Metode dan Analisis terhadap Pemberitaan
Oleh Ashadi Siregar
Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerbitan Yogyakarta-LP3Y
(1)
Hubungan sosiologis institusi dan publiknya dalam bingkai etik pada hakekatnya
bertujuan untuk membangun kredibilitas dan keterhormatan. Inilah raison
d\\\\\\'etre dari keberadaan suatu ombudsman. Fungsi utama ombudsman
adalah untuk menghadapi persoalan yang muncul dari kekecewaan publik atas
kinerja suatu institusi. Untuk tujuan jangka pendek adalah mencari jalan yang
memuaskan bagi publik dan institusi tersebut. Tujuan jangka panjangnya adalah
mengusahakan shared values atas dasar rasionalitas dan akal sehat
dalam setiap hubungan sosiologis. Implikasinya adalah menghadirkan institusi secara
terhormat di tengah publiknya. Lewat upaya obyektif untuk melihat suatu
persoalan, maka keberadaan institusi di tengah publiknya akan lebih kredibel,
sebab publik yakin bahwa institusi "yang didukungnya tidak mengecewakannya
sebab memperhatikan hak-haknya.
Ketidak-puasan publik atas kinerja dan output institusi pada
tahap awal diwujudkan dengan keluhan atau pengaduan (complaint)
terhadap institusi dalam konteks hubungan sosiologis pada bingkai etik. Jika
publik tidak menempuh jalan ini, tetapi langsung mengajukan somasi (teguran
dalam bingkai hukum), menunjukkan bahwa kaidah etik profesi tidak diakui atau
tidak dikenal oleh publik. Dengan kata lain, kaidah etik yang dianut oleh
profesi pengelola institusi tidak berfungsi sebagai acuan nilai bersama (shared
values) dengan publik.
Keberadaan media pers dalam platform kebebasan pers,
dengan begitu kehadirannya perlu dilihat dengan perspektif hak asasi manusia
(HAM). Bahwa pers dihadirkan bukan untuk jurnalis, juga bukan untuk kekuasaan
kekuatan modal (internal dan eksternal) yang menghidupi perusahaan pers, atau
juga bukan untuk kekuasaan (negara dan kekuatan politik) yang melingkupinya.
Maka kebebasan pers (freedom of the press) dihayati bukan sebagai hak
pengelola media pers dan jurnalis, dan juga bukan hak penguasa (ekonomi dan
politik) untuk menjadikannya sebagai alat untuk menguasai alam pikiran
masyarakat.
Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia,
yaitu hak manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. (lihat Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia Pasal 19 dan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik
Pasal 19). Istilah kebebasan pers sebenarnya nama generik untuk seluruh hak
bersifat asasi warga masyarakat, berupa hak untuk memperoleh informasi (right
to know) yang diperlukan dalam membentuk dan membangun secara bebas
pemikiran dan pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk menyatakan pikiran dan
pendapat di pihak lain (right to speech). Makna ini berkaitan dengan
tersedianya informasi secara bebas, baik informasi sosial maupun estetis di tengah
masyarakat. Dan kiranya kegiatan ini menjadi penyangga bagi terbangun dan
terpeliharanya peradaban manusia. Media pers dan jurnalis hanya salah satu di
antara sekian banyak pelaksana bagi kedua hak asasi ini.
(2)
Gangguan terhadap kebebasan pers, merupakan urusan setiap pihak, manakala right
to know dan right to express di lingkungan masyarakatnya
terhalang akibat tekanan kekuasaan. Dari sini dapat diterima pandangan bahwa
yang perlu dijaga dan didukung bukanlah media pers dan jurnalisnya, melainkan kebebasan
pers. Soalnya, pers dan jurnalis dapat terjerumus menjadi bagian dari
"kejahatan" kekuasaan. Sedangkan gangguan terhadap kebebasan pers ini
kerusakannya tidak hanya dilihat pada lingkungan suatu masyarakat, tetapi lebih
jauh dapat merugikan pada tataran peradaban.
