FEMINISME
MENGAPA ADA
FEMINISME?
Sejarah dunia menunjukkan
bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang
dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat
yang patriachal sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan,
dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior
ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat
tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan,
di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami
perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropah dan terjadinya Revolusi
Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke
seluruh dunia.
Suasana demikian diperparah
dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan opresi terhadap
kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-praktek dan
kotbah-kotbah yang menunjang situasi demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa
banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat pun hanya
dapat dijabat oleh pria. Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan
sebagai mahluk yang harus 'tunduk kepada suami!' (Efs.5:22) dengan
menafsirkannya secara harfiah dan tekstual seakan-akan mempertebal perendahan
terhadap kaum perempuan itu.
Dari latar belakang
demikianlah di Eropah berkembang gerakan untuk 'menaikkan derajat kaum
perempuan' tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat
terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan
mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul
'Vindication of the Right of Woman' yang isinya dapat dikata meletakkan dasar
prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-40 sejalan
terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai
diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi
kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini
hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.
Gelombang feminisme di
Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era reformasi dengan terbitnya
buku 'The Feminine Mystique' yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963.
Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk
organisasi wanita bernama 'National Organization for Woman' (NOW) di tahun 1966
gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan,
tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya 'Equal Pay Right'
(1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan
memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan 'Equal
Right Act' (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam
segala bidang.
Gerakan perempuan atau
feminisme berjalan terus, soalnya sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan,
kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun
1967 dibentuklah 'Student for a Democratic Society' (SDS) yang mengadakan
konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang
sama, dari sinilah mulai muncul kelompok 'feminisme radikal' dengan membentuk
'Women's Liberation Workshop' yang lebih dikenal dengan singkatan 'Women's
Lib.' Women's Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan
kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih
seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara
terbuka memprotes diadakannya 'Miss America Pegeant' di Atlantic City yang
mereka anggap sebagai 'pelecehan terhadap kaum wanita' dan 'komersialisasi
tubuh perempuan.' Gema 'pembebasan kaum perempuan' ini kemudian mendapat
sambutan di mana-mana di seluruh dunia.
Melihat itikad baik kaum
perempuan ini sebenarnya gerakan ini semestianya mendapat dukungan bukan saja
dari kaum perempuan tetapi juga seharusnya dari kaum laki-laki, tetapi mengapa
kemudian banyak kritik diajukan kepada mereka?
SASARAN KRITIK
Sebenarnya bangkitnya
gerakan kaum perempuan itu banyak mendapat simpati bukan saja dari kaum
perempuan sendiri tetapi juga dari banyak kaum laki-laki, tetapi perilaku
kelompok feminisme radikal yang bersembunyi di balik 'women's liberation' telah
melakukan usaha-usaha yang lebih radikal yang berbalik mendapat kritikan dan
tantangan dari kaum perempuan sendiri dan lebih-lebih dari kaum laki-laki.
Organisasi-organisasi agama kemudian juga menyatakan sikapnya yang kurang
menerima tuntutan 'Women's Lib' itu karena mereka kemudian banyak mengusulkan pembebasan
termasuk pembebasan kaum perempuan dari agama dan moralitasnya yang mereka
anggap sebagai kaku dan buah dari 'agama patriachy' atau 'agama kaum
laki-laki.'
Memang memperjuangkan
kesamaan hak dalam memperoleh pekerjaan, gaji yang layak, perumahan maupun
pendidikan harus diperjuangkan, dan bahkan pemberian hak-suara kepada kaum
perempuan juga harus diperjuangkan, tetapi kaum perempuan juga harus sadar
bahwa secara kodrati mereka lebih unggul dalam kehidupan sebagai pemelihara
keluarga, itulah sebabnya adalah salah kaprah kalau kemudian hanya karena kaum
perempuan mau bekerja lalu kaum laki-laki harus tinggal di rumah memelihara
anak-nak dan memasak. Bagaimanapun kehidupan modern, kaum perempuan harus tetap
menjadi ibu rumah tangga. Ini tidak berarti bahwa kaum perempuan harus selalu
berada di rumah, ia dapat mengangkat pembantu atau suster bila penghasilan
keluarga cukup dan kepada mereka dapat didelegasikan beberapa pekerjaan rumah
tangga, tetapi sekalipun begitu seorang isteri harus tetap menjadi ibu rumah
tangga yang bertanggung jawab dan rumah tangga tidak dilepaskan begitu saja.
