Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    dinamika keimanan

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    dinamika keimanan Empty dinamika keimanan

    Post by kutubuku Wed Jun 30, 2010 6:23 pm

    Mukadimah




    Makna iman dalam perspektif Islam bukanlah
    sekadar percaya melainkan harus melingkupi tiga aspek yang kesemuanya ada pada
    manusia yakni qalb (hati), lisan dan amal shaleh. Artinya seseorang yang
    beriman harus meyakini dalam hatinya dengan sesungguh-sungguhnya tentang semua
    hal yang harus diyakininya. Kemudian menjelaskan dengan lisannya sebagai sebuah
    pernyataan keimanan yang membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu. Dan akhirnya
    dijabarkan dan dibuktikan secara kongkrit dalam amal perbuatannya


    Tidak bisa dikatakan beriman seseorang, bila
    ia tidak memenuhi tiga kriteria kelengkapan iman tersebut. Misalnya seperti
    paman Nabi saw. yakni Abu Thalib, yang sebenarnya di lubuk hatinya meyakini
    kebenaran risalah yang dibawa kemenakannya dan sikap serta perilakunya
    menunjukkan bahwa ia selalu siap menjaga dan melindungi Rasulullah. Namun
    karena beliau tidak juga kunjung mau melafalkan keimanannya, maka beliau mati
    tetap dalam keadaan kafir dan dikatakan kelak masuk neraka, walaupun dengan
    hukuman teringan. Hal yang sebaliknya justru ada pada tokoh munafik yakni
    Abdullah bin Ubay bin Salul. Sosok ini menggembor-gemborkan lafas keimanannya
    dan menunjukkan sikap serta amalan selaku seorang muslim, tetapi hatinya
    mengingkari hal itu dan senantiasa diliputi hasad, kebusukan dan kebencian
    sehingga selalu secara diam-diam sibuk melakukan intrik-intrik,
    manuver-manuver, ”kasak-kusuk”, membuat dan menyebarkan isu, fitnah dan
    provokasi. Pendek kata benar-benar musuh dalam selimut yang menggunting dalam
    lipatan





    Selanjutnya tipe ketiga, yakni tipe orang
    yang meyakini keimanan dalam hatinya, melafalkannya namun enggan melaksanakan
    konsekuensi-konsekuensi keimanannya tersebut. Orang-orang seperti ini
    dikategorikan orang-orang “fasiq”.


    Kemudian hal-hal apa saja yang harus diimani? Obyek yang
    harus diimani adalah semua yang termasuk dalam rukun iman yang enam, seperti
    yang tercantum dalam QS Al-Baqarah ayat 285 dan kemudian hadist Jibril yang
    terkenal. Keenam rukun iman tersebut ialah iman kepada Allah,
    malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, takdir yang baik dan
    buruk serta hari kiamat


    Keimanan seseorang terhadap rukun iman
    tersebut membawa konsekuensi-konsekuensi logis yang harus dijalaninya. Iman
    kepada Allah seyogianya membuat seseorang menjadi taat kepada-Nya, menjalankan
    semua yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua yang dilarang-Nya serta selalu
    bersandar dan memohon pertolongan kepada-Nya, takut kepada ancaman dan
    neraka-Nya dan rindu serta mengharapkan ampunan, pahala dan syurga-Nya. Di
    samping itu tentu saja selalu ingat dan bersyukur kepada-Nya.


    Berikutnya iman kepada malaikat membawa
    konsekuensi kita berhati-hati dalam sikap, perkataan, dan perbuatan karena di
    kanan dan di kiri kita ada Raqib dan Atid yang siap mencatat segala yang baik
    maupun yang buruk yang kita kerjakan.


    Sedangkan iman kepada kitab-kitab-Nya membuat
    kita mengimani semua kitab suci yang berasal dari-Nya. Namun kitab-kitab suci
    terdahulu adalah sesuatu yang sudah habis masa berlakunya dan telah dikoreksi
    dan disempurnakan di dalam kitab yang terakhir: Al-Qur’an. Sehingga Al-Qur’an
    sajalah yang menjadi sumber acuan kita dalam segala aspek kehidupan.


    Kemudian iman kepada nabi-nabi membawa
    konsekuensi kita harus meneladaninya. Dan tidak membeda-bedakannya (QS 2:285).
    Namun tentu saja uswah dan panutan utama kita adalah Rasulullah Muhammad SAW
    (QS 33:21)


    Berikutnya iman kepada takdir yang baik dan
    buruk membuat kita akan selalu berusaha, berikhtiar optimal dan kemudian
    bertawakal atau berserah diri kepada Allah. Jika berhasil, itu berarti takdir
    baik berupa karunia Allah yang haus disyukuri dan bila gagal atau terkena
    musibah, itu berarti taqdir buruk berupa cobaan yang harus disabari dan
    diterima.


