MODEL PEMBERDAYAAN RAKYAT BERKEADILAN GENDER[1] |
Kerangka Pemberdayaan Berkeadilan Gender |
Pemberdayaan
dapat diukur dengan menggunakan lima parameter sebagaimana tersebut di bawah.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah upaya untuk mengubah atau meningkatkan
kondisi yang berkaitan dengan lima unsur tersebut yang satu sama lain saling
menunjang dan bergerak menyerupai spiral (lihat Lampiran):
· kuasa,
· partisipasi,
· kesadaran kritis,
· akses atas sumberdaya,
· kesejahteraan.
Lima Dimensi Pemberdayaan |
Pemberdayaan
rakyat tidak hanya sekadar upaya meningkatkan akses terhadap sumberdaya dan
meningkatkan kesejahteraan. Lebih dari itu, pemberdayaan rakyat adalah suatu
proses yang mengupayakan agar kedua hal tersebut bisa didapat dan terus
berlangsung. Proses Pemberdayaan rakyat, sebagaimana dipahami, mengharuskan
anggota kelompok yang didampingi untuk terlibat sebagai partisipan dalam
proses. Mereka tidak bisa hanya menjadi penerima pasif dari kegiatan
Pemberdayaan/proyek, tetapi harus dapat meningkatkan kemampuan mereka sendiri
untuk memahami dan memecahkan permasalahan mereka.
Lebih jauh,
pemberdayaan tidak akan terjadi secara sungguh-sungguh jika mengabaikan
permasalahan gender. Dalam hal ini, peningkatan kesejahteraan dan akses atas
sumberdaya tidak boleh justru menimbulkan kekerasan fisik atau lainnya,
marginalisasi (peminggiran atau pemiskinan), ataupun penambahan beban salah
satu jenis kelamin. Kesadaran kritis, partisipasi, dan kuasa yang bertambah
juga harus dapat menghilangkan stereotipe dan subordinasi gender. Dengan kata
lain, terpenuhinya kebutuhan praktis dan strategis orang haruslah dibarengi
dengan perubahan pada pembagian beban, kuasa (tidak ada subordinasi), meratanya
peluang, hilangnya perlakuan kekerasan, dan stereotipe antara lelaki dan
perempuan.
Lima dimensi di
atas adalah kategori analitis yang bersifat dinamis, satu sama lain berhubungan
secara sinergis, saling menguatkan dan melengkapi. Kelima dimensi tersebut
merupakan tingkatan yang bergerak memutar laiknya spiral, semakin tinggi
tingkat kesetaraan otomatis semakin tinggi pula tingkat keberdayaan. Di sini kesadaran
kritis menjadi kunci karena memungkinkan berubahnya kemapanan (status quo).
Berikut adalah uraian lebih rinci dari masing-masing dimensi tersebut.
Dimensi tingkat satu: Kesejahteraan |
Dimensi ini
merupakan tingkat kesejahteraan material rakyat yang diukur dari tercukupinya
kebutuhan dasar seperti makanan, penghasilan, kesehatan, dan sebagainya yang
harus dinikmati baik oleh lelaki maupun perempuan. Dengan demikian, kesenjangan
gender di tingkat kesejahteraan ini diukur melalui perbedaan tingkat
kesejahteraan lelaki dan perempuan sebagai kelompok dalam hal tingkat
penghasilan, tingkat kematian, gizi, dan sebagainya. Pemberdayaan tidak bisa
terjadi dengan sendirinya di tingkat ini, melainkan harus dikaitkan dengan
peningkatan akses terhadap sumberdaya, yang merupakan dimensi tingkat kedua.
Dimensi tingkat dua: Akses |
Kesenjangan di
tingkat ini disebabkan oleh tidak setaranya akses terhadap sumberdaya yang
dipunyai oleh mereka yang berada di kelas lebih tinggi dibanding mereka dari
kelas lebih rendah, yang berkuasa dan yang dikuasai, pusat dan pinggiran, dan
sebagainya. Dalam hal ini, sumberdaya yang dapat digunakan untuk produksi dapat
berupa waktu, tenaga, tanah, kredit, informasi, ketrampilan, dan sebagainya.
