Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    apa yang tidak diajarkan di kampus

    sumanto
    sumanto
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Libra Jumlah posting : 123
    Join date : 03.07.10
    Age : 58
    Lokasi : di belakangmu

    apa yang tidak diajarkan di kampus Empty apa yang tidak diajarkan di kampus

    Post by sumanto Wed Jul 07, 2010 7:50 pm

    APA YANG TIDAK DIAJARKAN
    DI UNIVERSITAS:



    Teknik
    yang Menarik, Lucu dan Praktis untuk Mengajar Bahasa dan Kepekaan Budaya yang
    Tinggi






    M.
    Bundhowi[1]






    Pengembangan teknik untuk
    mengajarkan kepekaan budaya mulai
    mendapat perhatian di tengah maraknya pengembangan teknik pengajaran
    keterampilan berbahasa murid. Pengajar BIPA, baik penutur asli maupun bukan
    asli, sering terperangah ketika menghadapi situasi di mana perbenturan budaya
    dalam khasanah pembelajaran BIPA menjadi hal yang sangat fundamental.






    Workshop (lokakarya) ini
    akan membawa peserta untuk memngeksplorasi teknik dan pengajaran khasanah
    lintas budaya (Indonesia dan non-Indonesia sebagai latar belakang budaya
    siswa). Presentasi yang serupa telah
    diujicobakan ke guru-guru bahasa Indonesia di beberapa sekolah di NSW,
    Australia yang diorganisir oleh Departemen Pendidikan dan Training NSW.






    Pendahuluan


    Nampaknya ketertarikan kepada
    pembahasan masalah silang budaya dalam
    pengembangan BIPA memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Hal ini tampak
    pada membesarnya jumlah abstrak, makalah dan diskusi tentang budaya pada
    konperensi BIPA akhir-akhir ini. Fenomena ini menunjukkan bagaimana semua yang
    berkutat di bidang pengembangan BIPA semakin sadar bahwa budaya sebagai hal
    yang tidak terpisah dari bahasa.





    Memang ketertarikan dalam
    pengembangan pengajaran budaya dalam kaitannya dengan pengembangan BIPA cukup
    menggembirakan, namun harus disadari bahwa masih banyak pekerjaan yang masih
    harus dikembangkan supaya pengajaran kebudayaan ini tidak ketinggalan dari
    perkembangan bahasa Indonesianya.





    Batu pijakan dalam lokakarya tentang teknik pengajaran yang menarik, lucu dan
    praktis untuk mengajar Bahasa dan kepekaan budaya yang tinggimerupakan proses akumulasi empiris
    yang penulis peroleh dari pengalaman mengajar:






    a) Pengungsi Vietnam, Kamboja, Hmong di
    Kamp Pengungsi Indochina, Galang (1987 –1993) yang berlatar belakang linguistik
    bahasa – bahasa Asia. Teknik pengajaran kesadaran lintas budaya yang
    dikembangkan disempurnakan dengan teknik-teknik penyampaian menggunakan bahasa
    target – Inggris yang disampaikan menggunakan komik strip. Para pengungsi ini
    akan menuju dan tinggal di negara ke tiga, Amerika, Kanada, Australia, Inggris
    dan negara-negara Eropa barat termasuk Jerman, Prancis dsb. Yang berlatar
    belakang budaya yang jauh berbeda dari budaya mereka sendiri.






    b) Siswa BIPA dari mancanegara yang belajar
    di Indonesia Australia Language Foundation (1993 – sekarang). Teknik pengajaran
    kesadaran lintas budaya yang dikembangkan disempurnakan dengan teknik-teknik
    penyampaian menggunakan bahasa target – Indonesia. disampaikan menggunakan
    komik strip, kuliah budaya serta immerse dalam budaya. Siswa tinggal di
    keluarga Indonesia (Bali).






    c) Mengajar siswa SD sampai SLTP di Evans
    Head, Mullumbimby, Ballina, Evans Head, Broad Water di NSW, Australia (2000).
    Penggunaan kartun dan komik strip sangat membantu dalam pengajaran bahasa dan
    kepekaan budaya terutama bagi siswa usia muda karena dalam tahap ini siswa
    sangat tanggap terhadap stimulus visual yang lucu, menarik dan praktis.






    d) Lokakarya penggunaan komik strip dan
    kartun bagi guru-guru bahasa Indonesia di Dubbo, Mullumbimby, Byron Bay dan
    Sydney.






