Tetap Konsentrasi
Dalam pamer kemampuan bela diri,
seperti memecahkan batu-bata atau mematahkan sepotong besi, bukan cuma besarnya
energi, konsentrasi bagian penting keberhasilannya. Supaya nggak malu-maluin,
penting menjaga konsentrasi.
Dalam kehidupan nyata pun sama; konsentrasi
itu penting. Menjaga konsentrasi ibarat menetapkan suatu titik dan dicurahkan
seluruh daya upaya ke arah titik tersebut. Salah menetapkan titik itu, akan
berujung pada kegagalan. Kabur dalam menetapkan titik yang hendak dituju, berujung
pada tersia-sianya energi dan waktu. Kalaupun hasil didapat, energi dan waktu
yang tercurah melebihi dari yang diperlukan. Ini mubazir.
Seperti dalam belajar, biar
konsentrasi nggak buyar, ada yang pengen suasana hening, diam bahkan tanpa
suara musik sekalipun. Ada
yang sebaliknya, nggak masalah dengan suara berisik dan bahkan mungkin kamar
yang sedikit berantakan (ada nggak ya?). Ada
pula yang tak ternganggu oleh suara apa pun, kecuali kalau kepalanya dijitak!
(tentu saja!).
Konsentrasi dari masing-masing
orang emang unik, seperti bau badan (biar nggak menganggu konsentrasi, bagusnya
contoh ini kamu ganti aja deh!). Sekalipun nggak keliatan, konsentrasi penting
untuk diperhatikan.
***
Individu muslim hidupnya tiada
lain untuk ibadah. Nggak ada tawar-menawar untuk soal ini. Ini telah ketetapan
Allah Swt. Firman-Nya: “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
(Adz-Dzaariyat [51]: 56). So, mo gimana lagi?
Terpaksa atau sukarela, wajib
bagi kita untuk mencurahkan segala tenaga, daya dan upaya ke arah ibadah kepada
Allah Swt ini. Nggak ada pilihan lain, kecuali kalo kita ingin pengakuan iman
kita di dunia batal di Hari Akhir nanti. Konsekuensi dari hal ini: mengerikan!
Simak firman-Nya: “Barangsiapa yang kafir
kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena
sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan
bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (TQS. An
Nahl [16]: 106). Bukan menakuti-nakuti, ini janji Allah Swt!
Sekedar mengingatkan, bagi kaum
kafir disediakan ‘hadiah’ yang kita pasti tidak sanggup menerimanya, yaitu
neraka jahanam: “… mereka (penghuni
neraka jahanam itu) tidak merasakan kesejukan
di dalamnya dan tidak pula minuman, selain air yang mendidih dan nanah (ghassaq).” (TQS. An-Naba [78]: 24 -25). Gambaran darah dan nanah ini
sebenarnya udah ‘cukup’ mengerikan, biar lebih jelas lagi, Ibnu Katsir dalam
terjemahannya yang populer itu menyatakan bahwa ghossaq itu berupa darah luka, nanah, air mata dan keringat orang
kafir sendiri yang bercampur. Jangankan membayangkan rasanya, baunya aja pasti
kamu nggak tahan! Merusak konsentrasi pasti!
***
Di luar ibadah ritual, seluruh
aktivitas kita dalam pemenuhan apapun, naluri atau kebutuhan jasmani, merupakan
peluang bagi kita untuk beribadah kepada Allah Swt. Artinya, bila aktivitas
tersebut memang kita konsentrasikan kepada-Nya, maka nilai ibadah itu akan
diperoleh.
Meng-konsentrasikan seluruh
aktivitas untuk ibadah kepada Allah Swt termasuk di dalamnya mengeluarkan segala
daya upaya untuk mengetahui aturan-aturan Allah Swt. Kegiatan-kegiatan kita
pasti terkait dengan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan-keamanan, pendidikan, kesehatan dan aspek turunan lainnya.
Mengetahui hukum-hukum Allah Swt
dalam berbagai aspek kehidupan berarti kita sedang meng-konsentrasikan hidup
untuk ibadah kepada Allah Swt. Sebab, tiada ibadah yang tanpa diawali dengan
pengetahuan terhadap mana yang hukum Allah dan mana yang bukan.
Tanpa itu, niat ibadah yang dilakukan
hanya sebatas angan-angan. Keterikatan kepada hukum-hukum-Nya dalam menjalani
kehidupan lah seorang hamba disebut mengkonsentrasikan hidupnya untuk ridho
Allah. Menolak terhadap hal ini, Allah Swt akan memasukkan kepada golongan
orang-orang kafir. Firman-Nya: “Siapa
saja yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah
orang-orang kafir” (TQS. Al Maidah [5]: 44).
***
Nabi Saw tidak diutus hanya
untuk hukum-hukum tentang sholat, puasa, haji dan ibadah ritual lainnya. Tidak
pula beliau diutus sebatas pembahasan sikap jujur, memelihara jenggot dan
persoalan individu lainnya. Beliau diutus membawa hukum politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan. Keberadaan institusi negara menjadi wajib.
