Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    investigasi repporting

    sumanto
    sumanto
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Libra Jumlah posting : 123
    Join date : 03.07.10
    Age : 59
    Lokasi : di belakangmu

    investigasi repporting Empty investigasi repporting

    Post by sumanto Wed Jul 07, 2010 3:45 pm




    APA ITU INVESTIGATIVE
    REPORTING
    ?



    Andreas Harsono


    Institut Studi
    Arus Informasi



    Apakah
    semua wartawan menjalankan fungsi investigasi?



    Jawabnya
    bisa ya bisa tidak. Sebagian wartawan mengatakan setiap reporter juga
    seorang investigator. Namun ada yang mengatakan tidak setiap wartawan melakukan
    investigasi. Wartawan yang ikut pertemuan pers, menyodorkan tape recorder
    dan sekali-kali menerima amplop, pasti bukan seorang investigator.



    Namun
    ada juga yang berpendapat setiap wartawan seyogyanya menjadi seorang
    investigator. Atau dipertajam lagi, ada yang mengatakan bahwa setiap wartawan harus
    bisa menjadi seorang investigator. Entah itu wartawan di balai kota atau
    reporter bisnis. Bahkan wartawan yang bertugas meliput pakaian mode baru juga
    bisa menjadi investigator. Logikanya, kejahatan tidak mengenal bidang-bidang
    liputan. Di mana-mana bisa terjadi kejahatan.



    Sebagian
    wartawan juga mengatakan bahwa investigasi adalah pekerjaan jurnalisme yang
    dikaitkan dengan upaya membongkar apa-apa yang dirahasiakan. Namun apakah
    membongkar skandal antara seorang manajer dengan mantan sekretarisnya juga
    dikategorikan investigasi? Berhakkah masyarakat maupun media masuk hingga ke
    ruang pribadi ini? Apa beda investigative reporting dan in-depth
    reporting
    ?



    DARI MUCKRAKING
    HINGGA INVESTIGATIVE REPORTING



    Sebelum
    masuk ke perdebatan-perdebatan tersebut, ada baiknya kita melihat apa yang
    terjadi di negara-negara lain yang tradisi persnya lebih tua atau lebih matang
    dari Indonesia. Di Amerika Serikat istilah investigative reporting mulai
    populer pada tahun 1975 ketika di Columbia didirikan Investigative Reporters
    and Editors Inc.
    Sebelumnya ada istilah muckraking journalism
    terutama antara tahun 1902 hingga 1912 ketika majalah McClure's
    menerbitkan artikel-artikel yang membongkar politik uang elit Washington.
    Sekarang IRE menjadi salah satu organisasi terkemuka dalam masalah investigasi
    dengan anggaran $800,000 per tahun. Setiap tahun IRE mengadakan seminar
    teknik-teknik baru dalam investigasi serta memberikan hadiah buat karya-karya
    investigasi yang bagus di seluruh Amerika Serikat. Ia memperkenalkan sistem
    riset lewat internet maupun pemakaian penginderaan jarak jauh.



    Di
    Asia saya pikir Filipina yang pertama kali memiliki organisasi semacam Philippines
    Center for Investigative Journalism
    ketika sekelompok wartawan muda pada
    tahun 1989 mendirikan lembaga itu sesaat setelah diktator Ferdinand Marcos
    melarikan diri dari Filipina. Direktur PCIJ Sheila Coronel datang ke Indonesia
    dan memberikan ceramah di Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan
    Ujungpandang 1-11 Oktober 1999. Menurut Coronel, mereka mendirikan PCIJ karena
    suratkabar di mana mereka bekerja tidak menyediakan suasana yang memungkinkan
    bagi wartawan-wartawan muda itu untuk membuat in-depth reporting maupun investigative
    reporting
    . Budaya newsroom di Filipina lebih banyak dihabiskan untuk
    meliput breaking news daripada analisa yang mendalam.