    Kesimpangsiuran pengajaran kesadaran
    budaya






    Ada semacam
    kesalahpahaman yang harus dipaparkan, terutama yang berkaitan dengan pengajaran
    unsur-unsur kebudayaan. Karena kebudayaan merupakan hal berproses dan
    berkembang dalam waktu yang lama (selama manusia hidup) maka ada rasa apatis
    dari banyak pihak, termasuk pengajar yang berpendirian bahwa kebudayaan tidak
    bisa diajarkan. Tarik ulur bisa tidaknya
    budaya (dalam hal ini Indonesia) diajarkan kepada siswa BIPA sering muncul
    dalam lokakarya yang banyak dihadiri oleh pengajar bahasa Indonesia di negara
    selain Indonesia, yang kebanyakan berlatar belakang pendidikan kebahasaan
    dengan teori barat. Hal tersebut ada
    benarnya dan itu merupakan pendapat yang bisa dimengerti. Dalam hal ini harus
    dimengerti bahwa upaya pengajaran unsur kebudayaan dalam bahasa (dalam hal ini
    BIPA) bukan merupakan usaha untuk mengajarkan budaya, karena sebetulnya sasaran
    pengajaran unsur kebudayaan adalah untuk menanamkan kepekaan atau kesadaran
    lintas budaya.






    Gairah memadukan pengajaran kesadaran
    silang budaya pada pengajaran BIPA






    Dari banyak pembahasan tentang
    pegajaran silang budaya yang termaktub dalam banyak presentasi makalah, dapat
    disimpulkan bahwa sudah ada kegairahan untuk pengembangan pengajaran budaya
    tersebut. Namun hal yang cukup mengherankan adalah kegairahan ini justru
    terlihat di beberapa pusat pengembangan Bahasa Indonesia di luar negeri. Bagaimana ini bisa terjadi?





    Ada beberapa alasan mengapa
    konsep lintas kebudayaan tidak mempunyai porsi yang cukup dalam pembahasannya
    (terutama di dalam negeri).









    1)
    Memang kalau dilihat unsur kedaruratannya pengajaran budaya dalam BIPA
    tidak dianggap sebagai hal yang penting[2].
    Pembahasan bahasa Indonesia dengan unsur-unsur kebahasaannya (linguistik) masih
    memerlukan pengembangan yang serius.
    Terlihat betapa ketinggalannya pengajaran dan pembelajaran bahasa
    Indonesia, dibandingkan dengan pengembangan bahasa Inggris. Bahan ajar, teknik
    serta faktor-faktor lain sering kali diambil dari yang terdapat dalam bahasa
    Inggris. Di samping itu, pendekatan teori kebahasaan Chomsky
    (Chomsky:1968-1972) dan Piaget yang mengesampingkan unsur etnografi wacana
    disempurnakan oleh Hymes yang mengedepankan teori wacana sebagai sistem
    perilaku budaya (1971). Teori keterpautan budaya ini akhirnya diperkuat oleh
    Basil Bernstein dan Edward T. Hall yang memandang betapa kuatnya kebudayaan
    identik dengan cara penuturan berbahasa.





    2)
    Pembahasan budaya[3]
    berkutat hanya pada konsep teoritis.
    Pengajaran sosiolinguistik yang seharusnya mencakup makna-makna yang
    termaktub dalam bahasa lewat budayanya seakan menjadi pembahasan yang kering
    sehingga mahasiswa/ pelajar kurang mempunyai ketertarikan membahasnya.





    3)
    Di samping adanya kenyataan bahwa pengajaran BIPA tidak
    diajarkan di perguruan tinggi, FKIP atau institusi pendidikan lain, juga tidak
    terdapat mata kuliah sosiolinguistik Bahasa Indonesia di perguruan tinggi.
    Kalaupun toh ada pembahasan kebudayaan, baik di tingkat perguruan tinggi,
    kursus maupun sekolah kebahasaan yang lain tidak/kurang memberikan porsi
    pembahasan kebudayaan di luar konteks
    kesadaran (out of arawereness culture)[4]
    .
    Pembahasan kebudayaan hanya mencakup praktik-praktik kebudayaan yang kasat mata
    (train, makanan, drama, lukisan dsb.). Besarnya potensi budaya out of awareness yang mencakup
    konsep-konsep yang jauh lebih luas dan menarik untuk dibahas menjadi tereduksi
    bahkan tidak tersentuh sama sekali.





