Biaya
Sekolah yang Proporsional
Ading Sutisna
MASALAH
biaya sekolah, khususnya pada sekolah-sekolah negeri, pada setiap awal tahun
ajaran selalu menjadi bahan perbincangan. Banyak orangtua mengeluh, biaya siswa
baru dan iuran bulanan yang ditetapkan sekolah melonjak dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya.
JIKA
diperhatikan, upaya Departemen Pendidikan Nasional sebagai regulator dan
fasilitator pendidikan nasional belum optimal. Penetapan biaya sekolah sering
kali diserahkan begitu saja kepada pihak sekolah dengan dalih otonomi sekolah,
padahal otonomi sekolah belum berjalan sebagaimana mestinya.
Praktik
penetapan besarnya biaya pendidikan, khususnya pada sekolah-sekolah negeri,
yang diserahkan begitu saja kepada pihak sekolah adalah salah satu bentuk praktik
liberalisme gontokan bebas atau free fight liberalism. Praktik semacam itu
adalah praktik kapitalisme abad ke-18. Di negara-negara yang sering kali kita
tuduh sebagai negara liberalis dan kapitalis, praktik semacam itu telah lama
ditinggalkan. Apabila praktik liberalisme gontokan bebas tetap dibiarkan, maka
yang akan menjadi korban adalah 43 juta keluarga miskin. Dan, jika hal itu
terjadi, maka pemerintah melakukan pelanggaran konstitusi.
Sekolah-sekolah
negeri yang sampai saat ini masih sebagai unit pelaksana dari Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), tanggung jawab tetap masih berada di bawah
tanggung jawab Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas). Oleh karena itu,
penetapan besarnya biaya pendidikan tidak bisa begitu saja diserahkan kepada pihak
sekolah.
Mendiknas
perlu melengkapi keputusan Nomor 053/U/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Minimal Penyelenggaraan Persekolahan dengan kalkulasi satuan biaya pendidikan.
Depdiknas tentunya telah berpengalaman dan telah mengetahui berapa besarnya biaya
minimal untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu untuk masing-masing
tingkat sekolah.
Depdiknas
perlu mencontoh kebijakan Departemen Perhubungan (Dephub) dalam menetapkan
tarif angkutan umum, walaupun belum terpadu. Kita mengetahui, untuk wilayah DKI
Jakarta, misalnya, perusahaan angkutan umum ada yang dimiliki oleh swasta dan
ada yang dimiliki pemerintah. Sebelum Dephub menetapkan tarif yang
diberlakukan, besarnya tarif dihitung dengan cermat dengan memasukkan faktor
laba dalam tarif tersebut sehingga perusahaan-perusahaan angkutan itu-apabila
dikelola dengan benar (good governance)-akan dapat tumbuh dan berkembang. Dalam
praktik, kita dapat melihat perusahaan angkutan yang dimiliki dan dikelola oleh
swasta dapat berkembang, bahkan mampu melakukan diversifikasi usaha ke berbagai
bidang usaha. Sementara perusahaan yang dimiliki pemerintah dan dikelola oleh
orang-orang bermental birokrat menunggu untuk dilikuidasi.
APABILA
menghendaki sekolah-sekolah negeri memiliki mutu yang baik dengan biaya yang proporsional
(sepadan), pada sekolah-sekolah negeri perlu dilakukan pembenahan manajemen.
Kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang telah digulirkan oleh Depdiknas
beberapa tahun lalu harus dijalankan secara konsisten. Biaya pendidikan yang
proporsional akan terbentuk jika MBS dilaksanakan di setiap sekolah, disertai
langka-langkah teknis.
Langkah-langkah
teknis yang perlu dilakukan adalah, pertama, Depdiknas menetapkan besarnya
biaya pendidikan untuk setiap tingkat satuan pendidikan. Besarnya biaya tersebut
selayaknya dihitung dengan cermat dan memasukkan faktor insentif untuk
penyandang dana. Insentif untuk penyandang dana perlu dianggarkan. Apabila
suatu saat sekolah memerlukan dana, pengurus komite sekolah dan kepala sekolah
dapat mencari beberapa alternatif sumber pembiayaan. Tidak hanya mengandalkan
subsidi pemerintah dan sumbangan orangtua siswa.
Kedua,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) perlu disusun dengan berpedoman
kepada prinsip-prinsip penyusunan anggaran.
Ketiga, APBS
yang telah disetujui oleh pengurus komite sekolah dan pengelola sekolah (kepala
sekolah dan bendahara sekolah) haruslah dipublikasikan melalui situs web
sekolah atau media lain. Memublikasikan APBS merupakan salah satu wujud nyata
adanya transparansi.
Keempat,
pengadaan prasarana dan sarana sekolah, baik yang berupa barang maupun jasa,
hendaknya dibentuk panitia pengadaan barang/jasa dan dilakukan secara
transparan. Selain mengikuti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, hal itu juga dilakukan
untuk menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kerap terjadi di
sekolah-sekolah negeri.
Kelima,
Depdiknas hendaknya mewajibkan setiap sekolah negeri-terutama yang berada di
perkotaan-untuk menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan
publik. Biaya audit masing-masing sekolah menjadi tanggungan pemerintah.
Keenam,
pemerintah wajib menyediakan beasiswa untuk siswa yang tidak mampu, dengan
standar biaya per siswa per tahun sama dengan biaya pada siswa di sekolah yang
telah ditetapkan sebagai sekolah unggulan. Pemberian beasiswa untuk siswa yang
tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan amanat UUD 1945
dan UU Sistem Pendidikan Nasional.
