FRONT PERSATUAN
Pembangunan front persatuan Demokratik multisektoral yang berbasis kerakyatan saat ini menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak karena diakui atau tidak diakui kita saat ini menghadapi sebuah rejim yang anti Demokrasi dan Anti Rakyat Miskin. Perbedaan issue yang dibawa oleh kelompok-kelompok demokratik saat ini menyiratkan kepada kita akan sebuah perpecahan dalam gerakan mahasiswa. Polarisasi atau perbedaan kutub dalam kegiatan berorganisasi adalah hal yang wajar, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai demokrasi sejati dan kemenangan rakyat diperlukan front-front sektoral disetiap sektor (mahasiswa, buruh, maupun petani) yang mampu mewadahi aspirasi dan kepentingan sektor masing-masing. Namun satu hal yang kemudian menjadi sebuah kebutuhan mendesak pula adalah kebutuhan untuk mewadahi setiap front-front sektoral yang ada, dalam sebuah front persatuan yang memang kemudian akan menjadi sebuah embrio bagi perlawanan-perlawanan rakyat secara menyeluruh, yang bebasiskan semua sektor, Buruh, Tani Mahasiswa, dan Kaum Miskin Kota.
Mengapa kita membutuhkan sebuah Front Persatuan Demokratik
Dalam masa masa normal, ideologi kelas penguasa mendominasi kesadaran massa bukan hanya karena sang penguasa memiliki kontrol terhadap sarana produksi ideologis (seperti masjid, sekolah, media massa dll), tetapi juga karena kondisi kondisi normal kehidupan dari kelas kelas yang bekerja. Dalam kehidupan sehari hari massa rakyat dihisap dan disiksa melalui eksploitasi dan pengasingan terhadap kerja, sebagaimana juga melalui kurangnya waktu luang yang sebenarnya.
Bahkan ketika mereka bersimpati dengan gagasan-gagasan kita, sebagaimana juga seimpati massa rakyat luas di berbagai negeri –simpati yang direfleksikan di dalam dukungan elektoral untuk partai partai yang menyatakan kesetiaannya pada asas kerakyatan--itu tidak berarti bahwa mereka dipenuhi dengan satu kesadaran revolusioner. Di dalam kondisi kehidupan yang normal massa rakyat luas adalah korban pasif dari penghisapan dan penindasan, yang cenderung mengisi mereka dengan gagasan bahwa revolusi adalah hal yang tidak mungkin dan tidak berguna, bahwa musuh mereka begitu kuat dan begitu susah untuk dikalahkan. Perlawanan yang tak melibatkan seluruh elemen rakyat merupakan usaha yang sia-sia.
Namun di dalam panasnya mobilisasi massa yang besar, yang serupa dengan tindakan-tindakan kolektif, perasaan inferioritas dan tak berdaya ini dapat hilang dengan tiba tiba. Massa rakyat menjadi sadar akan kekuatan potensialnya yang luar biasa sesegera setelah mereka bertindak bersama, secara kolektif dan dalam solidaritas. Sudah tentu itulah mengapa kaum progresif melekatkan arti penting yang ekstrem terhadap tindakan kolektif oleh kaum tertindas, untuk membangun aksi aksi massa. Melalui aksi massa-lah maka kaum tertindas mulai memecah kebisuan dan perilaku keterbudakkan yang telah ditanamkan kepada mereka sejak lahir.
Lebih jauh lagi, tanpa mobilisasi yang berskala besar –pemogokan, rally, demonstrasi jalanan, dll—massa tidak dapat secara efektif melawan serangan serangan yang dilancarkan oleh kaum kapitalis dan pemerintahannya untuk standar kehidupan dan hak hak demokratik mereka. Demoralisasi dan kehilangan kepercayaan diri atas kekuatan massa sendiri yang akan mengalir menjadi penerimaan pasif terhadap serangan serangan semacam itu akan menjadi sangat berbahaya bagi pengembangan kesadaran revolusioner di antara massa dan elemen elemen pelopor. Mengorganisasikan kesatuan tindakan yang dilakukan oleh kelas pekerja atau bagian apapun dari masyarakat yang dapat memenangkan perjuangan melawan serangan para penguasa kapitalis dengan demikian merupakan keniscayaan obyektif yang harus kita hadapi.
Tujuan Fundamental dari taktik Front Persatuan
Dalam setiap kasus, taktik front persatuan tidak harus difokuskan secara khusus pada kesepakatan kesepakatan formal di antara para pemimpin organisasi revolusioner atau reformis. Sementara kesepakatan kesepakatan semacam itu mungkin diperlukan untuk memperluas keterlibatan massa ke dalam aksi, mahasiswa tidak membuat inisiatif inisiatifnya untuk aksi massa saja, namun harus juga mendorong sampai pada penyatuan gerak dan kerja-kerja bersama dengan setiap sektor yang ada. Dengan sendiri, atau bersama dengan seluruh organisasi yang ada maupun para aktivis independen,.
Tentunya, dalam merumuskan tuntutan tuntutan untuk mobilisasi semacam itu dan memilih bentuk bentuk aksi, kita harus berusaha memperluas keterlibatan yang meluas sebanyak mungkin dengan mengikutsertakan, jika memungkinkan, seluruh organisasi demokratik yang ada hingga kebasis-basis pengorganisiran yang ada. Ini bermakna bahwa kita harus berusaha mempertahankan pendekatan front persatuan terhadap seluruh organisasi organisasi yang bergabung tersebut, bahkan ketika kesempatan untuk mencapai setiap tindakan bersama kecil peluangnya. Dalam hal ini harus ada yang dapat menunjukkan kepada mereka yang terlibat di dalam perjuangan bahwa kurang persatuan di dalam perjuangan tidak lah berarti sektarianisme, akan tetapi ketidaksiapan kaum reformis untuk berjuang melawan kelas penguasa.