Bila semula gerakan kaum
perempuan 'feminisme' itu lebih mengarah pada perbaikan nasib hidup dam
kesamaan hak, kelompok radikal 'Women's Lib' telah mendorongnya untuk mengarah
lebih jauh dalam bentuk kebebasan yang tanpa batas dan telah menjadikan
feminisme menjadi suatu 'agama baru.'
Sebenarnya kendala yang
dihadapi 'feminisme' bukan saja dari luar tetapi dari dalam juga. Banyak kaum
perempuan memang karena tradisi yang terlalu melekat masih lebih senang
'diperlakukan demikian,' atau bahkan ikut mengembangkan perilaku 'maskulinisme'
dimana laki-laki dominan Sebagai contoh dalam soal pembebasan kaum perempuan
dari 'pelecehan seksual' banyak kaum perempuan yang karena dorongan ekonomi
atau karena kesenangannya pamer justru mendorong meluasnya prostitusi dan
pornografi. Banyak kaum perempuan memang ingin cantik dan dipuji kecantikannya
melalui gebyar-gebyar pemilihan 'Miss' ini dan 'Miss" itu, akibatnya usaha
menghentikan yang dianggap 'pelecehan'itu terhalang oleh sikap sebagian kaum
perempuan sendiri yang justru 'senang berbuat begitu.'
Kendala juga datang dari
kaum laki-laki. Kita tahu bahwa secara tradisional masyarakat pada umumnya
menempatkan kaum laki-laki sebagai 'penguasa masyarakat,' (male dominated
society) bahkan masyarakat agama dengan ajaran-ajarannya yang orthodoks
cenderung mempertebal perilaku demikian. Dalam agama-agama sering terjadi
'pelacuran kuil' dimana banyak gadis-gadis harus mau menjadi 'pengantin' para
pemimpin agama seperti yang dipraktekkan dalam era modern oleh 'Children of
God' dan 'Kelompok David Koresh', dan di kalangan Islam fundamentalis banyak
dipraktekkan di samping poligami juga bahwa kaum perempuan dihilangkan
identitas rupanya dengan memakai kerudung sekujur badannya atau bahwa kaum
perempuan tidak boleh menjadi pemimpin yang membawahi laki-laki, dan bukan
hanya itu ada kelompok agama di Afrika yang mengharuskan kaum perempuan disunat
hal mana tentu mendatangkan penderitaan yang tak habis-habisnya bagi kaum
perempuan. Di segala bidang jelas kesamaan hak kaum perempuan sering diartikan
oleh kaum laki-laki sebagai pengurangan hak kaum laki-laki, dan kaum perempuan
kemudian menjadi saingan bahkan kemudian ingin menghilangkan dominasi kaum laki-laki
di masyarakat!
Kritikan prinsip yang
dilontarkan pada feminisme khususnya yang radikal (Women's Lib) adalah bahwa
mereka dalam obsesinya kemudian 'mau menghilangkan semua perbedaan yang ada
antara perempuan dan laki-laki.' Jelas sikap radikal yang mengabaikan perbedaan
kodrat antara kaum perempuan dan laki-laki itu tidak realistis karena faktanya
toh berbeda dan menghasilkan dilema, sebab kalau kaum perempuan dilarang
meminta cuti haid karena kaum laki-laki tidak haid pasti timbul protes,
sebaliknya tentu pengusaha akan protes kalau kaum laki-laki diperbolehkan ikut
menikmati 'cuti haid dan hamil' padahal mereka tidak pernah haid dan tidak
mungkin hamil. Kesalahan fatal feminisme radikal ini kemudian menjadikan
laki-laki bukan lagi sebagai mitra atau partner tetapi sebagai 'saingan'
(rival) bahkan 'musuh ' (enemy)!' Sikap feminisme yang dirusak citranya oleh
kelompok radikal sehingga menjadikannya 'sangat eksklusif' itulah yang kemudian
mendapat kritikan luas.
