seperti berusaha untuk
    meningkatkan kondisi perempuan-perempuan miskin[13].
    Tapi rencana untuk terjun diantara massa tersebut tidak diikuti denan upaya
    yang nyata untuk turun ke bawah dan mengorganisir mereka[14].
    Aktivitas yang dijalankan terpusat pada dukungan pada perjuangan politik PKI.
    Akibatnya tujuh orang pimpinan ditangkap dalam operasi pembersihan massa 1951.
    Pada bulan Desember 1951, ketika Konggres I diadakan, keanggotaannya telah
    bertambah menjadi 6000 orang[15].


    Pada Konggres I disimpulkan bahwa ‘setelah
    melakukan otokritik kedalam organisasi jelaslah bahwa pada masa-masa sebelumnya
    terlalu banyak perhatian diberikan pada aksi keluar dan tidak memperkuat Gerwis
    ke dalam ‘yaitu terlibat dan menaruh perhatian secara langsung dalam kehidupan
    sehari-hari perempuan’[16].
    Beberapa orang pimpinan dan kader mengkritik cara kerja sektarian organisasi,
    dan terciptanya permusuhan oleh Gerwis akibat dari cara kerja yang kurang
    ramah, apalagi terhadap orang-orang di luar Gerwis. Meskipun begitu konggres
    masih melibatkan diri dengan persoalan politik dan sedikit memperhatikan massa
    perempuan, seperti tampak pada dukungan terhadap kasus Irian Barat, pencarian
    dana untuk perundingan, politik luar negri yang bebas dan melakukan kerjasama
    dengan International Federation of Democratic Women (Federasi Internasional
    Perempuan Demokratik).


    Meskipun kritik terhadap organisasi sendiri
    terjadi dalam Konggres I tahun 1951, para pimpinan Gerwis terlalu lamban dalam
    memberi reaksi untuk memenangkan dukungan massa dengan melakukan studi dan
    penelitian (peninjauan) terhadap problem dan minat keseharian massa perempuan.
    Akar dari keengganan mereka ini kemungkinan bersumber dari latar belakang
    sosial mereka. Para pimpinan Gerwis kebanyakan berasal dari kelas menengah, dan
    kelas menengah Indonesia secara umum menampakkan keengganan untuk berada di
    sekitar ‘lower order’ (sic, mungkin maksudnya ‘lower class’-STK2) dan
    mengorganisir mereka. Pada bulan Juni 1953 organisasi ini mengklaim anggotanya
    berjumlah sekitar 40.000[17].
    Tapi sebuah permulaan untuk bekerja di sekitar massa mulai menunjukkan
    indikasi, berdasarkan laporan kegiatan Gerwis di Jawa Timur[18].
    Diantara 7.016 anggotanya di Jawa Timur, telah berhasil didirikan 8 taman
    kanak-kanak (TK), 52 kursus peberantasan buta huruf, 29 kursus kerajinan
    tangan, diperbantukan pada 54 tempat dan mengadakan 17 kursus kader.


    Konggres II Gerwis diadakan pada bulan Maret
    1954. Keanggotaan telah berkembang menjadi 80.000, dengan jumlah cabang
    mencapai 203[19].
    Tiga delegasi asing juga hadir, termasuk Monika Felton dari Federasi
    Internasional Perempuan Demokratik. Mereka duduk sebagai anggota kehormatan
    dari Presidium Konggres. Umi Sardjono, ketua yang baru mengumumkan, bahwa dalam
    waktu dekat konggres Gerwis akan membuang ‘karakteristik sektariannya’. Dan
    sebagai acara simbolis penghapusan sifat sektarian, nama Gerwis diubah menjadi
    Gerwani. Sebagai konsekuensinya sebuah aturan baru dibentuk yang membuka
    keanggotaannya bagi seluruh perempuan Indonesia usia 16 tahun ke atas ‘terlepas
    dari politik, agama dan kelompok etnik’. Keputusan ini disetujui dan menjadi
    aturan dan program Gerwani[20].


    Konggres ke II memutuskan untuk meningkatkan
    anggotanya menjadi 1,5 sampai 2 juta, mulai saat diputuskan sampai konggres
    berikutnya, meskipun target ini mendapat kritik sebagai sesuatu yang ‘tidak
    obyektif’[21].
    Ternyata keanggotaan terus meningkat. Sebelum September 1954 keanggotaan
    diklaim telah berjumlah 400.000 dan menjadi 500.000 pada saat pemilihan umum
    pada bulan Desember 1955[22].
    Dalam bulan Juli 1956, ketika keanggotaannya dilaporkan telah menjadi 565.147,
    di pulau Jawa Gerwani mempunyai cabang di tiap kabupaten dan kota-kota besar,
    40% dari jumlah seluruh kecamatan dan sekitar 5000 sub cabang pada rukun
    tetangga di kota dan pedesaan; di luar Jawa sedang dipersiapkan cabang-cabang
    di seluruh Sumatra, Kalimantan Barat dan Selatan, dan Sulawesi Utara dan
    Selatan, sementara lapisan organisasi yang lebih kecil sedang dibentuk di Nusa
    Tenggara Barat dan Maluku[23].
    Pada saat konggres III Gerwani pada bulan Desember 1957 anggotanya berjumlah
    671.342 orang[24].