Sebuah perjuangan bersama untuk menuntut yang asing terhadap situasi aktual tidak akan menemukan jawaban ketika di antara kekuatan kekuatan yang lebih luas tidak bisa menyatukan seluruh sektor yang ada, Pada hakekatnya, taktik front persatuan hanya dapat berhasil dalam mengungkap ketidaksiapan kaum borjuasi untuk berjuang jika hal itu didasarkan pada penilaian yang realistik terhadap situasi –tentang perhatian dan kepentingan kepentingan mendesak dan mendasar dari massa.
Dalam mengungkap ketidaksiapan kaum borjuasi untuk memimpin perjuangan yang serius di dalam mempertahankan kepentingan massa yang mendesak dan mendasar, bagaimanapun hanyalah salah satu aspek dari taktik front persatuan. Hal ini perlu ditekankan karena taktik front persatuan sering disalahartikan sebagai tujuan yang tunggal dan utama. Sekedar menunjukkan para pemimpin reformis dari organisasi organisasi massa sebagai pengecut dan pengkhianat tidaklah menuntaskan problem kunci yang dihadapi oleh massa rakyat secara luas. Itulah tugas yang tidak hanya memecah genggaman politik kaum elit politik terhadap massa, tetapi untuk meyakinkan mereka untuk meletakkan kepercayaan politik mereka di dalam sebuah front persatuan yang melibatkan mereka dalam setiap aktifitas politik. Untuk melakukan hal ini, kita harus menunjukkan kepada massa, melalui pengalaman perjuangan mereka sendiri, di mana program, taktik dan kepemimpinan kita lebih baik daripada kaum elit politik yang anti demokrasi.
Tujuan fundamental dari taktik front persatuan bukanlah menunjukkan elit politik sebagai pemimpin yang tidak handal. Lebih dari itu, tujuan fundamentalnya adalah memberikan kondisi yang lebih menguntungkan bagi perjuangan untuk menunjukkan bahwa rakyat adalah para pemimpin yang lebih baik dari pada para elit politik.
Taktik front persatuan bukanlah sekedar sebuah inisiatif yang dilakukan untuk mendapatkan kaum pekerja dan/atau beserta kaum pelajar yang berada pada organisasi atau partai, sebagaimana juga kaum pekerja dan pelajar yang tidak segaris, untuk bergabung di dalam satu perjuangan bersama dengan kita untuk mempertahankan kepentingan kepentingan mendesak dari massa di dalam melawan para penguasa kapitalis. Front persatuan menyediakan mobilisasi mobilisasi yang paling massif untuk isu isu mendesak saat ini, dan dengan demikian memberi kondisi kondisi yang paling menguntungkan bagi rakyat revolusioner untuk menunjukkan bahwa mereka adalah pembangun perjuangan yang terbaik.
Ini juga berarti bahwa apakah front persatuan perlu dibentuk atau tidak tidak sepenuhnya bergantung atas fakta bukan hanya bisa bersepakat atas satu isu khusus, tetapi berdasar atas apakah aplikasi terhadap taktik ini akan membantu di dalam memenangkan kekuatan kekuatan yang lebih luas pada perspektif perspektifnya. Kami bisa memiliki pandangan yang sama terhadap beberapa isu akan tetapi 99 kali dari 100 (atau bahkan lebih dari itu) hal itu tidak akan membantu kita untuk memenangkan kekuatan yang lebih luas bagi perspektif kita untuk membentuk front persatuan dengan sekte yang tidak relevan secara politik.
Fungsi front Persatuan itu sendiri harus dijadikan sebagai alat perlawanan rakyat dan juga dapat dijadikan sumber informasi tentang situasi nasional dan daerah. Di dalam membangun aksi aksi front persatuan, kita berusaha mendorong front persatuan mengkongkretisasi tujuan tujuannya dengan menempatkan tuntutan-tuntutan yang jelas dan spesifik terhadap para penguasa kapitalis, atau di dalam beberapa situasi tertentu, terhadap para pemimpin reformis dari organisasi organisasi massa. Ketentuan mengenai tuntutan atau tuntutan bagi aksi aksi front persatuan berporos pada sejumlah kriteria: Apakah mereka menempatkan situasi kongkret, misalnya isu aktual yang muncul pada satu poin perjuangan kelas yang ada? Apakah mereka menemukan, bahkan jika hanya dalam cara yang parsial, kebutuhan obyektif mendesak dari massa sehubungan dengan problem khusus yang ditempatkan? Apakah mereka berkemampuan memobilisasi massa misalnya apakah mereka berhubungan pada tingkat kesadaran dan kesiapan massa untuk berjuang? Apakah pengalaman perjuangan terhadap tuntutan tuntutan ini memfasilitasi massa dalam mengatasi ilusi ilusinya di dalam sistem kapitalis?