Kritikan lain juga diajukan
adalah karena dalam membela kaum perempuan dari sikap 'pelecehan seksual;'
mereka kemudian ingin melakukan kebebasan seksual tanpa batas, seperti 'Women's
Lib' mendorong kebebasan seksual sebebas-bebasnya termasuk melakukan
masturbasi, poliandri, hubungan seksual antara orang dewasa dan anak-anak,
lesbianisme, bahkan liberalisasi aborsi dalam setiap tahap kehamilan. Kebebasan
ini tidak berhenti disini karena ada kelompok radikal yang 'menolak peran kaum
perempuan sebagai ibu rumah tangga' dan menganggap 'perkawinan' sebagai
belenggu. Andrea Dworkin bahkan menganggap 'hubungan seksual antara laki-laki
dan perempuan tidak beda dengan perkosaan!'
Di kalangan agama Kristen,
feminisme itu lebih lanjut mempengaruhi beberapa teolog-perempuan yang
menghasilkan usulan agar sejarah Yesus yang sering disebut sebagai 'History'
diganti dengan 'Herstory' dan lebih radikal lagi agar semua kata 'Bapa' untuk
menyebut Allah dalam Alkitab harus diganti dengan kata 'Ibu.' Ibadat dan
pengakuan iman (Credo) tidak lagi menyebut 'Allah Bapa tetapi Allah Ibu' atau
the 'Mother Goddess,' bahkan lambang salib perlu diganti dengan meletakkan
tanda O (bulatan) tepat diatas lambang salib Kristus sehingga menjadi lambang
kaum perempuan.
Kita sekarang menghadapi era
informasi dimana kedudukan kaum perempuan di banyak segi bisa lebih unggul dari
kedudukan kaum laki-laki. Dalam hal dimana kedudukan isteri lebih baik daripada
suami memang keadaanya bisa sukar dipecahkan, tetapi keluarga Kristen tentunya
harus memikirkan dengan serius pentingnya peran ibu rumah tangga demi menjaga
kelangsungan keturunan yang 'takut akan Tuhan' (Maz.78:1-, dan disinilah
pengorbanan seorang ibu perlu dipuji. Dalam hal seorang ibu berkorban untuk
mendahulukan keluarga sehingga bagi mereka karier dinomorduakan atau dijabat
dengan 'paruh waktu' lebih-lebih selama anak-anak masih kecil, seharusnya para
suami bisa lebih toleran menjadi 'penolong' bagi isteri dalam tugas ini.
Sungguh sangat disayangkan
bahwa banyak tokoh-tokoh perempuan sendiri tidak mengakui 'pekerjaan ibu rumah
tangga sebagai profesi' dan menganggapnya lebih inferior daripada misalnya
pekerjaan sebagai dokter, pengacara atau pengusaha, dalam sikap ini kita dapat
melihat sampai di mana kuku feminisme radikal sudah pelan-pelan menusuk daging.