Dari sini dapat dibayangkan pentingnya upaya menjaga kebebasan
pers. "Musuh" yang mengancam kebebasan pers, pertama bersifat
internal yaitu jurnalis dan pengelola media pers, berupa penyalah-gunaan media
pers demi kepentingan-kepentingan pragmatis sendiri. Kedua bersifat eksternal
yaitu kekuasaan (negara dan modal) yang berpretensi menggunakan media pers
untuk kepentingan sendiri, sehingga media pers bukan sebagai forum bebas bagi
kebenaran, tetapi hanya menjadi alat untuk merekayasa masyarakat.
Upaya menjaga dan mengembangkan kebebasan pers ditempuh
melalui sikap kritis dalam menghadapi keluaran media massa di tengah masyarakat
di satu pihak, dan memberikan perhatian dan perlindungan bagi jurnalis yang
menjalankan jurnalisme dalam pers bebas (free press) pada pihak lain.
Kegiatan ini terdiri atas 2 kelompok besar, pertama berupa langkah pemantauan
terhadap tampilan media massa (media watch). Dan kedua, perlindungan
terhadap jurnalis (protect for journalist) dalam menjalankan tugas
jurnalisme dalam standar profesional.
(3)
Pemantauan media biasanya dilakukan dalam tiga tingkat, yaitu oleh dan dari
media sendiri, oleh lembaga profesi dan oleh masyarakat. Pengawasan oleh media
sendiri biasanya dilakukan di lingkungan media besar, dengan mengadakan lembaga
ombudsman yang menjalankan fungsi meneliti setiap penyimpangan yang dilakukan
oleh pekerja profesional di media bersangkutan. Anggota ombudsman ini adalah
person yang diminta secara khusus oleh media untuk memeriksa hasil kerja dan
sekaligus prosedur kerja dari pekerja profesional, jika terjadi komplain atau
protes dari warga masyarakat mengenai isi/muatan media.
Yang kedua, instansi yang melakukan pengawasan dari organisasi
profesi dimana pekerja profesional bergabung. Juga melakukan pengujian atas
hasil kerja dan prosedur kerja dari anggotanya yang menjadi pekerja profesional
di suatu media, atas permintaan media manakala ada komplain atau protes warga
masyarakat atas hasil kerja dari yang bersangkutan. Dengan kata lain, media
meminta organisasi profesi memeriksa anggotanya yang merugikan warga
masyarakat.
Yang ketiga, dilakukan oleh lembaga/institusi dalam masyarakat
yang melakukan pengamatan terus menerus atas isi/muatan media untuk menjaga hak
warga masyarakat. Pengamatan ini dilakukan terus-menerus, ada atau tidak ada
komplain atau protes masyarakat. Berbeda dengan ombudsman bagi media ataupun
organisasi profesi, institusi media watch dari masyarakat ini tidak
perlu meneliti standar prosedur kerja dari pekerja profesional. Pengawasan
dapat dilakukan dengan konsentrasi sepenuhnya atas informasi yang muncul di
media. Pemeriksaan atas standar prosedur kerja tidak perlu dijalankan, karena
institusi media watch masyarakat tidak mengeluarkan sanksi, berbeda halnya
dengan ombudsman dan organisasi profesi yang dalam setiap pengawasannya harus
mengeluarkan rekomendasi berupa sanksi atau pembebasan.
Keberadaan lembaga pemantau media sebagai bagian dalam upaya
menjaga kebebasan pers. Dengan hadirnya media watch, diperlukan juga
adanya kesadaran dari dalam pengelola media ataupun pengamat media untuk terus
menerus mencermati/melihat (to watch) fungsi sosial media di
masyarakat dan jika ditemukan hal-hal yang berisi kegagalan pers menjalankan
fungsi sosialnya maka selayaknya lembaga media watch ini dapat memberi
solusi terbaik. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan
keberadaan lembaga media watch (Pasal 17):
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa :
a) memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan
kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b) menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kualitas pers nasional.
Untuk melaksanakan program media watch tersebut
diperlukan adanya penguasaan pengetahuan teoritik konseptual dan metodologi
penelitian analisis isi bagi para media analyst (analis media) dan pelaksana
monitoring (surveyor), terutama dalam menyusun dan mengaplikasikan instrumen
monitoring.