    4)
    Pengajaran pemahaman lintas budaya dengan tujuan
    utamanya untuk menanamkan kesadaran lintas budaya masih menggunakan banyak
    teknik tradisional, yakni kuliah saja. Walaupun toh ada cara lain yang ditempuh
    biasanya hanya masih berkutat pada perbandingan kebudayaaan. Terobosan-terobosan
    teknik pengajaran menggunakan teknologi yang lebih modern dan canggih maupun
    teknik sederhana yang praktis belum banyak dicoba.


    apa yang tidak diajarkan di kampus Clip_image001





    5)
    Pengajaran sadar budaya diberikan secara terpisah dari
    bahasa Indonesia. Sering kali pengajaran ini dilakukan dalam bahasa ibu si
    pembelajar dengan asumsi bahwa pembelajar belum mempunyai keterampilan
    berbahasa target (Indonesia) yang mencukupi untuk membahas masalah silang
    budaya ini. Pengajaran sadar budaya juga lebih sering diberikan kepada siswa
    beraras tinggi.



















    apa yang tidak diajarkan di kampus Clip_image002Analogi
    Gunung Es Budaya











    apa yang tidak diajarkan di kampus Clip_image003




    apa yang tidak diajarkan di kampus Clip_image005

    Di dalam kesadaran





    Sering
    diajarkan



    Tarian,
    makanan, pakaian,




    drama, sastra, dsb.



    apa yang tidak diajarkan di kampus Clip_image006




    Yang termaktub dalam komunikasi: masalah
    pribadi,




    kesopanan, jarak komunikasi , penghargaan ,



    keterbukaan, mencampuri urusan, kerendahan
    hati, kontak




    mata,
    bahasa tubuh, keterbukaan, konsep
    waktu dsb. Yang




    tidak termaktub dalam komunikasi verbal: tempo kerja,




    konsep
    persahabatan, keterusterangan, kecantikan, kebersihan,




    H.A.M.,
    hormat kepada yang lebih tua, keluarga, kosmologi,





    Konsep dosa dsb.





    Di luar kesadaran


    Jarang/ tidak
    diajarkan












    6) Belum
    ada terdapat teknik pengajaran sadar budaya yang menggabungkan keterampilan
    berbahasa: mendengarkan, bicara, membaca dan menulis dan di dalamnya, dan juga sebaliknya dalam
    pengajaran bahasa Indonesia unsur-unsur lintas budaya hanya digunakan sebagai
    catatan saja. Padahal ada potensi yang begitu banyak untuk memproduksi bahasa yang berbudaya.





    Menarik diamati kecenderungan
    pengajaran kebudayaan sebagai unsur pengajaran BIPA di luar negeri. Hijirida
    Kyoko dan Diane Uyetake, seperti yang dikupas oleh I Ketut Surajaya[5], mengajukan 14 kiat pengajaran kebudayaan
    Indonesia, termasuk di dalamnya: kuliah, contoh benda budaya, demonstrasi dan
    partisipasi aktif, eksekursi, majalah dinding, tari dan nyanyi, simulasi,
    video, audio motor units,
    identifikasi kultural perilaku umum, konotasi kultural; bahan bacaan
    otentik. Upaya-upaya pengajaran unsur
    silang budaya ini patut dikembangkan dengan memperluasnya pada tahap pembahasan
    kesadaran di luar kesadaran.