    Dan
    November 1998 di Cambridge, Amerika Serikat, juga diadakan pertemuan perdana dari
    International Consortium of Investigative Journalists
    yang memberikan
    penghargaan buat wartawan-wartawan dari seluruh dunia yang berkarya dengan baik
    di bidang investigasi. Untuk pertama kali penghargaan ini diberikan kepada Nate
    Thayer dari mingguan Far Eastern Economic Review yang berpangkalan di
    Hongkong atas jerih-payah dan prestasi Thayer dalam mewawancarai pemimpin Khmer
    Merah Pol Pot.



    Di
    Indonesia sendiri kurang jelas mulai kapan istilah liputan investigasi mulai
    menjadi populer. Namun setidaknya ada beberapa majalah yang secara eksplisit
    pada tahun 1990-an menggunakan kata "investigasi" dalam liputan
    mereka. Dwi-mingguan TAJUK yang didirikan tahun 1996 memposisikan dirinya
    sebagai majalah "berita, investigasi dan entertainmen". Majalah TEMPO
    juga menambahkan satu rubrik "Investigasi" ketika terbit kembali 6
    Oktober 1998.



    Namun
    investigasi yang mungkin paling terkenal di Indonesia adalah liputan harian Indonesia
    Raya
    atas kasus korupsi di Pertamina dan Badan Logistik antara 1969 dan
    1972. Harian itu melaporkan dugaan korupsi besar-besaran di Pertamina dengan
    memanfaatkan sumber-sumber dari dalam perusahaan negara tersebut. Pertamina
    maupun pemerintahan Presiden Suharto menolak adanya korupsi. Walaupun Indonesia
    Raya saat itu terkesan agak crusading dalam liputannya namun beberapa
    tahun kemudian terbukti bahwa Pertamina memang penuh dengan korupsi hingga
    hampir membangkrutkan pemerintahan Suharto.



    Dalam
    lima tahun terakhir ini, saya pikir liputan investigasi terbaik yang dilakukan
    oleh wartawan Indonesia adalah investigasi tentang skandal emas Busang yang
    dibuat oleh wartawan freelance Bondan Winarno. Ia melanglang buana,
    pergi ke Calgary dan Toronto di Kanada, Manila di Filipina serta hutan rimba
    Busang di Kalimantan untuk menelusuri investigasinya yang dituangkan dalam
    bentuk sebuah buku. Bondan juga menelusuri berbagai dokumen tentang
    pertambangan mineral dan cara-cara untuk "meracuni" mata bor dengan
    "emas luar" sedemikian rupa sehingga dibuat kesimpulan ada cebakan
    emas yang luar biasa besarnya di bawah permukaan hutan Busang.



    Intinya
    Bondan menganggap Michael de Guzman, geolog senior Bre-X, "meracuni"
    sample hasil pemboran mereka dan melakukan kejahatan canggih untuk memperkaya
    diri mereka. Bondan secara mengejutkan juga memperkirakan bahwa de Guzman masih
    hidup, tidak mati bunuh diri seperti diberitakan. Bondan melaporkan bahwa mayat
    yang ditemukan di tengah hutan Busang itu tidak memiliki gigi palsu di rahang
    atasnya seperti yang dimiliki de Guzman. Geolog Filipina ini juga mempunyai
    gaya hidup mewah, suka berfoya-foya, main perempuan, yang tidak cocok dengan
    tipe orang yang memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Aneh juga
    bahwa de Gusman tidak duduk di samping pilot helikopter namun di belakang.
    Bondan mewawancarai dua orang dokter yang melakukan autopsi terhadap jasad
    tersebut serta seorang dari empat isteri de Guzman.



    Dari
    gambaran sekilas atas pekerjaan Bondan maupun Nate Thayer sudah bisa kita
    ketahui bahwa investigative reporting memang lebih berat dari rata-rata
    pekerjaan jurnalisme sehari-hari. Bondan butuh waktu dua bulan penuh untuk
    mengerjakan investigasinya. Thayer bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun
    untuk menyakinkan Khmer Merah bahwa ia layak untuk mewawancarai Pol Pot.



    Goenawan
    Mohamad dari majalah TEMPO menyebut investigative reporting sebagai
    jurnalisme "membongkar kejahatan." Ada suatu kejahatan yang biasanya
    terkait dengan tindak korupsi yang ditutup-tutupi. Wartawan yang baik akan
    mencoba mempelajari dokumen-dokumen bersangkutan dan membongkar keberadaan
    tindak kejahatan di belakangnya.