    Dan akhirnya iman kepada hari akhir atau
    kiamat akan menyebabkan kita selalu waspada dan berhitung atau mengkalkulasi
    pahala dan dosa kita serta mempersiapkan bekal untuk hari kiamat itu (QS 59:18)
    berupa ketakwaan karena segala sesuatunya akan dipertanggungjawabkan di hadapan
    Allah kelak.




    Dinamika iman dan bagaimana berinteraksi dengan kedinamisan iman
    tersebut.





    قَالَتِ الْأَعْرَابُ
    ءَامَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ
    الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ
    مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ



    “Orang-orang Arab Badwi itu berkata, “Kami telah
    beriman". Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi
    katakanlah, “Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam
    hatimu dan jika kamu ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan
    mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun
    lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al-Hujurat:14)


    Dari ayat tersebut di atas kita bisa melihat
    bahwa masalah iman bukanlah masalah sederhana, karena dibutuhkan waktu, jihad,
    kesungguh-sungguhan dalam ibadah, ketabahan selain juga faktor hidayah untuk
    membuat keimanan seseorang benar-benar mengakar, menukik, bahkan menghunjam ke
    dalam lubuk hati.


    Kemudian persoalan berikutnya adalah
    kenyataan bahwa iman itu dinamis, fluktuatif atau turun-naik. Jadi setelah iman
    sudah ada di dalam hati, penting untuk selalu dideteksi apakah iman kita
    meningkat dan bertambah atau justru menurun dan berkurang.


    Dalam hadis Nabi saw. disebutkan, “Al-iman
    yazid wa yanqush
    ” (Iman bisa bertambah atau berkurang). Karena itu
    seorang yang beriman harus selalu berusaha memperbaharui dan meningkatkan
    keimanan nya. Seperti halnya tanaman, pohon, atau tumbuh-tumbuhan yang dapat
    kering, layu, atau bahkan mati bila tak disiram atau diberi pupuk, demikian
    pula halnya dengan keimanan yang dimiliki seseorang.


    Begitu rentannya hati terhadap fluktuasi iman
    digambarkan oleh Abdullah bin Rawahah ra, “Berbolak-baliknya hati lebih
    cepat dibanding air yang menggelegak di periuk tatkala mendidih
    .” Dari
    tinjauan etimologisnya saja, hati, qalban adalah sesuatu yang berbolak-balik
    sudah, nampak pula kerentanannya. Dan karena iman tempat di hati, seyogianyalah
    kita mewaspadai berbolak-baliknya hati dan turun naiknya iman.


    Karena itu dalam surat Ali Imran: 8, Allah
    menuntun agar kita berdoa minta diberikan hidayah, rahmat dan ketetapan hati.
    Demikian pula doa yang dicontohkan Nabi saw. ”Ya Allah, yang pandai
    membolak-balikkan hati, tetapkan hati hamba pada agamamu.
    ” Mengapa kita
    harus terus berdoa seperti itu? Karena usaha menjaga keimanan agar tetap
    survive dan kalau bisa meningkat adalah hal yang sangat berat, apalagi sampai
    membuat iman itu berbuah.


    Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah pernah
    mengungkapkan kata-kata bijak, ”Dunia adalah ladang tempat menanam kebajikan
    yang hasilnya akan kita tuai, panen di akhirat kelak
    .”


    Menurut Ibnul Qayyim pula, iman yang dimiliki
    seseorang adalah modal berupa bibit. Dan agar bibit itu tumbuh dan berbuah ia
    harus senantiasa disiram dan dipupuk oleh ketaatan kepada Allah.


    Kita memang tidak bisa mengukur atau
    memprediksikan besar kecilnya kadar keimanan seseorang, namun paling tidak kita
    bisa melihat bias dan imbas keimanannya dari libasut taqwa, pakaian
    takwa yang dimilikinya dan implementasi iman berupa ibadah, amal shaleh dan
    ketaatan yang dilakukannya.


    Seberapa besar dan banyak bibit yang dimiliki
    seseorang dan sejauh mana ia merawat, menjaga, menyirami dan memberinya pupuk
    dengan ketaatannya kepada Allah, maka sebegitu pulalah buah yang akan dituainya
    kelak di akhirat.