Sejak Rasul Saw memproklamirkannya. Dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw menyatakan Parsi dan Romawi, akan tunduk
dibawah apa yang beliau bawa (yaitu Islam).
Karena terkait dengan institusi
negara, maka Allah swt menyebut kelompok dakwah Rasul Saw sebagai partai.
Firman-Nya: “Mereka itulah partai Allah (hizb-Allah),
ketahuilah bahwa sesungguhnya partai
Allah itu adalah golongan yang beruntung” (TQS. Mujaadilah [58]: 22).
Sebagai partai, kelompok Rasul
Saw, membatasi aktivitasnya pada aspek seruan, larangan atau ajakan. Beliau
mengkonsentrasikan pada hal ini saja.
Beliau tidak membentuk kelompok
sosial. Ketika Abu Bakar membebaskan Bilal dari perbudakan Umayyah bin Khalaf
dan beritanya sampai pada Rasul Saw, beliau ‘tidak kepancing’ mengumpulkan dana
dari Sahabat lainnya agar bisa membebaskan Sahabat lainnya dari status budak. Konsentrasi
kelompok Rasul saw tetap pada aktivitas partai yang sebatas seruan/ajakan,
bukan sosial, bukan lasykar: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104).
Walaupun Rasul Saw tidak
memerintahkan partainya kepada berbagai aktivitas, kecuali aktivitas
seruan/ajakan kepada Islam dan hukum Islam, namun para Sahabat paham bahwa
disamping sebagai anggota partai, masing-masing dari mereka adalah individu
muslim, yang diperintahkan berpuasa, berbuat jujur, membantu fakir miskin,
beramar makruf dengan tangan dan sebagainya. Dengan demikian, konsentrasi
kelompok Rasul Saw tetap terjaga sebagai ‘partai sungguhan’. Semua ini
terkonsentrasi pada satu titik; kepatuhan pada perintah Allah. Hasilnya, negara
yang terkonsentrasi pada dakwah dan jihad memang berdiri, bahkan berabad-abad
lamanya. Itulah negara khilafah.
***
Dengan kembalinya berdiri negara
khilafah itu, energi umat akan kembali terkonsentrasi pada dakwah dan jihad. Ingat
bro, perjuangan ke arah ini merupakan aktivitas yang dilakoni Rasul saw, para
sahabat, salafus shaleh, yaitu dakwah kepada tauhid yang telah terbukti
keberhasilannya. Tunggu apalagi? Tetap konsentrasi: ibadah bro! Allahu Akhbar! [dos]
Dalam pamer kemampuan bela diri,
seperti memecahkan batu-bata atau mematahkan sepotong besi, bukan cuma besarnya
energi, konsentrasi bagian penting keberhasilannya. Supaya nggak malu-maluin,
penting menjaga konsentrasi.
Dalam kehidupan nyata pun sama; konsentrasi
itu penting. Menjaga konsentrasi ibarat menetapkan suatu titik dan dicurahkan
seluruh daya upaya ke arah titik tersebut. Salah menetapkan titik itu, akan
berujung pada kegagalan. Kabur dalam menetapkan titik yang hendak dituju, berujung
pada tersia-sianya energi dan waktu. Kalaupun hasil didapat, energi dan waktu
yang tercurah melebihi dari yang diperlukan. Ini mubazir.
Seperti dalam belajar, biar
konsentrasi nggak buyar, ada yang pengen suasana hening, diam bahkan tanpa
suara musik sekalipun. Ada
yang sebaliknya, nggak masalah dengan suara berisik dan bahkan mungkin kamar
yang sedikit berantakan (ada nggak ya?). Ada
pula yang tak ternganggu oleh suara apa pun, kecuali kalau kepalanya dijitak!
(tentu saja!).
Konsentrasi dari masing-masing
orang emang unik, seperti bau badan (biar nggak menganggu konsentrasi, bagusnya
contoh ini kamu ganti aja deh!). Sekalipun nggak keliatan, konsentrasi penting
untuk diperhatikan.
***
Individu muslim hidupnya tiada
lain untuk ibadah. Nggak ada tawar-menawar untuk soal ini. Ini telah ketetapan
Allah Swt. Firman-Nya: “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
(Adz-Dzaariyat [51]: 56). So, mo gimana lagi?
Terpaksa atau sukarela, wajib
bagi kita untuk mencurahkan segala tenaga, daya dan upaya ke arah ibadah kepada
Allah Swt ini. Nggak ada pilihan lain, kecuali kalo kita ingin pengakuan iman
kita di dunia batal di Hari Akhir nanti. Konsekuensi dari hal ini: mengerikan!
Simak firman-Nya: “Barangsiapa yang kafir
kepada Allah sesudah dia beriman, kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena
sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan
bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (TQS. An
Nahl [16]: 106). Bukan menakuti-nakuti, ini janji Allah Swt!