    Robert
    Greene dari Newsday membatasi liputan investigasi sebagai karya seorang
    atau beberapa wartawan atas suatu hal yang penting buat kepentingan masyarakat
    namun dirahasiakan. Liputan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar:
    bahwa liputan itu adalah ide orisinil dari wartawan, bukan hasil investigasi
    pihak lain yang ditindaklanjuti oleh media; bahwa subyek investigasi merupakan
    kepentingan bersama yang cukup masuk akal mempengaruhi kehidupan sosial
    mayoritas pembaca suratkabar atau pemirsa televisi bersangkutan; bahwa ada
    pihak-pihak yang mencoba menyembunyikan kejahatan ini dari hadapan publik
    .



    DUA BAGIAN DARI
    PROSES INVESTIGASI



    Mula-mula
    seorang wartawan investigator adalah wartawan yang tidak menerima mentah-mentah
    pernyataan sumber-sumber resmi. Seorang wartawan yang mau melakukan pekerjaan
    riset yang dalam, tekun merekonstruksi suatu kejahatan dan tidak kenal lelah
    untuk mengejar sumber-sumber yang penting, kira-kira itulah bayangan pekerjaan
    dalam jurnalisme investigasi.



    Sumber-sumbernya
    banyak. Dokumen-dokumennya bertumpuk. Jelas bahwa sebuah karya investigasi
    tidak bisa dibuat hanya dengan mengandalkan sebuah laporan pemeriksaan polisi
    atau keterangan pers sebuah lembaga swadaya masyarakat. Walaupun ukuran waktu
    bersifat sangat nisbi, namun sebuah laporan investigasi biasanya makan waktu
    cukup lama. Bisa setengah tahun namun bisa juga setahun tergantung pada ukuran
    dan cakupan investigasi tersebut.



    Menyelidiki
    perdagangan senjata antar-negara dan penggunaannya oleh para serdadu bayaran
    tentu lebih lama daripada investigasi penyalahgunaan dana pembangunan Pasar
    Pagi di kota Tegal. Perdagangan senjata biasanya melibatkan kejahatan
    terorganisasir di beberapa negara. Serdadu bayaran juga beroperasi lintas
    batas. Namun ukuran waktu memang nisbi. Kalau mereka yang dianggap melakukan
    penyalahgunaan renovasi Pasar Pagi ternyata sudah melarikan diri ke luar
    negeri, tentu waktu yang dibutuhkan lebih lama daripada sekedar mengejar
    sumber-sumber antara Tegal dan Jakarta (dalam negeri).



    Dalam
    skala internasional, investigasi memang kebanyakan berkaitan dengan perdagangan
    senjata, operasi militer rahasia, operasi kelompok-kelompok bisnis raksasa
    berbau korupsi-kolusi, penyelundupan obat bius maupun penyelundupan tenaga
    manusia secara global (baik dalam bisnis pelacuran maupun perbudakan modern).
    Bondan menyelidiki manipulasi contoh emas Busang hingga ke kantor Bre-X di
    Calgary maupun situs Busang di dalam hutan-hutan Kalimantan Timur. Bondan juga
    pergi ke Manila untuk menemui saudara perempuan Michael de Guzman untuk mencari
    jejak ke arah dental record geolog Bre-X tersebut. Thayer harus
    mondar-mandir antara Bangkok, Phnom Penh dan hutan-hutan perbatasan
    Thailand-Kamboja untuk mengejar sumber-sumbernya di kalangan Khmer Merah.