Mengatasi kesenjangan ini berarti meningkatnya akses rakyat, bahkan dikuasainya
sumber daya oleh rakyat. Pemberdayaan, dalam hal ini, berarti dipahaminya
situasi senjang ini dan terdorongnya rakyat untuk melakukan tindakan untuk mengubahnya
dengan cara mendapatkan akses yang lebih besar terhadap sumberdaya atau bahkan
menguasainya.
Dalam hal gender,
kesenjangan ini terlihat dari adanya perbedaan akses antara lelaki dan
perempuan terhadap sumberdaya. Lebih rendahnya akses mereka terhadap sumberdaya
– semua contoh sumberdaya, juga tenaga kerja mereka sendiri – menyebabkan
produktivitas perempuan cenderung lebih rendah dari lelaki. Selain itu, dalam
banyak komunitas, perempuan diberi tanggung jawab melaksanakan hampir semua
pekerjaan-pekerjaan domestik sehingga ia tidak punya cukup waktu lagi untuk
mengurusi dan meningkatkan kemampuan dirinya. Akar penyebab kesenjangan akses
atas sumberdaya adalah diskriminasi sistemik yang harus diatasi melalui
penyadaran.
Dimensi tingkat tiga: Kesadaran Kritis |
Kesenjangan kelas
antara yang rendah dan lebih tinggi pada tingkat ini disebabkan oleh adanya
anggapan bahwa situasi sosial yang ada adalah bagian dari tatanan alamiah yang
sudah berlangsung demikian sejak kapan pun, atau merupakan “kehendak Tuhan”.
Pemberdayaan rakyat pada tingkat ini berarti upaya penyadaran bahwa kesenjangan
sosial tersebut adalah bentukan sosial yang dapat dan harus diubah.
Kesenjangan
gender di tingkat ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa posisi sosial-
ekonomi perempuan yang lebih rendah dari lelaki dan pembagian kerja gender
tradisional adalah bagian dari tatanan abadi. Pemberdayaan di tingkat ini
berarti penumbuhan sikap kritis dan penolakan terhadap cara pandang di atas:
bahwa subordinasi terhadap perempuan bukanlah pengaturan alamiah, tetapi hasil
dari sistem diskriminatif dari tatanan sosial yang berlaku. Keyakinan bahwa
kesetaraan gender adalah bagian dari tujuan perubahan merupakan inti dari
kesadaran gender dan merupakan elemen ideologis dalam proses pemberdayaan yang
menjadi landasan konseptual bagi perubahan ke arah kesetaraan.
Dimensi tingkat empat: Partisipasi |
Kesenjangan kelas
pada tingkat ini paling jelas tampak dari kenyataan bahwa tidak terwakilinya
kelas bawah dalam berbagai lembaga yang ada dalam masyarakat. Rakyat tidak
terlibat dalam pengambilan keputusan di semua tingkatan masyarakat dari dukuh
sampai negara. Pemberdayaan pada tingkat ini adalah upaya pengorganisasian
rakyat, sehingga mereka dapat berperan serta dalam setiap proses pengambilan
keputusan sehingga kepentingan mereka tidak terabaikan. Kesenjangan gender pada
tingkat ini dapat diukur misalnya dari partisipasi di lembaga legislatif,
eksekutif, organisasi-organisasi politik dan massa. Namun partisipasi secara
umum dapat dilihat dari adanya peran serta yang setara antara lelaki dan
perempuan dalam pengambilan keputusan baik di tingkat keluarga, komunitas,
masyarakat, maupun negara. Di tingkat program, ini berarti dilibatkannya
perempuan dan lelaki secara setara dalam identifikasi masalah, perencanaan
program, pengelolaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi. Meningkatnya
peran serta perempuan merupakan hasil dari pemberdayaan, sekaligus juga
sumbangan yang penting bagi pemberdayaan yang lebih besar.