Front Persatuan dan Pemerintahan Koalisi
Isu tunggal front persatuan adalah yang paling mudah untuk dibangun dan dipertahankan. Akan tetapi, terdapat situasi situasi di mana taktik front persatuan dapat diperluas untuk membangun koalisi multi isu, seperti aliansi elektoral atau bahkan pembentukan pemerintahan. Kemerdekan Indonesia, sebagai contohnya, pada waktu itu yang terjadi adalah sebuah front persatuan untuk membentuk pemerintahan koalisi yang berbasis kerakyatan setelah Revolusi kemerdekaan, kasus yang sama juga bisa kita lihat pada konteks Perang Dunia II, pada saat kekuatan sekutu yang mewakili kaum kapital bergabung bersama kekuatan kiri -yang terepresentasikan oleh Uni Sovyet- untuk menghadapi bahaya Fasisme. Walaupun demikian, dalam semua kasus front persatuan harus melayani tujuan mengupayakan mobilisasi massa dalam penentangan terhadap kelas penindas.
Terdapat satu artikel yang menarik yang ditulis oleh Trotsky di bulan November 1922,:
... jika di dalam sebuah krisis politik yang keras sebuah mobilisasi yang kuat dari kaum pekerja yang bergabung dengan sektor-sektor lain Petani, Mahasiswa, Kaum Miskin kota di negeri yang termasuk di dalamnya grup grup antara dan simpatisan, dan semangat massa pekerja tidak membiarkan kaum pembangkang membuat blok dengan kaum borjuasi yang menentang kita, maka dimungkinkan di bawah kondisi kondisi seperti ini, membentuk sebuah pemerintahan koalisi yang menentukan transisi yang diperlukan untuk menuju sebuah kemakmuran…
Trotsky kemudian menggariskan kemungkinan skenario lain bagi pembentukan front persatuan di antara partai partai yang berbasis di dalam gerakan buruh, yaitu, mobilisasi kelas pekerja untuk melawan kudeta fasis. Menurut Trotsky, “Di dalam melancarkan perlawanan terhadap serangan fasis, setiap sektor tanpa kecuali akan turun ke jalan untuk membentuk sebuah pemerintahan buruh dengan makna ekstraparlementer”. Lalu Trotsky bertanya, “Dalam kasus yang terakhir akankah kita setuju untuk membentuk pemerintahan koalisi dengan kaum pembangkang?”
"Pemerintahan koalisi semacam itu dimungkinkan hanya jika dilahirkan dari perjuangan massa dan didukung oleh organisasi organisasi yang dibentuk oleh bagian bagian rakyat yang paling tertindas di tingkat akar rumput”.
Dalam konteks perjuangan di Indonesia, taktik front persatuan yang bersifat multisektoral bisa dijadikan jawaban sebagai solusi alternatif pengganti sistem pemerintahan saat ini. Pada prinsipnya sebuah persatuan yang berbasiskan pada gerakan massa merupakan pondasi dari demokratisasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam beberapa kali transisi pemerintahan tidak mampu memberikan perubahan secara signifikan, mengapa? Karena sekalipun wajah-wajah baru yang dimunculkan tetapi sistem yang digunakan tetap saja sistem lama. Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 mencoba untuk mendobrak dinding tersebut tetapi pada perkembangannya malah terjebak dalam euforia.
Akhirnya tujuan semula dari gerakan untuk menciptakan demokratisasi saat itu telah gagal dengan Silih berganti kekuasaan ditapaki oleh elit politik di negeri ini, dan silih berganti pula kegagalan harus ditelan. Kegagalan dalam mengenyahkan sisa-sisa lama (Orde Baru); kegagalan dalam mengkukuhkan sistem masyarakat dan ketatanegaraan baru; dan kegagalan menghasilkan kebijakan yang bisa menyejahterakan rakyat, bebas dari penghisapan/penindasan modal serta militerisme.
Perubahan pada tahun 1998, pada dasarnya, atau seharusnya, merupakan perubahan untuk menghancurkan sistim kediktatoran, untuk mendirikan sistem yang demokratik. Kelompok sosial manapun yang, pada masa Orde Baru, tak memiliki kejahatan, atau tidak turut serta dalam struktur kekuasaan, baik secara ekonomi maupun secara politik, punya kepentingan terhadap perubahan tersebut―yang, dengan ideologi dan program-programnya, dalam derajat tertentu, mendapat persetujuan dari rakyat.
Kenyataannya sekarang: sisa kediktatoran tetap berdiri kokoh dan kesejahteraan rakyat makin merosot. Penyebabnya: pertama, faktor historis kelemahan elit politik Indonesia yang pengecut, opurtunis, dan plin plan, sehingga reformasi (total) tak sampai ke tujuannya. Apa yang mereka sisakan sekadar ketidapuasan rakyat. Kedua, kelemahan subyektif gerakan demokrasi yang, walaupun dalam kadar tertentu, telah memiliki kesadaran yang lebih maju dalam menyikapi Orde Baru, namun tak sanggup merebut dan membangun alat-alat politiknya―terutama organisasi persatuan (front)―untuk menyebarkan kesadaran maju secara massal kepada rakyat, sehingga mampu membongkar propagadanda palsu dari elit politik “terkemuka”.
Banyak catatan tentang ketidakmampuan rejim-rejim yang berkuasa di Indonesia—yang berujung pada kerapuhan dan pembusukan sistem masyarakat (termasuk ketatanegaraannya) Indonesia. Beberapa ketidakmampuan yang penting untuk digaris-bawahi adalah:
Pertama, sejak Pemilu 1999, rejim-rejim yang berkuasa, memang tak memiliki program untuk membersihkan sisa-sisa lama (Orde Baru); itu lah mengapa Legislatif, Yudikatif, dan pemerintahannya masih beraroma Orde Baru; dan tak sanggup menghadapi kejahatan-kejahatan lama Orde Baru dalam bidang ekonomi, politik dan kemanusiaan. Kejahatan Orde baru terhadap bapaknya dan partainya pun tak pernah disinggung-singgung.