    Teknik yang Menarik, Lucu dan Praktis
    untuk Mengajar Bahasa dan Kepekaan Budaya yang Tinggi






    Berikut ditampilkan pendekatan-pendekatan
    pengajaran silang budaya yang terpadu dalam pengajaran bahasa Indonesia.
    Teknik-teknik yang ditampilkan dalam lokakarya ini memadukan semua keterampilan
    berbahasa dengan tujuan mengajarkan bahasa Indonesia dengan potensi budaya yang
    termaktub dalam komunikasinya. Dalam menampilkan teknik-teknik ini alat Bantu
    ajar: gambar, komik, kartun diekplorasi penggunaannya. Salah satu sasaran yang
    ingin dicapai dalam presentasi ini adalah untuk menyadarkan pengajar BIPA bahwa
    banyak sekali teknik-teknik pengajaran silang budaya dalam BIPA yang menunggu
    untuk dieksploitasi lebih lanjut.





    Berikut adalah teknik-teknik yang
    dikembangkan untuk mengajarkan paduan bahasa dan pengenalan lintas budaya:





    I Berbicara:





    Bertanya
    jawab:



    Alat
    peraga: The First Trip Abroad






    Pada aktivitas ini siswa diminta untuk
    membuat pasangan A dan B. Mereka harus
    duduk/ berdiri berhadapan untuk melakukan kegiatan menerangkan/bercakap. Dalam
    proses bertanya jawab akan terjadi keributan. Ini memang disengaja, karena
    dengan demikian siswa bisa menggunakan bahasa survivalnya (misalnya meminta
    pasangan untuk mengulang pertanyaan, atau untuk berbicara pelan-pelan. Walaupun
    fokus dari aktivitas ini adalah berbicara, namun kegiatan menulis bisa juga
    dipadukan di sini, di mana siswa diminta untuk menulis jawaban yang mereka
    dapat dari pasangan.





    Pembahasan
    Budaya





    Alat
    peraga: Body Culture






    Siswa bisa diajak untuk membahas komik
    yang baru saja digunakan dalam kegiatan bertanya jawab. Kemudian mereka bisa
    menerangkan perbedaan budaya antara budaya yang mereka sedang pelajari, yakni
    budaya Indonesia dengan budaya mereka sendiri.






    Bermain Peran


    Alat
    peraga : Buni Goes to The West






    Bermain peran bisa dilaksanakan setelah
    semua penyajian teknik-teknik pengajaran dan pembelajaran konsep kesadaran
    silang budaya. Untuk mengkongkritkan cerita, komik strip bisa diperankan oleh
    siswa. Siswa bisa memilih karakter
    (tokoh komik) yang sesuai dengan keinginan mereka. Beri mereka waktu sesaat untuk menyiapkan
    peran tersebut. Dengan melaksanakan
    bermain peran tersebut, siswa bisa merasakan pengalaman budaya langsung.
    Permainan peran bisa menjadi kegiatan lanjutan (follow up) yang menggunakan komik strip. Siswa dapat secara
    sukarela untuk memerankan karakter di komik tersebut. Biasanya situasi lucu
    akan terjadi dalam aktivitas ini.





    Bahasa
    spontanitas








    Alat
    peraga : The Javanese Visit



    Kegiatan ini dilaksanakan dengan cara
    siswa/peserta berdiri berkeliling. Pengajar bisa meminta siswa menggambarkan
    atau mengucapkan apa yang dikatakan (baik verbal maupun dalam hati) dalam
    setiap strip kartun secara keras-keras bergiliran. Kegiatan ini bisa lebih
    melibatkan semua siswa dalam proses berbahasa dan terlibat dalam proses budaya.






    Beningan (Overhead
    Transparency
    ) dan slide






    Menebak
    dan Meneruskan Cerita








    Alat
    peraga : PMS (Penyakit Menular Sosial)



    a)
    Komik Strip





    1) Respon





    Dengan menggunakan
    OHT siswa bisa memberikan respon langsung. Mereka bisa diminta untuk memaparkan
    alur cerita. Biasanya dalam aktivitas
    ini pengajar berfungsi sebagai pelempar pertanyaan/fasilitator kegiatan
    bahasa. Pengajar memperlihatkan komik
    strip satu kotak demi satu kotak.
    Pengajar meminta murid untuk menjawab/menerangkan isi strip tersebut.
    Setelah kegiatan tersebut usai siswa bisa diminta untuk:





    a) menceriterakan ulang
    isi komik strip dengan bahasa mereka
    sendiri.



    b) membuat laporan tertulis tentang
    keseluruhan komik strip.






    2) Menebak gambar komik strip.





