Jika Ide Ada Dalam Tulisan
Oleh : Nyong_Andika Hendra M*
“Writing is like an angel,
but talking is like a Poor Poll”
(Oliver
Gold Smith)
Kala di sebuah organisasi mahasiswa yang memang
berusaha dengan keras belajar serta mendidik tentang jurnalistik, sebut saja
Pers Mahasiswa, pengalaman teman pernah berkata “Saya. masuk sini kok
sepertinya salah,” dan akhir kata, aku bertanya “Lho, kok bisa salah? Dia
dengan lugunya menjawab “Aku manusia tanpa ide.” Dalam benakku saya berpikir
panjang, tetapi untungnya pertanyaan itu tidak sampai ke dalam mimpi saya, yang cenderung mencerminkan apa
yang saya rasakan dengan pahit dan manisnya kehidupan ini.
Sebenarnya, setiap manusia pasti mempunyai ide,
tetapi yang bagaimana dulu, itulah yang menjadi pertanyaan. Setiap manusia
sudah dibekali otak, untuk berfikir, dari berfikir tersebut akan muncullah ide.
Ide bukanlah sesuatu yang keluar sendirinya atau ingin keluar sendiri, seperti
waktu kita kencing atau berak, tetapi ide harus kita cari. Proses pencarian
bisa dilakukan dengan membaca literature, melihat ataupun mengamati
sesuatu benda mati maupun benda hidup, pengalaman yang kita alami maupun
pengalaman orang lain yang diceritakan kepada kita, ataupun dengan melamun atau
sekadar membayangkan apa yang ada dalam
pikiran kita.
Setelah mendapatkan ide apa yang akan kita lakukan?
Itulah yang menjadi pertanyaan kita semua. Bagi seorang pelukis, pasti dia akan
menuangkan cat dengan kanvasnya menjadi sebuah lukisan, seorang marketing
manager akan menuangkan idenya untuk memajukan perusahaan dengan variasi
penjualan, baik jemput bola maupun tunggu bola. Seperti halnya contoh seorang
novelis ataupun cerpenis juga akan menuangkan ide dengan media tulisan.
Bagaimana dengan seorang jurnalis, dia akan
menuangan ide melalui tulisan, sama halnya dengan penulis. Yang berbeda yaitu cara pengolahan ide dalam
kerja jurnalistik, dengan mengolah ide dalam kerja lain, seperti menulis puisi
ataupun cerpen, meskipun perbedaan bukanlah harga mati.
Dimana Ide itu?
Menurut Gordon Dryden, sebuah ide adalah kombinasi
baru dari elemen-elemen lama, tidak ada elemen baru yang ada hanyalah kombinasi
baru.
Ide itu ada dimanapun dan kapanpun. Masalah sulit
ataupun tidak dalam menemukan ide sangat bergantung dengan kepekaan dan
kejelian dalam alur kehidupan.
Suatu ketika sedang bejalan di kawasan kumuh di
suatu kota besar yang sangat identik dengan keglamorannya, kita bisa melihat
sisi lain dari kehidupan, orang yang harus mencari sesuap nasi untuk menambah
daging yang ada pada tubuh. Perumahan, bahkan bisa tidak pantas kita sebut
sebagai perumahan, penuh dengan sampah dan lalat yang mengerubungi anak-anak
yang sedang bermain sepak bola dengan riangnya. Apa yang anda rasakan? Dari
sepenggal pengamatan yang dilakukan dapat kita jadikan cerpen, feature, opini dan
lain-lain.
Dalam jurnalistik, ide muncul dari konteks
kemasyarakatan, karena di situlah awal dan akhir perjalanan ide pers. Proses
ini seperti epistomologi pemecahan masalah dalam kerja ilmiah, bahwa
dalam masyarakat muncul masalah yang harus dipecahkan.
Ide dalam pers memberikan nyawa kehidupan,
menjadikan pers lebih hidup, menjadi hantu atau bahkan menjadi pahlawan bagi
suatu pihak. Jadi ide merupakan intisari kerja jurnalistik.
Mencairkan Ide
Ide akan menjadi sekedar menjadi jika tidak diiringi
dengan usaha “mengkontekskan ide”. Maksudnya, lantaran motif public interest
dalam kerja jurnalistik, ide yang dikemukakan harus dikontekskan dengan
situasi kontemporer. Yang bisa disebut sebagai aktualisasi ide.
Jika ide dalam sistem jurnalistik merupakan muatan,
maka tujuan kendaraan menjadi proses pengiringan atau aktualisasi idenya.
Sehingga kita bisa mulai menemukan bahwa proses pemberian nyawa bagi sebuah
tulisan dalam kerja yang kreatif jurnalistik. Pada saat inilah kerja
jurnalistik menjadi sangat menarik, hidup dan menjadi pencerahan khalayak
pembaca.