Ading
Sutisna Pengurus Komite
Sekolah Salah Satu SMA Negeri di Jakarta
Sekolah yang Proporsional
Ading Sutisna
MASALAH
biaya sekolah, khususnya pada sekolah-sekolah negeri, pada setiap awal tahun
ajaran selalu menjadi bahan perbincangan. Banyak orangtua mengeluh, biaya siswa
baru dan iuran bulanan yang ditetapkan sekolah melonjak dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya.
JIKA
diperhatikan, upaya Departemen Pendidikan Nasional sebagai regulator dan
fasilitator pendidikan nasional belum optimal. Penetapan biaya sekolah sering
kali diserahkan begitu saja kepada pihak sekolah dengan dalih otonomi sekolah,
padahal otonomi sekolah belum berjalan sebagaimana mestinya.
Praktik
penetapan besarnya biaya pendidikan, khususnya pada sekolah-sekolah negeri,
yang diserahkan begitu saja kepada pihak sekolah adalah salah satu bentuk praktik
liberalisme gontokan bebas atau free fight liberalism. Praktik semacam itu
adalah praktik kapitalisme abad ke-18. Di negara-negara yang sering kali kita
tuduh sebagai negara liberalis dan kapitalis, praktik semacam itu telah lama
ditinggalkan. Apabila praktik liberalisme gontokan bebas tetap dibiarkan, maka
yang akan menjadi korban adalah 43 juta keluarga miskin. Dan, jika hal itu
terjadi, maka pemerintah melakukan pelanggaran konstitusi.
Sekolah-sekolah
negeri yang sampai saat ini masih sebagai unit pelaksana dari Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), tanggung jawab tetap masih berada di bawah
tanggung jawab Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas). Oleh karena itu,
penetapan besarnya biaya pendidikan tidak bisa begitu saja diserahkan kepada pihak
sekolah.
Mendiknas
perlu melengkapi keputusan Nomor 053/U/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Minimal Penyelenggaraan Persekolahan dengan kalkulasi satuan biaya pendidikan.
Depdiknas tentunya telah berpengalaman dan telah mengetahui berapa besarnya biaya
minimal untuk menyelenggarakan pendidikan yang bermutu untuk masing-masing
tingkat sekolah.
Depdiknas
perlu mencontoh kebijakan Departemen Perhubungan (Dephub) dalam menetapkan
tarif angkutan umum, walaupun belum terpadu. Kita mengetahui, untuk wilayah DKI
Jakarta, misalnya, perusahaan angkutan umum ada yang dimiliki oleh swasta dan
ada yang dimiliki pemerintah. Sebelum Dephub menetapkan tarif yang
diberlakukan, besarnya tarif dihitung dengan cermat dengan memasukkan faktor
laba dalam tarif tersebut sehingga perusahaan-perusahaan angkutan itu-apabila
dikelola dengan benar (good governance)-akan dapat tumbuh dan berkembang. Dalam
praktik, kita dapat melihat perusahaan angkutan yang dimiliki dan dikelola oleh
swasta dapat berkembang, bahkan mampu melakukan diversifikasi usaha ke berbagai
bidang usaha. Sementara perusahaan yang dimiliki pemerintah dan dikelola oleh
orang-orang bermental birokrat menunggu untuk dilikuidasi.
APABILA
menghendaki sekolah-sekolah negeri memiliki mutu yang baik dengan biaya yang proporsional
(sepadan), pada sekolah-sekolah negeri perlu dilakukan pembenahan manajemen.
Kebijakan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang telah digulirkan oleh Depdiknas
beberapa tahun lalu harus dijalankan secara konsisten. Biaya pendidikan yang
proporsional akan terbentuk jika MBS dilaksanakan di setiap sekolah, disertai
langka-langkah teknis.
Langkah-langkah
teknis yang perlu dilakukan adalah, pertama, Depdiknas menetapkan besarnya
biaya pendidikan untuk setiap tingkat satuan pendidikan. Besarnya biaya tersebut
selayaknya dihitung dengan cermat dan memasukkan faktor insentif untuk
penyandang dana. Insentif untuk penyandang dana perlu dianggarkan. Apabila
suatu saat sekolah memerlukan dana, pengurus komite sekolah dan kepala sekolah
dapat mencari beberapa alternatif sumber pembiayaan. Tidak hanya mengandalkan
subsidi pemerintah dan sumbangan orangtua siswa.
Kedua,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) perlu disusun dengan berpedoman
kepada prinsip-prinsip penyusunan anggaran.
Ketiga, APBS
yang telah disetujui oleh pengurus komite sekolah dan pengelola sekolah (kepala
sekolah dan bendahara sekolah) haruslah dipublikasikan melalui situs web
sekolah atau media lain. Memublikasikan APBS merupakan salah satu wujud nyata
adanya transparansi.
Keempat,
pengadaan prasarana dan sarana sekolah, baik yang berupa barang maupun jasa,
hendaknya dibentuk panitia pengadaan barang/jasa dan dilakukan secara
transparan. Selain mengikuti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, hal itu juga dilakukan
untuk menghindari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kerap terjadi di
sekolah-sekolah negeri.
Kelima,
Depdiknas hendaknya mewajibkan setiap sekolah negeri-terutama yang berada di
perkotaan-untuk menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan
publik. Biaya audit masing-masing sekolah menjadi tanggungan pemerintah.
Keenam,
pemerintah wajib menyediakan beasiswa untuk siswa yang tidak mampu, dengan
standar biaya per siswa per tahun sama dengan biaya pada siswa di sekolah yang
telah ditetapkan sebagai sekolah unggulan. Pemberian beasiswa untuk siswa yang
tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan amanat UUD 1945
dan UU Sistem Pendidikan Nasional.
Ading
Sutisna Pengurus Komite
Sekolah Salah Satu SMA Negeri di Jakarta
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as