    Masa antara konggres II dan III, melibatkan
    Gerwani dalam masalah politik, ekonomi dan sosial. Selama pemilu 1955, 23.000
    anggota Gerwani di Jawa bekerja pada komite Pemilu yang dibentuk pemerintah
    untuk menjamin kelancaran pemungutan suara; 23 anggota disumbangkan dari daftar
    PKI, dan seorang untuk Partai Nasionalis yang kecil, yaitu PRI. Lima anggota
    terpilih dalam parlemen, sebagai jatah PKI untuk Dewan Pemilih (Constituent
    Assembly). Dalam pemilu lokal di tahun
    1957, 59 anggota dipilih dalam dewan lokal[25],
    hampir semuanya berasal dari PKI. Dukungan kuat diberikan pada gerakan
    perdamaian, terutama dalam pengumpulan tandatangan bagi Vienna Peace Appeal,
    dan dukungan Gerwani juga diberikan pada semua pendirian politik PKI dalam
    beberapa peristiwa[26].


    Pendidikan dalam skala yang lumayan besar
    dimulai dalam Gerwani setelah Konggres II. Untuk keanggotaan biasa, kampanye
    anti buta huruf dimulai pada tahun 1955, dan dalam waktu setahun telah diklaim
    bahwa 30% dari anggotanya telah melek huruf, meskipun tidak mereka semua dapat
    menulis[27].
    Kursus-kursus kader dipusatkan pada masalah organisasi dan administrasi, tapi
    di penghujung tahun 1957 coba diciptakan pendidikan kader yang sistematis
    dengan sekolah dan kursus-kursus pada seluruh lapisan organisasi dan
    penyeragaman diktat-diktat pegangan pada empat subyek mendasar: sejarah
    pergerakan nasional, sejarah gerakan perempuan nasional dan internasional,
    masalah-masalah dalam organisasi Gerwani dan perkembangannya serta instruksi-instruksi
    dari Federasi Internasional Perempuan
    Demokratik-dalam hak-hak wanita dan anak serta perdamaian[28].
    Dari bulan Oktober 1950 sampai akhir 1952, Gerwis memulai terbitan berkala
    Wanita Indonesia (Indonesian Women), tapi setelah tampil secara ireguler,
    publikasinya terhenti pada pertengahan tahun 1956. Untuk menggantikannya
    diterbitkan Berita Gerwani, (Gerwani News) edisi perdana yang dicurahkan
    secara khusus pada berita-berita organisasi dan dirancang untuk memberikan
    masukan pada kader dalam menjalankan tugasnya. Pada awal 1960 sirkulasinya
    sekitar 2000 eksemplar[29].



    Diantara Konggres II dan III, Gerwani dari
    pusat dan daerah, ambil bagian secara aktif dalam aksi mempertahankan hak-hak
    wanita dan anak, ‘yang merupakan tujuan mendasar dari organisasi perempuan’[30].
    Dalam lapangan ini Gerwani juga membicarakan mengenai kampanye selama pemilu
    1955 untuk memperlihatkan tekanan pada undang-undang perkawinan yang lebih
    demokratik, memperdebatkannya melalui anggota-anggota parlemen, bahwa biaya
    legal dari penyatuan partner yang terpisah harus dirombak, berpartisipasi dalam
    komite yang dibentuk oleh kementrian urusan agama untuk memecahkan masalah
    perkawinan, memberikan hukuman berat atas kasus perkosaan dan penculikan
    perempuan, dan di sub cabang dilakukan aksi-aksi dalam skala kecil yang
    menguntungkan para anggota[31].
    Dalam memperjuangkan kepentingan perempuan kelas pekerja dan tani. Gerwani
    mendapat bantuan dari SOBSI dan BTI. Aktifitas sosio-ekonomi lainnya adalah
    pembentukan kursus-kursus latihan bagi dukun beranak (midwives), dan
    pembentukan 179 Taman Kanak-kanak dan 3 Sekolah Dasar.


