Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    pengalaman mistik kaum sufi

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    pengalaman mistik kaum sufi Empty pengalaman mistik kaum sufi

    Post by kutubuku Thu Jun 24, 2010 5:39 pm

    Pengalaman Mistik
    Kaum Sufi







    Nurcholish
    Madjid






    Minggu
    lalu, Prof Annemarie Schimmel --seorang tokoh kaliber dunia, ahli Islam dari
    Jerman-- menyampaikan tiga orasi ilmiah mengenai Tasawuf (Sufisme) di Jakarta.
    Kunjungannya disambut dengan penuh minat oleh para pecinta Tasawuf. Oleh karena
    itu, ada baiknya jika kita sedikit merefleksikan arti tasawuf dan kehidupan
    kaum Sufinya dalam orientasi keagamaan kita.



    Nabi
    Muhammad s.a.w. sering disebut sebagai seorang Rasul yang paling berhasil dalam
    mewujudkan misi sucinya. Bukti yang biasa dipakai untuk mendukung penilaian itu
    ialah hal-hal yang bersifat sosial-politik, khususnya dalam bentuk keberhasilan
    ekspansi-ekspansi militer. Dan Nabi Muhammad s.a.w., sama halnya dengan
    beberapa Nabi yang lain seperti Musa dan Dawud a.s., adalah seorang ''Nabi
    Bersenjata'' (Armed Prophet),
    sebagaimana dikatakan oleh sosiolog terkenal, Max Weber.



    Oleh
    karena kenyataan itu, ada sementara ahli yang hendak mereduksi misi Nabi
    Muhammad s.a.w. sebagai tidak lebih daripada suatu gerakan reformasi sosial,
    dengan program-program seperti pengangkatan martabat kaum lemah (khususnya kaum
    perempuan dan budak), penegakan kekuasaan hukum, usaha mewujudkan keadilan
    sosial, tekanan kepada persamaan umat manusia (egalitarianisme), dan lain-lain.
    Dalam pandangan mereka yang parsial itu, Nabi Muhammad s.a.w. tidak bisa
    disamakan dengan Nabi `Isa al-Masih, karena ajaran Nabi Muhammad tidak banyak
    mengandung kedalaman keruhanian pribadi. Mereka berpendapat bahwa Nabi Muhammad
    s.a.w. lebih mirip dengan Nabi Musa a.s. dan para Rasul dari kalangan anak
    turun Nabi Ya`qub (yang bergelar Isra-El), yang mengajarkan tentang betapa
    pentingnya berpegang kepada hukum-hukum Taurat (Talmudic Law).



    Padahal,
    di samping segi sosial-politik itu, Islam --seperti ditunjukkan dalam
    Al-Qur'an-- juga banyak menegaskan pentingnya orientasi keruhanian yang
    bersifat ke dalam dan mengarah kepada pribadi. Justru sudah menjadi kesadaran
    para sarjana Islam sejak dari masa-masa awal bahwa Islam adalah agama
    pertengahan (wasath), yakni antara di
    satu pihak agama Yahudi yang legalistik dan banyak menekankan orientasi
    kemasyarakatan itu dan, di pihak lain, agama Kristen yang spiritualistik dan
    sangat memperhatikan kedalaman olah serta pengalaman ruhani serta membuat agama
    itu lembut. Seperti dikatakan oleh Ibn Taymiyyah, ''Syari`ah Taurat didominasi
    oleh ketegaran, dan Syari`ah Injil didominasi oleh kelembutan; sedangkan
    Syari`ah Al-Qur'an menengahi dan meliputi keduanya itu.''



    Maka,
    sebagai bentuk pertengahan dan sekaligus antara kedua agama pendahulunya itu,
    Islam mengandung ajaran-ajaran hukum dengan orientasi kepada masalah-masalah
    tingkah laku manusia secara lahiriah seperti pada agama Yahudi, tapi juga
    mengandung ajaran-ajaran keruhanian yang mendalam seperti pada agama Kristen. Bahkan
    sesungguhnya antara keduanya itu tidak bisa dipisahkan, meskipun bisa
    dibedakan. Artinya, ketika seorang Muslim dituntut untuk tunduk kepada suatu
    hukum tingkah laku lahiriah, ia diharapkan, malah diharuskan, menerimanya
    dengan ketulusan yang terbit dari lubuk hatinya. Ia harus merasakan ketentuan
    hukum itu sebagai sesuatu yang berakar dalam komitmen spiritualnya. Kenyataan
    ini tecermin dalam susunan kitab-kitab fiqih, yang selalu dimulai dengan bab
    pensucian (thaharah) sebagai awal
    perjalanan pensucian batin. Walaupun tetap ada kemungkinan orang mengenali mana
    yang lebih lahiriah, dan mana pula yang batiniah.