Kedua, bahwa rejim-rejim yang pernah berkuasa dan sedang berkuasa memang tak sanggup memenuhi kebutuhan kesejahteraan yang mendesak dari rakyat, karena kebijakan ekonominya membudak pada kepentingan penjajah melalui IMF, WB dan sebagainya. Itu lah mengapa, sesuai dengan kehendak penjajah (dalam wujud Letter of Intent) pemerintahan Megawati tak segan-segan memotong subsidi barang-barang kebutuhan pokok rakyatseperti subsidi bahan bakar minyak; tarif dasar telpon, listrik; subsidi pupuk; dan sebagainya; belum lagi, masalah-masalah lain seperti pengangguran, kenaikan harga-harga, produktivitas sektor riil nasional dan lain sebagainya; selain itu, pemerintahan Megawati tak berkemampuan menolak kehendak tuntutan lembaga-lembaga internasional (kaki tangan modal besar) untuk menjuali aset-aset negara (baca: harta-harta rakyat) yang sangat pokok (menguasai hazat hidup orang banyak) semurah-murahnya dan secepat-cepatnya (melalui kebijaksanaan swastanisasi dan divestasi). Sehingga kita tak akan sanggup lagi memobilisasi tenaga-tenaga produktif untuk membangun perekonomian nasional yang modern dan mandiri; juga, pemerintahan Megawati bertanggungjawab atas hancurnya kemampuan ekonomi rakyat/nasional karena pemerintahannya membuka selebar-lebarnya pintu bangsa ini bagi cengkeraman keunggulan modal dan pasar asing (melalui kebijaksanaan deregulasi modal dan liberalisasi pasar).
Karena itu, adanya sebuah wadah yang mampu mengajak seluruh rakyat dan kelompok demokrat untuk menyiapkan pemerintahan alternatif―yang, tentu saja, untuk tujuan yang berbeda dengan kelompok-kelompok yang kemaruk kekuasaan. Mutlak sangat diperlukan karena Dalam sejarahnya, kemampuan rakyat Indonesia untuk melawan penghisapan/penindasan telah terbukti ampuh, namun saat rakyat berkehendak mengambil jalan keluarnya sendiri, elit politiknya selalu menggagalkan dan menyabotnya. Karena itu, cukup sudah, mulai sekarang rakyat harus memiliki kekuatannya sendiridalam arti sistim masyarakatnya (termasuk ketatanegaraannya)yang dapat mengawasi pimpinan-pimpinan yang dipilihnya sendiri. Inipun dengan catatan bahwa harus ada sebuah wadah yang memang mampu mewadahi setiap gerak perlawanan rakyat, sehingga tidak ada lagi pengkhianatan dari elit politik maupun kaum oportunis yang ingin membelokkan gerak sejarah perlawanan rakyat hanya untuk kepentingan mereka sendiri.
Dalam situasi sekarang, rakyat harus segera melahirkan sebuah kebudayaan yang maju, dan meninggalkan budaya apatis atau pasrah pada kehendak kaum penindas. Ketergantungan terhadap elit politik tradisional yang mencelakakan—seperti yang telah dilakukan pada pemilihan umum 1999 lalu—sudah saatnya ditinggalkan. Proses politik yang berlangsung selama ratusan tahun telah membentuk watak elit politik Indonesia menjadi pengecut, tidak setia, oportunis, dan bermental budak, sehingga tak bisa lagi dipercaya untuk membawa rakyat keluar dari krisis dan kesulitan-kesulitannya.
Hilangnya kepercayaan terhadap elit politik tak seharusnya menyebabkan rakyat hilang harapan dan menjadi apatis. Rakyat akan sanggup keluar dari situasi tersebut, apabila rakyat mulai percaya pada kemampuan sendiri, mulai mengorganisasikan diri, dan menentukan program-program untuk kepentingan bersamanya (rakyat). Sedangkan elemen-elemen termaju seperti mahasiswa harus mulai pula berpikir tentang sebuah kesatuan gerak didalam memperjuangkan rakyat “tertindas”. Sehingga kebutuhan Pembangunan persatuan-persatuan (front-front) demokratik (mulai dari tingkat lokal sampai nasional, bahkan internasional) dengan landasan kesamaan program-program (platform) demokratisasi sangat mungkin dilakukan.
Dalam membangun dan memperluas persatuan, Platform demokratisasibaik dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, militer, dan lain sebagainyamerupakan landasan ikrar-kesetiaan untuk menuntaskan program-program untuk menyelesaikan, mengatasi, persoalan-persoalan mendesak rakyat Yang tak bisa diselesaikan oleh pemerintahan sekarang; persatuan demokratik juga merupakan perangkat organisasional yang bisa memajukan dan memperluas syarat-syarat demokrasi guna membangun masyarakat yang modernadil dan makmur. Yang tak bisa diberikan oleh pemerintahan sekarang. Karena pembangunan masyarakat yang modernsekali lagi, maknanya: adil dan makmurtanpa demokrasi adalah omong kosong; karenanya, wadah persatuan demokratik harus terus menerus didorong majutak boleh ada unsur-unsur konservatif yang memboikotnyaagar merupakan dan menjadi perwujudan organisasi dan struktur pemerintahan rakyat, sejak cikal bakal hingga terus menerus disempurnakan oleh demokrasi.