Menuliskan Ide
Upaya penulisan yang kita cenderung sistematis itu
sudah menjadi sesuatu yang diketahui orang banyak, dan belum tentu mampu
memberikan semacam resep kepenulisan, tapi setidaknya bisa dimanfaatkan sebagai
kegiatan membagi pengalaman.
Cara yang paling umum yaitu meng-kerangka-nya.
Kristalisasi ide yang ada dalam pikiran dicirikan oleh kehadiran kaitan-kaitan
masalah dalam pikiran. Jika pikiran dasarnya sudah muncul dalam pikiran, kita
bisa meng-kerangka-nya sesuai dengan tujuan penilisan. Clustering tersebut
dikembangkan oleh Gabriel Rico adalah suatu cara memilah pemikiran yang saling
berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya tanpa mempertimbangkan
kebenarannya.
Sekilas Saja
Orang memiliki pengalaman personal yang berbeda
dalam pencarian ide, kontekstualisasi ide, moralisasi ide hingga proses
penulisan ide itu. Kadang-kadang ide sudah tuntas sebelum penulis menghadapi
komputer untuk menulis, malah seringkali keseluruhan penggarapan ide baru
selesai pada detik-detik terakhir penyelesaian naskah. Untuk menyelasaikan naskah tidak jarang orang
perlu ngopi-ngopidulu, ngeteh-ngeteh dulu, nge-game CM dulu, kalau saya
harus pergi ke warung dulu dan ditemani alunan musik Cranberies atau Dream
Theather.
“Saya berkarya, karena rajin membaca” kata Taufik
Ismail. Dari statement tersebut membaca sangat diperlukan untuk menambah
wacana dan mungkin kita akan terinspirasi dari apa yang kita baca.
Berikan tulisan anda kepada orang lain, agar Sang
Teman bisa mengkomentari tulisan anda. Jangan malu, karena orang malu sulit
untuk maju. Kritikan, sindiran, cacian, makian akan menjadikan semangat baru,
jangan merasa minder. Justru pujian, sanjungan ataupu namanya yang membuat
orang menjadi besar kepala akan menjadi batu sandungan, karena mungkin anda
akan meras puas dengan apa yang didapat.
*Mahasiswa Sastra Inggris Unibraw
Anggota Departemen Mimbar Mahasiswa
Oleh : Nyong_Andika Hendra M*
“Writing is like an angel,
but talking is like a Poor Poll”
(Oliver
Gold Smith)
Kala di sebuah organisasi mahasiswa yang memang
berusaha dengan keras belajar serta mendidik tentang jurnalistik, sebut saja
Pers Mahasiswa, pengalaman teman pernah berkata “Saya. masuk sini kok
sepertinya salah,” dan akhir kata, aku bertanya “Lho, kok bisa salah? Dia
dengan lugunya menjawab “Aku manusia tanpa ide.” Dalam benakku saya berpikir
panjang, tetapi untungnya pertanyaan itu tidak sampai ke dalam mimpi saya, yang cenderung mencerminkan apa
yang saya rasakan dengan pahit dan manisnya kehidupan ini.
Sebenarnya, setiap manusia pasti mempunyai ide,
tetapi yang bagaimana dulu, itulah yang menjadi pertanyaan. Setiap manusia
sudah dibekali otak, untuk berfikir, dari berfikir tersebut akan muncullah ide.
Ide bukanlah sesuatu yang keluar sendirinya atau ingin keluar sendiri, seperti
waktu kita kencing atau berak, tetapi ide harus kita cari. Proses pencarian
bisa dilakukan dengan membaca literature, melihat ataupun mengamati
sesuatu benda mati maupun benda hidup, pengalaman yang kita alami maupun
pengalaman orang lain yang diceritakan kepada kita, ataupun dengan melamun atau
sekadar membayangkan apa yang ada dalam
pikiran kita.
Setelah mendapatkan ide apa yang akan kita lakukan?
Itulah yang menjadi pertanyaan kita semua. Bagi seorang pelukis, pasti dia akan
menuangkan cat dengan kanvasnya menjadi sebuah lukisan, seorang marketing
manager akan menuangkan idenya untuk memajukan perusahaan dengan variasi
penjualan, baik jemput bola maupun tunggu bola. Seperti halnya contoh seorang
novelis ataupun cerpenis juga akan menuangkan ide dengan media tulisan.
Bagaimana dengan seorang jurnalis, dia akan
menuangan ide melalui tulisan, sama halnya dengan penulis. Yang berbeda yaitu cara pengolahan ide dalam
kerja jurnalistik, dengan mengolah ide dalam kerja lain, seperti menulis puisi
ataupun cerpen, meskipun perbedaan bukanlah harga mati.