Pernah ketika ada kunjungan Gorbachev,
Presiden Rusia waktu itu, yang berkunjung ke Amerika Serikat, isterinya 'Raisa'
bersama 'Barbara', isteri presiden Amerika Serikat George Bush, diundang untuk
berbicara disuatu 'Universitas perempuan yang terkenal.' Ketika keduanya
berbicara, sekelompok perempuan yang bergabung dengan 'women's lib' meneriakkan
yel-yel bahkan membawa poster yang mencemooh mereka karena mereka hanya menjadi
ibu rumah tangga yang tidak bisa mempunyai karier sendiri. Bahkan, beberapa
profesor perempuan menolak hadir karena merasa direndahkan bila mendengar
pembicara perempuan yang hanya seorang ibu rumah tangga. Pembawa Acara,
menanggapi kritikan-kritikan itu kemudian berkomentar bahwa 'memang keduanya
adalah ibu rumah tangga, tetapi karena dampingan keduanya, dua orang paling
berkuasa di dunia dapat menciptakan kedamaian di dunia, suatu profesi luhur
yang tiada taranya!'
SEBUAH INTROSPEKSI
Dibalik kritikan yang
ditujukan terhadap 'Women's Lib' khususnya dan 'Feminisme' umumnya, kita perlu
melakukan introspeksi karena sebenarnya 'feminisme' itu timbul sebagai reaksi
atas sikap kaum laki-laki yang cenderung dominan dan merendahkan kaum
perempuan. Ini terjadi bukan saja di kalangan umum tetapi lebih-lebih di
kalangan yang mengatasnamakan agama memang sering berperilaku menekan kepada
kaum perempuan.
Dalam menyikapi 'feminisme'
sebagai suatu gerakan, kita harus berhati-hati untuk tidak menolaknya secara
total, sebab sebagai 'gerakan persamaan hak' harus disadari bahwa usaha gerakan
itu baik dan harus didukung bahkan diusahakan oleh kaum-laki-laki yang dianggap
bertanggung jawab atas kepincangan sosial-ekonomi-hukum-politis di masyarakat
itu khususnya yang menyangkut gender. Yang perlu diwaspadai adalah bila
feminisme itu mengambil bentuk radikal melewati batas kodrati sebagai 'gerakan
pembebasan kaum perempuan' seperti yang secara fanatik diperjuangkan oleh
'Women's Lib.'
Bagi umat Kristen, baik umat
yang tergolong kaum perempuan maupun kaum-laki-laki, keberadaan 'sejarah
Alkitab' harus diterima sebagai 'History' dan data-data para patriach
(bapa-bapa Gereja) tidak perlu diubah karena masa primitif dan agraris memang
mendorong terjadinya dominasi kaum laki-laki, tetapi sejak masa industri
lebih-lebih masa informasi, kehadiran peran kaum perempuan memang diperlukan
dalam masyarakat selain peran mereka yang terpuji dalam rumah tangga dan
Alkitab tidak menghalanginya. Tetapi sekalipun begitu, Alkitab dengan jelas
menyebutkan adanya perbedaan kodrati dalam penciptaan kaum laki-laki dan kaum
perempuan. Kaum laki-laki memang diberi perlengkapan otot yang lebih kuat dan
daya juang yang lebih besar, tetapi kaum perempuan diberi tugas sebagai
'penolong' yang sejodoh yang sekaligus menjadi ibu anak-anak yang dilahirkan
dari rahimnya.
Gerakan feminisme sudah
berada di tengah-tengah kita, peran kaum perempuan yang cenderung dimarginalkan
dalam masyarakat 'patriachy' sekarang sudah mulai menunjukkan ototnya. Semua
perlu terbuka akan kritik kaum perempuan yang dikenal sebagai penganut
'feminisme' tetapi feminisme harus pula mendengarkan kritikan dari kaum
perempuan sendiri maupun kaum laki-laki agar 'persamaan' (equality) tidak
kemudian menjurus pada 'kebebasan' (liberation) yang tidak bertanggung jawab.
MENGAPA ADA
FEMINISME?
Sejarah dunia menunjukkan
bahwa secara umum kaum perempuan (feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang
dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki (maskulin) khususnya dalam masyarakat
yang patriachal sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan,
dan lebih-lebih politik hak-hak kaum ini biasanya memang lebih inferior
ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat
tradisional yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan,
di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami
perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropah dan terjadinya Revolusi
Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya kemudian melanda Amerika Serikat dan ke
seluruh dunia.
