APA ITU INVESTIGATIVE
REPORTING?
Andreas Harsono
Institut Studi
Arus Informasi
Apakah
semua wartawan menjalankan fungsi investigasi?
Jawabnya
bisa ya bisa tidak. Sebagian wartawan mengatakan setiap reporter juga
seorang investigator. Namun ada yang mengatakan tidak setiap wartawan melakukan
investigasi. Wartawan yang ikut pertemuan pers, menyodorkan tape recorder
dan sekali-kali menerima amplop, pasti bukan seorang investigator.
Namun
ada juga yang berpendapat setiap wartawan seyogyanya menjadi seorang
investigator. Atau dipertajam lagi, ada yang mengatakan bahwa setiap wartawan harus
bisa menjadi seorang investigator. Entah itu wartawan di balai kota atau
reporter bisnis. Bahkan wartawan yang bertugas meliput pakaian mode baru juga
bisa menjadi investigator. Logikanya, kejahatan tidak mengenal bidang-bidang
liputan. Di mana-mana bisa terjadi kejahatan.
Sebagian
wartawan juga mengatakan bahwa investigasi adalah pekerjaan jurnalisme yang
dikaitkan dengan upaya membongkar apa-apa yang dirahasiakan. Namun apakah
membongkar skandal antara seorang manajer dengan mantan sekretarisnya juga
dikategorikan investigasi? Berhakkah masyarakat maupun media masuk hingga ke
ruang pribadi ini? Apa beda investigative reporting dan in-depth
reporting?
DARI MUCKRAKING
HINGGA INVESTIGATIVE REPORTING
Sebelum
masuk ke perdebatan-perdebatan tersebut, ada baiknya kita melihat apa yang
terjadi di negara-negara lain yang tradisi persnya lebih tua atau lebih matang
dari Indonesia. Di Amerika Serikat istilah investigative reporting mulai
populer pada tahun 1975 ketika di Columbia didirikan Investigative Reporters
and Editors Inc. Sebelumnya ada istilah muckraking journalism
terutama antara tahun 1902 hingga 1912 ketika majalah McClure's
menerbitkan artikel-artikel yang membongkar politik uang elit Washington.
Sekarang IRE menjadi salah satu organisasi terkemuka dalam masalah investigasi
dengan anggaran $800,000 per tahun. Setiap tahun IRE mengadakan seminar
teknik-teknik baru dalam investigasi serta memberikan hadiah buat karya-karya
investigasi yang bagus di seluruh Amerika Serikat. Ia memperkenalkan sistem
riset lewat internet maupun pemakaian penginderaan jarak jauh.
Di
Asia saya pikir Filipina yang pertama kali memiliki organisasi semacam Philippines
Center for Investigative Journalism ketika sekelompok wartawan muda pada
tahun 1989 mendirikan lembaga itu sesaat setelah diktator Ferdinand Marcos
melarikan diri dari Filipina. Direktur PCIJ Sheila Coronel datang ke Indonesia
dan memberikan ceramah di Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan
Ujungpandang 1-11 Oktober 1999. Menurut Coronel, mereka mendirikan PCIJ karena
suratkabar di mana mereka bekerja tidak menyediakan suasana yang memungkinkan
bagi wartawan-wartawan muda itu untuk membuat in-depth reporting maupun investigative
reporting. Budaya newsroom di Filipina lebih banyak dihabiskan untuk
meliput breaking news daripada analisa yang mendalam.
Dan
November 1998 di Cambridge, Amerika Serikat, juga diadakan pertemuan perdana dari
International Consortium of Investigative Journalists yang memberikan
penghargaan buat wartawan-wartawan dari seluruh dunia yang berkarya dengan baik
di bidang investigasi. Untuk pertama kali penghargaan ini diberikan kepada Nate
Thayer dari mingguan Far Eastern Economic Review yang berpangkalan di
Hongkong atas jerih-payah dan prestasi Thayer dalam mewawancarai pemimpin Khmer
Merah Pol Pot.