    Pada saat konggres III yang diadakan dari
    tanggal 22-27 Desember 1957, Gerwani mengklaim anggotanya telah berjumlah
    671.342, yang tersebar secara geografis, sebagai berikut; 613.262 anggota di
    Pulau Jawa; 59.740 anggota di Sumatra; 2.680 di Sulawesi; 2.260 di
    Nusatenggara; 1.900 di Maluku dan 1.500 di Kalimantan[32].
    Di pulau Jawa terdapat cabang pada setiap kabupaten dan kota, pembentukan
    organisasi di 75% dari jumlah kecamatan yang ada dan sub cabang yang meliputi
    40% dari desa yang ada. Beberapa cabang dibentuk di tempat pekerjaan, tapi
    mereka semua dianggap tidak bergabung dengan Gerwani, ketika SOBSI membentuk
    departemen khusus perempuan.


    Dari bulan Desember 1957 sampai Desember
    1960, Gerwani menerapkan rencana operasi tiga tahun yang mana diharapkan dapat
    membentuk sebuah sistem pendidikan kader. Kebanyakan kursus-kursus kader
    dibentuk berdasarkan lapisan yang berbeda, tapi nomor (anggota) dan
    keikutsertaan mereka tidak akan dibocorkan keluar. Sampai awal tahun 1960
    anggota kader yang bekerja secara penuh masih sedikit: tiga orang di setiap
    pusat dan rata-rata satu orang di setiap cabang (dalam bulan Desember 1957
    terdapat 183 cabang). Sebuah tenaga yang siap pakai dari para pekerja lepas
    tersedia, entah dari kader perempuan dalam PKI atau organisasi massa lainnya,
    dan dari anggota Gerwani di parlemen dan dewan representatif di tingkat lokal.
    Laporan Dewan Nasional terhadap Konggres III mengkritik dengan apa yang disebut
    sebagai kelewat banyak memperhatikan persoalan-persoalan politik dan sedikit
    bahkan tak ada perhatian terhadap massa perempuan Indonesia.





    Sampai saat ini pengalaman
    telah membuktikan bahwa aksi yang condong pada persoalan-persoalan politik
    tanpa diimbangi oleh aksi sosio-ekonomi, sehingga massa perempuan tidak dapat
    merasakan secara langsung kepentingan mereka. Ini bukan berarti aksi-aksi
    politik menjadi tidak penting, tapi kita harus menekankan peningkatan jumlah
    tindakan terhadap hak-hak perempuan dan anak sebagai aksi sosio-ekonomi, aksi
    yang secara langsung menaruh perhatian pada kehidupan massa perempuan, misalnya
    masalah perbaikan kampung, masalah air, dan juga masalah beras, dst[33].





    Laporan Dewan Nasional kepada Konggres
    menyatakan bahwa ‘untuk memperluas keanggotaan, setiap aksi harus dilandasi
    pada kepentingan massa perempuan secara langsung, dan dibicarakan di antara
    perempuan, lalu dicetuskan sekaligus didukung oleh mereka’. Sebuah penuntun
    dikeluarkan untuk sebuah aksi: tujuan aksi harus jelas agar mendapat sambutan
    dan dukungan luas dari masyarakat, dan aksi harus dilakukan pada waktu yang
    tepat dengan batas-batas yang jelas.


    Konggres III membahas secara komprehensif 27
    poin program yang bertujuan merangkul persoalan-persoalan di sekitar hukum
    perkawinan, undang-undang kerja, persamaan hak, wajib belajar, persamaan
    pelayanan kesehatan dan kontrol harga atas barang-barang pokok[34].
    Dengan program ini Gerwani berharap dapat perhatian dari segala lapisan
    perempuan Indonesia dari kelas pekerja dan tani perempuan sampai kelas menengah
    yang melek huruf.


    Pada awal tahun 1960, ketika keanggotaan
    Gerwani diklaim berjumlah sekitar 700.000, Gerwani melibatkan diri dalam
    cara-cara kerja praktis untuk menarik dan memperkokoh para anggota[35]


    .


    1. Aktifitas yang paling
    popular adalah arisan dimana semua anggota kelompok memberikan sumbangan tiap
    minggu dan setiap anggota secara bergiliran akan menerima jumlah keseluruhan.


    2. Kelompok bantuan secara
    berkala dibentuk pada saat-saat dibutuhkan seperti kematian, kelahiran,
    perkawinan, sakit dan kehamilan.


    3. Pembentukan kelompok kredit
    dalam skala kecil.


    4. Didirikan 326 TK dan 3 SD.
    Kursus dan latihan diberikan pada setiap staf pengajar. Beberapa TK dilengkapi
    dengan baik dan mempunyai guru yang terlatih, tapi mayoritas masih bergiliran.[36]


    5. Pada pertengahan tahun 1959,
    Dewan Nasional memutuskan bahwa setiap cabang harus mempunyai paling sedikit
    lima atau enam orang yang mengurusi sebuah koperasi. Kursus-kursus kader
    koperasi diberikan oleh para petugas dari Departemen Koperasi. Pada awal 1960 beberapa
    koperasi konsumer sudah disiapkan.