    Coronel
    secara singkat membagi proses investigasi ke dalam dua kali tujuh
    bagian. Pembagian ini untuk mempermudah seorang investigator dalam mengatur
    sistematika pekerjaannya. Bagian pertama merupakan bagian penjajakan dan
    pekerjaan dasar. Sedangkan bagian kedua sudah berupa penajaman dan penyelesaian
    investigasi:



    Bagian
    Pertama



    ·
    Petunjuk
    awal (first lead)



    ·
    Investigasi
    pendahuluan (initial investigation)



    ·
    Pembentukan
    hipotesis (forming an investigative hypothesis)



    ·
    Pencarian
    dan pendalaman literatur (literature search)



    ·
    Wawancara
    para pakar dan sumber-sumber ahli (interviewing experts)



    ·
    Penjejakan
    dokumen-dokumen (finding a paper trail)



    ·
    Wawancara
    sumber-sumber kunci dan saksi-saksi (interviewing key informants and sources)



    Petunjuk
    awal bisa berupa apa saja. Ia bisa berupa sebuah berita pendek di suratkabar.
    Ia juga bisa berupa sebuah surat kaleng yang menunjuk adanya ketidakberesan
    dalam suatu lembaga tertentu. Ia juga bisa berupa telpon dari seseorang tak dikenal.
    Atau petunjuk ini juga bisa berupa suatu peristiwa besar yang sudah banyak
    diberitakan media massa namun masih menyimpan teka-teki yang kelihatannya
    menarik untuk dikejar. Teka-teki ini bakal menarik kalau si investigator
    menemukan sumber penting yang bisa membuka ke arah terbongkarnya teka-teki
    tersebut.



    Indonesia
    memiliki banyak sekali peristiwa-peristiwa menarik untuk diselidiki. Katakanlah
    mulai dari isu keterlibatan oknum-oknum berseragam dalam huru-hara 14-16 Mei
    1998. Sebuah petunjuk bisa saja muncul dari berbagai arah yang bisa dipakai
    untuk menyelidiki peristiwa tragis tersebut. Atau pembunuhan mereka yang
    dituduh sebagai dukun santet di daerah Banyuwangi dan Jember. Mengapa tiba-tiba
    bupati yang memerintahkan pendaftaran para dukun santet diganti sebelum masa
    jabatannya berakhir? Huru-hara juga meledak di mana-mana. Dari Ketapang di
    Jakarta hingga Karawang hingga Kupang dan Ambon. Benarkah ada provokator dan
    kejahatan terorganisir di balik huru-hara tersebut? Seorang investigator
    seyogyanya sudah mengetahui latar belakang suatu kasus sebelum bisa mencium
    adanya petunjuk yang berharga.



    Investigasi
    pendahuluan bisa berupa penggalian data lebih jauh, wawancara maupun peninjauan
    lapangan. Riset dikerjakan dengan teliti sebelum hipotesis ditetapkan.
    Pekerjaan yang terarah dan tajam praktis baru dikerjakan setelah hipotesis
    terbentuk. Bondan Winarno menggunakan metode deduksi untuk mencari data dan
    membuktikan hipotesisnya. Mula-mula dengan pencarian dan pendalaman literatur.
    Lantas dikombinasi dengan wawancara para pakar dan sumber-sumber ahli agar si
    investigator mendapatkan latar-belakang teknik yang memadai sebelum melangkah
    lebih jauh.



    Coronel
    menekankan pentingnya pencarian dokumen-dokumen maupun wawancara sumber-sumber
    kunci dan saksi-saksi. Dokumen ini penting karena di sanalah biasanya
    ketentuan-ketentuan yang mengikat bisa dijadikan barang bukti. Dokumen juga
    bisa dipakai untuk mempertentangkan pernyataan-pernyataan nara sumber yang
    berbohong. Di Indonesia banyak sekali pejabat atau pemimpin perusahaan yang
    setengahnya "berbohong" dengan cara menjawab pertanyaan wartawan
    secara diplomatis atau bahkan dengan memutar-balikkan logika. Keberadaan
    dokumen tertulis dengan mudah akan membantah semua kebohongan.



    Pekerjaan
    terakhir dalam tahap pertama ini adalah wawancara dengan orang-orang kunci.
    Pekerjaan ini seringkali makan waktu lama karena jarak maupun waktu.
    Orang-orang kunci tidak harus orang-orang dengan jabatan tinggi. Seorang tukang
    perahu dekat Samarinda bisa menjadi sumber penting dalam investigasi Bre-X
    untuk membuktikan bahwa "peracunan emas" tidak dilakukan di gudang
    Loa Duri (seperti dilaporkan Asian Wall Street Journal). Atau seorang
    isteri yang bisa menegaskan bahwa suaminya memiliki gigi palsu di rahang atas.
    Memang sumber-sumber kunci dalam Bre-X juga termasuk John Felderhof, geolog
    senior yang juga atasan Michael de Guzman, namun yang seringkali terjadi
    orang-orang macam ini keberatan untuk bicara dengan wartawan.