(4)
Kompetensi penelitian (analisis) isi media (content analysis media)
dengan menggunakan metode kuantitatif yang bertumpu kepada instrumen
penelitian. Pilihan metodologi ini dengan pertimbangan bahwa penelitian semacam
ini dapat dikerjakan oleh tim, dengan kapasitas personel yang disiapkan secara
khusus untuk tujuan penelitian spesifik. Ini perlu dibedakan dari penelitian
dengan metodologi kualitatif, semacam metode "grounded" (untuk
penelitian sosial) dan analisis wacana (untuk penelitian isi media), yang hanya
dapat dikerjakan oleh peneliti senior karena sangat bertumpu kepada kapasitas
personal dari peneliti.
Analisis isi (content analysis) adalah teknik
penelitian untuk memaparkan isi yang dinyatakan (manifest) secara
objektif, sistematik, dan kuantitatif, dengan mempertalikan pada makna
kontekstual. Isi yang manifes sebagai obyek kajian dalam analisis isi,
sementara isi bersifat implisit hanya dapat dianalisis jika telah ditetapkan
lebih dulu melalui unit yang bersifat kontekstual atas obyek kajian untuk
menangkap pesan yang bersifat tersirat tersebut.
Kajian isi media disebut obyektif jika ketentuan-ketentuan
dalam instrumen yang digunakan dirumuskan dengan kriteria yang dapat menghindari
multi interpretasi, sehingga pengkaji berbeda dengan menjalankan instrumen yang
sama atas obyek yang sama akan memperoleh data dan kesimpulan yang sama, dengan
derajat eror yang rendah. Dengan kata lain, melalui kriteria kerja,
interpretasi subyektif dari person-person yang berbeda dapat menghasilkan hal
yang sama. Sedangkan pengertian sistematik merupakan seleksi dan analisis data
didasarkan pada langkah-langkah yang terencana dan tidak bias. Sementara unsur
kuantitatif yang menjadi ciri kajian analisis isi terlihat dari hasilnya yang
diwujudkan dalam angka, dapat berupa distribusi frekuensi, tabel kontingensi,
koefisien korelasi, atau lainnya.
Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya
yang khas. Pertama, dengan metode ini, pesan media bersifat otonom, sebab
peneliti tidak bisa mempengaruhi obyek yang dihadapinya. Perhatian peneliti
hanya pada pesan yang sudah lepas dari penyampainya, karenanya kehadiran
peneliti tidak menganggu atau berpengaruh terhadap penyampai dalam mengeluarkan
pesannya. Dengan kata lain, penyampai pada saat mengeluarkan pesan, tidak ada
hubungannya dengan sang peneliti. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan atas
percakapan yang berlangsung dalam komunikasi antar perorangan, peneliti sebagai
orang luar yang sama sekali tidak mencampuri mekanisme percakapan yang sedang
berlangsung. la hanya perlu merekam percakapan tersebut, dan menganalisisnya
setelah terpisah dari pihak-pihak yang bercakap-cakap.
Kedua, dengan metode ini materi yang tidak berstruktur dapat diterima,
tanpa si penyampai harus memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur si
peneliti. Bandingkanlah dengan metode survai misalnya, dengan responden
"dipaksa" untuk memberikan informasi sesuai dengan struktur materi
data yang diinginkan oleh peneliti. Dalam metode analisis isi, penyampai telah
mengeluarkan pernyataannya sesuai dengan strukturnya sendiri. Si penelitilah
yang harus menyesuaikan diri dengan struktur pesan si penyampai, meskipun tidak
sesuai dengan struktur metodenya dalam penelitian yang sedang dijalankannya.
(5)
Praktik pemantauan media dapat dilakukan dengan mengamati dan menganalisis
produk media, baik media cetak maupun media elektronik (radio dan televisi)
dengan berfokus pada aspek-aspek antara lain:
• Kepentingan kekuasaan politik.
• Kepentingan kekuasaan ekonomi.
• Kepentingan kekuasaan budaya/komunalisme.
• Kepentingan media massa.
• Kolusi antara media massa dan kekuasaan (politik, ekonomi,
budaya/komunalisme
Secara konvensional analisis isi atas media pers/jurnalisme bertolak dari
kecenderungan antara lain:
• Sifat fakta / opini atau empiris (factuality).
