WAHYU DAN AKAL -IMAN DAN ILMU
Biar Lambat Asal Selamat, Takkan Lari Gunung Dikejar
"Buat apa peribahasa itu dimunculkan kembali dari tumpukan
perbendaharaan lama yang kelihatannya sudah ketinggalan zaman? Yang
sudah tidak relevan lagi dengan nilai kekinian? Berpacu dengan waktu,
atau waktu itu uang! Kita ini sekarang harus bertindak cepat, karena
cepat berarti efisien." Itulah penggalan-penggalan kalimat yang sempat
saya dengar pada waktu duduk di antara para penunggu pengantin laki-
laki. Rupanya telah terjadi diskusi kecil-kecilan sebelum saya datang
bergabung di kelompok itu. Biar lambat asal selamat, takkan lari gunung
dikejar diucapkan sekadar untuk menghibur para penunggu itu untuk
mengisi kekosongan dan kebosanan karena rombongan "raja sehari" yang
ditunggu itu belum kunjung datang jua.
Sepintas lalu penggalan-penggalan kalimat yang sempat saya dengar itu
kelihatannya ada benarnya. Apapula jika diperhadapkan pada untaian kata
dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia: dalam tempoh yang
sesingkat-singkatnya. Maka pepatah: Biar lambat asal selamat ini, tidak
perlu diungkit-ungkit lagi, bukan lagi masanya sekarang ini untuk
bersikap demikian, cuma menghabiskan waktu saja untuk dibicarakan, tidak
efisien. Demikianlah logikanya.
Tunggu dahulu! Apa yang dikutip dari untaian kata dalam Proklamasi itu
didahului oleh: dengan cara saksama. Apa maknanya itu! Ini mengandung
nilai yang masih relevan hingga kini, yaitu nilai ketelitian,
kecermatan. Orang tua yang banyak pengalaman kelihatannya lamban, tidak
tergesa-gesa, karena ia itu teliti, sudah banyak makan garam kehidupan
yang serba getir, tidak mau seperti keledai, terantuk pada patok yang
sama untuk kedua kalinya. Orang muda yang masih kurang pengalaman, belum
makan garam kehidupan yang getir, memandang hidup ini dari segi
cemerlangnya saja, semangat meledak-letup, rasa optimisme yang
berlebihan, maka ia itu bertindak serba cepat, tergesa-gesa.
Kedua nilai cermat dan cepat ini perlu dijadikan satu sistem, yaitu
saling membingkai. Cermat diberi berbingkai cepat dan cepat berbingkai
cermat. Artinya orang tua yang lamban karena ingin cermat, ditarik oleh
orang muda supaya mempercepat langkah. "Hai Pak, yang cepat sedikit".
Sebaliknya jika orang muda terlalu cepat, berakselerasi, orang tua
menahan, menarik kebelakang. "Hai anak muda, jalan licin berjurang,
perlambat langkah". Ini namanya kerja sama antara generasi tua dengan
generasi muda dalam arti yang sebenarnya.
Pepatah di atas itu tidak berlaku secara umum, yakni situasional dan
berbingkai. Situasional karena adanya pernyataan asal selamat, artinya
ada ranjau yang menghadang, maka gerak perlu diperlambat. Berbingkai
karena ruang lingkup dibatasi, yang dikejar itu adalah benda yang tidak
bergerak terhadap bumi. Kalau yang dikejar itu bergerak ataupun yang
datangnya hanya sekilas, maka ingatlah cerita dalam Hikayat Tuanta
Salamaka. Bagaimana pengarang hikayat itu menyampaikan pesan berbungkus
mistik, bergaya simbolisme dalam peristiwa di telaga Mawang. Datoka riPa'gentungang dengan gerak cepat menyulut rokoknya pada kilat yang
menyala, menunjukkan kesigapan memanfaatkan kesempatan yang ada walaupun
sekejap. Bagaimana kalau yang dikejar itu bergerak mendekat? Juga lihat
peristiwa di telaga Mawang, Lo'moka ri Antang menyulut rokok pada titik
air hujan dari pinggir saraung (sombrero)-nya.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari dari dahulu hingga sekarang dan insya-
Allah untuk masa yang akan datang tidaklah selamanya mesti cepat. Ada
yang sengaja diperlambat. Artinya cepat dan lambat itu situasional. Agar
jelas inilah contohnya. Ilmu yang sangat bermanfaat dalam mengelola
proyek adalah Network Planning. Apabila hasil monitoring pada kegiatan
kritis menunjukkan terjadi penyimpangan, yaitu apa yang dicapai dalam
pelaksanaan ternyata lebih lambat dari menurut jadwal, maka harus segera
diadakan kontrol. Caranya ialah dengan mempercepat kegiatan kritis yang
berikutnya. Perlu pengerahan sumber daya dari unit-unit kegiatan lain
yang tidak kritis. Itu dapat dilakukan oleh karena kegiatan-kegiatan
yang tidak kritis itu mempunyai waktu longgar (float), jadi sebagian
sumberdayanya dapat diambil dengan memperlambat kegiatan-kegiatan
tersebut. Sumberdaya yang diambil itu kemudian dikerahkan untuk
mengeroyok kegiatan kritis yang akan dipercepat itu. Jadi dalam aksi
kontrol ini nyatalah bahwa cepat dan lambat itu situasional. Kegiatan-
kegiatan yang tidak kritis diperlambat untuk dapat mempercepat kegiatan
kritis.
