Resensi Buku
Fakta, Data dan Analisa: Konspirasi Politik RMS dan Kristen Menghancurkan Ummat Islam di Ambon-Maluku.
KARYA SANG PROVOKATOR
Kesimpulan Rustam Kastor tentang akar konflik di Ambon bertolak belakang dengan Gus Dur. Bukan karena umat Islam dianakemaskan.
B
anyak buku tentang konflik di Ambon dan daerah lainnya di Ma¬luku. Namun, buku karya Brigjen TNI (purnawirawan) Rustam Kas¬tor --yang pernah dicurigai seba¬gai salah seorang provokator-- yang meng¬ulas sekitar meledaknya tragedi di Indone¬sia bagian timur itu memberikan sudut pan¬dang lain. Orang Ambon yang pernah menjabat Komandan Korem (Danrem) Ambon ini menyajikan fakta-fakta ten¬tang latar belakang konflik menurut penglihatan seorang "pribumi" daerah itu. Mungkin karena itulah cetakan pertama buku ini segera ludes hanya dalam dua minggu.
Mungkin baru kali inilah sebuah buku disambut begitu meriah dan menimbulkan panik di kalangan kelompok yang diduga terlibat dalam ke¬rusuhan Maluku. Setelah ce¬takan pertama beredar --me¬nurut pengamatan penulisnya sendiri-- sejumlah tokoh Re¬publik Maluku Selatan (RMS) yang selama ini berperan menggerakkan konflik di Am¬bon hengkang ke negeri Belanda. Bersamaan dengan itu, sejumlah pemuka agama Kristen sibuk membuat bantahan terhadap isi buku tersebut. Rustam Kastor sendiri saat ini disibukkan menjawab bantahan tersebut. Pada sisi lain, pemuda dan masyarakat Islam di sana ber¬janji akan menyambut dengan gempita Rus¬tam Kastor bila saja ia kelak kembali ke tanah kelahirannya.
Sebagaimana buku-buku tentang tragedi Maluku lainnya, buku ini pun sejak awal menegaskan bahwa akar masalah Ambon berda¬rah adalah RMS dan kepentingan politik Kris¬ten. Rustam mengumpulkan sejumlah fakta dan data dan kemudian menganalisisnya. Dan, ia mengemukakan kesimpulan yang bertolak belakang dengan pernyataan Gus Dur, yang pernah mengatakan bahwa konflik di Ambon (Maluku) akibat masyarakat Islam di sana dianakemaskan oleh rezim Soeharto, teruta¬ma pada masa sepuluh tahun terakhir kekua¬saan Orde Baru. Rustam berkeyakinan, kon¬flik itu bukan disebabkan oleh ketidakadilan yang dialami masyarakat Kristen terutama pada dasawarsa terakhir era Soeharto. Bah¬kan, keyakinan itu pun didukung oleh tokoh PGI Maluku seperti Dr. Patiasina.
Rustam Kastor beranggapan, dalam ba¬nyak hal, umat Islam-lah yang mengalami perlakuan tidak adil. "Posisi kunci penentu kebijaksanaan dan pengambilan keputusan di Maluku berada hampir 90% dalam geng¬gaman tokoh Kristen," tulisnya. "Umat Islam yang nenek moyangnya berperang habis-¬habisan menentang penjajah justru menda-patkan perlakuan yang tidak adil, diskrimi¬natif, dan amat menyakitkan," lanjut Rus¬tam, di halaman 20.
Jadi, kalau pada masa kepemimpinan sa¬lah satu Gubernur Maluku ada proses "Islamisasi", sebagaimana dikatakan Gus Dur, itu sebenarnya bukan penganakemasan, melainkan upaya melakukan penyeimbangan semata agar umat Islam yang secara kualitatif kian meningkat dapat terakomodasikan dalam birokrasi pemerintahan daerah setempat. Bila itu tidak dilakukan, perdamaian semu yang selama ini terjadi lambat laun akan memicu konflik yang tak akan dapat diselesaikan dengan konsep Pela-Gandong. Kenyataannya, proses penyeimbangan itu ditolak oleh masyarakat Kristen Ambon-Maluku. Mereka kemudian menunjukkan agresivitas yang menjurus pada tindakan brutal kepada masyarakat Islam Ambon-Maluku.
Oleh sebagian kalangan, buku ini dicap sebagai karya sang provokator. Sebagian lain menilainya sebagai buku yang memberi pencerahan. Seharusnya, bagi kalangan yang tidak sependapat dengan kesimpulan yang dibuat Rustam Kastor, ada baiknya melakukan uji lapangan terhadap serangkaian fakta dan data yang dijadikan bahan analisis penulisnya.
Etika seperti itu akan terasa lebih bijaksana dan bermar tabat ketimbang menempatkan buku dan pengarangnya sebagai provokator. Sebab, sebagaimana dikatakan penulisnya, buku ini diwujudkan untuk menjawab berbagai upaya disinformasi yang sudah telanjur berkembang, yang memosisikan umat Islam sebagai biang keladi tragedi Ambon-Maluku berdarah.
Rustam juga berkesimpulan, pemerintah juga tidak mau mengakui bahwa.konflik berdarah yang berkepanjangan ini digerakkan oleh ide separatisme RMS yang menunggangi umat Kristen Ambon-Maluku. Bila akar masalah ini dikenali dengan baik (diterima oleh pemerintah), maka konflik itu akan mudah diheritikan, karena sebagian besar masyarakat Kristen di sana menolak bentuk separatisme ala RMS itu.
Umar Abduh
Aktivis Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam
Di Jakarta
Sumber: Majalah GAMMA edisi 26 April - 2 Mei 2000, halaman 84.