Suasana demikian diperparah
dengan adanya fundamentalisme agama yang cenderung melakukan opresi terhadap
kaum perempuan. Di lingkungan agama Kristen pun ada praktek-praktek dan
kotbah-kotbah yang menunjang situasi demikian, ini terlihat dalam fakta bahwa
banyak gereja menolak adanya pendeta perempuan bahkan tua-tua jemaat pun hanya
dapat dijabat oleh pria. Banyak kotbah-kotbah mimbar menempatkan perempuan
sebagai mahluk yang harus 'tunduk kepada suami!' (Efs.5:22) dengan
menafsirkannya secara harfiah dan tekstual seakan-akan mempertebal perendahan
terhadap kaum perempuan itu.
Dari latar belakang
demikianlah di Eropah berkembang gerakan untuk 'menaikkan derajat kaum
perempuan' tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat
terjadi revolusi sosial dan politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan
mulai mencuat. Di tahun 1792 Mary Wollstonecraft membuat karya tulis berjudul
'Vindication of the Right of Woman' yang isinya dapat dikata meletakkan dasar
prinsip-prinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-40 sejalan
terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak-hak kaum prempuan mulai
diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka diberi
kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini
hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.
Gelombang feminisme di
Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era reformasi dengan terbitnya
buku 'The Feminine Mystique' yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963.
Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk
organisasi wanita bernama 'National Organization for Woman' (NOW) di tahun 1966
gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan,
tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya 'Equal Pay Right'
(1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan
memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan 'Equal
Right Act' (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam
segala bidang.
Gerakan perempuan atau
feminisme berjalan terus, soalnya sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan,
kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Di tahun
1967 dibentuklah 'Student for a Democratic Society' (SDS) yang mengadakan
konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang
sama, dari sinilah mulai muncul kelompok 'feminisme radikal' dengan membentuk
'Women's Liberation Workshop' yang lebih dikenal dengan singkatan 'Women's
Lib.' Women's Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan
kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih
seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara
terbuka memprotes diadakannya 'Miss America Pegeant' di Atlantic City yang
mereka anggap sebagai 'pelecehan terhadap kaum wanita' dan 'komersialisasi
tubuh perempuan.' Gema 'pembebasan kaum perempuan' ini kemudian mendapat
sambutan di mana-mana di seluruh dunia.
Melihat itikad baik kaum
perempuan ini sebenarnya gerakan ini semestianya mendapat dukungan bukan saja
dari kaum perempuan tetapi juga seharusnya dari kaum laki-laki, tetapi mengapa
kemudian banyak kritik diajukan kepada mereka?
SASARAN KRITIK
Sebenarnya bangkitnya
gerakan kaum perempuan itu banyak mendapat simpati bukan saja dari kaum
perempuan sendiri tetapi juga dari banyak kaum laki-laki, tetapi perilaku
kelompok feminisme radikal yang bersembunyi di balik 'women's liberation' telah
melakukan usaha-usaha yang lebih radikal yang berbalik mendapat kritikan dan
tantangan dari kaum perempuan sendiri dan lebih-lebih dari kaum laki-laki.
Organisasi-organisasi agama kemudian juga menyatakan sikapnya yang kurang
menerima tuntutan 'Women's Lib' itu karena mereka kemudian banyak mengusulkan pembebasan
termasuk pembebasan kaum perempuan dari agama dan moralitasnya yang mereka
anggap sebagai kaku dan buah dari 'agama patriachy' atau 'agama kaum
laki-laki.'