Lalu bagaimana dengan ajaran Al Quran? Semua ummat Islam asal saja ia
mengerjakan shalat mesti hafal S. Al 'Ashar: Perhatikanlah waktu!
Sesungguhnya manusia senantiasa dalam kerugian. Kecuali, yang beriman,
dan berbuat kebajikan, dan berwasiat tentang yang haq, dan berwasiat
atas kesabaran.
Jadi menurut ajaran Islam dalam hal waktu bukanlah soal cepat ataupun
lamban yang menjadi perhatian utama. Yang penting adalah memanfaatkan
waktu untuk berbuat kebajikan, berkomunikasi dengan sesama manusia untuk
meneruskan nilai-nilai wahyu dan dalam berkomunikasi itu tidak ceroboh,
tidak tergesa-gesa, melainkan harus cermat, dan untuk itu perlu
kesabaran, karena menurut SunnatuLlah semua itu memerlukan waktu untuk
berproses, tidaklah cespleng, sebagaimana bualan pembual dalam reklame
obat-obatan, kosmetika, sedap-sedapan menthos, kristal, dll. WaLlahu
a'lamu bishshawab.
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
Biar Lambat Asal Selamat, Takkan Lari Gunung Dikejar
"Buat apa peribahasa itu dimunculkan kembali dari tumpukan
perbendaharaan lama yang kelihatannya sudah ketinggalan zaman? Yang
sudah tidak relevan lagi dengan nilai kekinian? Berpacu dengan waktu,
atau waktu itu uang! Kita ini sekarang harus bertindak cepat, karena
cepat berarti efisien." Itulah penggalan-penggalan kalimat yang sempat
saya dengar pada waktu duduk di antara para penunggu pengantin laki-
laki. Rupanya telah terjadi diskusi kecil-kecilan sebelum saya datang
bergabung di kelompok itu. Biar lambat asal selamat, takkan lari gunung
dikejar diucapkan sekadar untuk menghibur para penunggu itu untuk
mengisi kekosongan dan kebosanan karena rombongan "raja sehari" yang
ditunggu itu belum kunjung datang jua.
Sepintas lalu penggalan-penggalan kalimat yang sempat saya dengar itu
kelihatannya ada benarnya. Apapula jika diperhadapkan pada untaian kata
dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia: dalam tempoh yang
sesingkat-singkatnya. Maka pepatah: Biar lambat asal selamat ini, tidak
perlu diungkit-ungkit lagi, bukan lagi masanya sekarang ini untuk
bersikap demikian, cuma menghabiskan waktu saja untuk dibicarakan, tidak
efisien. Demikianlah logikanya.
Tunggu dahulu! Apa yang dikutip dari untaian kata dalam Proklamasi itu
didahului oleh: dengan cara saksama. Apa maknanya itu! Ini mengandung
nilai yang masih relevan hingga kini, yaitu nilai ketelitian,
kecermatan. Orang tua yang banyak pengalaman kelihatannya lamban, tidak
tergesa-gesa, karena ia itu teliti, sudah banyak makan garam kehidupan
yang serba getir, tidak mau seperti keledai, terantuk pada patok yang
sama untuk kedua kalinya. Orang muda yang masih kurang pengalaman, belum
makan garam kehidupan yang getir, memandang hidup ini dari segi
cemerlangnya saja, semangat meledak-letup, rasa optimisme yang
berlebihan, maka ia itu bertindak serba cepat, tergesa-gesa.
