Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    pada sebuah karnaval

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 37
    Lokasi : Malang-Indonesia

    pada sebuah karnaval Empty pada sebuah karnaval

    Post by admin Tue Jun 15, 2010 12:57 pm

    Pada Sebuah Karnaval

    Beberapa waktu yang lalu kami menghadiri karnaval, Eid
    karnaval tepatnya,yang diselenggarakan oleh salah satu masjid di South-bay
    sini.

    Lazimnya sebuah karnaval, tentunya meriah dengan macam-macam fun-ride untuk
    anak-anak, cotton-candy,ada juga stand-stand, dan tentu saja...mmm,makanan.
    Menu yang disajikan kali ini kebanyakan ala pakistan dan afganistan. Jadilah
    saya nyicip briyani dan barbeque pakistani-nya.

    Eh kok jadi cerita soal makanan. Membaca resep bakso-nya uni Lila
    danserba-serbi indomie-nya ummu Itqon jadi laper deh. Dingin-dingin begini
    asik kali ya makan bakso pedes. Wah, maaf nih keterusan. Soal makanan tadi,
    ini memang ada hubungannya dengan cerita yang ingin saya tuliskan.

    Tengah asik menyuapi si kecil sambil mengawasi kakak-kakaknya naik
    merry-go-arround [waktu saya bocah dulu, di kampung saya namanya korselatawa
    komedi putar], tiba-tiba seorang sister melintas tergesa di hadapan saya.
    Tadinya sih mau lewat begitu saja, tapi ketika melihat wajah saya, dia lantas
    berbalik mendekat dan duduk tepat di sebelah.

    “Ah sukurlah bukan orang Arab.” ujarnya sambil menghela nafas seraya menarik
    sedikit kerudung di kepalanya yang mencong-mencong.

    “Assalamu'alaikum, sister. Apa kabar ?” tanya saya mencoba menyapa
    denganramah.

    “Alaikum salam. yah baik-baik saja. Anda berasal dari mana sister ?”

    “ Indonesia,” jawab saya.

    “ Di mana itu ya?” tanyanya,”sebelah mananya negara arab?”Ah tipikal. Hampir
    semua orang di lingkungan muslim pun tidak tahu di mana itu Indonesia, atau
    barangkali tidak tahu apakah itu nama negara atauhkah jenis makanan. Saya
    jelaskan sedikit sekalian ngasih tahu kalau Indonesiaitu negara dengan
    penduduk muslim terbesar di dunia. Dia cuma bengong seperti tak percaya.

    “Kok tidak pernah kedengaran ya.” komentarnya. Nah kalau sudah begini, selain
    mangkel, sedih juga rasanya. Kita, muslimin Indonesia yang ratusanjuta
    jumlahnya seperti tak pernah kedengaran perannya sebagai kaum penebarrahmat.
    Bukan sekali dua kalau bertemu sisters mancanegara di sini, mereka tidak tahu
    Indonesia apalagi perannya sebagai pembela ummat Islam.

    Bagaimana tidak mengherankan, kalau di negeri sendiri saja ummat Islam sudah
    dipecundangi dengan sangat memalukan.

    “Mungkin anda saja yang lupa pelajaran geografi.” kata saya sembarime mandang
    wajah arab yang cantik ini, putih kemerahan warna kulitnya.Sayang, ada
    gelisah di matanya.

    “Anda sendiri dari mana ?” tanya saya. Dia sebutkan negara asalnya.

    “Anda tahu di mana itu ?” tanya sister itu.

    “Oh tentu saja. Salah satu negara Arab dan...” saya sebutkan beberapanegara
    lain yang berbatasan dengan negerinya itu serta produk terkenal
    yangdihasilkan negaranya.

    “Anda tahu semua itu ?” tanyanya heran. Saya tersenyum.

    “Maaf,no offense, anda kan bukan orang arab, kenapa anda pakai hijab ?”tanya
    nya tiba-tiba. Belum sempat saya jawab, sister ini buru-burumelanjutkan.

    “Actually..., hijab ini bagi saya adalah beban. Itu sebabnya saya tidak
    maukembali ke negara asal saya, tidak bebas, di sini saya bebas. ..”

    “Mengapa anda berpikir begitu ?” tanya saya.

    “Yah anda tahu kan, kami di negara arab diwajibkan pakai hijab oleh
    negara.Tidak ada kebebasan bagi wanita...tapi di sini saya bisa berbuat apa
    saja.Oh ya saya pakai hijab begini sewaktu-waktu saja, kalau ada
    acarakhusus...sebenarnya saya juga tidak suka bertemu orang arab,
    mengingatkansaya pada kebodohan dan kekasaran saja...”

    “Lalu bagaimana anda bisa sampai ke US ?” tanya saya.