Di
Indonesia sendiri kurang jelas mulai kapan istilah liputan investigasi mulai
menjadi populer. Namun setidaknya ada beberapa majalah yang secara eksplisit
pada tahun 1990-an menggunakan kata "investigasi" dalam liputan
mereka. Dwi-mingguan TAJUK yang didirikan tahun 1996 memposisikan dirinya
sebagai majalah "berita, investigasi dan entertainmen". Majalah TEMPO
juga menambahkan satu rubrik "Investigasi" ketika terbit kembali 6
Oktober 1998.
Namun
investigasi yang mungkin paling terkenal di Indonesia adalah liputan harian Indonesia
Raya atas kasus korupsi di Pertamina dan Badan Logistik antara 1969 dan
1972. Harian itu melaporkan dugaan korupsi besar-besaran di Pertamina dengan
memanfaatkan sumber-sumber dari dalam perusahaan negara tersebut. Pertamina
maupun pemerintahan Presiden Suharto menolak adanya korupsi. Walaupun Indonesia
Raya saat itu terkesan agak crusading dalam liputannya namun beberapa
tahun kemudian terbukti bahwa Pertamina memang penuh dengan korupsi hingga
hampir membangkrutkan pemerintahan Suharto.
Dalam
lima tahun terakhir ini, saya pikir liputan investigasi terbaik yang dilakukan
oleh wartawan Indonesia adalah investigasi tentang skandal emas Busang yang
dibuat oleh wartawan freelance Bondan Winarno. Ia melanglang buana,
pergi ke Calgary dan Toronto di Kanada, Manila di Filipina serta hutan rimba
Busang di Kalimantan untuk menelusuri investigasinya yang dituangkan dalam
bentuk sebuah buku. Bondan juga menelusuri berbagai dokumen tentang
pertambangan mineral dan cara-cara untuk "meracuni" mata bor dengan
"emas luar" sedemikian rupa sehingga dibuat kesimpulan ada cebakan
emas yang luar biasa besarnya di bawah permukaan hutan Busang.
Intinya
Bondan menganggap Michael de Guzman, geolog senior Bre-X, "meracuni"
sample hasil pemboran mereka dan melakukan kejahatan canggih untuk memperkaya
diri mereka. Bondan secara mengejutkan juga memperkirakan bahwa de Guzman masih
hidup, tidak mati bunuh diri seperti diberitakan. Bondan melaporkan bahwa mayat
yang ditemukan di tengah hutan Busang itu tidak memiliki gigi palsu di rahang
atasnya seperti yang dimiliki de Guzman. Geolog Filipina ini juga mempunyai
gaya hidup mewah, suka berfoya-foya, main perempuan, yang tidak cocok dengan
tipe orang yang memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Aneh juga
bahwa de Gusman tidak duduk di samping pilot helikopter namun di belakang.
Bondan mewawancarai dua orang dokter yang melakukan autopsi terhadap jasad
tersebut serta seorang dari empat isteri de Guzman.
Dari
gambaran sekilas atas pekerjaan Bondan maupun Nate Thayer sudah bisa kita
ketahui bahwa investigative reporting memang lebih berat dari rata-rata
pekerjaan jurnalisme sehari-hari. Bondan butuh waktu dua bulan penuh untuk
mengerjakan investigasinya. Thayer bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk menyakinkan Khmer Merah bahwa ia layak untuk mewawancarai Pol Pot.
Goenawan
Mohamad dari majalah TEMPO menyebut investigative reporting sebagai
jurnalisme "membongkar kejahatan." Ada suatu kejahatan yang biasanya
terkait dengan tindak korupsi yang ditutup-tutupi. Wartawan yang baik akan
mencoba mempelajari dokumen-dokumen bersangkutan dan membongkar keberadaan
tindak kejahatan di belakangnya.