• Keseimbangan (balance).
• Liputan dua pihak (fairness).
• Tidak berpihak (impartiality).
Kerangka metode analisis isi dapat dijabarkan (Berelson dalam Krippendorff,
1980) sebagai berikut:
• menggambarkan kecenderungan dalam isi media
• menelusuri perkembangan aliran pemikiran
• menjembatani perbedaan dalam isi komunikasi
• membandingkan tingkat pengunaan media
• melihat isi komunikasi dihadapkan dengan tujuan komunikasi
• membantu penelitian lain (misal: mengkode jawaban untuk pertanyaan
terbuka dalam teknik survai)
• membukakan kecenderungan teknik propaganda
• mengukur tingkat keterbacaan ("readability") mated
komunikasi
• mengidentifikasi gaya tulisan yang khas
• mengidentifikasi maksud dan sifat lain dari komunikasi
• menentukan situasi psikologis orang atau kelompok
• menemukan hakekat propaganda yang resmi (terbuka)
• tujuan intelejen politik dan militer
• mengidentifikasi sikap, kepentingan dan nilai (pola kultural) dari
kelompok-kelompok penduduk
• membukakan fokus perhatian
• menggambarkan respon berupa sikap dan perilaku terhadap
komunikasi.
Pemaparan hal-hal di atas pada dasarnya ingin
menggambarkan obyek kajian yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti dalam metode analisis isi. Tujuan penelitian, atau jawaban yang ingin
diperoleh dari obyek kajiannya, merupakan dua hal tak terpisahkan. Karenanya,
perencanaan yang secara jelas menggambarkan tujuan yang ingin dipenuhi serta
obyek yang bakal dijadikan kajian yang menjadi landasan data, menjadi landasan
dalam metode ini. Dalam pada itu, sebagaimana setiap kegiatan akademik, kaidah
dalam metodologi yaitu validitas dan reliabilitas merupakan tuntutan yang harus
dipenuhi
Oleh Ashadi Siregar
Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerbitan Yogyakarta-LP3Y
(1)
Hubungan sosiologis institusi dan publiknya dalam bingkai etik pada hakekatnya
bertujuan untuk membangun kredibilitas dan keterhormatan. Inilah raison
d\\\\\\'etre dari keberadaan suatu ombudsman. Fungsi utama ombudsman
adalah untuk menghadapi persoalan yang muncul dari kekecewaan publik atas
kinerja suatu institusi. Untuk tujuan jangka pendek adalah mencari jalan yang
memuaskan bagi publik dan institusi tersebut. Tujuan jangka panjangnya adalah
mengusahakan shared values atas dasar rasionalitas dan akal sehat
dalam setiap hubungan sosiologis. Implikasinya adalah menghadirkan institusi secara
terhormat di tengah publiknya. Lewat upaya obyektif untuk melihat suatu
persoalan, maka keberadaan institusi di tengah publiknya akan lebih kredibel,
sebab publik yakin bahwa institusi "yang didukungnya tidak mengecewakannya
sebab memperhatikan hak-haknya.
Ketidak-puasan publik atas kinerja dan output institusi pada
tahap awal diwujudkan dengan keluhan atau pengaduan (complaint)
terhadap institusi dalam konteks hubungan sosiologis pada bingkai etik. Jika
publik tidak menempuh jalan ini, tetapi langsung mengajukan somasi (teguran
dalam bingkai hukum), menunjukkan bahwa kaidah etik profesi tidak diakui atau
tidak dikenal oleh publik. Dengan kata lain, kaidah etik yang dianut oleh
profesi pengelola institusi tidak berfungsi sebagai acuan nilai bersama (shared
values) dengan publik.
Keberadaan media pers dalam platform kebebasan pers,
dengan begitu kehadirannya perlu dilihat dengan perspektif hak asasi manusia
(HAM). Bahwa pers dihadirkan bukan untuk jurnalis, juga bukan untuk kekuasaan
kekuatan modal (internal dan eksternal) yang menghidupi perusahaan pers, atau
juga bukan untuk kekuasaan (negara dan kekuatan politik) yang melingkupinya.
