Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    kepala sekolah cerminan sekolah

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 36
    Lokasi : di hati si admin

    kepala sekolah cerminan sekolah Empty kepala sekolah cerminan sekolah

    Post by ratri Mon Jun 14, 2010 9:37 pm

    Benarkah Wajah Sekolah ada pada Kepala Sekolah




    Biasanya
    di awal tahun ajaran baru para orang tua menjadi pusing memikirkan kelanjutan
    pendidikan putera-puteri mereka. Berhadapan dengan biaya sekolah yang mahal dan
    beban ekonomis yang berat rasanya tak kuat lagi hidup di dunia ini. Alhasil,
    mereka cenderung memilih sekolah negeri. Kalau pun ada sekolah swasta maka
    lebih sering putera-puterinya diarahkan kepada sekolah-sekolah swasta yang
    gencar promosinya, walaupun belum mengetahui apa yang sebenarnya yang ada dan
    akan terjadi. Ada juga orang tua yang sering mengklarifikasi eksistensi sekolah
    dan kemajuannya sehingga melihat prospek sekolah sebagai wacana utama sebelum
    menjatuhkan pilihan.

    Namun sedemikian urgennya wacana mengenai kemajuan sekolah tidaklah lebih urgen
    bila orang memberikan atensinya pada kiprah kepala sekolah. Eksplorasi argumen
    dapat diberikan pada pernyataan ini.

    Pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan
    dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung
    diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme orang tua yang terkondisikan pada
    kepercayaan menyekolahkan putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain
    berupa fenomen menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Peserta didik
    dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah.
    Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para
    pendidik sudah pasti atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah.
    Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan.

    Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur
    pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk
    suatu visi dan misi sekolah. Pada level ini, kepala sekolah sering dianggap
    satu atau identik, bahkan secara begitu saja dikatakan bahwa wajah sekolah ada
    pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan hanya
    seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru,
    karyawan dan peserta didik; melainkan konseptor managerial yang
    bertanggungjawab pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan
    efiseiensi kelangsungan pendidikan. Akhirnya, kepala sekolah berperanan sebagai
    manager yang mengelola sekolah. Sayang sekali kalau kedua peran itu yakni
    sebagai tokoh sentral dan manajer dalam sekolah diharubirukan oleh ketakmampuan
    mengatasi aneka krisis yang ada dalam sekolah.

    Krisis Kepemimpinan

    Dualisme kurikulum nasional seakan-akan memberikan pekerjaan rumah tersendiri
    bagi kepala sekolah. Demi standarisasi dan uniformitas, kepala sekolah menerima
    semua mata pelajaran resmi milik para konseptor pendidikan. Sayangnya, peserta
    didik dikorbankan oleh beban pelajaran yang kian menekan. Pengembangan
    kurikulum dengan cara menambah mata pelajaran alternatif bukannya menambah
    gairah belajar peserta didik malah memposisikan peserta didik sebagai robot
    kurikulum. Belum lagi ada pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Kapan mereka
    bermain? Kapan mereka bersosialisasi dengan lingkungan? Sekolah betul-betul
    tidak membebaskan peserta didik.

    Kemasan kurikulum yang rapi itu pun masih belum bisa direalisasikan. Peserta
    didik dibiarkan mengembara tanpa seorang fasilitator secara berlarut lama.
    Kalaupun ada maka kualitasnya pun tak bisa dibanggakan karena selalu menunggu
    instruksi dari kepala sekolah. Bukankah peserta didik harus memperoleh ilmu
    pengetahuan? Bukankah mereka wajib menuntut hak mereka bila sudah melunasi
    kewajibannya?

    Krisis itu kian menghantu ketika kepala sekolah tidak lagi melihat
    rekan-rekannya sebagai sumber daya yang cukup potensial demi kemajuan sekolah.
    Hal ini ditandai oleh berbagai kebijakan dan keputusan yang kurang
    partisipatif. Ada kesan seolah-olah mau kerja sendiri. Loyalitas buta dari
    mitra kerjanya malah dibanggakan. Kebiasaan buruk dalam memberikan sterotip
    yang irrasional bercokol akrab pada insan sentral ini. Orang yang kritis
    menyiasati keadaan kerapkali dianggap musuh yang segera disingkirkan. Itu
    pertanda rendahnya intelektualitas dan gagal membangun suatu team work yang
    solid. Roh apa yang merasuki insan-insan ini? Barangkali nafas politik orde
    baru yang telah sekian lama menggerogoti dunia pendidikan sehingga kepala
    sekolah begitu egois dan sentralistik. Sangat disayangkan bila masyarakat
    sebagai owner pendidikan membiarkan seorang tokoh sentral sekolah bertindak
    otoriter dan tak mampu mengelola konflik. Lebih konyol lagi, ketika sang kepala
    sekolah harus lari dari persoalan yang ditimbulkan akibat keputusan yang
    sentralistik dan bingung mencari solusi yang akomodatif.