Pembangunan front persatuan Demokratik multisektoral yang berbasis kerakyatan saat ini menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak karena diakui atau tidak diakui kita saat ini menghadapi sebuah rejim yang anti Demokrasi dan Anti Rakyat Miskin. Perbedaan issue yang dibawa oleh kelompok-kelompok demokratik saat ini menyiratkan kepada kita akan sebuah perpecahan dalam gerakan mahasiswa. Polarisasi atau perbedaan kutub dalam kegiatan berorganisasi adalah hal yang wajar, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai demokrasi sejati dan kemenangan rakyat diperlukan front-front sektoral disetiap sektor (mahasiswa, buruh, maupun petani) yang mampu mewadahi aspirasi dan kepentingan sektor masing-masing. Namun satu hal yang kemudian menjadi sebuah kebutuhan mendesak pula adalah kebutuhan untuk mewadahi setiap front-front sektoral yang ada, dalam sebuah front persatuan yang memang kemudian akan menjadi sebuah embrio bagi perlawanan-perlawanan rakyat secara menyeluruh, yang bebasiskan semua sektor, Buruh, Tani Mahasiswa, dan Kaum Miskin Kota.
Mengapa kita membutuhkan sebuah Front Persatuan Demokratik
Dalam masa masa normal, ideologi kelas penguasa mendominasi kesadaran massa bukan hanya karena sang penguasa memiliki kontrol terhadap sarana produksi ideologis (seperti masjid, sekolah, media massa dll), tetapi juga karena kondisi kondisi normal kehidupan dari kelas kelas yang bekerja. Dalam kehidupan sehari hari massa rakyat dihisap dan disiksa melalui eksploitasi dan pengasingan terhadap kerja, sebagaimana juga melalui kurangnya waktu luang yang sebenarnya.
Bahkan ketika mereka bersimpati dengan gagasan-gagasan kita, sebagaimana juga seimpati massa rakyat luas di berbagai negeri –simpati yang direfleksikan di dalam dukungan elektoral untuk partai partai yang menyatakan kesetiaannya pada asas kerakyatan--itu tidak berarti bahwa mereka dipenuhi dengan satu kesadaran revolusioner. Di dalam kondisi kehidupan yang normal massa rakyat luas adalah korban pasif dari penghisapan dan penindasan, yang cenderung mengisi mereka dengan gagasan bahwa revolusi adalah hal yang tidak mungkin dan tidak berguna, bahwa musuh mereka begitu kuat dan begitu susah untuk dikalahkan. Perlawanan yang tak melibatkan seluruh elemen rakyat merupakan usaha yang sia-sia.
Namun di dalam panasnya mobilisasi massa yang besar, yang serupa dengan tindakan-tindakan kolektif, perasaan inferioritas dan tak berdaya ini dapat hilang dengan tiba tiba. Massa rakyat menjadi sadar akan kekuatan potensialnya yang luar biasa sesegera setelah mereka bertindak bersama, secara kolektif dan dalam solidaritas. Sudah tentu itulah mengapa kaum progresif melekatkan arti penting yang ekstrem terhadap tindakan kolektif oleh kaum tertindas, untuk membangun aksi aksi massa. Melalui aksi massa-lah maka kaum tertindas mulai memecah kebisuan dan perilaku keterbudakkan yang telah ditanamkan kepada mereka sejak lahir.
Lebih jauh lagi, tanpa mobilisasi yang berskala besar –pemogokan, rally, demonstrasi jalanan, dll—massa tidak dapat secara efektif melawan serangan serangan yang dilancarkan oleh kaum kapitalis dan pemerintahannya untuk standar kehidupan dan hak hak demokratik mereka. Demoralisasi dan kehilangan kepercayaan diri atas kekuatan massa sendiri yang akan mengalir menjadi penerimaan pasif terhadap serangan serangan semacam itu akan menjadi sangat berbahaya bagi pengembangan kesadaran revolusioner di antara massa dan elemen elemen pelopor. Mengorganisasikan kesatuan tindakan yang dilakukan oleh kelas pekerja atau bagian apapun dari masyarakat yang dapat memenangkan perjuangan melawan serangan para penguasa kapitalis dengan demikian merupakan keniscayaan obyektif yang harus kita hadapi.
Tujuan Fundamental dari taktik Front Persatuan
Dalam setiap kasus, taktik front persatuan tidak harus difokuskan secara khusus pada kesepakatan kesepakatan formal di antara para pemimpin organisasi revolusioner atau reformis. Sementara kesepakatan kesepakatan semacam itu mungkin diperlukan untuk memperluas keterlibatan massa ke dalam aksi, mahasiswa tidak membuat inisiatif inisiatifnya untuk aksi massa saja, namun harus juga mendorong sampai pada penyatuan gerak dan kerja-kerja bersama dengan setiap sektor yang ada. Dengan sendiri, atau bersama dengan seluruh organisasi yang ada maupun para aktivis independen,.
Tentunya, dalam merumuskan tuntutan tuntutan untuk mobilisasi semacam itu dan memilih bentuk bentuk aksi, kita harus berusaha memperluas keterlibatan yang meluas sebanyak mungkin dengan mengikutsertakan, jika memungkinkan, seluruh organisasi demokratik yang ada hingga kebasis-basis pengorganisiran yang ada. Ini bermakna bahwa kita harus berusaha mempertahankan pendekatan front persatuan terhadap seluruh organisasi organisasi yang bergabung tersebut, bahkan ketika kesempatan untuk mencapai setiap tindakan bersama kecil peluangnya. Dalam hal ini harus ada yang dapat menunjukkan kepada mereka yang terlibat di dalam perjuangan bahwa kurang persatuan di dalam perjuangan tidak lah berarti sektarianisme, akan tetapi ketidaksiapan kaum reformis untuk berjuang melawan kelas penguasa.