    6. Kursus-kursus pemberantasan
    buta huruf masih merupakan aktifitas penting di Jawa Timur dan Tengah. Beberapa
    cabang menyelenggarakan kursus untuk masyarakat umum, terkadang atas nama
    organisasi atau bisa juga bekerja sama dengan pemerintah[37].


    7. Perempuan dilibatkan dalam
    masalah-masalah perkawinan. Kader-kader Gerwani berpartisipasi dalam wujud
    semi-petugas untuk menyelesaikan masalah suami istri dan terkadang melindungi
    anggota dalam kasus-kasus perceraian.


    8. Kerajinan tangan juga
    diberikan; di kota diberikan kerajinan membuat bantal, pakaian dan memasak.


    9. Gerwani mengadakan kampanye
    luas terhadap kenaikan harga beberapa barang-barang kebutuhan pokok seperti
    beras, tekstil, gula dan minyak goreng.


    10. Beberapa kegiatan budaya juga
    diselenggarakan termasuk paduan suara dan kelompok drama, tapi kegiatan ini
    tidak berkembang luas.


    11. Gerwani memberi bantuan
    terhadap organisasi massa lainnya dan pada PKI dalam upaya mereka mendapatkan
    masukan atas aktivitas lain dalam masyarakat.


    12. Gerwani bekerjasama dengan
    organisasi perempuan lainnya dalam merayakan hari Kartini[38]
    dan hari ibu, dan di beberapa kota besar merayakan peringatan hari perempuan
    internasional.





    Anggota-anggota inti berjumpa sebulan sekali
    dan terkadang seminggu sekali.


    Keanggotaan Gerwani meningkat secara tajam
    dari 700.000 di tahun 1960 mencapai 1.120.594 pada bulan Desember 1961 dan
    menjadi 1,5 juta pada bulan Januari 1963[39].
    Peningkatan jumlah anggota ini, mungkin merupakan hasil dari semakin besarnya
    perhatian terhadap perempuan tani yang diperlihatkan melalui seminar Gerwani
    pada bulan Januari 1961[40].
    Pada bulan Oktober 1961, ketika keanggotaannya telah mencapai jumlah 900.000
    orang, Gerwani memiliki kantor cabang di semua propinsi; 225 kabupaten dan kota
    administratif; 70 % dari seluruh kecamatan yang ada, dan sub cabang pada 40%
    desa yang ada[41].


    Kelihatannya bahwa daya tarik utama dari
    Gerwani baik di daerah pedesaan maupun kota adalah kerja sosialnya, organisasi
    berupa kelompok arisan, kelompok kredit skala kecil, saling menolong, kursus
    pemberantasan buta huruf, taman kanak-kanak, dan konsultasi masalah perkawinan.
    Pendidikan politik jarang diberikan secara langsung kepada anggota-anggota
    biasa, tapi Gerwani mengajarkan kepada mereka bahwa kondisi yang buruk dapat
    diatasi dengan organisasi, dan PKI adalah satu-satunya partai politik yang
    membela kepentingan mereka. Sumbangan Gerwani yang sangat berharga untuk PKI
    adalah kemampuannya dalam membangkitkan massa perempuan untuk persoalan
    politik, memobilisasi pemilih, menambah dukungan untuk garis politik PKI,
    membantu organisasi massa yang lain, dan menyediakan serta mendidik kader dan
    anggota Partai dari kalangan perempuan.


    Bagian ini tidak membicarakan kegiatan
    serikat-serikat buruh Komunis secara umum, melainkan memberi perhatian khusus
    pada anggota-anggota perempuannya.


    Walaupun jumlah buruh perempuan cukup tinggi
    di Indonesia[42],
    SOBSI dan serikat-serikat buruh yang bernaung dibawahnya tidak memberikan
    perhatian khusus sampai pada awal tahun 1956, setahun setelah PKI mulai mengamati
    alat-alat untuk menarik perhatian serta mengorganisir perempuan dalam jumlah
    yang lebih besar. Pada tanggal 25 Februari 1956, Dewan Nasional SOBSI
    mengeluarkan resolusi tentang buruh perempuan dan memasukkan
    keputusan-keputusan berikut:





    1. Menuntut persamaan hak
    antara buruh perempuan dan laki-laki di tempat kerja, termasuk pembayaran upah
    dan penentuan upah minimum


    2. Menuntut pelaksanaan hukum
    perburuhan no. 1 tahun 1951, dengan perhatian khusus pada hak buruh perempuan;


    3. Menentang diskriminasi
    terhadap perempuan yang dilakukan oleh sejumlah pegawai pemerintahan,
    perusahaan, (services) yang reaksioner;


    4. Memperjuangkan hak-hak
    khusus untuk perempuan seperti kehamilan, melahirkan dan kondisi kerja[43].





    Resolusi ini juga memutuskan pembentukan
    kelompok-kelompok khusus perempuan dalam serikat buruh yang membicarakan
    tuntutan khusus kaum perempuan dan mengorganisir perjuangan untuk pelaksanaan
    dibawah kepemimpinan serikat buruh.