Memang memperjuangkan
kesamaan hak dalam memperoleh pekerjaan, gaji yang layak, perumahan maupun
pendidikan harus diperjuangkan, dan bahkan pemberian hak-suara kepada kaum
perempuan juga harus diperjuangkan, tetapi kaum perempuan juga harus sadar
bahwa secara kodrati mereka lebih unggul dalam kehidupan sebagai pemelihara
keluarga, itulah sebabnya adalah salah kaprah kalau kemudian hanya karena kaum
perempuan mau bekerja lalu kaum laki-laki harus tinggal di rumah memelihara
anak-nak dan memasak. Bagaimanapun kehidupan modern, kaum perempuan harus tetap
menjadi ibu rumah tangga. Ini tidak berarti bahwa kaum perempuan harus selalu
berada di rumah, ia dapat mengangkat pembantu atau suster bila penghasilan
keluarga cukup dan kepada mereka dapat didelegasikan beberapa pekerjaan rumah
tangga, tetapi sekalipun begitu seorang isteri harus tetap menjadi ibu rumah
tangga yang bertanggung jawab dan rumah tangga tidak dilepaskan begitu saja.
Bila semula gerakan kaum
perempuan 'feminisme' itu lebih mengarah pada perbaikan nasib hidup dam
kesamaan hak, kelompok radikal 'Women's Lib' telah mendorongnya untuk mengarah
lebih jauh dalam bentuk kebebasan yang tanpa batas dan telah menjadikan
feminisme menjadi suatu 'agama baru.'
Sebenarnya kendala yang
dihadapi 'feminisme' bukan saja dari luar tetapi dari dalam juga. Banyak kaum
perempuan memang karena tradisi yang terlalu melekat masih lebih senang
'diperlakukan demikian,' atau bahkan ikut mengembangkan perilaku 'maskulinisme'
dimana laki-laki dominan Sebagai contoh dalam soal pembebasan kaum perempuan
dari 'pelecehan seksual' banyak kaum perempuan yang karena dorongan ekonomi
atau karena kesenangannya pamer justru mendorong meluasnya prostitusi dan
pornografi. Banyak kaum perempuan memang ingin cantik dan dipuji kecantikannya
melalui gebyar-gebyar pemilihan 'Miss' ini dan 'Miss" itu, akibatnya usaha
menghentikan yang dianggap 'pelecehan'itu terhalang oleh sikap sebagian kaum
perempuan sendiri yang justru 'senang berbuat begitu.'
Kendala juga datang dari
kaum laki-laki. Kita tahu bahwa secara tradisional masyarakat pada umumnya
menempatkan kaum laki-laki sebagai 'penguasa masyarakat,' (male dominated
society) bahkan masyarakat agama dengan ajaran-ajarannya yang orthodoks
cenderung mempertebal perilaku demikian. Dalam agama-agama sering terjadi
'pelacuran kuil' dimana banyak gadis-gadis harus mau menjadi 'pengantin' para
pemimpin agama seperti yang dipraktekkan dalam era modern oleh 'Children of
God' dan 'Kelompok David Koresh', dan di kalangan Islam fundamentalis banyak
dipraktekkan di samping poligami juga bahwa kaum perempuan dihilangkan
identitas rupanya dengan memakai kerudung sekujur badannya atau bahwa kaum
perempuan tidak boleh menjadi pemimpin yang membawahi laki-laki, dan bukan
hanya itu ada kelompok agama di Afrika yang mengharuskan kaum perempuan disunat
hal mana tentu mendatangkan penderitaan yang tak habis-habisnya bagi kaum
perempuan. Di segala bidang jelas kesamaan hak kaum perempuan sering diartikan
oleh kaum laki-laki sebagai pengurangan hak kaum laki-laki, dan kaum perempuan
kemudian menjadi saingan bahkan kemudian ingin menghilangkan dominasi kaum laki-laki
di masyarakat!