    Sebelum strip
    Dubuque, pengajar meminta murid untuk Menebak isi komik strip baik secara
    keseluruhan maupun strip demi strip. Combines lain untuk kegiatan ini adalah
    bahwa pengajar tidak menunjukkan gambar yang terakhir, dan dia bisa meminta
    siswa untuk menebak gambar yang terakhir tersebut. Atau siswa bisa disuruh
    untuk membuat suatu cerita rekaan tentang lanjutan dari cerita tersebut baik
    secara tertulis maupun lisan.











    b)
    Gambar Tunggal





    Dengan menggunakan proyektor slide,
    pengajar menunjukkan suatu gambar/ kartun (yang bisa diambil dari salah satu
    strip). Slide tersebut dibuat sedemikian buram sehingga siswa tidak bisa
    melihatnya dengan jelas. Pengajar meminta siswa untuk menebak gambar tersebut.
    Sedikit demi sedikit gambar tersebut bisa diperjelas.









    II Menyimak





    Menyusun


    Alat
    peraga: Nosy Neighbour






    Komik bisa dipotong rangka per rangka
    untuk aktivitas menyusun ini. Siswa bisa dibagi ke dalam kelompok kecil,
    dan setiap kelompok diberi sebuah 1 set
    komik, yang harus mereka susun ke dalam urutan yang benar dan logis. Kemudian
    siswa bisa menarasikan strip tersebut. Pengajar juga bisa menyiapkan sebuah
    teks tentang komik strip tersebut dan membacanya keras-keras untuk siswa-siswa
    yang harus menyusun kartu tersebut berdasarkan apa yang mereka dengarkan.






    III Membaca





    Menjodohkan


    Alat
    peraga: Nosy Neighbour






    Sebagai lanjutan dari kegiatan menyusun,
    aktivitas ini dilaksanakan dengan cara: Siswa menjodohkan potongan komik strip
    dengan kartu kata-kata, kalimat atau pun frasa tentang masing-masing gambar.






    II Menulis





    Siswa Pemula





    Semua kegiatan yang menggunakan komik
    strip dan kartun bisa diikuti dengan kegiatan menulis: menulis esei berdasarkan
    kartun atau pun interpretasi terhadap kartun. Siswa pemula bisa diminta untuk
    menceriterakan (kembali) alur cerita. Selagi mereka melakukannya, pengajar bisa
    menuliskan kata-kata, kalimat dari siswa di papan tulis. Siswa kemudian bisa
    melingkari kata-kata tertentu (kata kerja, benda atau kata sifat). Tugas
    menulis yang mungkin bisa diberikan:
    menuliskan sebuah cerita di papan tulis, mendikte, menuliskan kembali, menyalin
    dan mengganti beberapa kata dalam cerita.






    ·
    Siswa
    menjawab pertanyaan menyimak tentang kartun/komik strip.



    ·
    Siswa
    menulis sebuah karangan berdasarkan komik strip secara terpandu.



    ·
    Membuat
    karangan bebas tentang komik strip baik secara individual maupun kelompok. Di
    sini siswa bisa memberikan interpretasi mereka atas cerita di komik strip
    tersebut.



    ·
    Siswa
    mengembangkan sebuah dialog.



    ·
    Siswa
    menuliskan sebuah dialog yang terjadi dalam peristiwa yang digambarkan dalam
    komik strip dengan cara menuliskannya dalam speech
    bubble
    (balon bicara).






    Siswa bisa diminta
    untuk menceriterakan strip komik
    Selagi mereka bercerita, tulis kalimat - kalimat tersebut di papan
    tulis. Hasil tulisan tersebut bisa digunakan sebagai bahan latihan di bawah
    ini:





    ·
    membaca
    secara keras



    ·
    menyalin


    ·
    menulis
    ulang dan mengganti sebagian kata – kata



    ·
    mengubah
    tata bahasa di papan tulis, misalnya dari kalimat aktif menjadi kalimat pasif,
    dan variasi tata bahasa lainnya.






    Siswa
    Aras Tinggi






    Pengajar memberikan gambar tunggal atau
    komik strip ke pasangan kelompok.