    Bagian
    Kedua



    ·
    Pengamatan
    langsung di lapangan (first hand observation)



    ·
    Pengorganisasian
    file (organizing files)



    ·
    Wawancara
    lebih lanjut (more interviews)



    ·
    Analisa
    dan pengorganisasian data (analyzing and organizing data)



    ·
    Penulisan
    (writing)



    ·
    Pengecekan
    fakta (fact checking)



    ·
    Pengecekan
    pencemaran nama baik (libel check)



    Pengamatan
    langsung di lapangan seyogyanya dilakukan dengan berbekal peta geografis dari
    lokasi di mana investigasi dipusatkan. Wartawan seringkali melupakan tinjauan
    dari aspek geografis. Padahal banyak keputusan militer maupun dagang yang
    dibuat berdasarkan pertimbangan geografis. Ahli penginderaan jarak jauh
    Christopher Simpson dari American University berpendapat bahwa 80 persen
    keputusan bisnis maupun dagang ditentukan oleh pertimbangan geografis.



    Pengorganisasian
    file akan mempermudah investigator untuk menganalisai dan mencari benang merah
    atau pola dari berbagai data temuannya. Investigasi akan pembunuhan dukun
    santet, misalnya, akan lebih mudah bila dibuat matriks yang mencatat
    kecenderungan-kecenderungan korban pembunuhan. Entah lokasinya, metode
    pembunuhan atau pola penyebaran desas-desus. Dalam kasus korupsi yang canggih
    yang melibatkan banyak orang juga akan terbentuk suatu pola bisa semua data
    yang ada dimasukkan dalam database dengan rapi.



    Penulisan
    laporan merupakan teknik tersendiri yang tentu tidak meninggalkan teknik
    pembuatan angle, focus dan outline. Data yang sedemikian
    banyaknya tentu memerlukan seleksi yang ketat untuk memilih mana yang perlu dan
    mana yang kurang perlu. Walaupun media elektronik di Indonesia belum pernah
    punya reputasi harum dalam hal investigasi, namun ini lebih disebabkan masalah
    sejarah dan kepemilikan media elektronik. Cepat atau lambat, investigasi juga
    akan masuk ke media yang pengaruhnya luas sekali ini.



    Pengecekan
    fakta (fact checking) sangat penting walau banyak diremehkan wartawan.
    Apalah arti kerja keras berbulan-bulan bila seorang sumber dengan enteng
    mengatakan, "Investigasi apa itu? Menulis ejaan nama saya saja
    salah!" Banyak sekali kesalahan yang kelihatannya remeh namun bisa merusak
    penilaian orang akan laporan tertentu. Nama orang, tanggal kejadian, hubungan
    darah antar satu sumber dengan yang lain, jumlah anak, nilai transaksi dan
    sejuta data lain, harus disisir satu demi satu agar semua data akurat.



    Wartawan
    Richard Lloyd Parry dari harian Independent (London) membuat laporan
    yang luar biasa soal terjadinya pembunuhan orang-orang Madura oleh orang Dayak
    di Kalimantan Barat antara Desember 1996 hingga Januari 1997. Parry menulis
    laporan sepanjang 40 halaman pada majalah Granta terbitan London.
    Data-datanya luar biasa. Peristiwa penjagalan manusia digambarkan dengan
    detail. Kuburan-kuburan dibongkar dan tengkorak-tengkorak dihitung. Namun pada
    halaman awal karangannya, Parry membuat kesalahan kecil: Partai Demokrasi
    Indonesia disebutnya sebagai partai dengan nomor kontestan dua sedangkan
    Golongan Karya nomor tiga!