Robert
Greene dari Newsday membatasi liputan investigasi sebagai karya seorang
atau beberapa wartawan atas suatu hal yang penting buat kepentingan masyarakat
namun dirahasiakan. Liputan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar:
bahwa liputan itu adalah ide orisinil dari wartawan, bukan hasil investigasi
pihak lain yang ditindaklanjuti oleh media; bahwa subyek investigasi merupakan
kepentingan bersama yang cukup masuk akal mempengaruhi kehidupan sosial
mayoritas pembaca suratkabar atau pemirsa televisi bersangkutan; bahwa ada
pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan kejahatan ini dari hadapan publik.
DUA BAGIAN DARI
PROSES INVESTIGASI
Mula-mula
seorang wartawan investigator adalah wartawan yang tidak menerima mentah-mentah
pernyataan sumber-sumber resmi. Seorang wartawan yang mau melakukan pekerjaan
riset yang dalam, tekun merekonstruksi suatu kejahatan dan tidak kenal lelah
untuk mengejar sumber-sumber yang penting, kira-kira itulah bayangan pekerjaan
dalam jurnalisme investigasi.
Sumber-sumbernya
banyak. Dokumen-dokumennya bertumpuk. Jelas bahwa sebuah karya investigasi
tidak bisa dibuat hanya dengan mengandalkan sebuah laporan pemeriksaan polisi
atau keterangan pers sebuah lembaga swadaya masyarakat. Walaupun ukuran waktu
bersifat sangat nisbi, namun sebuah laporan investigasi biasanya makan waktu
cukup lama. Bisa setengah tahun namun bisa juga setahun tergantung pada ukuran
dan cakupan investigasi tersebut.
Menyelidiki
perdagangan senjata antar-negara dan penggunaannya oleh para serdadu bayaran
tentu lebih lama daripada investigasi penyalahgunaan dana pembangunan Pasar
Pagi di kota Tegal. Perdagangan senjata biasanya melibatkan kejahatan
terorganisasir di beberapa negara. Serdadu bayaran juga beroperasi lintas
batas. Namun ukuran waktu memang nisbi. Kalau mereka yang dianggap melakukan
penyalahgunaan renovasi Pasar Pagi ternyata sudah melarikan diri ke luar
negeri, tentu waktu yang dibutuhkan lebih lama daripada sekedar mengejar
sumber-sumber antara Tegal dan Jakarta (dalam negeri).
Dalam
skala internasional, investigasi memang kebanyakan berkaitan dengan perdagangan
senjata, operasi militer rahasia, operasi kelompok-kelompok bisnis raksasa
berbau korupsi-kolusi, penyelundupan obat bius maupun penyelundupan tenaga
manusia secara global (baik dalam bisnis pelacuran maupun perbudakan modern).
Bondan menyelidiki manipulasi contoh emas Busang hingga ke kantor Bre-X di
Calgary maupun situs Busang di dalam hutan-hutan Kalimantan Timur. Bondan juga
pergi ke Manila untuk menemui saudara perempuan Michael de Guzman untuk mencari
jejak ke arah dental record geolog Bre-X tersebut. Thayer harus
mondar-mandir antara Bangkok, Phnom Penh dan hutan-hutan perbatasan
Thailand-Kamboja untuk mengejar sumber-sumbernya di kalangan Khmer Merah.
Coronel
secara singkat membagi proses investigasi ke dalam dua kali tujuh
bagian. Pembagian ini untuk mempermudah seorang investigator dalam mengatur
sistematika pekerjaannya. Bagian pertama merupakan bagian penjajakan dan
pekerjaan dasar. Sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan penyelesaian
investigasi:
Bagian
Pertama
·
Petunjuk
awal (first lead)
·
Investigasi
pendahuluan (initial investigation)
·
Pembentukan
hipotesis (forming an investigative hypothesis)
·
Pencarian
dan pendalaman literatur (literature search)
·
Wawancara
para pakar dan sumber-sumber ahli (interviewing experts)
·
Penjejakan
dokumen-dokumen (finding a paper trail)
·
Wawancara
sumber-sumber kunci dan saksi-saksi (interviewing key informants and sources)
Petunjuk
awal bisa berupa apa saja. Ia bisa berupa sebuah berita pendek di suratkabar.