Maka kebebasan pers (freedom of the press) dihayati bukan sebagai hak
pengelola media pers dan jurnalis, dan juga bukan hak penguasa (ekonomi dan
politik) untuk menjadikannya sebagai alat untuk menguasai alam pikiran
masyarakat.
Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia,
yaitu hak manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. (lihat Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia Pasal 19 dan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik
Pasal 19). Istilah kebebasan pers sebenarnya nama generik untuk seluruh hak
bersifat asasi warga masyarakat, berupa hak untuk memperoleh informasi (right
to know) yang diperlukan dalam membentuk dan membangun secara bebas
pemikiran dan pendapatnya di satu pihak, dan hak untuk menyatakan pikiran dan
pendapat di pihak lain (right to speech). Makna ini berkaitan dengan
tersedianya informasi secara bebas, baik informasi sosial maupun estetis di tengah
masyarakat. Dan kiranya kegiatan ini menjadi penyangga bagi terbangun dan
terpeliharanya peradaban manusia. Media pers dan jurnalis hanya salah satu di
antara sekian banyak pelaksana bagi kedua hak asasi ini.
(2)
Gangguan terhadap kebebasan pers, merupakan urusan setiap pihak, manakala right
to know dan right to express di lingkungan masyarakatnya
terhalang akibat tekanan kekuasaan. Dari sini dapat diterima pandangan bahwa
yang perlu dijaga dan didukung bukanlah media pers dan jurnalisnya, melainkan kebebasan
pers. Soalnya, pers dan jurnalis dapat terjerumus menjadi bagian dari
"kejahatan" kekuasaan. Sedangkan gangguan terhadap kebebasan pers ini
kerusakannya tidak hanya dilihat pada lingkungan suatu masyarakat, tetapi lebih
jauh dapat merugikan pada tataran peradaban.
Dari sini dapat dibayangkan pentingnya upaya menjaga kebebasan
pers. "Musuh" yang mengancam kebebasan pers, pertama bersifat
internal yaitu jurnalis dan pengelola media pers, berupa penyalah-gunaan media
pers demi kepentingan-kepentingan pragmatis sendiri. Kedua bersifat eksternal
yaitu kekuasaan (negara dan modal) yang berpretensi menggunakan media pers
untuk kepentingan sendiri, sehingga media pers bukan sebagai forum bebas bagi
kebenaran, tetapi hanya menjadi alat untuk merekayasa masyarakat.
Upaya menjaga dan mengembangkan kebebasan pers ditempuh
melalui sikap kritis dalam menghadapi keluaran media massa di tengah masyarakat
di satu pihak, dan memberikan perhatian dan perlindungan bagi jurnalis yang
menjalankan jurnalisme dalam pers bebas (free press) pada pihak lain.
Kegiatan ini terdiri atas 2 kelompok besar, pertama berupa langkah pemantauan
terhadap tampilan media massa (media watch). Dan kedua, perlindungan
terhadap jurnalis (protect for journalist) dalam menjalankan tugas
jurnalisme dalam standar profesional.
(3)
Pemantauan media biasanya dilakukan dalam tiga tingkat, yaitu oleh dan dari
media sendiri, oleh lembaga profesi dan oleh masyarakat. Pengawasan oleh media
sendiri biasanya dilakukan di lingkungan media besar, dengan mengadakan lembaga
ombudsman yang menjalankan fungsi meneliti setiap penyimpangan yang dilakukan
oleh pekerja profesional di media bersangkutan. Anggota ombudsman ini adalah
person yang diminta secara khusus oleh media untuk memeriksa hasil kerja dan
sekaligus prosedur kerja dari pekerja profesional, jika terjadi komplain atau
protes dari warga masyarakat mengenai isi/muatan media.
Yang kedua, instansi yang melakukan pengawasan dari organisasi
profesi dimana pekerja profesional bergabung. Juga melakukan pengujian atas
hasil kerja dan prosedur kerja dari anggotanya yang menjadi pekerja profesional
di suatu media, atas permintaan media manakala ada komplain atau protes warga
masyarakat atas hasil kerja dari yang bersangkutan. Dengan kata lain, media
meminta organisasi profesi memeriksa anggotanya yang merugikan warga
masyarakat.