    Pengecekan
    fakta ternyata tidak cukup. Dalam jaman di mana kebebasan pers makin terbuka,
    ancaman seringkali datang dari tuntutan dengan dasar pencemaran nama baik (libel
    check
    ). Bondan mengatakan bahwa ia digugat pencemaran nama baik
    masing-masing Rp 1 triliun oleh mantan menteri pertambangan Ida Bagus Sudjana
    dan putranya Dharma Yoga Sudjana. Hingga kini kasus itu masih ada dalam proses
    hukum. Kedua belah pihak tidak mau mundur atau melakukan penyelesaian di luar
    hukum. Bondan harus membayar pengacara untuk membuktikan bahwa ia tidak
    bersalah. Namun ongkos pengacara tidak murah bukan? Bahkan menurut Bondan,
    biaya untuk melalang buana ke Kanada dan Filipina masih lebih murah dibanding
    biaya yang sudah dikeluarkannya untuk membayar pengacara. Sebuah penerbitan
    bisa bangkrut bila tuntutan pencemaran nama baik terbukti benar. Sementara buat
    wartawan semacam Bondan, mundur berarti membiarkan reputasinya sebagai wartawan
    dipertanyakan. Jadi sama-sama sulit. Maju kena mundur kena.



    Kesimpulannya,
    tidak ada cara lain yang bisa dilakukan seorang wartawan daripada melakukan
    konsultasi hukum dengan ahli hukum perdata secara benar sebelum laporannya naik
    cetak atau disiarkan. Editor juga banyak berperan untuk mengantisipasi
    kemungkinan munculnya gugatan pencemaran nama baik. Prinsip cover both side
    seringkali sangat membantu untuk menghindar dari jeratan tuntutan pencemaran
    nama baik. Dalam kasus Bondan, ia memang beberapa kali mencoba mewawacarai
    Sudjana, namun kurang berhasil hingga naik cetak.



    HIPOTESIS DAN
    TEKNIK



    Salah
    satu hal yang banyak membedakan antara in-depth reporting dan investigative
    reporting
    adalah ada atau tidaknya hipotesis dalam penelusuran tersebut.
    Saya berpendapat bahwa dalam batasan tertentu investigative reporting
    adalah fase kelanjutan dari in-depth reporting. Dalam melakukan in-depth
    reporting
    seorang wartawan bisa berangkat praktis dari nol atau dari
    sekedar membaca kliping-kliping koran. Ketika wartawan itu sudah jauh lebih
    banyak mengetahui duduk persoalan sebenarnya --setelah melakukan banyak
    wawancara, membaca tumpukan dokumen serta mendatangi tempat-tempat yang
    berhubungan dengan liputannya-- saat itulah ia pada titik hendak melakukan
    kegiatan lanjutan atau tidak. Liputan lanjutan inilah yang lebih bersifat
    investigatif. Membongkar kejahatan. Mencari tokoh-tokoh jahat dan
    merekonstruksi kejahatan-kejahatan mereka. Hipotesis sangatlah penting untuk
    membantuk wartawan memfokuskan dirinya dalam suatu investigasi.



    Jakob
    Oetama dari harian KOMPAS mengatakan kepada saya bahwa salah satu
    halangan kegiatan investigasi di harian tempatnya bekerja adalah iklim ewuh-pekewuh
    terhadap mereka yang dianggapnya terlibat dalam kejahatan tersebut. Keadaan ini
    yang membuat harian terbesar di Indonesia ini mengalami kesulitan untuk
    mengejar dan menyelidiki hipotesis-hipotesis yang mereka pikirkan.



    Bondan
    Winarno dalam investigasinya soal Busang mengajukan hipotesis bahwa kematian
    Michael de Guzman tidak wajar dan aneh. Ia juga curiga bahwa de Guzman adalah
    otak dari "peracunan" sample emas Busang sehingga harga-harga saham
    Bre-X naik berkali-kali lipat di mana de Guzman juga sangat diuntungkan. Bondan
    curiga bahwa mayat yang ditemukan di hutan Busang itu bukanlah mayat de Guzman.
    Bagaimana mungkin mayat orang yang jatuh dari ketinggian 800 kaki masih utuh?