Dimana Ide itu?
Menurut Gordon Dryden, sebuah ide adalah kombinasi
baru dari elemen-elemen lama, tidak ada elemen baru yang ada hanyalah kombinasi
baru.
Ide itu ada dimanapun dan kapanpun. Masalah sulit
ataupun tidak dalam menemukan ide sangat bergantung dengan kepekaan dan
kejelian dalam alur kehidupan.
Suatu ketika sedang bejalan di kawasan kumuh di
suatu kota besar yang sangat identik dengan keglamorannya, kita bisa melihat
sisi lain dari kehidupan, orang yang harus mencari sesuap nasi untuk menambah
daging yang ada pada tubuh. Perumahan, bahkan bisa tidak pantas kita sebut
sebagai perumahan, penuh dengan sampah dan lalat yang mengerubungi anak-anak
yang sedang bermain sepak bola dengan riangnya. Apa yang anda rasakan? Dari
sepenggal pengamatan yang dilakukan dapat kita jadikan cerpen, feature, opini dan
lain-lain.
Dalam jurnalistik, ide muncul dari konteks
kemasyarakatan, karena di situlah awal dan akhir perjalanan ide pers. Proses
ini seperti epistomologi pemecahan masalah dalam kerja ilmiah, bahwa
dalam masyarakat muncul masalah yang harus dipecahkan.
Ide dalam pers memberikan nyawa kehidupan,
menjadikan pers lebih hidup, menjadi hantu atau bahkan menjadi pahlawan bagi
suatu pihak. Jadi ide merupakan intisari kerja jurnalistik.
Mencairkan Ide
Ide akan menjadi sekedar menjadi jika tidak diiringi
dengan usaha “mengkontekskan ide”. Maksudnya, lantaran motif public interest
dalam kerja jurnalistik, ide yang dikemukakan harus dikontekskan dengan
situasi kontemporer. Yang bisa disebut sebagai aktualisasi ide.
Jika ide dalam sistem jurnalistik merupakan muatan,
maka tujuan kendaraan menjadi proses pengiringan atau aktualisasi idenya.
Sehingga kita bisa mulai menemukan bahwa proses pemberian nyawa bagi sebuah
tulisan dalam kerja yang kreatif jurnalistik. Pada saat inilah kerja
jurnalistik menjadi sangat menarik, hidup dan menjadi pencerahan khalayak
pembaca.
Menuliskan Ide
Upaya penulisan yang kita cenderung sistematis itu
sudah menjadi sesuatu yang diketahui orang banyak, dan belum tentu mampu
memberikan semacam resep kepenulisan, tapi setidaknya bisa dimanfaatkan sebagai
kegiatan membagi pengalaman.
Cara yang paling umum yaitu meng-kerangka-nya.
Kristalisasi ide yang ada dalam pikiran dicirikan oleh kehadiran kaitan-kaitan
masalah dalam pikiran. Jika pikiran dasarnya sudah muncul dalam pikiran, kita
bisa meng-kerangka-nya sesuai dengan tujuan penilisan. Clustering tersebut
dikembangkan oleh Gabriel Rico adalah suatu cara memilah pemikiran yang saling
berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya tanpa mempertimbangkan
kebenarannya.
Sekilas Saja
Orang memiliki pengalaman personal yang berbeda
dalam pencarian ide, kontekstualisasi ide, moralisasi ide hingga proses
penulisan ide itu. Kadang-kadang ide sudah tuntas sebelum penulis menghadapi
komputer untuk menulis, malah seringkali keseluruhan penggarapan ide baru
selesai pada detik-detik terakhir penyelesaian naskah. Untuk menyelasaikan naskah tidak jarang orang
perlu ngopi-ngopidulu, ngeteh-ngeteh dulu, nge-game CM dulu, kalau saya
harus pergi ke warung dulu dan ditemani alunan musik Cranberies atau Dream
Theather.
“Saya berkarya, karena rajin membaca” kata Taufik
Ismail. Dari statement tersebut membaca sangat diperlukan untuk menambah
wacana dan mungkin kita akan terinspirasi dari apa yang kita baca.
Berikan tulisan anda kepada orang lain, agar Sang
Teman bisa mengkomentari tulisan anda. Jangan malu, karena orang malu sulit
untuk maju. Kritikan, sindiran, cacian, makian akan menjadikan semangat baru,
jangan merasa minder. Justru pujian, sanjungan ataupu namanya yang membuat
orang menjadi besar kepala akan menjadi batu sandungan, karena mungkin anda
akan meras puas dengan apa yang didapat.
*Mahasiswa Sastra Inggris Unibraw
Anggota Departemen Mimbar Mahasiswa
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as