Kritikan prinsip yang
dilontarkan pada feminisme khususnya yang radikal (Women's Lib) adalah bahwa
mereka dalam obsesinya kemudian 'mau menghilangkan semua perbedaan yang ada
antara perempuan dan laki-laki.' Jelas sikap radikal yang mengabaikan perbedaan
kodrat antara kaum perempuan dan laki-laki itu tidak realistis karena faktanya
toh berbeda dan menghasilkan dilema, sebab kalau kaum perempuan dilarang
meminta cuti haid karena kaum laki-laki tidak haid pasti timbul protes,
sebaliknya tentu pengusaha akan protes kalau kaum laki-laki diperbolehkan ikut
menikmati 'cuti haid dan hamil' padahal mereka tidak pernah haid dan tidak
mungkin hamil. Kesalahan fatal feminisme radikal ini kemudian menjadikan
laki-laki bukan lagi sebagai mitra atau partner tetapi sebagai 'saingan'
(rival) bahkan 'musuh ' (enemy)!' Sikap feminisme yang dirusak citranya oleh
kelompok radikal sehingga menjadikannya 'sangat eksklusif' itulah yang kemudian
mendapat kritikan luas.
Kritikan lain juga diajukan
adalah karena dalam membela kaum perempuan dari sikap 'pelecehan seksual;'
mereka kemudian ingin melakukan kebebasan seksual tanpa batas, seperti 'Women's
Lib' mendorong kebebasan seksual sebebas-bebasnya termasuk melakukan
masturbasi, poliandri, hubungan seksual antara orang dewasa dan anak-anak,
lesbianisme, bahkan liberalisasi aborsi dalam setiap tahap kehamilan. Kebebasan
ini tidak berhenti disini karena ada kelompok radikal yang 'menolak peran kaum
perempuan sebagai ibu rumah tangga' dan menganggap 'perkawinan' sebagai
belenggu. Andrea Dworkin bahkan menganggap 'hubungan seksual antara laki-laki
dan perempuan tidak beda dengan perkosaan!'
Di kalangan agama Kristen,
feminisme itu lebih lanjut mempengaruhi beberapa teolog-perempuan yang
menghasilkan usulan agar sejarah Yesus yang sering disebut sebagai 'History'
diganti dengan 'Herstory' dan lebih radikal lagi agar semua kata 'Bapa' untuk
menyebut Allah dalam Alkitab harus diganti dengan kata 'Ibu.' Ibadat dan
pengakuan iman (Credo) tidak lagi menyebut 'Allah Bapa tetapi Allah Ibu' atau
the 'Mother Goddess,' bahkan lambang salib perlu diganti dengan meletakkan
tanda O (bulatan) tepat diatas lambang salib Kristus sehingga menjadi lambang
kaum perempuan.
Kita sekarang menghadapi era
informasi dimana kedudukan kaum perempuan di banyak segi bisa lebih unggul dari
kedudukan kaum laki-laki. Dalam hal dimana kedudukan isteri lebih baik daripada
suami memang keadaanya bisa sukar dipecahkan, tetapi keluarga Kristen tentunya
harus memikirkan dengan serius pentingnya peran ibu rumah tangga demi menjaga
kelangsungan keturunan yang 'takut akan Tuhan' (Maz.78:1-, dan disinilah
pengorbanan seorang ibu perlu dipuji. Dalam hal seorang ibu berkorban untuk
mendahulukan keluarga sehingga bagi mereka karier dinomorduakan atau dijabat
dengan 'paruh waktu' lebih-lebih selama anak-anak masih kecil, seharusnya para
suami bisa lebih toleran menjadi 'penolong' bagi isteri dalam tugas ini.
Sungguh sangat disayangkan
bahwa banyak tokoh-tokoh perempuan sendiri tidak mengakui 'pekerjaan ibu rumah
tangga sebagai profesi' dan menganggapnya lebih inferior daripada misalnya
pekerjaan sebagai dokter, pengacara atau pengusaha, dalam sikap ini kita dapat
melihat sampai di mana kuku feminisme radikal sudah pelan-pelan menusuk daging.