Ia juga bisa berupa sebuah surat kaleng yang menunjuk adanya ketidakberesan
dalam suatu lembaga tertentu. Ia juga bisa berupa telpon dari seseorang tak dikenal.
Atau petunjuk ini juga bisa berupa suatu peristiwa besar yang sudah banyak
diberitakan media massa namun masih menyimpan teka-teki yang kelihatannya
menarik untuk dikejar. Teka-teki ini bakal menarik kalau si investigator
menemukan sumber penting yang bisa membuka ke arah terbongkarnya teka-teki
tersebut.
Indonesia
memiliki banyak sekali peristiwa-peristiwa menarik untuk diselidiki. Katakanlah
mulai dari isu keterlibatan oknum-oknum berseragam dalam huru-hara 14-16 Mei
1998. Sebuah petunjuk bisa saja muncul dari berbagai arah yang bisa dipakai
untuk menyelidiki peristiwa tragis tersebut. Atau pembunuhan mereka yang
dituduh sebagai dukun santet di daerah Banyuwangi dan Jember. Mengapa tiba-tiba
bupati yang memerintahkan pendaftaran para dukun santet diganti sebelum masa
jabatannya berakhir? Huru-hara juga meledak di mana-mana. Dari Ketapang di
Jakarta hingga Karawang hingga Kupang dan Ambon. Benarkah ada provokator dan
kejahatan terorganisir di balik huru-hara tersebut? Seorang investigator
seyogyanya sudah mengetahui latar belakang suatu kasus sebelum bisa mencium
adanya petunjuk yang berharga.
Investigasi
pendahuluan bisa berupa penggalian data lebih jauh, wawancara maupun peninjauan
lapangan. Riset dikerjakan dengan teliti sebelum hipotesis ditetapkan.
Pekerjaan yang terarah dan tajam praktis baru dikerjakan setelah hipotesis
terbentuk. Bondan Winarno menggunakan metode deduksi untuk mencari data dan
membuktikan hipotesisnya. Mula-mula dengan pencarian dan pendalaman literatur.
Lantas dikombinasi dengan wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli agar si
investigator mendapatkan latar-belakang teknik yang memadai sebelum melangkah
lebih jauh.
Coronel
menekankan pentingnya pencarian dokumen-dokumen maupun wawancara sumber-sumber
kunci dan saksi-saksi. Dokumen ini penting karena di sanalah biasanya
ketentuan-ketentuan yang mengikat bisa dijadikan barang bukti. Dokumen juga
bisa dipakai untuk mempertentangkan pernyataan-pernyataan nara sumber yang
berbohong. Di Indonesia banyak sekali pejabat atau pemimpin perusahaan yang
setengahnya "berbohong" dengan cara menjawab pertanyaan wartawan
secara diplomatis atau bahkan dengan memutar-balikkan logika. Keberadaan
dokumen tertulis dengan mudah akan membantah semua kebohongan.
Pekerjaan
terakhir dalam tahap pertama ini adalah wawancara dengan orang-orang kunci.
Pekerjaan ini seringkali makan waktu lama karena jarak maupun waktu.
Orang-orang kunci tidak harus orang-orang dengan jabatan tinggi. Seorang tukang
perahu dekat Samarinda bisa menjadi sumber penting dalam investigasi Bre-X
untuk membuktikan bahwa "peracunan emas" tidak dilakukan di gudang
Loa Duri (seperti dilaporkan Asian Wall Street Journal). Atau seorang
isteri yang bisa menegaskan bahwa suaminya memiliki gigi palsu di rahang atas.