Sebuah perjuangan bersama untuk menuntut yang asing terhadap situasi aktual tidak akan menemukan jawaban ketika di antara kekuatan kekuatan yang lebih luas tidak bisa menyatukan seluruh sektor yang ada, Pada hakekatnya, taktik front persatuan hanya dapat berhasil dalam mengungkap ketidaksiapan kaum borjuasi untuk berjuang jika hal itu didasarkan pada penilaian yang realistik terhadap situasi –tentang perhatian dan kepentingan kepentingan mendesak dan mendasar dari massa.
Dalam mengungkap ketidaksiapan kaum borjuasi untuk memimpin perjuangan yang serius di dalam mempertahankan kepentingan massa yang mendesak dan mendasar, bagaimanapun hanyalah salah satu aspek dari taktik front persatuan. Hal ini perlu ditekankan karena taktik front persatuan sering disalahartikan sebagai tujuan yang tunggal dan utama. Sekedar menunjukkan para pemimpin reformis dari organisasi organisasi massa sebagai pengecut dan pengkhianat tidaklah menuntaskan problem kunci yang dihadapi oleh massa rakyat secara luas. Itulah tugas yang tidak hanya memecah genggaman politik kaum elit politik terhadap massa, tetapi untuk meyakinkan mereka untuk meletakkan kepercayaan politik mereka di dalam sebuah front persatuan yang melibatkan mereka dalam setiap aktifitas politik. Untuk melakukan hal ini, kita harus menunjukkan kepada massa, melalui pengalaman perjuangan mereka sendiri, di mana program, taktik dan kepemimpinan kita lebih baik daripada kaum elit politik yang anti demokrasi.
Tujuan fundamental dari taktik front persatuan bukanlah menunjukkan elit politik sebagai pemimpin yang tidak handal. Lebih dari itu, tujuan fundamentalnya adalah memberikan kondisi yang lebih menguntungkan bagi perjuangan untuk menunjukkan bahwa rakyat adalah para pemimpin yang lebih baik dari pada para elit politik.
Taktik front persatuan bukanlah sekedar sebuah inisiatif yang dilakukan untuk mendapatkan kaum pekerja dan/atau beserta kaum pelajar yang berada pada organisasi atau partai, sebagaimana juga kaum pekerja dan pelajar yang tidak segaris, untuk bergabung di dalam satu perjuangan bersama dengan kita untuk mempertahankan kepentingan kepentingan mendesak dari massa di dalam melawan para penguasa kapitalis. Front persatuan menyediakan mobilisasi mobilisasi yang paling massif untuk isu isu mendesak saat ini, dan dengan demikian memberi kondisi kondisi yang paling menguntungkan bagi rakyat revolusioner untuk menunjukkan bahwa mereka adalah pembangun perjuangan yang terbaik.
Ini juga berarti bahwa apakah front persatuan perlu dibentuk atau tidak tidak sepenuhnya bergantung atas fakta bukan hanya bisa bersepakat atas satu isu khusus, tetapi berdasar atas apakah aplikasi terhadap taktik ini akan membantu di dalam memenangkan kekuatan kekuatan yang lebih luas pada perspektif perspektifnya. Kami bisa memiliki pandangan yang sama terhadap beberapa isu akan tetapi 99 kali dari 100 (atau bahkan lebih dari itu) hal itu tidak akan membantu kita untuk memenangkan kekuatan yang lebih luas bagi perspektif kita untuk membentuk front persatuan dengan sekte yang tidak relevan secara politik.
Fungsi front Persatuan itu sendiri harus dijadikan sebagai alat perlawanan rakyat dan juga dapat dijadikan sumber informasi tentang situasi nasional dan daerah. Di dalam membangun aksi aksi front persatuan, kita berusaha mendorong front persatuan mengkongkretisasi tujuan tujuannya dengan menempatkan tuntutan-tuntutan yang jelas dan spesifik terhadap para penguasa kapitalis, atau di dalam beberapa situasi tertentu, terhadap para pemimpin reformis dari organisasi organisasi massa. Ketentuan mengenai tuntutan atau tuntutan bagi aksi aksi front persatuan berporos pada sejumlah kriteria: Apakah mereka menempatkan situasi kongkret, misalnya isu aktual yang muncul pada satu poin perjuangan kelas yang ada? Apakah mereka menemukan, bahkan jika hanya dalam cara yang parsial, kebutuhan obyektif mendesak dari massa sehubungan dengan problem khusus yang ditempatkan? Apakah mereka berkemampuan memobilisasi massa misalnya apakah mereka berhubungan pada tingkat kesadaran dan kesiapan massa untuk berjuang? Apakah pengalaman perjuangan terhadap tuntutan tuntutan ini memfasilitasi massa dalam mengatasi ilusi ilusinya di dalam sistem kapitalis?