    Rasulullah saw. pun menegaskan, “Al iman
    yaazidu bi thoat wa yanqushu bil maksiat
    . Iman akan bertambah/meningkat
    dengan ketaatan dan akan berkurang atau menurun dengan kemaksiatan yang
    dilakukan.





    1. Sebab-sebab bertambah dan berkurangnya
    iman



    Merujuk kepada hadis Nabi saw. di atas, jelas
    nampak bahwa sebab utama bertambahnya keimanan seseorang adalah jika ia
    berusaha selalu taat kepada Allah. Allah akan mencintai dan merahmati
    orang-orang yang taat kepada-Nya dan rasul-Nya (QS 3: 31, 32, 132). Semakin
    besar ketaatan yang diberikan seseorang kepada Allah apakah itu dalam rangka
    menuruti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya maka akan semakin meningkatlah
    kadar keimanannya.


    Sebab-sebab yang lainnya yang juga bisa
    menjaga dan meningkatkan kadar keimanan adalah bila seseorang selalu mengingat
    Allah dan banyak bersyukur kepada-Nya. Atau bila diberi cobaan berupa musibah
    tetap sabar dan bersandar pada Allah serta tak pernah berburuk sangka pada-Nya
    (QS 29: 2) karena cobaan memang secara sunatullah terkait dengan pengujian
    kadar keimanan.


    Ada sebuah siklus positif yang bisa terjadi
    pada diri seorang mukmin yakni bila ia memiliki keimanan, iman akan
    mendorongnya taat, menjalankan ibadah kepada Allah sesuai dengan yang
    dikehendaki-Nya (QS 51: 56). Kemudian ibadah akan menghasilkan ketakwaan dan
    ketakwaan dengan sendirinya akan meningkatkan keimanan seseorang.


    Sedangkan sebab menurun atau berkurang dan
    bahkan hilangnya keimanan seseorang adalah maksiat yang dilakukannya. Semakin
    banyak kemaksiatan kepada Allah yang dilakukan seseorang akan semakin menurun
    kadar keimanannya. Bahkan jika seseorang terjerumus melakukan dosa besar, pada
    saat ia melakukan maksiat itu dikatakan iman nya habis sama sekali.


    Imam Ghazali mengumpamakan hati seseorang
    seperti lembaran putih bersih. Dosa yang disebabkan maksiat yang dilakukannya
    akan menyebabkan titik hitam di lembaran putih itu. Semakin banyak dosa
    kemaksiatan yang dilakukannya, maka lembaran itu akan hitam kelam. Dan hati
    yang pekat seperti itu tidak lagi sensitif terhadap dosa-dosanya.


    Artinya tidak ada perasaan takut atau menyesal
    pada saat atau sesudah melakukan kemaksiatan. Apabila kemaksiatan yang
    dilakukan seseorang masih terkatagori as sayyiat atau dosa kecil, maka
    kebajikan-kebajikan yang kita lakukan insya Allah akan mengkompensasi dosa dosa
    kecil tersebut. Dalam hadis Nabi SAW dikatakan, “Bertakwalah kepada Allah di
    manapun kamu berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik dan
    pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik. “


    Sementara itu di dalam surat Ali Imran ayat
    135 disebutkan ciri orang beriman dan bertakwa adalah bila melakukan kekejian
    atau menzhalimi diri sendiri (dengan berbuat dosa ) mereka cepat-cepat ingat
    Allah dan mohon ampunan atas dosa-dosanya Allah Taala memang menyuruh kita
    bersegera bertobat memohon ampunan dan surga-Nya (QS 3: 133).


    Hal yang harus dipenuhi dalam tobat adalah
    adanya unsur menyesali maksiat yang dilakukan, kemudian berhenti dan ketika
    berjanji sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya lagi.





    2. Dampak Positif atau Manfaat Kekuatan Iman


    a. Memiliki kekuatan hubungan dengan Allah. ”Al-quwwatu
    silah billah
    “ (kekuatan hubungan dengan Allah ) adalah buah keimanan yang
    paling nyata. Karena seorang mukmin yang memiliki kekuatan hubungan dengan
    Allah tidak akan pernah berputus asa dari rahmat Allah, ia tidak akan karam
    dalam keputus-asaan. Karena ia akan selalu berpaling kepada Allah. Ia yakin
    Allah akan selalu menolong dan tidak pernah mengecewakannya. Cobaan sebesar
    apapun tak pernah membuatnya berburuk sangka terhadap Allah.


    b. Memiliki ketenangan dan ketenteraman jiwa.
    Iman yang dimiliki seseorang membuatnya tidak pernah takut pada manusia
    sepanjang ia tidak melakukan kesalahan. Ia hanya takut kepada Allah saja.
    Dengan mengingat Allah, hatinya akan senantiasa diliputi ketenteraman dan
    ketenangan (QS 13:28), sehingga Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh
    menakjubkan urusannya orang beriman, bila diberi karunia ia bersyukur dan itu
    baik untuknya. Dan bila diberi musibah ia bersabar dan itu lebih baik untuknya.