    Krisis itu kian membara apabila kepala sekolah tidak mengetahui tugasnya
    sebagai kepala sekolah. Bukankah dia adalah seorang planner, organizer,
    actuater dan controller? Tidak ada tanda-tanda bagi sebuah manajemen yang
    teratur. Komunikasi yang interpersonal dengan rekan kerja tidak banyak
    dilakukan. Manajemen waktu, kurikulum, system informasi dan pembagian tugas
    yang jelas kepada para wakil-wakilnya seolah-olah sudah ada tetapi tanpa arah
    yang pasti.

    Mekanisme komunikasi yang melahirkan suatu keputusan penting terpenjarakan
    dalam persepsi yang keliru akibat tak bisa membedakan antara pertemuan dan
    pengumuman sehingga sesuatu yang urgen dan bahkan harus segera dipecahkan malah
    dibuat dalam bentuk pemberitahuan yang tak menuntut banyak masukan dan
    tanggapan. Kesannya, kepala sekolah itu orang yang sudah banyak pengetahuan dan
    pengalaman sehingga meremehkan input yang datang dari grassroot. Sang kepala
    sekolah jarang berada di kantor, super sibuk, gemar menghadiri pertemuan di
    luar sekolah. Ironisnya, kepala sekolah yang sibuk itu tidak mengetahui
    perkembangan informasi yang mungkin sangat berguna bagi peserta didik dan
    perkembangan rekan-rekannya. Kedisiplinan sebagai alasan bagi pemecatan bawahan
    tetapi kepala sekolah sering tidak masuk sekolah dan berdalil mengikuti meeting
    yang begitu urgen dan tak terwakilkan.

    Kegagalan sekolah sebetulnya sudah diambang pintu bila letak prioritas
    kebutuhan sekolah bukan pada kualitas intern tetapi pada promosi dan sensasi.
    Kecanggihan sekolah dimegahkan pada deretan CD komputer sambil melupakan
    ketersediaan buku dan majalah yang merangsang kesadaran membaca peserta didik.
    Kepopuleran sekolah terletak pada seberapa jumlah masyarakat yang mengetahui
    bahwa sekolahnya sudah terjamah oleh teknologi canggih yang menyajikan
    pembelajaran via media OHP/LCD Projecktor sambil terlena dalam kebodohan
    melihat efek negatif dan efektivitas dari penggunaan fasilitas itu. Seberapa
    banyak waktu yang dipakai untuk menggerakkan mouse komputer? Apakah cocok media
    ini dipakai dalam pembelajaran seperti matematika. Menulis angka-angka, rumus
    dan proses kerja matematika di papan tulis itu juga merupakan suatu proses
    belajar. Jadi, tak perlu meremehkan fasilitas pembelajaran yang sudah dipakai
    bertahun-tahun lamanya.

    Upaya sensasional menjadi kontraproduktif bila masyarakat dikibuli pada
    janji-janji yang muluk bukan pada kenyataan yang seharusnya ada. Masyarakat
    manakah yang membiarkan anak-anaknya kecewa akibat termakan janji? Pemerintah
    mana yang membiarkan generasi penerus bangsa terjebak dalam arus propaganda
    tanpa hasil yang real? Pemilik sekolah manakah yang membiarkan asetnya hancur
    berkeping-keping akibat ulah dari sang kepala sekolah yang tak tahu diri? Atau,
    peserta didik manakah yang berhasil digembleng karena penipuan yang
    terselubung?

    Manajer di Sekolah

    Mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut sebagai
    educator dan administrator, melainkan juga harus berperanan sebagai manajer dan
    supervisor yang mampu menerapkan manajemen bermutu. Indikasinya ada pada iklim
    kerja dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi serta berprestasi.

    Manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya
    yang ada dan yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi
    dan misi sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas jalannya lembaga
    sekolah dan kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda terdepan dan dapat
    diukur keberhasilannya.

    Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di
    perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang
    dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak
    tahu menjadi tahu, dari yang tidak berpengalaman menjadi berpengalaman, dari
    yang tak bisa menjadi bisa. Sedangkan sasaran manajemen perusahaan itu pada
    kualitas produksi benda-benda mati. Jadi, manajemen sekolah berandil kuat pada
    pembentukan kualitas manusia yang merupakan generasi penerus bangsa. Atensi
    masyarakat yang telah teralienasikan akibat propaganda wacana teknologi dalam
    pembelajaran harus segera diobati dengan mengedepankan wacana kualitas kepala
    sekolah. Realitas sekolah itu dimanage oleh kepala sekolah bukan pada kata-kata
    para marketer yang mengejar target siswa demi perolehan bonus.

    Para ahli manajemen seperti Michael A. Hitt & R. Duane Ireland & Robert
    E. Hoslisson (1997,18) melihat bahwa salah satu input strategis bagi langkah
    maju perusahaan adalah membentuk konsep yang berbasiskan sumber daya manusia
    demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini dipakai di
    sekolah. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah
    tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk
    suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam
    diri peserta didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang
    kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.

    Tujuh kegiatan pokok yang harus diemban kepala sekolah yakni merencanakan,
    mengorganisasi, mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran, mengkoordinasi,
    memantau serta menilai/evaluasi. Melalui kegiatan perencanaan terjawablah
    beberapa pertanyaan: Apa yang akan, apa yang seharusnya dan apa yang sebaiknya?
    Hal ini tentu berkaitan dengan perencanaan reguler, teknis-opersional dan
    perencanaan strategis (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang).
    Kepala sekolah mulai menggarap bidang sasaran yang mungkin sebelumnya sudah
    dikaji secara bersama-sama.

    Dalam kegiatan perencanaan, garapan bidang sasaran itu dibagi, dipilah,
    dikelompokkan serta diprioritaskan. Pusat perhatian dan pemikiran tertuju
    kepada pertanyaan: Bagaimana membagi, memilah dan mengelompokkan sasaran itu
    sehingga dapat diselesaikan? Tentu saja atas hasil pertimbangan partisipatif
    yang menghengkangkan persepsi keliru mengenai "meeting sama dengan
    pemberitahuan".

    Pada kegiatan selanjutnya yaitu pengadaan staf, yang dilakukan adalah berpikir
    tentang siapa yang diperlukan dan dipercayakan dalam bidang garapan itu
    masing-masingnya setelah dipilah-pilah dan diprioritaskan. Adakah dan siapakah
    orangnya dan bagaimana mengikutsertakannya?

    Pertanyaan mengenai kejelasan siapa yang harus mengarahkan dan dari siapa
    pengarahan/petunjuk itu didapatkan dilakukan pada tahap pengarahan/orientasi
    sasaran. Apa yang harus diberitahukan? Bagaimana mengerjakannya? Kapan mulai
    dan kapan selesai?

    Kemudian dalam tahap pengkoordinasian yang harus dilakukan adalah menjadwalkan
    waktu pengerjaannya agar masing-masing bagian dapat mulai dan selesai pada
    waktunya. Di sini ada keharusan bagi yang diserahi tugas menggarap
    bagian-bagian tertentu kembali mempertanyakan kapan harus mulai dan kapan harus
    mempertanggungjawabkannya. Mereka harus memperhitungkan secara matang dan tepat
    mengenai waktu yang harus digunakan selama proses garapan berlangsung. Hal ini
    bukan berarti kalau terkejar deadline maka pekerjaan harus urak-urakkan.

    Kepala sekolah dapat mengetahui bagaimana proses pengerjaan itu terlaksana
    sesuai rencana, cara, hasil dan waktu penyelesaian. Kegiatan ini dapat dipantau
    agar memperoleh informasi perkembangan yang aktual. Antisipasi pun bisa
    dilakukan terhadap hal-hal yang tak sesuai dengan rencana.