    “Waktu itu ada program pertukaran pelajar keperawatan dan saya termasuk yang
    dikirim kesini. Setelah program selesai, saya bertekad untuk tidak kembali.
    Saya sudah bulat hidup mati di sini. Tapi saya butuh pegangan supaya bisa
    tinggal di sini kan ? Karena itulah lantas saya kawin dengan orang Bule.
    Status saya berubah. Saya sudah citizen di sini sekarang...”ujarnya dengan
    nada bangga.” Saya tidak harus pakai hijab. Saya bisa punyapekerjaan yang
    baik. Masa depan saya terjamin.” lanjutnya.

    “Jadi anda bahagia sekarang ini ya ?” tanya saya, penasaran mengamati
    matalentiknya yang resah.

    “Ah jangan begitulah...” ujarnya seraya membuang pandangan jauh
    kedepan.Dihelanya nafas panjang.

    “Anda tanya soal perkawinan saya kan ? Anda tahu sendiri, orang di sini pagi
    kawin, sore bisa cerai lagi. Atau kalaupun kawin tidak ada jaminan bakalan
    setia, maksudku...yah sewaktu-waktu ganti pasangan...atau punya kencan
    lain...atau tak perlu kawinlah...bikin bengkak beban tax saja...ya memang
    kadang saya masih ketemu dia...”

    “ Bukan soal itu,” kali ini saya yang memotong.

    “Maksud saya anda sudah peroleh kebebasan yang anda inginkan ... apakah anda
    masih akan terus menghindar dari bangsa anda ?”

    “Memang begitu. Kadang saya ingin datang juga ke perayaan muslim macam Ied
    ini, sekadar datanglah, makan-minum, ketemu menu yang cocok di lidah. Tapi
    saya memang nggak nyaman deket-deket orang arab. Nanti dikatakan orang sini
    teroris lagi ....saya malu kalau orang-orang tahu saya ini muslim.”jelasnya.

    Saya jadi teringat cerita seorang teman dari Mesir sewaktu baru pindah rumah.
    Tiba-tiba saja tetangganya datang memohon, “Please, jangan ledakkan rumah
    saya.” Astagfirullah. begitu buruknya gambaran tentang orang Arab atau orang
    Islam di negeri ini.

    “Eh anda belum jawab pertanyaan saya tadi soal hijab.” sister
    itumengingatkan.

    “Negara kami tidak pernah mewajibkan hijab. Kami berhijab karena
    kesadaran.Pada mulanya ini pilihan yang sangat sulit. Sebagian dari kami
    telah kehilangan pekerjaan bahkan kesempatan untuk sekolah karena
    berhijab.Sebagian lagi mengalami cacat seumur hidup akibat penyiksaan karena
    memakai hijab. Belum lagi hinaan dan cemoohan. Tapi muslimah di sana tegar
    dengan pilihannya. Semakin ditekan, kesadaran berislam semakin tumbuh subur.
    Jadisangat ironi dengan apa yang terjadi pada diri anda...”

    “ Hey, bukankah negara anda muslim terbesar...?”

    “Memang benar. Sebagian dari kami percaya bahwa pemerintah sangat toleran
    dengan kaum non muslim. Demi toleransi ini, kalau perlu mayoritas
    mengalah...begitulah kira-kira, selain banyak lagi masalah lain yang rumit
    yang tidak bisa anda bayangkan.” Entah mengapa masih saja ada pembelaan dalam
    jawaban saya. Seburuk-buruknya negeri kita, rasanya masih saja tak rela untuk
    menyebutnya di depan bangsa lain.

    “Jadi kalau negaramu tidak mengharuskan, kenapa kamu mau pakai hijab ? bodoh
    sekali bukan ?” tanyanya lagi.

    “Seperti saya katakan tadi, kami melakukannya karena kesadaran sebagai
    muslimah,” jawab saya.

    “Apa maksudmu ? saya juga muslimah.” sanggahnya.

    “Tahukah anda bahwa tanpa diwajibkan oleh negara anda sekalipun, kewajiban
    berhijab itu tetap ada ? “ saya balik bertanya.

    “Anda membingungkan.” jawabnya.

    “Lihatlah ini.” jawab saya sembaring menyodorkan Qur'an saku padanya. Saya
    bukakan ayat tentang hijab di surat al Ahzab.

    “Maksudmu kewajiban itu adalah perintah Tuhan ..?” tanyanya.

    “Tidakkah anda tahu ? atau pernah membacanya ?”

    “Mmm, no.” jawabnya ragu. Saya jadi berpikir jangan-jangan sister ini bahkan
    tidak punya qur'an di rumahnya.