    Sebagai petunjuk adanya keinginan untuk
    melibatkan perempuan didalam kegiatan organisasi, Dewan Nasional pada bulan
    Februari 1956 meningkatkan jumlah anggota perempuannya dari satu menjadi lima.
    Pada bulan September 1957, ada 49 kader perempuan didalam komite kepemimpinan
    SOBSI serta serikat-serikat buruhnya, baik di tingkat regional maupun pusat,
    dan ‘jumlah kader perempuan yang memimpin atau berpartisipasi dalam
    kepemimpinan organisasi dasar meningkat dengan cepat’[44].
    Pada bulan itu pula konferensi nasional SOBSI memutuskan bahwa serikt buruh
    yang memiliki banyak anggota perempuan, harus membentuk departemen perempuan,
    pembentukan kelompok-kelompok perempuan di tempat kerja harus diselesaikan pada
    akhir tahun 1958, kader harus ditunjuk dalam komite-komite pusat dan regional
    SOBSI untuk menangani urusan perempuan, dan buruh perempuan harus dipromosikan
    didalam badan-badan kepemimpinan[45].


    Selama tahun 1956 dan 1957, beberapa serikat
    buruh mulai mengadakan konferensi khusus untuk menangani masalah buruh
    perempuan; pada tahun 1957 beberapa cabang SOBSI telah mengadakan kursus-kursus
    untuk mengorganisir kader-kader khusus perempuan; pada bulan Februari 1958
    SOBSI menyelenggarakan seminar nasional masalah perempuan, agenda
    pembicaraannya mengenai metode-metode pengorganisiran buruh perempuan,
    masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi buruh perempuan, dan hak-hak
    perempuan[46].
    Sekretariat Dewan Nasional membalikkan keputusannya untuk mengorganisir
    kelompok-kelompok khusus perempuan, tapi kepentingan-kepentingan khusus dari
    buruh perempuan dipromosikan oleh bagian-bagian khusus serikat buruh dan kader-kader
    urusan perempuan, serta dalam pertemuan-pertemuan khusus[47].


    Pada akhir tahun 1958 hanya sedikit perempuan
    yang terlibat dalam kepemimpinan pusat SOBSI: ada empat perempuan dari 39
    anggota Dewan Pusat serikat buruh perempuan, dimana 45% diantara buruhnya
    adalah perempuan, 9 dari 29 di dalam serikat buruh rokok, yang 6% buruhnya
    adalah perempuan, 3 dari 21 didalam serikat buruh tekstil, yang juga 65% dari
    buruhnya adalah perempuan[48].
    Tapi kaum perempuan dengan ‘cepat’ menduduki tempat-tempat dalam kepemimpinan
    organisasi-organisasi dasar. Hanya sedikit angka statistik yang tersedia
    mengenai peningkatan jumlah kader perempuan didalam SOBSI dan serikat-serikat
    buruhnya[49];
    walau angka-angka itu serta angka-angka dari akhir tahun 1958 menunjukkan
    proporsi yang kecil jika dibandingkan dengan jumlah buruh perempuan secara
    keseluruhan, semuanya memperlihatkan keberhasilan SOBSI beserta serikat-serikat
    buruhnya dalam mengembangkan kepentingan dan kemampuan kaum perempuan di bidang
    organisasi, di sebuah negara dimana-paling tidak di kelas yang lebih
    rendah-perempuan tidak memiliki pengalaman untuk menjalankan organisasi,
    khususnya pada organisasi yang juga memiliki anggota laki-laki. Perhatian lebih
    lanjut dari pemimpin-pemimpin SOBSI mengenai masalah dan peranan buruh
    perempuan ditunjukkan melalui sebuah diskusi pada seminar nasional mengenai
    buruh perempuan yang diadakan pada bulan Mei 1961[50].