Front Persatuan dan Pemerintahan Koalisi
Isu tunggal front persatuan adalah yang paling mudah untuk dibangun dan dipertahankan. Akan tetapi, terdapat situasi situasi di mana taktik front persatuan dapat diperluas untuk membangun koalisi multi isu, seperti aliansi elektoral atau bahkan pembentukan pemerintahan. Kemerdekan Indonesia, sebagai contohnya, pada waktu itu yang terjadi adalah sebuah front persatuan untuk membentuk pemerintahan koalisi yang berbasis kerakyatan setelah Revolusi kemerdekaan, kasus yang sama juga bisa kita lihat pada konteks Perang Dunia II, pada saat kekuatan sekutu yang mewakili kaum kapital bergabung bersama kekuatan kiri -yang terepresentasikan oleh Uni Sovyet- untuk menghadapi bahaya Fasisme. Walaupun demikian, dalam semua kasus front persatuan harus melayani tujuan mengupayakan mobilisasi massa dalam penentangan terhadap kelas penindas.
Terdapat satu artikel yang menarik yang ditulis oleh Trotsky di bulan November 1922,:
... jika di dalam sebuah krisis politik yang keras sebuah mobilisasi yang kuat dari kaum pekerja yang bergabung dengan sektor-sektor lain Petani, Mahasiswa, Kaum Miskin kota di negeri yang termasuk di dalamnya grup grup antara dan simpatisan, dan semangat massa pekerja tidak membiarkan kaum pembangkang membuat blok dengan kaum borjuasi yang menentang kita, maka dimungkinkan di bawah kondisi kondisi seperti ini, membentuk sebuah pemerintahan koalisi yang menentukan transisi yang diperlukan untuk menuju sebuah kemakmuran…
Trotsky kemudian menggariskan kemungkinan skenario lain bagi pembentukan front persatuan di antara partai partai yang berbasis di dalam gerakan buruh, yaitu, mobilisasi kelas pekerja untuk melawan kudeta fasis. Menurut Trotsky, “Di dalam melancarkan perlawanan terhadap serangan fasis, setiap sektor tanpa kecuali akan turun ke jalan untuk membentuk sebuah pemerintahan buruh dengan makna ekstraparlementer”. Lalu Trotsky bertanya, “Dalam kasus yang terakhir akankah kita setuju untuk membentuk pemerintahan koalisi dengan kaum pembangkang?”
"Pemerintahan koalisi semacam itu dimungkinkan hanya jika dilahirkan dari perjuangan massa dan didukung oleh organisasi organisasi yang dibentuk oleh bagian bagian rakyat yang paling tertindas di tingkat akar rumput”.
Dalam konteks perjuangan di Indonesia, taktik front persatuan yang bersifat multisektoral bisa dijadikan jawaban sebagai solusi alternatif pengganti sistem pemerintahan saat ini. Pada prinsipnya sebuah persatuan yang berbasiskan pada gerakan massa merupakan pondasi dari demokratisasi.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam beberapa kali transisi pemerintahan tidak mampu memberikan perubahan secara signifikan, mengapa? Karena sekalipun wajah-wajah baru yang dimunculkan tetapi sistem yang digunakan tetap saja sistem lama. Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 mencoba untuk mendobrak dinding tersebut tetapi pada perkembangannya malah terjebak dalam euforia.
Akhirnya tujuan semula dari gerakan untuk menciptakan demokratisasi saat itu telah gagal dengan Silih berganti kekuasaan ditapaki oleh elit politik di negeri ini, dan silih berganti pula kegagalan harus ditelan. Kegagalan dalam mengenyahkan sisa-sisa lama (Orde Baru); kegagalan dalam mengkukuhkan sistem masyarakat dan ketatanegaraan baru; dan kegagalan menghasilkan kebijakan yang bisa menyejahterakan rakyat, bebas dari penghisapan/penindasan modal serta militerisme.
Perubahan pada tahun 1998, pada dasarnya, atau seharusnya, merupakan perubahan untuk menghancurkan sistim kediktatoran, untuk mendirikan sistem yang demokratik. Kelompok sosial manapun yang, pada masa Orde Baru, tak memiliki kejahatan, atau tidak turut serta dalam struktur kekuasaan, baik secara ekonomi maupun secara politik, punya kepentingan terhadap perubahan tersebut―yang, dengan ideologi dan program-programnya, dalam derajat tertentu, mendapat persetujuan dari rakyat.
Kenyataannya sekarang: sisa kediktatoran tetap berdiri kokoh dan kesejahteraan rakyat makin merosot. Penyebabnya: pertama, faktor historis kelemahan elit politik Indonesia yang pengecut, opurtunis, dan plin plan, sehingga reformasi (total) tak sampai ke tujuannya. Apa yang mereka sisakan sekadar ketidapuasan rakyat. Kedua, kelemahan subyektif gerakan demokrasi yang, walaupun dalam kadar tertentu, telah memiliki kesadaran yang lebih maju dalam menyikapi Orde Baru, namun tak sanggup merebut dan membangun alat-alat politiknya―terutama organisasi persatuan (front)―untuk menyebarkan kesadaran maju secara massal kepada rakyat, sehingga mampu membongkar propagadanda palsu dari elit politik “terkemuka”.
Banyak catatan tentang ketidakmampuan rejim-rejim yang berkuasa di Indonesia—yang berujung pada kerapuhan dan pembusukan sistem masyarakat (termasuk ketatanegaraannya) Indonesia. Beberapa ketidakmampuan yang penting untuk digaris-bawahi adalah:
Pertama, sejak Pemilu 1999, rejim-rejim yang berkuasa, memang tak memiliki program untuk membersihkan sisa-sisa lama (Orde Baru); itu lah mengapa Legislatif, Yudikatif, dan pemerintahannya masih beraroma Orde Baru; dan tak sanggup menghadapi kejahatan-kejahatan lama Orde Baru dalam bidang ekonomi, politik dan kemanusiaan. Kejahatan Orde baru terhadap bapaknya dan partainya pun tak pernah disinggung-singgung.