    Untuk
    membuktikan hipotesis tersebut, Bondan mula-mula bicara dengan dokter-dokter
    yang memeriksa jasad tersebut. Ia menemukan bahwa para dokter Indonesia yang
    mengatakan bahwa mayat itu mayat de Guzman hanya mendasarkan pengamatannya dari
    pakaian yang dilaporkan dikenakan oleh de Guzman. Sementara itu dari salah
    seorang isteri maupun teman-temannya, Bondan menemukan bahwa de Guzman memiliki
    gigi palsu. Sementara mayat itu tidak ada gigi palsunya.



    Bondan
    juga terbang ke Filipina untuk mencari saudara-saudara de Guzman maupun mantan
    pembantu-pembantunya di Busang --Cesar M. Puspos dan Jerome Alo-- yang semuanya
    menolak menemui Bondan. Keluarga de Guzman bahkan menolak untuk memberikan
    alamat dokter gigi yang biasa merawat Michael. Sementara pembantu-pembantunya
    seolah-olah raib tertelan bumi. Tidakkah ini indikasi bahwa ada yang aneh
    dengan "kematian" Michael de Guzman?



    Bondan
    tentu memakai seperangkat teknik untuk membuktikan hipotesisnya. Selain
    wawancara panjang lebar di beberapa sudut dunia, ia juga mengadakan riset yang
    panjang, bahkan belajar tentang teknik pertambangan, untuk mendukung
    investigasinya. Salah satu kelebihan Bondan adalah sikapnya yang sopan.
    "Sikap santun itu penting. Ini sikap yang penting dalam investigasi,"
    ujarnya. Dengan modal sopan-santun ini pula Bondan menegaskan prinsipnya bahwa
    ia tidak mau mencuri.



    Soal
    mencuri atau tidak memang jadi isu yang sulit sekali. Banyak wartawan yang
    berpendapat bahwa dalam investigasi, segala cara dibenarkan, termasuk mencuri
    dana, mencuri pembicaraan orang maupun mencuri informasi. Panda Nababan,
    wartawan senior majalah Forum Keadilan, berada pada kubu yang
    membenarkan pencurian data. Nababan memakai teknik apa saja untuk mendapatkan
    data. Ia pernah "menipu" petugas bandara Jakarta dengan mengaku
    dirinya sebagai seorang pejabat tinggi militer dalam kasus pembajakan pesawat
    Garuda Woyla. Dalam kesempatan lain Nababan juga pernah mencuri dokumen di
    mobil seorang pejabat tinggi yang hendak menyerahkan dokumen itu kepada
    Presiden Suharto.



    Perdebatan
    antara boleh tidaknya mencuri data ini memang sangat erat terkait dengan masalah
    etika dan hukum. Namun secara umum ada beberapa teknik yang biasanya dipakai
    seorang investigator:



    ·
    Riset
    dan reportase yang mendalam dan berjangka waktu panjang untuk membuktikan
    kebenaran atau kesalahan hipotesis;



    ·
    Paper trail (pencarian jejak dokumen) yang berupa
    upaya pelacakan dokumen, publik maupun pribadi, untuk mencari
    kebenaran-kebenaran untuk mendukung hipotesis;



    ·
    Wawancara
    yang mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan investigasi, baik para
    pemain langsung maupun mereka yang bisa memberikan background terhadap
    topik investigasi;



    ·
    Pemakaian
    metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Metode ini termasuk
    melakukan penyamaran. Sedangkan alat-alat bisa termasuk kamera tersembunyi atau
    alat-alat komunikasi elektronik untuk merekam pembicaraan pihak-pihak yang
    dianggap tahu persoalan tersebut. Ini memang mirip kerja detektif;



    ·
    Pembongkaran
    informasi yang tidak diketahui publik maupun informasi yang sengaja
    disembunyikan oleh pihak-pihak yang melakukan atau terlibat dalam kejahatan.



    Hipotesis
    biasanya disusun dengan beberapa pertanyaan dasar. Pertama-tama adalah
    pertanyaan tentang aktor pelaku kejahatan. Siapa yang bertanggungjawab atas
    penyalahgunaan dana masyarakat tersebut? Siapa yang memicu huru-hara? Siapa
    yang mula-mula menyebarkan sentimen anti-etnik atau anti-agama tertentu? Siapa
    yang melakukan insider trading? Siapa yang mula-mula berkepentingan agar
    dukun-dukun santet dibunuh?