    Sebenarnya,
    sudah sejak zaman Rasulullah s.a.w. sendiri terdapat kelompok para Sahabat Nabi
    yang lebih tertarik kepada hal-hal yang bersifat lebih batiniah itu.
    Disebut-sebut, misalnya, kelompok ahl
    al-Shuffah
    , yaitu sejumlah Sahabat yang memilih hidup sebagai faqir dan sangat setia kepada masjid.
    Tidak heran bahwa kelompok ini, dalam literatur kesufian, sering diacu sebagai
    teladan kehidupan saleh di kalangan para Sahabat.



    Al-Qur'an
    sendiri juga memuat berbagai firman yang merujuk kepada pengalaman spiritual
    Nabi. Misalnya, lukisan tentang dua kali pengalaman Nabi bertemu dan berhadapan
    dengan Malaikat Jibril dan Allah. Yang pertama ialah pengalaman beliau ketika
    menerima wahyu pertama di gua Hira', di atas Bukit Cahaya (Jabal Nur). Dan yang kedua ialah pengalaman beliau dengan
    perjalanan malam (isra') dan naik ke
    langit (mi`raj) yang terkenal itu.
    Kedua pengalaman Nabi itu dilukiskan dalam Kitab Suci (Q. 53: 1-18) demikian:




    Demi bintang ketika sedang tenggelam
    Sahabatmu sekalian itu tidaklah sesat atau pun menyimpang
    Dan ia tidaklah berucap karena menurutkan keinginan
    Itu tidak lain adalah ajaran yang diwahyukan
    Diajarkan kepadanya oleh Jibril yang kuat perkasa
    Yang bijaksana, dan yang telah menampakkan diri secara sempurna
    Yaitu ketika ia berada di puncak cakrawala
    Kemudian ia pun mendekat, dan menghampiri
    Hingga sejarak kedua ujung busur panah, atau lebih dekat lagi
    Lalu Tuhan wahyukan kepada hamba-Nya apa yang diwahyukan-Nya
    Tidaklah jiwa (Nabi) mendustakan yang dilihatnya sendiri
    Apakah kamu semua akan membantahnya tentang yang ia saksikan?
    Padahal sungguh ia telah menyaksikan pada lain kesempatan
    Yaitu didekat Pohon Sidrah (Lotus), di alam penghabisan
    Di sebelahnya ada Surga tempat kediaman
    Ketika Pohon Sidrah itu diliputi cahaya tak terlukiskan
    Penglihatan Nabi tidak bergoyah, dan tidak pula salah arah
    Sungguh ia telah menyaksikan tanda-tanda Tuhannya yang Agung tak terkira.




    Bagi kaum Sufi, pengalaman Nabi dalam Isra-Mi`raj itu adalah sebuah contoh
    puncak pengalaman ruhani. Justru ia adalah pengalaman ruhani yang tertinggi,
    yang hanya bisa dipunyai oleh seorang Nabi. Namun kaum Sufi berusaha untuk
    meniru dan mengulanginya bagi diri mereka sendiri, dalam dimensi, skala, dan
    format yang sepadan dengan kemampuan mereka. Hal ini dikarenakan inti
    pengalaman itu ialah penghayatan yang pekat akan situasi diri yang sedang
    berada di hadapan Tuhan, dan bagaimana ia ''bertemu'' dengan Dzat Yang Maha
    Tinggi itu.


    ''Pertemuan''
    dengan Tuhan, dengan sendirinya, juga merupakan puncak kebahagiaan, yang
    dilukiskan dalam sebuah hadis sebagai ''sesuatu yang tak pernah terlihat oleh
    mata.'' Hal ini karena dalam pertemuan tersebut segala rahasia kebenaran
    ''tersingkap'' (kasyf) untuk sang
    hamba, dan sang hamba pun lebur serta sirna (fana') dalam Kebenaran. Oleh karena itu, Ibn 'Arabi, misalnya,
    melukiskan ''metode'' atau thariqah-nya
    sebagai perjalanan ke arah penyingkapan Cahaya Ilahi, melalui pengunduran diri
    (khalwah) dari kehidupan ramai.



    Hidup
    dengan ''pengunduran diri'' dan sikap penuh kepasrahan tersebut memang bisa
    mengesankan kepasifan dan eskapisme. Akan tetapi, sebagai dorongan hidup
    bermoral, pengalaman mistis kaum Sufi sebetulnya merupakan suatu kedahsyatan.
    Karena itulah ajaran Tasawuf juga disebut sebagai ajaran akhlak. Dan akhlak
    yang hendak mereka wujudkan ialah yang merupakan ''tiruan'' akhlak Tuhan,
    sesuai dengan sabda Nabi yang mereka pegang teguh, ''Berakhlaklah kamu semua
    dengan akhlak Allah.''




    Tulisan ini pernah dimuat di Tabloid
    Tekad No.18/II
    

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 5:06 am