Kedua, bahwa rejim-rejim yang pernah berkuasa dan sedang berkuasa memang tak sanggup memenuhi kebutuhan kesejahteraan yang mendesak dari rakyat, karena kebijakan ekonominya membudak pada kepentingan penjajah melalui IMF, WB dan sebagainya. Itu lah mengapa, sesuai dengan kehendak penjajah (dalam wujud Letter of Intent) pemerintahan Megawati tak segan-segan memotong subsidi barang-barang kebutuhan pokok rakyatseperti subsidi bahan bakar minyak; tarif dasar telpon, listrik; subsidi pupuk; dan sebagainya; belum lagi, masalah-masalah lain seperti pengangguran, kenaikan harga-harga, produktivitas sektor riil nasional dan lain sebagainya; selain itu, pemerintahan Megawati tak berkemampuan menolak kehendak tuntutan lembaga-lembaga internasional (kaki tangan modal besar) untuk menjuali aset-aset negara (baca: harta-harta rakyat) yang sangat pokok (menguasai hazat hidup orang banyak) semurah-murahnya dan secepat-cepatnya (melalui kebijaksanaan swastanisasi dan divestasi). Sehingga kita tak akan sanggup lagi memobilisasi tenaga-tenaga produktif untuk membangun perekonomian nasional yang modern dan mandiri; juga, pemerintahan Megawati bertanggungjawab atas hancurnya kemampuan ekonomi rakyat/nasional karena pemerintahannya membuka selebar-lebarnya pintu bangsa ini bagi cengkeraman keunggulan modal dan pasar asing (melalui kebijaksanaan deregulasi modal dan liberalisasi pasar).
Karena itu, adanya sebuah wadah yang mampu mengajak seluruh rakyat dan kelompok demokrat untuk menyiapkan pemerintahan alternatif―yang, tentu saja, untuk tujuan yang berbeda dengan kelompok-kelompok yang kemaruk kekuasaan. Mutlak sangat diperlukan karena Dalam sejarahnya, kemampuan rakyat Indonesia untuk melawan penghisapan/penindasan telah terbukti ampuh, namun saat rakyat berkehendak mengambil jalan keluarnya sendiri, elit politiknya selalu menggagalkan dan menyabotnya. Karena itu, cukup sudah, mulai sekarang rakyat harus memiliki kekuatannya sendiridalam arti sistim masyarakatnya (termasuk ketatanegaraannya)yang dapat mengawasi pimpinan-pimpinan yang dipilihnya sendiri. Inipun dengan catatan bahwa harus ada sebuah wadah yang memang mampu mewadahi setiap gerak perlawanan rakyat, sehingga tidak ada lagi pengkhianatan dari elit politik maupun kaum oportunis yang ingin membelokkan gerak sejarah perlawanan rakyat hanya untuk kepentingan mereka sendiri.
Dalam situasi sekarang, rakyat harus segera melahirkan sebuah kebudayaan yang maju, dan meninggalkan budaya apatis atau pasrah pada kehendak kaum penindas. Ketergantungan terhadap elit politik tradisional yang mencelakakan—seperti yang telah dilakukan pada pemilihan umum 1999 lalu—sudah saatnya ditinggalkan. Proses politik yang berlangsung selama ratusan tahun telah membentuk watak elit politik Indonesia menjadi pengecut, tidak setia, oportunis, dan bermental budak, sehingga tak bisa lagi dipercaya untuk membawa rakyat keluar dari krisis dan kesulitan-kesulitannya.
Hilangnya kepercayaan terhadap elit politik tak seharusnya menyebabkan rakyat hilang harapan dan menjadi apatis. Rakyat akan sanggup keluar dari situasi tersebut, apabila rakyat mulai percaya pada kemampuan sendiri, mulai mengorganisasikan diri, dan menentukan program-program untuk kepentingan bersamanya (rakyat). Sedangkan elemen-elemen termaju seperti mahasiswa harus mulai pula berpikir tentang sebuah kesatuan gerak didalam memperjuangkan rakyat “tertindas”. Sehingga kebutuhan Pembangunan persatuan-persatuan (front-front) demokratik (mulai dari tingkat lokal sampai nasional, bahkan internasional) dengan landasan kesamaan program-program (platform) demokratisasi sangat mungkin dilakukan.
Dalam membangun dan memperluas persatuan, Platform demokratisasibaik dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, militer, dan lain sebagainyamerupakan landasan ikrar-kesetiaan untuk menuntaskan program-program untuk menyelesaikan, mengatasi, persoalan-persoalan mendesak rakyat Yang tak bisa diselesaikan oleh pemerintahan sekarang; persatuan demokratik juga merupakan perangkat organisasional yang bisa memajukan dan memperluas syarat-syarat demokrasi guna membangun masyarakat yang modernadil dan makmur. Yang tak bisa diberikan oleh pemerintahan sekarang. Karena pembangunan masyarakat yang modernsekali lagi, maknanya: adil dan makmurtanpa demokrasi adalah omong kosong; karenanya, wadah persatuan demokratik harus terus menerus didorong majutak boleh ada unsur-unsur konservatif yang memboikotnyaagar merupakan dan menjadi perwujudan organisasi dan struktur pemerintahan rakyat, sejak cikal bakal hingga terus menerus disempurnakan oleh demokrasi.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as