Memang sumber-sumber kunci dalam Bre-X juga termasuk John Felderhof, geolog
senior yang juga atasan Michael de Guzman, namun yang seringkali terjadi
orang-orang macam ini keberatan untuk bicara dengan wartawan.
Bagian
Kedua
·
Pengamatan
langsung di lapangan (first hand observation)
·
Pengorganisasian
file (organizing files)
·
Wawancara
lebih lanjut (more interviews)
·
Analisa
dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data)
·
Penulisan
(writing)
·
Pengecekan
fakta (fact checking)
·
Pengecekan
pencemaran nama baik (libel check)
Pengamatan
langsung di lapangan seyogyanya dilakukan dengan berbekal peta geografis dari
lokasi di mana investigasi dipusatkan. Wartawan seringkali melupakan tinjauan
dari aspek geografis. Padahal banyak keputusan militer maupun dagang yang
dibuat berdasarkan pertimbangan geografis. Ahli penginderaan jarak jauh
Christopher Simpson dari American University berpendapat bahwa 80 persen
keputusan bisnis maupun dagang ditentukan oleh pertimbangan geografis.
Pengorganisasian
file akan mempermudah investigator untuk menganalisai dan mencari benang merah
atau pola dari berbagai data temuannya. Investigasi akan pembunuhan dukun
santet, misalnya, akan lebih mudah bila dibuat matriks yang mencatat
kecenderungan-kecenderungan korban pembunuhan. Entah lokasinya, metode
pembunuhan atau pola penyebaran desas-desus. Dalam kasus korupsi yang canggih
yang melibatkan banyak orang juga akan terbentuk suatu pola bisa semua data
yang ada dimasukkan dalam database dengan rapi.
Penulisan
laporan merupakan teknik tersendiri yang tentu tidak meninggalkan teknik
pembuatan angle, focus dan outline. Data yang sedemikian
banyaknya tentu memerlukan seleksi yang ketat untuk memilih mana yang perlu dan
mana yang kurang perlu. Walaupun media elektronik di Indonesia belum pernah
punya reputasi harum dalam hal investigasi, namun ini lebih disebabkan masalah
sejarah dan kepemilikan media elektronik. Cepat atau lambat, investigasi juga
akan masuk ke media yang pengaruhnya luas sekali ini.
Pengecekan
fakta (fact checking) sangat penting walau banyak diremehkan wartawan.
Apalah arti kerja keras berbulan-bulan bila seorang sumber dengan enteng
mengatakan, "Investigasi apa itu? Menulis ejaan nama saya saja
salah!" Banyak sekali kesalahan yang kelihatannya remeh namun bisa merusak
penilaian orang akan laporan tertentu. Nama orang, tanggal kejadian, hubungan
darah antar satu sumber dengan yang lain, jumlah anak, nilai transaksi dan
sejuta data lain, harus disisir satu demi satu agar semua data akurat.
Wartawan
Richard Lloyd Parry dari harian Independent (London) membuat laporan
yang luar biasa soal terjadinya pembunuhan orang-orang Madura oleh orang Dayak
di Kalimantan Barat antara Desember 1996 hingga Januari 1997. Parry menulis
laporan sepanjang 40 halaman pada majalah Granta terbitan London.
Data-datanya luar biasa. Peristiwa penjagalan manusia digambarkan dengan
detail. Kuburan-kuburan dibongkar dan tengkorak-tengkorak dihitung. Namun pada
halaman awal karangannya, Parry membuat kesalahan kecil: Partai Demokrasi
Indonesia disebutnya sebagai partai dengan nomor kontestan dua sedangkan
Golongan Karya nomor tiga!