    Untuk penilaian atau evaluasi, kepala sekolah dapat memperoleh kesesuaian
    rencana dengan realitas melalui eksplorasi pertanyaan-pertanyaan. Apakah hasil
    yang diperoleh sesuai dengan yang direncanakan? Adakah perbaikan yang dapat
    dilakukan? Pada tahap ini kepala sekolah dapat memberikan penghargaan kepada
    mereka yang berprestasi dan pembinaan bagi mereka yang gagal atau kurang
    berprestasi. Sangat lucu kalau supervisi kepala sekolah hanyalah kewajiban dari
    Diknas dan hasilnya digunakan sebagai alasan pemecatan bagi rekan-rekannya.

    Seorang manajer sekolah bertanggung jawab dan yakin bahwa kegiatan-kegiatan
    yang terjadi di sekolah adalah menggarap rencana dengan benar lalu
    mengerjakannya dengan benar pula. Oleh karena itu visi dan misi sekolah harus
    dipahami terlebih dahulu sebelum menjadi titik tolak prediksi dan sebelum
    disosialisasikan. Hanya dengan itu kepala sekolah dapat membuat prediksi dan
    merancang langkah antisipasi yang tepat sasaran. Selain itu diperlukan suatu
    unjuk profesional yang kelihatan sepele tetapi begitu urgen seperti kemahiran
    menggunakan filsafat pendidikan, psikologi, ilmu kepemimpinan serta antroplogi
    dan sosiologi.

    Guru dan Siwa adalah Mitra Kepala Sekolah

    Penggunaan School Based Management ( Manajemen Berbasis Sekolah ) oleh
    Pemerintah Indonesia dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan
    mempunyai implikasi yang signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu berarti
    sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara
    efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat
    dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah,
    termasuk memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah
    akan berhadapan dengan pribadi-pribadi yang berbeda karakter.

    Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman yang tangguh akan hakikat
    manusia. McGregor (1960) berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan
    yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia
    mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab.
    Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang
    partisipatif demokratik dan memperhatikan perkembangan profesional sebagai
    salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para siswa.

    Selain itu berlandaskan teori Maslow (1943), kepala sekolah juga disentil
    dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan
    yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi
    yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang.
    Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras.
    Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan,
    bukannya otoriter dan "semau gue". Demi kelancaran semua kegiatan itu
    kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada
    pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana
    seharusnya mereka menindaklanjutinya.

    Sekolah dan Wajah Kepala Sekolah

    Dalam hal kekurangberhasilan wajah sekolah mungkin tepat dilekatkan pada kepala
    sekolah. Bahkan bukan sekedar melekatkan melainkan suatu konsekuensi kiprah
    regulasi kepala sekolah. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal
    mengarungi samudera, kepala sekolah mengatur dan memanajemeni segala sesuatu
    yang ada di sekolah. Dengan demikian, yang harus bertanggung jawab atas
    kandasnya sebuah sekolah dan gagalnya peserta didik adalah kepala sekolah.

    Apabila sekolah menuai keberhasilan maka kinerja kepala sekolah telah terukur.
    Semakin banyak orang yang menikmati kepuasan batin, yakni dihargai,
    diberdayakan dan prestatif adalah tanda-tanda kemajuan bagi kepala sekolah.
    Nahkoda sekolah telah mendekatkan keberhasilan para penumpang pada wilayah
    tujuan yang ingin diraihnya. Peserta didik merasa enjoy dan betah bila berada
    di sekolah. Proses pembelajarannya telah menjadikan peserta didik lebih
    manusiawi dan semakin menemukan diri mereka sendiri. Para guru mempunyai sense
    of belonging yang tinggi akan sekolah. Kualitas sekolah dirajut dan
    dipertahankan. Bukan tidak mungkin hal-hal itu secara tidak langsung memikat
    para pengembara idealis untuk memasukkan anak-anaknya pada sekolah yang bermutu
    itu.

    Namun keberhasilan itu bukan semata keberhasilan kepala sekolah melainkan
    keberhasilan semua orang yang terlibat dalam kegiatan manajemen sekolah.
    Sebagai satu kesatuan, para penggarap manajemen telah mampu menunjukkan kerja
    yang kualitatif dan kooperatif. Keberhasilan masing-masingnya adalah juga
    keberhasilan kepala sekolah. Wajah sekolah ada pada kepala sekolah.




      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 9:51 am