    Iman dalam diri seorang mukmin menjadi stabilisator bagi jiwanya.
    Karunia yang teramat besar tidak akan pernah membuatnya ujub, takabur atau lupa
    diri melainkan ia tetap tenang dan mengembalikannya kepada Dzat yang Maha
    memberi: bahwa itu semua karunia Allah. Dan cobaan sebesar dan seberat apapun
    juga tidak akan membuatnya hilang akal, terguncang jiwanya dan berburuk sangka
    atau berpaling dari Allah.


    c.
    Memiliki kemampuan memikul beban apakah itu beban
    kehidupan ataupun beban dijalan Allah. Orang yang beriman akan mampu memikul
    beban kehidupan ataupun beban di jalan Allah tanpa berkeluh kesah. Ia akan
    berikhtiar semaksimal mungkin dan mengembalikan masalah hasilnya kepada Allah.


    Fatimah putri Nabi saw.
    adalah contoh luar biasa seseorang yang ikhlas dan sanggup memikul beban yang
    berat. Suatu saat ketika ia bersama bapak dan ibunya serta pengikut –pengikut
    risalah bapaknya dan juga kaum nya mengalami tahun-tahun sulit masa
    pemboikotan, ibunda Khadijah sempat dengan sendu berujar kepadanya “Kasihan
    anakku sekecil ini kau sudah menderita,” jawaban Fatimah benar-benar
    mencengangkannya, “Ibu …mengapa ibu berkata begitu? cobaan yang lebih berat
    dari ini pun aku sanggup”



    Memiliki ketabahan dan kesabaran dalam menanggulangi musibah.
    Sesungguhnya setiap mukmin akan dicoba oleh Allah dengan berbagai cobaan
    keimanan. Dan siapa yang sabar dan mengembalikan segalanya kepada Allah, ia
    akan diberi kabar gembira berupa, kasih sayang, kesertaan, ampunan dan
    surganya. Ketabahan dan kesabaran memang tak ada batasnya. Namun balasan dari
    Allah bagi orang –orang yang sabar pun tak ada batasnya. Tak terhitung dan
    berlimpah ruah seperti luapan air bah.





    3. Tanda-tanda keimanan




    Bukti keimanan seseorang yang paling nyata tentu saja adalah amal
    shaleh yang dilakukannya dan libasut taqwa (pakaian takwa) yang
    dikenakannya. Yang membedakan seorang muslim dari kufri adalah keimanannya
    kepada hal yang ghaib. Kemudian juga shalat karena dalam hadis dikatakan:bainal
    abdi wal kafir tarkus shalat , bainal abdi was syirik tarkus shalat (batas
    antara seorang hamba Allah dengan yang kafir adalah meninggalkan shalat dan
    batas seorang hamba Allah dengan kemusyrikan adalah meninggalkan shalat. )


    Di dalam QS 49:15 disebutkan orang yang beriman ialah yang tak pernah
    sedikit pun ragu terhadap yang diimaninya. Kemudian mampu mengatasi ujian-ujian
    keimanan dari Allah (QS 29:2) ada satu surat di dalam Al Quran yang berjudul
    Al-Mu’minun (orang-orang beriman )


    Surat itu merinci karakterikristik orang -orang yang beriman yakni
    khusyuk dalam shalat, menjauhi perbuatan dan perkataan yang sia-sia, menunaikan
    zakat, menjaga kemaluannya, menjaga amanah-amanah dan menepati janji serta
    menjaga shalat-shalatnya.


    Orang yang beriman dengan memenuhi kriteria-kriteria di atas akan
    mewarisi syurga Firdaus dan kekal di dalamnya selama-lamanya.


    Ciri mukmin yang lain ada pada QS 48:29, yang bahkan ciri keimanannya
    itu tampak pula secara fisik berupa dahi yang hitam /berbekas karena selalu
    bersujud kepada-Nya.