    Singkatnya, karena jumlah buruh perempuan
    cukup besar dalam sekian banyak bidang pekerjaan, sebagian besar tertarik SOBSI
    dengan dasar kepentingan bersama sebagai seorang buruh. Pada bulan Februari
    1956, bagaimanapun juga, pemimpin-pemimpin SOBSI secara khusus berusaha menarik
    buruh-buruh perempuan dan menguatkan ikatan mereka dengan serikat-serikat buruh
    melalui seruan tentang kepentingan yang spesifik sebagai buruh perempuan dan
    melalui pembentukan aktifis serta kader-kader perempuan. Peningkatan jumlah
    kader perempuan didalam serikat buruh berjalan lambat namun pasti, dan segera
    memperlihatkan keberhasilan usaha-usaha itu.





    Kegiatan BTI





    Sebuah
    artikel yang berjudul ‘Meningkatkan jumlah anggota di antara tani perempuan,’
    yang diterbitkan dalam Harian Rakjat pada tanggal 15 Juni 1955 memperlihatkan
    bagaimana BTI (organisasi tani di bawah pimpinan PKI) berusaha membuat tani
    perempuan memiliki pengetahuan politik lalu merekrut mereka sebagai anggota BTI
    lalu Gerwani. Penulisnya[51],
    Kartinah, menyatakan bahwa tani perempuan masih terbelakang, pemalu, rendah
    hati dan tidak dapat terlibat dalam organisasi hanya dengan menyampaikan undangan
    pada mereka untuk datang. Kesabaran sangat diperlukan, dan, pada berbagai
    kasus, bantuan suami, ayah atau tetangga juga penting. Para laki-laki
    diharapkan dapat memberi keterangan tentang tujuan-tujuan BTI, mengajak
    penduduk perempuan hadir pada pertemuan, dan meyakinkan bahwa mereka
    ditampilkan dalam diskusi mengenai situasi desa mereka sendiri.


    Dengan
    cara ini, menurut Kartinah, kaum perempuan akan tahu bahwa perempuan lainnya
    juga menghadapi persoalan yang sama, ‘dan penderitaan mereka sama saja.’ Dengan
    demikian mereka akan melihat gunanya bergabung bersama penduduk laki-laki di
    dalam perjuangan kaum tani, dan mereka akan melihat pentingnya organisasi untuk
    memecahkan persoalan. Saat itu BTI dan Gerwani akan menarik mereka dalam
    organisasi. Perhatian khusus diberikan agar menimbulkan rasa tanggungjawab dan
    keterlibatan melalui pelaksanaan tugas-tugas ringan, seperti menyediakan
    makanan untuk pertemuan, memberikan bantuan pada saat ada yang memerlukan dan
    kerja sosial lainnya. Pelajaran juga diberikan untuk memberantas buta huruf dan
    mengajarkan masalah kesehatan, menjahit dan sebagainya. Singkatnya, tulis
    Kartinah, tani perempuan ‘harus diberikan tanggungjawab, walaupun kecil, karena
    dengan pemberian tanggungjawab seperti itu, mereka akan merasa ‘bangga’ bahwa
    mereka sudah membantu kerja organisasi dan untuk keperluan itu tidak banyak
    mengeluarkan tenaga.


    Artikel
    Kartinah ini menggambarkan tiga karakteristik PKI dalam mengorganisir massa:
    pertama, perhatian dan kesabaran dalam menumbuhkan kesadaran serta membawa
    mereka masuk ke dalam organisasi; kedua, kenyataan saling membantu diantara
    organisasi komunis-dalam konteks ini BTI membantu pendirian dan perkembangan
    Gerwani, dan Gerwani membantu BTI dalam perjuangan untuk meningkatkan taraf
    hidup kaum tani; lalu, ketiga, artikel itu dengan jelas memperlihatkan bahwa
    kegiatan organisasi massa seperti itu pada akhirnya menuju pada keanggotaan
    partai.












































    STK2 1991 (Seri Terjemahan Kita-kita)[52]












    [1] PKI,
    Manifes Pemilihan Umum PKI (Djakarta, 1954), hlm. 19






    [2] Harian
    Rakjat, 14 Desember 1955






    [3] Setiati
    Surasto, ‘Memperluas keanggotaan Partai di kalangan wanita’, Kehidupan Partai,
    Februari 1957, hlm. 19-21






    [4] Laporan
    lengkap dapat ditemui dalam Bintang Merah, Juni 1958, hlm. 241-285






    [5] D. N.
    Aidit, ‘ Wanita Komunis Pejuang Untuk Masyarakat Baru’, Bintang Merah.
    Juni 1958, hlm. 247






    [6]
    Sudisman, ‘Dengan Ketabahan Jang Besar Mendidik dan Mempromosi Kader-kader
    Wanita’, Bintang Merah, Juni 1958. hlm 250.