Pengecekan
fakta ternyata tidak cukup. Dalam jaman di mana kebebasan pers makin terbuka,
ancaman seringkali datang dari tuntutan dengan dasar pencemaran nama baik (libel
check). Bondan mengatakan bahwa ia digugat pencemaran nama baik
masing-masing Rp 1 triliun oleh mantan menteri pertambangan Ida Bagus Sudjana
dan putranya Dharma Yoga Sudjana. Hingga kini kasus itu masih ada dalam proses
hukum. Kedua belah pihak tidak mau mundur atau melakukan penyelesaian di luar
hukum. Bondan harus membayar pengacara untuk membuktikan bahwa ia tidak
bersalah. Namun ongkos pengacara tidak murah bukan? Bahkan menurut Bondan,
biaya untuk melalang buana ke Kanada dan Filipina masih lebih murah dibanding
biaya yang sudah dikeluarkannya untuk membayar pengacara. Sebuah penerbitan
bisa bangkrut bila tuntutan pencemaran nama baik terbukti benar. Sementara buat
wartawan semacam Bondan, mundur berarti membiarkan reputasinya sebagai wartawan
dipertanyakan. Jadi sama-sama sulit. Maju kena mundur kena.
Kesimpulannya,
tidak ada cara lain yang bisa dilakukan seorang wartawan daripada melakukan
konsultasi hukum dengan ahli hukum perdata secara benar sebelum laporannya naik
cetak atau disiarkan. Editor juga banyak berperan untuk mengantisipasi
kemungkinan munculnya gugatan pencemaran nama baik. Prinsip cover both side
seringkali sangat membantu untuk menghindar dari jeratan tuntutan pencemaran
nama baik. Dalam kasus Bondan, ia memang beberapa kali mencoba mewawacarai
Sudjana, namun kurang berhasil hingga naik cetak.
HIPOTESIS DAN
TEKNIK
Salah
satu hal yang banyak membedakan antara in-depth reporting dan investigative
reporting adalah ada atau tidaknya hipotesis dalam penelusuran tersebut.
Saya berpendapat bahwa dalam batasan tertentu investigative reporting
adalah fase kelanjutan dari in-depth reporting. Dalam melakukan in-depth
reporting seorang wartawan bisa berangkat praktis dari nol atau dari
sekedar membaca kliping-kliping koran. Ketika wartawan itu sudah jauh lebih
banyak mengetahui duduk persoalan sebenarnya --setelah melakukan banyak
wawancara, membaca tumpukan dokumen serta mendatangi tempat-tempat yang
berhubungan dengan liputannya-- saat itulah ia pada titik hendak melakukan
kegiatan lanjutan atau tidak. Liputan lanjutan inilah yang lebih bersifat
investigatif. Membongkar kejahatan. Mencari tokoh-tokoh jahat dan
merekonstruksi kejahatan-kejahatan mereka. Hipotesis sangatlah penting untuk
membantuk wartawan memfokuskan dirinya dalam suatu investigasi.
Jakob
Oetama dari harian KOMPAS mengatakan kepada saya bahwa salah satu
halangan kegiatan investigasi di harian tempatnya bekerja adalah iklim ewuh-pekewuh
terhadap mereka yang dianggapnya terlibat dalam kejahatan tersebut. Keadaan ini
yang membuat harian terbesar di Indonesia ini mengalami kesulitan untuk
mengejar dan menyelidiki hipotesis-hipotesis yang mereka pikirkan.
Bondan
Winarno dalam investigasinya soal Busang mengajukan hipotesis bahwa kematian
Michael de Guzman tidak wajar dan aneh. Ia juga curiga bahwa de Guzman adalah
otak dari "peracunan" sample emas Busang sehingga harga-harga saham
Bre-X naik berkali-kali lipat di mana de Guzman juga sangat diuntungkan. Bondan
curiga bahwa mayat yang ditemukan di hutan Busang itu bukanlah mayat de Guzman.
Bagaimana mungkin mayat orang yang jatuh dari ketinggian 800 kaki masih utuh?