Yang ketiga, dilakukan oleh lembaga/institusi dalam masyarakat
yang melakukan pengamatan terus menerus atas isi/muatan media untuk menjaga hak
warga masyarakat. Pengamatan ini dilakukan terus-menerus, ada atau tidak ada
komplain atau protes masyarakat. Berbeda dengan ombudsman bagi media ataupun
organisasi profesi, institusi media watch dari masyarakat ini tidak
perlu meneliti standar prosedur kerja dari pekerja profesional. Pengawasan
dapat dilakukan dengan konsentrasi sepenuhnya atas informasi yang muncul di
media. Pemeriksaan atas standar prosedur kerja tidak perlu dijalankan, karena
institusi media watch masyarakat tidak mengeluarkan sanksi, berbeda halnya
dengan ombudsman dan organisasi profesi yang dalam setiap pengawasannya harus
mengeluarkan rekomendasi berupa sanksi atau pembebasan.
Keberadaan lembaga pemantau media sebagai bagian dalam upaya
menjaga kebebasan pers. Dengan hadirnya media watch, diperlukan juga
adanya kesadaran dari dalam pengelola media ataupun pengamat media untuk terus
menerus mencermati/melihat (to watch) fungsi sosial media di
masyarakat dan jika ditemukan hal-hal yang berisi kegagalan pers menjalankan
fungsi sosialnya maka selayaknya lembaga media watch ini dapat memberi
solusi terbaik. Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers menyatakan
keberadaan lembaga media watch (Pasal 17):
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa :
a) memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan
kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b) menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kualitas pers nasional.
Untuk melaksanakan program media watch tersebut
diperlukan adanya penguasaan pengetahuan teoritik konseptual dan metodologi
penelitian analisis isi bagi para media analyst (analis media) dan pelaksana
monitoring (surveyor), terutama dalam menyusun dan mengaplikasikan instrumen
monitoring.
(4)
Kompetensi penelitian (analisis) isi media (content analysis media)
dengan menggunakan metode kuantitatif yang bertumpu kepada instrumen
penelitian. Pilihan metodologi ini dengan pertimbangan bahwa penelitian semacam
ini dapat dikerjakan oleh tim, dengan kapasitas personel yang disiapkan secara
khusus untuk tujuan penelitian spesifik. Ini perlu dibedakan dari penelitian
dengan metodologi kualitatif, semacam metode "grounded" (untuk
penelitian sosial) dan analisis wacana (untuk penelitian isi media), yang hanya
dapat dikerjakan oleh peneliti senior karena sangat bertumpu kepada kapasitas
personal dari peneliti.
Analisis isi (content analysis) adalah teknik
penelitian untuk memaparkan isi yang dinyatakan (manifest) secara
objektif, sistematik, dan kuantitatif, dengan mempertalikan pada makna
kontekstual. Isi yang manifes sebagai obyek kajian dalam analisis isi,
sementara isi bersifat implisit hanya dapat dianalisis jika telah ditetapkan
lebih dulu melalui unit yang bersifat kontekstual atas obyek kajian untuk
menangkap pesan yang bersifat tersirat tersebut.
Kajian isi media disebut obyektif jika ketentuan-ketentuan
dalam instrumen yang digunakan dirumuskan dengan kriteria yang dapat menghindari
multi interpretasi, sehingga pengkaji berbeda dengan menjalankan instrumen yang
sama atas obyek yang sama akan memperoleh data dan kesimpulan yang sama, dengan
derajat eror yang rendah. Dengan kata lain, melalui kriteria kerja,
interpretasi subyektif dari person-person yang berbeda dapat menghasilkan hal
yang sama. Sedangkan pengertian sistematik merupakan seleksi dan analisis data
didasarkan pada langkah-langkah yang terencana dan tidak bias. Sementara unsur
kuantitatif yang menjadi ciri kajian analisis isi terlihat dari hasilnya yang
diwujudkan dalam angka, dapat berupa distribusi frekuensi, tabel kontingensi,
koefisien korelasi, atau lainnya.