Dimensi tingkat lima: Kuasa |
Kesenjangan antar
kelas di tingkat ini tampak pada kesenjangan kuasa: ada kelas penguasa dan ada
kelas yang dikuasai. Ada bagian masyarakat yang menguasai segala macam
sumberdaya, sementara bagian lain tidak. Pemberdayaan pada tingkat ini adalah upaya
untuk menguatkan organisasi rakyat sehingga mampu mengimbangi kekuasaan kelas
atas dan mampu mewujudkan aspirasi mereka, karena mereka ikut memegang kendali
atas sumberdaya yang ada. Pemberdayaan pada tingkat inilah yang memungkinkan
rakyat mendapatkan hak-haknya secara berkelanjutan.
Kesenjangan
gender di tingkat ini terlihat dari adanya hubungan kuasa yang timpang antara
lelaki dan perempuan. Ini bisa terjadi di tingkat rumah tangga, komunitas, dan
di tingkatan yang lebih luas lagi. Kesetaraan dalam kuasa berarti adanya kuasa
yang imbang antara perempuan dan lelaki, satu tidak mendominasi atau berada
dalam posisi dominan atas lainnya. Artinya, perempuan mempunyai kekuasaan,
sebagaimana juga lelaki, untuk mengubah kondisi, posisi, masa depan diri dan
komunitasnya. Kesetaraan dalam kuasa merupakan prasyarat bagi terwujudnya
kesetaraan gender dan keberdayaan rakyat dalam masyarakat yang sejahtera.
KERANGKA KEADILAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN RAKYAT
Tingkat Pemberdayaan | Uraian | Langkah Pemberdayaan | Permasalahan |
Kuasa | Tingkat tertinggi dari keadilan dan pemberdayaan gender | Perwakilan setara, peran aktif dalam pembangunan, diakuinya sumbangan masing-masing. Memelihara dan mengembangkan tujuan yang lebih luhur | Bagaimana kegiatan yang ada dapat dipertahankan dan mengembangkannya ke tingkat yang lebih tinggi? |
Partisipasi | Perempuan dan lelaki telah mencapai tingkatan dimana mereka dapat mengambil keputusan bersama sebagai dua pihak yang setara | Pengorganisasian, bekerja dalam kelompok, suara dan kepentingannya semakin didengar dan diperhatikan | Cara-cara apa yang harus digunakan? |
Penyadaran | Kesadaran bahwa permasalahan - permasalahan yang dihadapi bersifat struktural dan berasal dari adanya diskiminasi yang melembaga | Kesadaran bahwa perubahan tidak akan terjadi jika bukan mereka sendiri yang merubah dan bahwa peran mereka sangat penting agar perubahan terjadi | Apa yang harus dilakukan? |
Akses | Menyangkut kesetaraan dalam akses terhadap sumberdaya dan manfaat yang dihasilkan oleh adanya sumberdaya | Kesadaran bahwa tidak adanya akses merupakan penghalang terjadinya peningkatan kesejahteraan | Mengapa kita mempunyai permasalahan? |
Kesejahteraan | Menangani hanya kebutuhan dasar tanpa mencoba memecahkan penyebab struktural yang menjadi akar masalah | Pemberdayaan mencakup kehendak untuk memahami permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan | Apakah permasalahan kita? |
JENIS-JENIS KEGIATAN/TIGA PERAN |
Kegiatan manusia
bisa dikelompokkan menjadi tiga pembagian utama.
Kegiatan produktif |
Kegiatan-kegiatan yang menghasilkan berkaitan dengan produksi
(kegiatan untuk menghasilkan) barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun
untuk dijual (bertani, mencari ikan, kerja kantoran, berdagang, wiraswasta
lain, dan sebagainya). Lelaki dan perempuan melakukan kegiatan produktif,
tetapi pada umumnya fungsi dan tanggung jawab masing-masing berbeda sesuai
pembagian kerja gender yang berlaku. Kegiatan produktif yang dilakukan
perempuan sering kali kurang diakui dibanding yang dilakukan lelaki.