Untuk
membuktikan hipotesis tersebut, Bondan mula-mula bicara dengan dokter-dokter
yang memeriksa jasad tersebut. Ia menemukan bahwa para dokter Indonesia yang
mengatakan bahwa mayat itu mayat de Guzman hanya mendasarkan pengamatannya dari
pakaian yang dilaporkan dikenakan oleh de Guzman. Sementara itu dari salah
seorang isteri maupun teman-temannya, Bondan menemukan bahwa de Guzman memiliki
gigi palsu. Sementara mayat itu tidak ada gigi palsunya.
Bondan
juga terbang ke Filipina untuk mencari saudara-saudara de Guzman maupun mantan
pembantu-pembantunya di Busang --Cesar M. Puspos dan Jerome Alo-- yang semuanya
menolak menemui Bondan. Keluarga de Guzman bahkan menolak untuk memberikan
alamat dokter gigi yang biasa merawat Michael. Sementara pembantu-pembantunya
seolah-olah raib tertelan bumi. Tidakkah ini indikasi bahwa ada yang aneh
dengan "kematian" Michael de Guzman?
Bondan
tentu memakai seperangkat teknik untuk membuktikan hipotesisnya. Selain
wawancara panjang lebar di beberapa sudut dunia, ia juga mengadakan riset yang
panjang, bahkan belajar tentang teknik pertambangan, untuk mendukung
investigasinya. Salah satu kelebihan Bondan adalah sikapnya yang sopan.
"Sikap santun itu penting. Ini sikap yang penting dalam investigasi,"
ujarnya. Dengan modal sopan-santun ini pula Bondan menegaskan prinsipnya bahwa
ia tidak mau mencuri.
Soal
mencuri atau tidak memang jadi isu yang sulit sekali. Banyak wartawan yang
berpendapat bahwa dalam investigasi, segala cara dibenarkan, termasuk mencuri
dana, mencuri pembicaraan orang maupun mencuri informasi. Panda Nababan,
wartawan senior majalah Forum Keadilan, berada pada kubu yang
membenarkan pencurian data. Nababan memakai teknik apa saja untuk mendapatkan
data. Ia pernah "menipu" petugas bandara Jakarta dengan mengaku
dirinya sebagai seorang pejabat tinggi militer dalam kasus pembajakan pesawat
Garuda Woyla. Dalam kesempatan lain Nababan juga pernah mencuri dokumen di
mobil seorang pejabat tinggi yang hendak menyerahkan dokumen itu kepada
Presiden Suharto.
Perdebatan
antara boleh tidaknya mencuri data ini memang sangat erat terkait dengan masalah
etika dan hukum. Namun secara umum ada beberapa teknik yang biasanya dipakai
seorang investigator:
·
Riset
dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk membuktikan
kebenaran atau kesalahan hipotesis;
·
Paper trail (pencarian jejak dokumen) yang berupa
upaya pelacakan dokumen, publik maupun pribadi, untuk mencari
kebenaran-kebenaran untuk mendukung hipotesis;
·
Wawancara
yang mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan investigasi, baik para
pemain langsung maupun mereka yang bisa memberikan background terhadap
topik investigasi;
·
Pemakaian
metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Metode ini termasuk
melakukan penyamaran. Sedangkan alat-alat bisa termasuk kamera tersembunyi atau
alat-alat komunikasi elektronik untuk merekam pembicaraan pihak-pihak yang
dianggap tahu persoalan tersebut. Ini memang mirip kerja detektif;
·
Pembongkaran
informasi yang tidak diketahui publik maupun informasi yang sengaja
disembunyikan oleh pihak-pihak yang melakukan atau terlibat dalam kejahatan.
Hipotesis
biasanya disusun dengan beberapa pertanyaan dasar. Pertama-tama adalah
pertanyaan tentang aktor pelaku kejahatan. Siapa yang bertanggungjawab atas
penyalahgunaan dana masyarakat tersebut? Siapa yang memicu huru-hara? Siapa
yang mula-mula menyebarkan sentimen anti-etnik atau anti-agama tertentu? Siapa
yang melakukan insider trading? Siapa yang mula-mula berkepentingan agar
dukun-dukun santet dibunuh?