Fakta, Data dan Analisa: Konspirasi Politik RMS dan Kristen Menghancurkan Ummat Islam di Ambon-Maluku.
KARYA SANG PROVOKATOR
Kesimpulan Rustam Kastor tentang akar konflik di Ambon bertolak belakang dengan Gus Dur. Bukan karena umat Islam dianakemaskan.
B
anyak buku tentang konflik di Ambon dan daerah lainnya di Ma¬luku. Namun, buku karya Brigjen TNI (purnawirawan) Rustam Kas¬tor --yang pernah dicurigai seba¬gai salah seorang provokator-- yang meng¬ulas sekitar meledaknya tragedi di Indone¬sia bagian timur itu memberikan sudut pan¬dang lain. Orang Ambon yang pernah menjabat Komandan Korem (Danrem) Ambon ini menyajikan fakta-fakta ten¬tang latar belakang konflik menurut penglihatan seorang "pribumi" daerah itu. Mungkin karena itulah cetakan pertama buku ini segera ludes hanya dalam dua minggu.
Mungkin baru kali inilah sebuah buku disambut begitu meriah dan menimbulkan panik di kalangan kelompok yang diduga terlibat dalam ke¬rusuhan Maluku. Setelah ce¬takan pertama beredar --me¬nurut pengamatan penulisnya sendiri-- sejumlah tokoh Re¬publik Maluku Selatan (RMS) yang selama ini berperan menggerakkan konflik di Am¬bon hengkang ke negeri Belanda. Bersamaan dengan itu, sejumlah pemuka agama Kristen sibuk membuat bantahan terhadap isi buku tersebut. Rustam Kastor sendiri saat ini disibukkan menjawab bantahan tersebut. Pada sisi lain, pemuda dan masyarakat Islam di sana ber¬janji akan menyambut dengan gempita Rus¬tam Kastor bila saja ia kelak kembali ke tanah kelahirannya.
Sebagaimana buku-buku tentang tragedi Maluku lainnya, buku ini pun sejak awal menegaskan bahwa akar masalah Ambon berda¬rah adalah RMS dan kepentingan politik Kris¬ten. Rustam mengumpulkan sejumlah fakta dan data dan kemudian menganalisisnya. Dan, ia mengemukakan kesimpulan yang bertolak belakang dengan pernyataan Gus Dur, yang pernah mengatakan bahwa konflik di Ambon (Maluku) akibat masyarakat Islam di sana dianakemaskan oleh rezim Soeharto, teruta¬ma pada masa sepuluh tahun terakhir kekua¬saan Orde Baru. Rustam berkeyakinan, kon¬flik itu bukan disebabkan oleh ketidakadilan yang dialami masyarakat Kristen terutama pada dasawarsa terakhir era Soeharto. Bah¬kan, keyakinan itu pun didukung oleh tokoh PGI Maluku seperti Dr. Patiasina.
Rustam Kastor beranggapan, dalam ba¬nyak hal, umat Islam-lah yang mengalami perlakuan tidak adil. "Posisi kunci penentu kebijaksanaan dan pengambilan keputusan di Maluku berada hampir 90% dalam geng¬gaman tokoh Kristen," tulisnya. "Umat Islam yang nenek moyangnya berperang habis-¬habisan menentang penjajah justru menda-patkan perlakuan yang tidak adil, diskrimi¬natif, dan amat menyakitkan," lanjut Rus¬tam, di halaman 20.
Jadi, kalau pada masa kepemimpinan sa¬lah satu Gubernur Maluku ada proses "Islamisasi", sebagaimana dikatakan Gus Dur, itu sebenarnya bukan penganakemasan, melainkan upaya melakukan penyeimbangan semata agar umat Islam yang secara kualitatif kian meningkat dapat terakomodasikan dalam birokrasi pemerintahan daerah setempat. Bila itu tidak dilakukan, perdamaian semu yang selama ini terjadi lambat laun akan memicu konflik yang tak akan dapat diselesaikan dengan konsep Pela-Gandong. Kenyataannya, proses penyeimbangan itu ditolak oleh masyarakat Kristen Ambon-Maluku. Mereka kemudian menunjukkan agresivitas yang menjurus pada tindakan brutal kepada masyarakat Islam Ambon-Maluku.
Oleh sebagian kalangan, buku ini dicap sebagai karya sang provokator. Sebagian lain menilainya sebagai buku yang memberi pencerahan. Seharusnya, bagi kalangan yang tidak sependapat dengan kesimpulan yang dibuat Rustam Kastor, ada baiknya melakukan uji lapangan terhadap serangkaian fakta dan data yang dijadikan bahan analisis penulisnya.
Etika seperti itu akan terasa lebih bijaksana dan bermar tabat ketimbang menempatkan buku dan pengarangnya sebagai provokator. Sebab, sebagaimana dikatakan penulisnya, buku ini diwujudkan untuk menjawab berbagai upaya disinformasi yang sudah telanjur berkembang, yang memosisikan umat Islam sebagai biang keladi tragedi Ambon-Maluku berdarah.
Rustam juga berkesimpulan, pemerintah juga tidak mau mengakui bahwa.konflik berdarah yang berkepanjangan ini digerakkan oleh ide separatisme RMS yang menunggangi umat Kristen Ambon-Maluku. Bila akar masalah ini dikenali dengan baik (diterima oleh pemerintah), maka konflik itu akan mudah diheritikan, karena sebagian besar masyarakat Kristen di sana menolak bentuk separatisme ala RMS itu.
Umar Abduh
Aktivis Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam
Di Jakarta
Sumber: Majalah GAMMA edisi 26 April - 2 Mei 2000, halaman 84.
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as