Sekedar mengingatkan, bagi kaum
kafir disediakan ‘hadiah’ yang kita pasti tidak sanggup menerimanya, yaitu
neraka jahanam: “… mereka (penghuni
neraka jahanam itu) tidak merasakan kesejukan
di dalamnya dan tidak pula minuman, selain air yang mendidih dan nanah (ghassaq).” (TQS. An-Naba [78]: 24 -25). Gambaran darah dan nanah ini
sebenarnya udah ‘cukup’ mengerikan, biar lebih jelas lagi, Ibnu Katsir dalam
terjemahannya yang populer itu menyatakan bahwa ghossaq itu berupa darah luka, nanah, air mata dan keringat orang
kafir sendiri yang bercampur. Jangankan membayangkan rasanya, baunya aja pasti
kamu nggak tahan! Merusak konsentrasi pasti!
***
Di luar ibadah ritual, seluruh
aktivitas kita dalam pemenuhan apapun, naluri atau kebutuhan jasmani, merupakan
peluang bagi kita untuk beribadah kepada Allah Swt. Artinya, bila aktivitas
tersebut memang kita konsentrasikan kepada-Nya, maka nilai ibadah itu akan
diperoleh.
Meng-konsentrasikan seluruh
aktivitas untuk ibadah kepada Allah Swt termasuk di dalamnya mengeluarkan segala
daya upaya untuk mengetahui aturan-aturan Allah Swt. Kegiatan-kegiatan kita
pasti terkait dengan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan-keamanan, pendidikan, kesehatan dan aspek turunan lainnya.
Mengetahui hukum-hukum Allah Swt
dalam berbagai aspek kehidupan berarti kita sedang meng-konsentrasikan hidup
untuk ibadah kepada Allah Swt. Sebab, tiada ibadah yang tanpa diawali dengan
pengetahuan terhadap mana yang hukum Allah dan mana yang bukan.
Tanpa itu, niat ibadah yang dilakukan
hanya sebatas angan-angan. Keterikatan kepada hukum-hukum-Nya dalam menjalani
kehidupan lah seorang hamba disebut mengkonsentrasikan hidupnya untuk ridho
Allah. Menolak terhadap hal ini, Allah Swt akan memasukkan kepada golongan
orang-orang kafir. Firman-Nya: “Siapa
saja yang tidak berhukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah
orang-orang kafir” (TQS. Al Maidah [5]: 44).
***
Nabi Saw tidak diutus hanya
untuk hukum-hukum tentang sholat, puasa, haji dan ibadah ritual lainnya. Tidak
pula beliau diutus sebatas pembahasan sikap jujur, memelihara jenggot dan
persoalan individu lainnya. Beliau diutus membawa hukum politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan. Keberadaan institusi negara menjadi wajib.
Sejak Rasul Saw memproklamirkannya. Dalam sebuah riwayat Rasulullah Saw menyatakan Parsi dan Romawi, akan tunduk
dibawah apa yang beliau bawa (yaitu Islam).
Karena terkait dengan institusi
negara, maka Allah swt menyebut kelompok dakwah Rasul Saw sebagai partai.
Firman-Nya: “Mereka itulah partai Allah (hizb-Allah),
ketahuilah bahwa sesungguhnya partai
Allah itu adalah golongan yang beruntung” (TQS. Mujaadilah [58]: 22).
Sebagai partai, kelompok Rasul
Saw, membatasi aktivitasnya pada aspek seruan, larangan atau ajakan. Beliau
mengkonsentrasikan pada hal ini saja.
Beliau tidak membentuk kelompok
sosial. Ketika Abu Bakar membebaskan Bilal dari perbudakan Umayyah bin Khalaf
dan beritanya sampai pada Rasul Saw, beliau ‘tidak kepancing’ mengumpulkan dana
dari Sahabat lainnya agar bisa membebaskan Sahabat lainnya dari status budak. Konsentrasi
kelompok Rasul saw tetap pada aktivitas partai yang sebatas seruan/ajakan,
bukan sosial, bukan lasykar: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah
orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104).
Walaupun Rasul Saw tidak
memerintahkan partainya kepada berbagai aktivitas, kecuali aktivitas
seruan/ajakan kepada Islam dan hukum Islam, namun para Sahabat paham bahwa
disamping sebagai anggota partai, masing-masing dari mereka adalah individu
muslim, yang diperintahkan berpuasa, berbuat jujur, membantu fakir miskin,
beramar makruf dengan tangan dan sebagainya. Dengan demikian, konsentrasi
kelompok Rasul Saw tetap terjaga sebagai ‘partai sungguhan’. Semua ini
terkonsentrasi pada satu titik; kepatuhan pada perintah Allah. Hasilnya, negara
yang terkonsentrasi pada dakwah dan jihad memang berdiri, bahkan berabad-abad
lamanya. Itulah negara khilafah.
***
Dengan kembalinya berdiri negara
khilafah itu, energi umat akan kembali terkonsentrasi pada dakwah dan jihad. Ingat
bro, perjuangan ke arah ini merupakan aktivitas yang dilakoni Rasul saw, para
sahabat, salafus shaleh, yaitu dakwah kepada tauhid yang telah terbukti
keberhasilannya. Tunggu apalagi? Tetap konsentrasi: ibadah bro! Allahu Akhbar! [dos]
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as