Pernah ketika ada kunjungan Gorbachev,
Presiden Rusia waktu itu, yang berkunjung ke Amerika Serikat, isterinya 'Raisa'
bersama 'Barbara', isteri presiden Amerika Serikat George Bush, diundang untuk
berbicara disuatu 'Universitas perempuan yang terkenal.' Ketika keduanya
berbicara, sekelompok perempuan yang bergabung dengan 'women's lib' meneriakkan
yel-yel bahkan membawa poster yang mencemooh mereka karena mereka hanya menjadi
ibu rumah tangga yang tidak bisa mempunyai karier sendiri. Bahkan, beberapa
profesor perempuan menolak hadir karena merasa direndahkan bila mendengar
pembicara perempuan yang hanya seorang ibu rumah tangga. Pembawa Acara,
menanggapi kritikan-kritikan itu kemudian berkomentar bahwa 'memang keduanya
adalah ibu rumah tangga, tetapi karena dampingan keduanya, dua orang paling
berkuasa di dunia dapat menciptakan kedamaian di dunia, suatu profesi luhur
yang tiada taranya!'
SEBUAH INTROSPEKSI
Dibalik kritikan yang
ditujukan terhadap 'Women's Lib' khususnya dan 'Feminisme' umumnya, kita perlu
melakukan introspeksi karena sebenarnya 'feminisme' itu timbul sebagai reaksi
atas sikap kaum laki-laki yang cenderung dominan dan merendahkan kaum
perempuan. Ini terjadi bukan saja di kalangan umum tetapi lebih-lebih di
kalangan yang mengatasnamakan agama memang sering berperilaku menekan kepada
kaum perempuan.
Dalam menyikapi 'feminisme'
sebagai suatu gerakan, kita harus berhati-hati untuk tidak menolaknya secara
total, sebab sebagai 'gerakan persamaan hak' harus disadari bahwa usaha gerakan
itu baik dan harus didukung bahkan diusahakan oleh kaum-laki-laki yang dianggap
bertanggung jawab atas kepincangan sosial-ekonomi-hukum-politis di masyarakat
itu khususnya yang menyangkut gender. Yang perlu diwaspadai adalah bila
feminisme itu mengambil bentuk radikal melewati batas kodrati sebagai 'gerakan
pembebasan kaum perempuan' seperti yang secara fanatik diperjuangkan oleh
'Women's Lib.'
Bagi umat Kristen, baik umat
yang tergolong kaum perempuan maupun kaum-laki-laki, keberadaan 'sejarah
Alkitab' harus diterima sebagai 'History' dan data-data para patriach
(bapa-bapa Gereja) tidak perlu diubah karena masa primitif dan agraris memang
mendorong terjadinya dominasi kaum laki-laki, tetapi sejak masa industri
lebih-lebih masa informasi, kehadiran peran kaum perempuan memang diperlukan
dalam masyarakat selain peran mereka yang terpuji dalam rumah tangga dan
Alkitab tidak menghalanginya. Tetapi sekalipun begitu, Alkitab dengan jelas
menyebutkan adanya perbedaan kodrati dalam penciptaan kaum laki-laki dan kaum
perempuan. Kaum laki-laki memang diberi perlengkapan otot yang lebih kuat dan
daya juang yang lebih besar, tetapi kaum perempuan diberi tugas sebagai
'penolong' yang sejodoh yang sekaligus menjadi ibu anak-anak yang dilahirkan
dari rahimnya.
Gerakan feminisme sudah
berada di tengah-tengah kita, peran kaum perempuan yang cenderung dimarginalkan
dalam masyarakat 'patriachy' sekarang sudah mulai menunjukkan ototnya. Semua
perlu terbuka akan kritik kaum perempuan yang dikenal sebagai penganut
'feminisme' tetapi feminisme harus pula mendengarkan kritikan dari kaum
perempuan sendiri maupun kaum laki-laki agar 'persamaan' (equality) tidak
kemudian menjurus pada 'kebebasan' (liberation) yang tidak bertanggung jawab.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as