    [7] Kelompok
    Andjangsono, kelompok kecil dari anggota organisasi yang mengundang para
    tetangga untuk beramah tamah dan ngobrol. Kelompok ini dimanfaatkan oleh PKI
    dan organisasi massanya terutama pada saat-saat menjelang Pemilu.






    [8] Suharti,
    ‘ Menghidupkan Grup Wanita dan Meluaskan Keanggotaan Partai di Kalangan Wanita’,
    Bintang Merah. Juni 1958, hlm 256.






    [9] D. N.
    Aidit, Untuk Demokrasi, Persatuan dan Mobilisasi, Jakarta 1952,
    hlm 95-97.






    [10]
    Gerwani, Peraturan Dasar Gerwani: For A Lasting Peace for People’s Democracy
    (FALP), 9 Maret 1956. hlm 4






    [11]
    Wawancara dengan Umi Sardjono, Ketua Gerwani sejak Maret 1954






    [12] Umi
    Sardjono, ’Preadvices Tentang Organisasi. Wanita Sedar, 15 Februari 1951. Dalam
    laporan ini Umi menyatakan meskipun buruh dan tani tertindas, tetap harus
    dipimpin oleh organisasi. Kenyataan di Indonesia menunjukkan bahwa kesadaran
    mereka masih rendah. Para buruh dan tani yang tertindas tidak sadar bahwa
    mereka harus mengikuti pimpinan revolusi. Dalam sebuah situasi dimana 99%
    pimpinan Gerwis terdiri dari borjuis, ‘sebab mereka tidak begitu saja setuju
    dengan teori kita dan belajar mengatur perjuangan menuju kemenangan’.









    [13] Sebagai
    contoh, lihat gambaran kecenderungan pekerja wanita oleh Konggres I Gerwis pada
    bulan Februari 1951. (Wanita Sedar, 15 Maret 1951). Dalam Konggres I ini
    dirumuskan rencana undang-undang perkawinan yang demokratis yang menjamin
    persamaan hak dan kepentingan bagi kedua jenis sex, melindungi perempuan dan
    anak dalam beberapa kasus perceraian, menentukan batas usia untuk menikah; 17
    untuk perempuan dan 20 untuk laki-laki dan yang paling prinsipil adalah jaminan
    terhadap poligami.






    [14]
    Konggres I Gerwis, bulan Februari 1954, memberikan gambaran detail tentang
    program di pedesaan (ibid, Maret 1951, hlm 16).






    [15] Harian
    Rakjat, 5 Juni 1957






    [16] Wanita
    Sedar, Januari 1952, hlm 3






    [17] Harian
    Rakjat, 9 Juni 1953.






    [18] Zaman
    Baru, 28 Februari 1953, hlm 29






    [19] Harian
    Rakjat, 26 Maret 1954






    [20]
    Gerwani, op.cit, hlm 11






    [21]
    Pimpinan Gerwani mengklaim pada bulan Desember 1957, bahwa target tersebut
    adalah tidak realistic, sebab lebih setahun dari konggres II, seluruh
    organisasi sibuk mengubah struktur organisasi dengan konstitusi yang baru:
    sebab Gerwani tidak mempunyai kader yang mencukupi untuk memenuhi target
    tersebut di masyarakat dimana wanita tidak bisa lepas dari adat untuk ikut
    serta dalam organisasi dan juga karena dalam memutuskan target utama tidak ada
    perhatian yang diberikan oleh ‘daerah-daerah sulit’, seperti pegunungan, dan
    daerah yang terisolasi, terutama di luar pulau Jawa. Lihat Gerwani, Lebih Giat
    Meluaskan Gerakan Untuk Terlaksananya Piagam Hak-hak Wanita Indonesia, Jakarta
    1959, hlm 69.






    [22] Harian
    Rakjat, 13 Juni 1955 dan 21 Januari 1956






    [23]
    Gerwani, Meluaskan Aksi-aksi untuk Memperkuat Tuntutan Hak-hak Wanita,
    anak-anak dan Perdamaian Jakarta, 1956, hlm 26-27






    [24]
    Gerwani, Lebih Giat, hlm 68






    [25] Review
    of Indonesia, Januari 1958, hlm 27-28






    [26]
    misalnya saja sokongan Gerwani atas pemerintahan Ali Sastroamidjoydjo, oposisi
    terhadap pemerintahan Burhanudin Harahap. Sokongan terhadap Soekarno pada
    konsep sebuah partai pemerintahan bersama dan sokongan pada presiden dalam
    upaya membentuk formatur kabinet pada bulan April 1957.