    Dalam
    investigasi Bondan, ia berteori bahwa kasus Bre-X itu dilakukan oleh Michael de
    Guzman dan anak-anak buahnya yang dari Filipina. Bukan oleh almarhum David
    Walsh, orang nomor satu Bre-X, maupun John Felderhof, geolog senior Bre-X yang
    juga atasan de Guzman. Walaupun kedua orang itu juga diuntungkan oleh ulah de
    Guzman, namun mereka tidak terlibat dalam skandal ini. Felderhof boleh jadi
    mengetahuinya namun tidak mencegahnya.



    Selain
    hipotesis tentang aktor pelaku, juga perlu ditanyakan cara-cara suatu kejahatan
    dilakukan. Bagaimana penyalahgunaan itu dilakukan? Bagaimana cara sample mata
    bor lubang-lubang Busang dicampur dengan emas luar agar ada kesan temuannya
    memang besar sekali? Bagaimana cara Michael de Guzman menipu sekian banyak
    konsultan independen yang memperkuat hasil temuan Bre-X? Apa konsekuensi dari
    penyalahgunaan tersebut? Apa yang bisa dilakukan untuk memperbaikinya?



    Hipotesis
    ini yang terus-menerus diteliti, diuji dan disimpulkan benar-tidaknya. Kalau
    kemudian terbukti bahwa hipotesis itu salah, seorang investigator harus dengan
    besar hati mengakui bahwa tidak terjadi kejahatan di sana. Kasus ditutup.
    Setiap investigasi memang mengandung kemungkinan bahwa hasilnya ternyata tidak
    sedramatis yang diperkirakan. Dan hasil yang negatif ini juga seringkali
    disertai dengan keputusan bahwa hasil investigasi tersebut tidak layak diteruskan.



    Kesannya
    memang sia-sia. Mungkin biaya besar dan waktu lama juga sudah dikeluarkan.
    Selain itu, seringkali pekerjaan investigasi ini memancing mereka yang
    dirugikan untuk mengajukan tuntutan hukum. Alasannya pencemaran nama baik.
    Hipotesis Bondan, misalnya, bisa saja salah kalau suatu saat ia menemukan bukti
    baru bahwa mayat itu ternyata benar mayat de Guzman. Bondan tentu tidak bisa
    dibenarkan bila salahnya hipotesis itu tidak diungkapkan namun fakta-fakta yang
    menyesatkan yang justru dipakai. Padahal ia sudah bekerja keras dan
    mengeluarkan uang cukup banyak untuk melakukan investigasi itu. Ironisnya,
    dalam kasus buku "Sebungkah Emas di Kaki Langit" ini Bondan justru
    tidak mendapat gugatan hukum dari keluarga de Guzman. Ia justru mendapat
    gugatan pencemaran nama baik dari keluarga Ida Bagus Sudjana. Bondan masih
    beruntung! Dalam banyak kasus, taruhannya bahkan nyawa.



    Namun
    resiko besar ini yang tampaknya justru membuat investigasi makin diminati oleh
    wartawan yang suka tantangan, maupun masyarakat pembaca suratkabar, pendengar
    radio maupun pemirsa televisi. Kompetisi media yang makin ketat membuat
    kemungkinan untuk membuat investigasi makin meningkat. Namun kompetisi ini bisa
    jadi lunak apabila pola kepemilikan media justru didominasi kelompok-kelompok
    bisnis yang lebih cenderung mengejar hardnews daripada analisa dan
    kedalaman suatu berita. Apapun yang terjadi, investigative reporting
    adalah salah satu pengembangan jurnalisme yang paling memikat, paling
    menantang, paling mahal dan paling tinggi resikonya.



    Singkat
    kata, selamat berpetualang dan bersenang-senang dengan investigasi!



    Serpong,
    8 Februari 1999

      Waktu sekarang Mon Nov 25, 2024 9:26 am