    Kombinasi





    Seperti
    gambar lain, kartun dan komik strip dapat digunakan untuk berbagai aktivitas,
    misalnya permainan, pemanasan dan pengisi pelajaran (untuk kegiatan pemanasan
    sebelum belajar atau pun pendinginan seusai belajar.)






    Ice-Breakers:





    1
    Identifikasi


    Pengajar
    bisa menunjukkan gambar komik strip yang
    sudah dibesarkan(fotokopi) secara sekilas dan meminta siswa untuk
    mengidentifikasinya.












    2 Chinese
    Whisper
    (Berbisik)



    Pengajar menyediakan kalimat-kalimat
    berdasarkan komik strip. Siswa dibagi ke dalam dua grup, dan mereka berdiri
    berjajar berhadapan. Pengajar memanggil siswa diurutan terdepan dan memberinya
    sebuah kalimat yang ia harus bisikkan ke murid berikutnya, dan murid ke dua
    harus membisikkan kalimat tersebut ke murid berikutnya. Murid yang terakhir
    harus meneriakkan kalimat tersebut dan menuliskannya di papan tulis. Setelah
    semua kalimat tersebut sudah dibisikkan, diteriakkan dan dituliskan di papan
    tulis, siswa harus cepat-cepat menyusun komik strip yang sesuai dengan
    kalimat-kalimat yang dibisikkan tadi. Aktivitas ini bisa dilaksanakan sebagai
    kompetisi.






    Kesimpulan





    Secara umum bisa dikatakan bahwa kita
    mungkin masih banyak ketinggalan dari praktisi pengajaran lintas budaya di luar
    negeri. Tampak jelas bahwa pengembangan materi pembelajaran bahasa dan lintas
    budaya antara Indonesia sebagai bahasa dan budaya target dengan bahasa atau
    budaya ibu penutur asing memerlukan kreativitas dan imajinasi dari pengajar
    bahasa Indonesia. Dengan demikian
    pengembangan pengajaran BIPA tidak hanya harus berfokus pada teori-teori
    kebahasaan dan pengajaran, namun juga harus mencakup pembahasan/pengajaran
    lintas budaya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengajaran BIPA.
    Pengajar BIPA tidak hanya dituntut untuk menjadi guru yang berpengalaman, namun
    mereka juga harus menjadi guru yang memiliki kiat-kiat mendidik dengan segala
    teknik yang menarik, praktis mudah dimengerti sehingga bukan hanya pengetahuan
    linguistik saja yang diterima siswa BIPA namun juga kepekaan budaya
    Indonesianya.

    Bacaan pilihan:






    Surajaya, I Ketut. 1995. Kiat
    Pembelajaran Kebudayaan Indonesia dalam Kelas Bahasa Indonesia Bagi Penutur
    Asing: Suatu Ancangan Diplomasi Kebudayaan
    , KIPBIPA,





    Gasion, Jan C. 1984. Culture Awareness Teaching Techniques. Brattleboro, Vermont: Pro
    Liongua Associates.






    Draine, Chatie and
    Barbara Hall
    .
    1984. Culture Shock: Indonesia.
    Singapore: Times Books International.



















    [1] M.
    Bundhowi, Language Training Specialist,E-Mail : Mbundhowi@ialfbali.co.id ,Telp:
    (0361) 225243, 221783, 225243




    Indonesia Australia Language Foundation, Jl. Kapten Agung 17, Denpasar,
    Bali.










    [2] Dari 39 pemakalah pada
    KIPBIPA 1995 di Fakultas Sastra Indonesia hanya ada 1 pemakalah yang


    membahas
    masalah pengajaran kebudayaan Indonesia. Sedangkan pada Kongres Bahasa
    Indonesia VI pada tahun 1998 yang diselenggarakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan
    Bahasa, DEBDIKBUD di Jakarta, dari 89 pemakalah hanya 2 pemakalah yang membahas
    masalah kaitan bahasa Indonesia dengan kebudayaan . Tidak satu pun membahas
    budaya di luar daerah kesadaran.









    [3]
    Bundhowi, M, Komponen Budaya dalam
    Pengajaran BIPA
    , Buletin Pengajaran BIPA, IALF, 2000






    [4] Dari
    konsep Ice Berg of Culture.






    [5] Mengajar
    di Jepang.

      Waktu sekarang Thu May 09, 2024 8:21 pm