    Dan akhirnya orang yang istiqamah dalam keimanannya akan selalu
    memiliki sikap at tafa’ul (optimis), as syajaah (berani), dan ith
    mi’nan
    (tenang ) dalam kehidupan ini.





    4. Terapi atau cara meningkatkan keimanan




    Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk
    meningkatkan keimanan seseorang di antaranya ialah:


    a.
    Shalat tepat waktu dan khusyu, juga memperbanyak shalat
    nawaafil.


    b.
    Shaum. Selain shaum di bulan Ramadhan juga shaum-shaum
    sunnah seperti Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, Daud, Arafah, dan lain-lain.


    c.
    Memperbanyak tilawah quran. Dalam QS 8:2 disebutkan
    ciri orang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah bergetarlah hati
    mereka dan bila dibacakan ayat-ayat Allah bertambah tambahlah keimanan mereka.


    d.
    Dzikir dan takafur. Rasulullah saw. terlihat menangis
    ketika turun surat QS 3: 190-191. Bilal lalu bertanya dan beliau menjawab:
    celakalah orang yang membaca ayat ini namun tak kunjung menarik pelajaran darinya.
    Dan kedua ayat tersebut berisikan tentang bertakafur terhadap tanda-tanda
    kekuasaannya.


    e.
    Jalasah ruhiah. Acara mabit, menginap, qiamul lail dan
    sahur bersama untuk kemudian berpuasa dan bila memungkinkan ifthar shaum
    bersama dengan didahului taujih, ruhiah akan besar efeknya bagi keimanan
    seseorang. Muadz bin Jabbal dulu acap mengajak sahabat-sahabat yang lain, “ijlis
    bina‘ nu’minu sa’ah
    ” (duduklah bersama kami, berimanlah sejenak dengan
    penuh konsentrasi).


    f.
    Dzikrul maut. Mengingat kematian yang pasti datangnya
    apakah dengan menjenguk dan mentalkinkan orang yang sakaratul maut atau
    memandikan, mengkafani dan menguburkan maupun ziarah kubur kesemuanya juga
    dapat meningkatkan keimanan seseorang.





    SUPLEMEN


    Akidah secara etimologis berarti yang terikat. Dr Abdullah Azzam
    mendefinisikan istilah akidah sebagai perjanjian yang teguh dan kuat, terpatri
    dalam hati dan tertanam di lubuk hati yang paling dalam. Sementara Imam Syahid
    Hasan Al-Banna menjabarkan akidah sebagai urusan yang wajib diyakini
    kebenarannya oleh hati menenteramkan jiwa dan menjadi keyakinan yang tidak
    bercampur dengan keraguan.


    Akidah yang diajarkan Rasulullah saw. adalah tauhid dan tujuannya ialah
    untuk memperkuat ikatan /keyakinan dan hubungan dengan Allah.


    Ada dua metode dalam mempelajari akidah atau yang berkaitan dengan
    masalah keimanan.


    1. Metode asasi yakni metode salafi
    atau salafus shaleh.


    2. Metode ghairu asasi yakni metode
    ilmu kalam.


    Metode asasi adalah metode yang digunakan kaum salafus shaleh yakni
    metode yang digunakan di era Rasulullah, di era sahabat, tabi’in dan tabit
    tabi’in.


    Metode ini adalah suatu cara mengenal Allah melalui Allah seperti
    ungkapan Abu Bakar Sidik, “Kalau Allah tidak memperkenalkan dirinya kepadaku
    niscaya aku tidak mengenalnya”.


    Metode ini merupakan metode ahlus sunnah wal jama’ah dan metode yang
    kamil serta syamil.


    Sementara metode kedua adalah metode ghairu asasi yang lebih dikenal
    sebagai metode ilmu kalam yakni menggunakan upaya pendekatan filosofis dan daya
    nalar dalam masalah keimanan atau akidah.


    Metode ilmu kalam terbukti tidak dapat memberi atsar atau pengaruh
    keimanan bagi orang yang mempelajarinya juga tidak bisa menuntun kepada
    perilaku atau akhlak yang islami. Dan bukannya membuat kita semakin yakin malah
    semakin ragu kepada Allah dan Risalahnya.


    Tokoh-tokoh ilmu kalam adalah Abul Hasan Al-Asyhari, Imam Ar-Razi dan
    Imam Al-Juwairi, namun mereka akhirnya insaf dan menyadari bahwa metode paling
    efektif dalam mempelajari dan menanamkan keimanan adalah metode Al-Qur’an dan
    Al-Sunnah.

    Wallahu a’lam

      Waktu sekarang Wed May 08, 2024 9:39 pm