Kegiatan reproduktif |
Mencakup kegiatan
mengurus rumah tangga dan para anggota keluarga, termasuk melahirkan dan
mengasuh anak, menyiapkan makanan, mengambil air dan mencari kayu bakar,
belanja, membersihkan dan mengatur rumah, serta merawat kesehatan keluarga.
Kegiatan reproduktif sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia, tetapi
cenderung dilihat sebagai “bukan pekerjaan”. Dalam komunitas-komunitas miskin,
kegiatan reproduktif kebanyakan menyerap tenaga dan waktu yang banyak. Pada
umumnya kegiatan ini menjadi tanggung jawab perempuan dan gadis-gadis. Kegiatan
reproduktif tidak menghasilkan uang.
Kegiatan komunitas atau sosial |
Mencakup
kegiatan-kegiatan sosial dan gotong-royong di komunitas, seperti perayaan,
selamatan bersih desa, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas, kesertaan
dalam kegiatan politik di tingkat komunitas, dan sebagainya. Kegiatan ini tidak
menghasilkan uang, tetapi sering kali menyerap banyak waktu dan penting bagi
pemeliharaan dan pengembangan aspek spiritual dan kultural (budaya) komunitas
dan sebagai alat komunitas untuk bisa menentukan nasibnya sendiri. Lelaki dan
perempuan sama-sama terlibat dalam kegiatan komunitas sesuai sistem sosial
gender yang berlaku.
KEBUTUHAN PRAKTIS DAN KEBUTUHAN STRATEGIS GENDER
Kebutuhan Praktis
Gender
·
Menjawab kebutuhan mendesak yang mendasar
·
Berkaitan dengan kondisi konkret/nyata
·
Tidak mempertanyakan persoalan subordinasi
gender
·
Kebutuhan-kebutuhan yang semata-mata berasal
dari dan menguatkan peran-peran reproduktif dan produktif
Kebutuhan praktis
gender mencakup di antaranya:
·
Pengadaan air bersih.
·
Perawatan kesehatan.
·
Peningkatan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan
hidup keluarga.
·
Rumah dan fasilitas-fasilitas dasar (misalnya:
listrik).
·
(Bahan) makanan untuk keluarga.
·
Akses atau peluang terhadap berbagai jenis
sumberdaya seperti modal, kredit, informasi, ketrampilan, pengetahuan, dan
sebagainya.
Kebutuhan
Strategis Gender
·
Berasal dari analisis tentang terjadinya
subordinasi gender di masyarakat.
·
Jika ditangani, akan mengubah pola hubungan
gender ke arah yang lebih setara.
·
Mempertanyakan sistem hubungan lelaki dan
perempuan.
·
Dimaksudkan untuk memecahkan masalah subordinasi
gender.
Kebutuhan
strategis gender mencakup di antaranya:
·
Dihapuskannya pembagian kerja berdasar jenis
kelamin yang tidak adil terhadap perempuan atau lelaki.
·
Dihilangkannya beban pekerjaan domestik atau
rumah tangga dan pengasuhan anak yang ditanggung hanya oleh satu jenis kelamin
saja.
·
Dihapuskannya bentuk-bentuk diskriminasi resmi
seperti sistem pewarisan yang lebih menguntungkan salah satu gender (lelaki
atau perempuan) saja.
·
Adanya hak bagi perempuan untuk mengatur potensi
reproduksinya.
·
Cara-cara mengatasi kekerasan oleh satu jenis
kelamin ke lainnya, termasuk kekerasan seksual.
[1] . Konsep Pemberdayaan rakyat dengan lima dimensi ini diambil dari
konsep pemberdayaan perempuan (Women’s empowerment Framework) dari Sarah
Hlupelkile Longwe (1991). Model Pemberdayaan Rakyat Berkeadilan Gender, suatu
model yang dikembangkan dari model Moser dan Longwe oleh Wardah Havidz dan
Wiladi budiharga, Jakarta, November 1996
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as