Dalam
investigasi Bondan, ia berteori bahwa kasus Bre-X itu dilakukan oleh Michael de
Guzman dan anak-anak buahnya yang dari Filipina. Bukan oleh almarhum David
Walsh, orang nomor satu Bre-X, maupun John Felderhof, geolog senior Bre-X yang
juga atasan de Guzman. Walaupun kedua orang itu juga diuntungkan oleh ulah de
Guzman, namun mereka tidak terlibat dalam skandal ini. Felderhof boleh jadi
mengetahuinya namun tidak mencegahnya.
Selain
hipotesis tentang aktor pelaku, juga perlu ditanyakan cara-cara suatu kejahatan
dilakukan. Bagaimana penyalahgunaan itu dilakukan? Bagaimana cara sample mata
bor lubang-lubang Busang dicampur dengan emas luar agar ada kesan temuannya
memang besar sekali? Bagaimana cara Michael de Guzman menipu sekian banyak
konsultan independen yang memperkuat hasil temuan Bre-X? Apa konsekuensi dari
penyalahgunaan tersebut? Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya?
Hipotesis
ini yang terus-menerus diteliti, diuji dan disimpulkan benar-tidaknya. Kalau
kemudian terbukti bahwa hipotesis itu salah, seorang investigator harus dengan
besar hati mengakui bahwa tidak terjadi kejahatan di sana. Kasus ditutup.
Setiap investigasi memang mengandung kemungkinan bahwa hasilnya ternyata tidak
sedramatis yang diperkirakan. Dan hasil yang negatif ini juga seringkali
disertai dengan keputusan bahwa hasil investigasi tersebut tidak layak diteruskan.
Kesannya
memang sia-sia. Mungkin biaya besar dan waktu lama juga sudah dikeluarkan.
Selain itu, seringkali pekerjaan investigasi ini memancing mereka yang
dirugikan untuk mengajukan tuntutan hukum. Alasannya pencemaran nama baik.
Hipotesis Bondan, misalnya, bisa saja salah kalau suatu saat ia menemukan bukti
baru bahwa mayat itu ternyata benar mayat de Guzman. Bondan tentu tidak bisa
dibenarkan bila salahnya hipotesis itu tidak diungkapkan namun fakta-fakta yang
menyesatkan yang justru dipakai. Padahal ia sudah bekerja keras dan
mengeluarkan uang cukup banyak untuk melakukan investigasi itu. Ironisnya,
dalam kasus buku "Sebungkah Emas di Kaki Langit" ini Bondan justru
tidak mendapat gugatan hukum dari keluarga de Guzman. Ia justru mendapat
gugatan pencemaran nama baik dari keluarga Ida Bagus Sudjana. Bondan masih
beruntung! Dalam banyak kasus, taruhannya bahkan nyawa.
Namun
resiko besar ini yang tampaknya justru membuat investigasi makin diminati oleh
wartawan yang suka tantangan, maupun masyarakat pembaca suratkabar, pendengar
radio maupun pemirsa televisi. Kompetisi media yang makin ketat membuat
kemungkinan untuk membuat investigasi makin meningkat. Namun kompetisi ini bisa
jadi lunak apabila pola kepemilikan media justru didominasi kelompok-kelompok
bisnis yang lebih cenderung mengejar hardnews daripada analisa dan
kedalaman suatu berita. Apapun yang terjadi, investigative reporting
adalah salah satu pengembangan jurnalisme yang paling memikat, paling
menantang, paling mahal dan paling tinggi resikonya.
Singkat
kata, selamat berpetualang dan bersenang-senang dengan investigasi!
Serpong,
8 Februari 1999
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as