    [27]
    Gerwani, Lebih Giat, hlm 73






    [28] ibid,
    hlm 74-76






    [29]
    Wawancara dengan Umi Sardjono






    [30]
    Gerwani, Lebih Giat, hlm 51






    [31] Secara
    umum perempuan Indonesia sangat tidak terjamin dalam perkawinan, sebab suaminya
    dapat dengan mudah membatalkan perkawinan. Menurut data statistik dari
    Departemen Agama, dari tahun 1954 sampai 1958, perceraian dalam komunitas
    muslim sekitar 50-52% dari jumlah keseluruhan dibandingkan dengan angka
    perkawinan baru dan rujuknya pasangan. (Statistical Pocket Book of Indonesia,
    1960. Biro Pusat Statistik, Jakarta, hlm 18). Jaminan yang diminta adalah
    perkawinan yang lebih demokratis dan bantuan dana pada sang istri, untuk
    melindunginya dari perceraian.






    [32]
    Gerwani, Lebih Giat, hlm 68-71. Sumber memperlihatkan adanya kesalahan jumlah
    total sekitar 10.000






    [33] ibid,
    hlm 70






    [34] Program
    diperlihatkan secara utuh dalam ibid hlm 125-127






    [35]
    Informasi didapat dari hasil wawancara dengan Umi Sardjono dan dengan pimpinan
    Gerwani di Jawa Timur dan Yogyakarta






    [36] Dalam
    bulan Januari 1963 terdapat 905 TK dan 6 SD, Harian Rakjat, Januari 1963






    [37]
    Konggres IV Gerwani pada tahun 1961 menyatakan bahwa pada saat itu sudah
    terdapat 46.785 siswa dan 1.016 orang guru dalam kursus pemberantasan buta
    huruf yang diselenggarakan Gerwani, Harian Rakjat 14 Desember 1961.






    [38] Kartini
    adalah Pahlawan Wanita yang mencoba memberikan pendidikan pada perempuan






    [39] Harian
    Rakjat 14 Desember 1961 dan 11 Januari 1963






    [40] Untuk
    pidato, dokumen dan keputusan dari seminar ini lihat, Gerwani, Seminar Nasional
    Wanita Tani, Jakarta 1962






    [41] Harian
    Rakjat 26 Oktober 1961






    [42] Sebuah
    survei pada perusahaan menengah dan besar di tahun 1955 ditemukan bahwa 35%
    dari 450.000 buruh adalah perempuan, (report to the Government of Indonesia on
    social security. International Laboir Office. Genewa 1958, hlm 17-18). Dari
    1.452.000 buruh yang ada di tahun 1956, 25.000 diantaranya adalah buruh
    perempuan, (Njono, ‘Women Workers of Indonesia’. World Trade Union Movement,
    Maret 1956, hlm 9). Menurut laporan PKI dalam bulan Mei 1958, perempuan
    menyumbangkan 45% tenaganya, 65% di pabrik tekstil, 60% di industri cahaya, 65%
    di pabrik rokok dan masih banyak lagi yang bekerja pada industri dan pelayanan
    milik pemerintah. (Sundari,’Memperbesar Aktivitet Gerakan Wanita Untuk
    Memenangkan Partai Dalam Pemilihan Umum Parlemen kedua, Bintang Merah
    Juni 1958, hlm 263)






    [43] Bendera
    Buruh (BB)
    17 Maret 1956, hlm 3






    [44] SOBSI,
    Dokumen-dokumen Konferensi Nasional SOBSI 1957, Jakarta 1958






    [45] SOBSI,
    Plan Organisasi 1958 Jakarta 1957, hlm 5-6






    [46] BB 15
    Oktober 1957 hlm 6, 30 Januari 1958 hlm 1-3






    [47] Moh.
    Munir, Pedoman Penjelesaian Plan 1958, Jakarta. 1959 hlm 15-16






    [48] ibid
    hlm 17






    [49]
    Sarbupri menyatakan bahwa di organisasinya terdapat 681 orang aktivis perempuan
    diantara 350.000-400.000 anggota. (BB 25 Agustus 1959, hlm 3). Dalam bulan Mei
    1960 menurut seorang pimpinan SOBSI di Jawa Timur 5% dari kader adalah
    perempuan, tapi merupakan 30% anggota di tingkat propinsi






    [50] Lihat
    SOBSI, Peranan Buruh Wanita Dalam Pembangunan, Jakarta 1961






    [51]
    Kartinah,’Memperluas Keanggotaan Di Kalangan Wanita Tani’. Harian Rakjat, 15
    Juni 1955.






    [52] Tulisan
    ini merupakan Bab XVII, ‘Women’. Dalam Donald Hindley, The Communist Party of
    Indonesia 1951-1963, University of California Press, Barceley dan Los Angeles,
    1966, hlm 200-211.

      Waktu sekarang Sat Nov 23, 2024 9:36 am