Sisi penting metode analisis isi dapat dilihat dari sifatnya
yang khas. Pertama, dengan metode ini, pesan media bersifat otonom, sebab
peneliti tidak bisa mempengaruhi obyek yang dihadapinya. Perhatian peneliti
hanya pada pesan yang sudah lepas dari penyampainya, karenanya kehadiran
peneliti tidak menganggu atau berpengaruh terhadap penyampai dalam mengeluarkan
pesannya. Dengan kata lain, penyampai pada saat mengeluarkan pesan, tidak ada
hubungannya dengan sang peneliti. Bahkan dalam penelitian yang dilakukan atas
percakapan yang berlangsung dalam komunikasi antar perorangan, peneliti sebagai
orang luar yang sama sekali tidak mencampuri mekanisme percakapan yang sedang
berlangsung. la hanya perlu merekam percakapan tersebut, dan menganalisisnya
setelah terpisah dari pihak-pihak yang bercakap-cakap.
Kedua, dengan metode ini materi yang tidak berstruktur dapat diterima,
tanpa si penyampai harus memformulasikan pesannya sesuai dengan struktur si
peneliti. Bandingkanlah dengan metode survai misalnya, dengan responden
"dipaksa" untuk memberikan informasi sesuai dengan struktur materi
data yang diinginkan oleh peneliti. Dalam metode analisis isi, penyampai telah
mengeluarkan pernyataannya sesuai dengan strukturnya sendiri. Si penelitilah
yang harus menyesuaikan diri dengan struktur pesan si penyampai, meskipun tidak
sesuai dengan struktur metodenya dalam penelitian yang sedang dijalankannya.
(5)
Praktik pemantauan media dapat dilakukan dengan mengamati dan menganalisis
produk media, baik media cetak maupun media elektronik (radio dan televisi)
dengan berfokus pada aspek-aspek antara lain:
• Kepentingan kekuasaan politik.
• Kepentingan kekuasaan ekonomi.
• Kepentingan kekuasaan budaya/komunalisme.
• Kepentingan media massa.
• Kolusi antara media massa dan kekuasaan (politik, ekonomi,
budaya/komunalisme
Secara konvensional analisis isi atas media pers/jurnalisme bertolak dari
kecenderungan antara lain:
• Sifat fakta / opini atau empiris (factuality).
• Keseimbangan (balance).
• Liputan dua pihak (fairness).
• Tidak berpihak (impartiality).
Kerangka metode analisis isi dapat dijabarkan (Berelson dalam Krippendorff,
1980) sebagai berikut:
• menggambarkan kecenderungan dalam isi media
• menelusuri perkembangan aliran pemikiran
• menjembatani perbedaan dalam isi komunikasi
• membandingkan tingkat pengunaan media
• melihat isi komunikasi dihadapkan dengan tujuan komunikasi
• membantu penelitian lain (misal: mengkode jawaban untuk pertanyaan
terbuka dalam teknik survai)
• membukakan kecenderungan teknik propaganda
• mengukur tingkat keterbacaan ("readability") mated
komunikasi
• mengidentifikasi gaya tulisan yang khas
• mengidentifikasi maksud dan sifat lain dari komunikasi
• menentukan situasi psikologis orang atau kelompok
• menemukan hakekat propaganda yang resmi (terbuka)
• tujuan intelejen politik dan militer
• mengidentifikasi sikap, kepentingan dan nilai (pola kultural) dari
kelompok-kelompok penduduk
• membukakan fokus perhatian
• menggambarkan respon berupa sikap dan perilaku terhadap
komunikasi.
Pemaparan hal-hal di atas pada dasarnya ingin
menggambarkan obyek kajian yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti dalam metode analisis isi. Tujuan penelitian, atau jawaban yang ingin
diperoleh dari obyek kajiannya, merupakan dua hal tak terpisahkan. Karenanya,
perencanaan yang secara jelas menggambarkan tujuan yang ingin dipenuhi serta
obyek yang bakal dijadikan kajian yang menjadi landasan data, menjadi landasan
dalam metode ini. Dalam pada itu, sebagaimana setiap kegiatan akademik, kaidah
dalam metodologi yaitu validitas dan reliabilitas merupakan tuntutan yang harus
dipenuhi
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as