Kedua nilai cermat dan cepat ini perlu dijadikan satu sistem, yaitu
saling membingkai. Cermat diberi berbingkai cepat dan cepat berbingkai
cermat. Artinya orang tua yang lamban karena ingin cermat, ditarik oleh
orang muda supaya mempercepat langkah. "Hai Pak, yang cepat sedikit".
Sebaliknya jika orang muda terlalu cepat, berakselerasi, orang tua
menahan, menarik kebelakang. "Hai anak muda, jalan licin berjurang,
perlambat langkah". Ini namanya kerja sama antara generasi tua dengan
generasi muda dalam arti yang sebenarnya.
Pepatah di atas itu tidak berlaku secara umum, yakni situasional dan
berbingkai. Situasional karena adanya pernyataan asal selamat, artinya
ada ranjau yang menghadang, maka gerak perlu diperlambat. Berbingkai
karena ruang lingkup dibatasi, yang dikejar itu adalah benda yang tidak
bergerak terhadap bumi. Kalau yang dikejar itu bergerak ataupun yang
datangnya hanya sekilas, maka ingatlah cerita dalam Hikayat Tuanta
Salamaka. Bagaimana pengarang hikayat itu menyampaikan pesan berbungkus
mistik, bergaya simbolisme dalam peristiwa di telaga Mawang. Datoka riPa'gentungang dengan gerak cepat menyulut rokoknya pada kilat yang
menyala, menunjukkan kesigapan memanfaatkan kesempatan yang ada walaupun
sekejap. Bagaimana kalau yang dikejar itu bergerak mendekat? Juga lihat
peristiwa di telaga Mawang, Lo'moka ri Antang menyulut rokok pada titik
air hujan dari pinggir saraung (sombrero)-nya.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari dari dahulu hingga sekarang dan insya-
Allah untuk masa yang akan datang tidaklah selamanya mesti cepat. Ada
yang sengaja diperlambat. Artinya cepat dan lambat itu situasional. Agar
jelas inilah contohnya. Ilmu yang sangat bermanfaat dalam mengelola
proyek adalah Network Planning. Apabila hasil monitoring pada kegiatan
kritis menunjukkan terjadi penyimpangan, yaitu apa yang dicapai dalam
pelaksanaan ternyata lebih lambat dari menurut jadwal, maka harus segera
diadakan kontrol. Caranya ialah dengan mempercepat kegiatan kritis yang
berikutnya. Perlu pengerahan sumber daya dari unit-unit kegiatan lain
yang tidak kritis. Itu dapat dilakukan oleh karena kegiatan-kegiatan
yang tidak kritis itu mempunyai waktu longgar (float), jadi sebagian
sumberdayanya dapat diambil dengan memperlambat kegiatan-kegiatan
tersebut. Sumberdaya yang diambil itu kemudian dikerahkan untuk
mengeroyok kegiatan kritis yang akan dipercepat itu. Jadi dalam aksi
kontrol ini nyatalah bahwa cepat dan lambat itu situasional. Kegiatan-
kegiatan yang tidak kritis diperlambat untuk dapat mempercepat kegiatan
kritis.
Lalu bagaimana dengan ajaran Al Quran? Semua ummat Islam asal saja ia
mengerjakan shalat mesti hafal S. Al 'Ashar: Perhatikanlah waktu!
Sesungguhnya manusia senantiasa dalam kerugian. Kecuali, yang beriman,
dan berbuat kebajikan, dan berwasiat tentang yang haq, dan berwasiat
atas kesabaran.
Jadi menurut ajaran Islam dalam hal waktu bukanlah soal cepat ataupun
lamban yang menjadi perhatian utama. Yang penting adalah memanfaatkan
waktu untuk berbuat kebajikan, berkomunikasi dengan sesama manusia untuk
meneruskan nilai-nilai wahyu dan dalam berkomunikasi itu tidak ceroboh,
tidak tergesa-gesa, melainkan harus cermat, dan untuk itu perlu
kesabaran, karena menurut SunnatuLlah semua itu memerlukan waktu untuk
berproses, tidaklah cespleng, sebagaimana bualan pembual dalam reklame
obat-obatan, kosmetika, sedap-sedapan menthos, kristal, dll. WaLlahu
a'lamu bishshawab.
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as