    “Anda boleh menyimpannya.” lanjut saya. Ia nampak ragu. “Maaf Qur'an ini
    memang sudah lusuh. Maklumlah saya memilikinya sejak lebih dari 13 tahun lalu
    waktu masuk universitas. Setidaknya simpanlah, sampai anda punya yang
    baru...” saya berusaha meyakinkannya.

    “Astaga..selama itu anda menyimpannya ?” tukasnya. Saya tersenyum.

    Yah dia teman saya saat sendirian. Hanya saja saya agak kesulitan
    menghafalnya, mungkin karena tidak mengerti bahasanya. Karenanya saya selalu
    membawanya untuk membaca dan mengingat perintah Tuhan.

    Anda beruntung lahir di negara yang berbahasa al Qur'an.” ujar saya. “ Anda
    tahu, Kebebasan bagi saya adalah terbebasnya dari segala bentuk penghambaan
    kecuali kepada Allah. Itu sebabnya bagi saya berhijab adalah salah satu
    bentuk kebebasan, bukannya beban seperti yang anda rasakan.”

    Dia diam saja. Saat itu hujan mulai turun rintik-rintik. Si sulung dan
    sinomor dua datang sambil berlari-lari kecil.

    “ Is it ashr time ?” tanya si sulung. Saya jawab insya Allah sebentar lagi.

    “Ok,” jawab si sulung. “ Let's wudu” ajaknya kepada adiknya. Saya ikuti
    mereka dengan pandangan sayang. Walau kadang bandel, syukurlah kalau
    soalshalat mereka sangat cinta.

    “Mereka anakmu juga?” tanya sister itu lagi.

    “Ya” jawabku.

    “Berapa umurnya ?”

    “Yang besar hampir 6 tahun, adiknya 4, dan si kecil ini dua bulan lagi tepat
    2 tahun.” jawab saya.

    Sister itu terdiam.

    “Kalau kamu jadi saya, apakah kamu akan stay di negara arab ?” tanyanya
    tiba-tiba.

    “Di manapun kita harus berjuang untuk kebebasan yang sesungguhnya.
    Berjuanguntuk menegakkan nilai-nilai Tuhan. Meski itu di negara Arab. Bila
    itu yang anda perjuangkan, dimana pun insya Allah saya mendukung anda” jawab
    saya.

    “Kalaupun tinggal disini, bila hanya jadi budak nafsu,tidak akan memberi
    kebahagiaan. Anda harus berjuang untuk kebebasan yang sebenarnya...”

    Sore makin terasa dingin. Waktu saya ajak ke dalam masjid untuk shalat ashar,
    dia menggeleng.

    “Saya harus pulang.” tuturnya. Dia melangkah perlahan, kali ini tidaktergesa
    seperti tadi. Saya berdoa mudah-mudahan saja ia masih ingat cara shalat. Di
    dalam masjid saya berjumpa sister Khadijah dari Palestina. Entah mengapa
    tiba-tiba ia berkata,

    “Sesungguhnya tugas terberat kami adalah ....mengislamkan orang-orang Arab
    sendiri.”

    Berceritalah ia tentang sebagian bangsanya yang malu mengaku dirinya muslim.
    Apa saja dilakukan asal bisa terbebas dari atribut keislaman yang identik
    dengan terorisme, keterbelakangan dan belenggu kebebasan.

    Teringat saya dengan kondisi di negara kita yang sebenarnya tidak
    jauhberbeda. Jalan ini masih amat panjang terbentang, mendaki lagi sukar.
    Kian lama kian terasa seakan menggenggam bara. Saya dan anak-anak pulang
    ketika gerimis makin membasah. Dua jagoan kami berceloteh tentang karnaval,
    sementara pikiran saya masih di pertemuan tadi.

    Wa Islama....wa islama..., wahai Islam...wahai Islam, begitulah bisikan syair
    yang terngiang di telinga saya. Bagaimana kita bisa tegak penuh hargadiri jika
    umat Islam sendiri malu dengan agamanya ?

    Bagaimana kita dapat menjadi penebar rahmat kalau kita sendiri jauh dari
    firman sang Pemberi Rahmat?

    Ah..saya jadi ingin merajut malam ini. Tidak, bukan merajut rumah laba-laba
    yang rapuh tapi merajut permadani yang kuat yang bakalan menerbangkan
    anakcucu kami ke alam kebebasan,....bebas mencintai tuhannya.

    Wassalam, Ema
    www.imsa.nu
    “Penulis adalah seorang akhwat di Amerika”

    ==============================================
    Dapatkan cerita - cerita islam menarik di http:// agusw.cjb.net
    menebar SENYUM merajut UKHUWAH
    -----------------------------------------------------------


      Waktu sekarang Sat Nov 23, 2024 5:04 pm