TUJUAN HIDUP SEORANG
MUSLIM
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary
Setiap orang yang mendalami Al-Qur'an dan mempelajari Sunnah tentu mengetahui
bahwa puncak tujuan dan sasaran yang dilakukan orang Muslim yang diwujudkan
pada dirinya dan di antara manusia ialah ibadah kepada Allah semata.
Tidak ada jalan untuk membebaskan ibadah ini dari setiap aib yang mengotorinya
kecuali dengan mengetahui benar-benar tauhidullah.
Da'i yang menyadari hal ini tentu akan menghadapi kesulitan yang besar dalam
mengaplikasikannya. Tetapi toh kesulitan ini tidak membuatnya surut ke
belakang. Sebab setiap saat dakwahnya menyerupai perkataan Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Sallam:
"Artinya : Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian
yang paling menyerupai (mereka) lalu yang paling menyerupainya lagi." [1]
Bagaimana tidak, sedang dia selalu meniti jalan beliau, menyerupai sirah-nya
dan mengikuti jalannya? Al-Amtsalu tsumma al-amtsalu adalah orang-orang shalih
yang mengikuti jalan para nabi dalam berdakwah keapda Allah, menyeru kepada
tauhidullah seperti yang mereka lakukan, memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan
menyingkirkan syirik. Mereka mengahadapi gangguan dan cobaan seperti yang
dihadapi para panutannya, yaitu nabi-nabi.
Oleh karena itu banyak para da'i yang menjauhi jalan yang sulit dan penuh
rintangan ini. Sebab seoarang da'i yang meniti jalan itu akan menghadapi ayah,
ibu, saudara, rekan-rekan, orang-orang yang dicintainya, dan bahkan dia harus
menghadapi masyarakat yang merintangi, memusuhi dan menyakitinya.
Lebih baik mereka menyingkir ke sisi-sisi Islam yang sudah mapan, yang tidak
dimusuhi orang yang beriman kepada Allah. Di dalam sisi-sisi ini mereka tidak
akan menghadapi kesulitan, kekerasan, ejekan, dan gangguan, khususnya di
berbagai masyarakat Islam. Biasanya mayoritas umat justru mau memandang da'i
seperti ini, menyanjung dan memuliakannya dan tidak mengejek atau pun
mengganggunya, kecuali jika mereka menentang para penguasa dan mengancam
kedudukan mereka. Kalau seperti ini keadaannya, tentu para penguasa ini akan
menumpas mereka dengan kekerasan, sebagaiman menumpas partai politik yang
hendak mengincar kursi kekuasaannya. Sebab, para penguasa dalam masalah ini
tidak bisa diajak kompromi, baik mereka itu kerabat atau pun rekan, baik orang
Muslim maupun orang kafir.
Bagaimanapun juga kami merasa perlu mengatakan para da'i, bahwa meskipun mereka
tetap harus menyaringkan suaranya atas nama Islam, toh mereka tetap harus
mengasihi dirinya sendiri. Karena mereka keluar dari manhaj Allah dan jalan-Nya
yang lurus dan jelas, yang pernah dilalui para nabi dan para pengikutnya dalam
berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan agama hanya bagi Allah semata. Apa
pun usaha yang mereka lakukan untuk kepentingan dakwah, toh mereka tetap harus
memikirkan sarananya sebelum tujuannya. Sebab berapa banyak sarana yang remeh
justru membahayakan tujuan yang hendak dicapai dan justru menjadi pertimbangan
yang besar.
Bahkan banyak da'i yang memaksakan cara yang mereka ciptakan sendiri dan tidak
mau mengikuti manhaj para nabi dalam berdakwah kepada tauhidullah di bawah
slogan-slogan yang serba gemerlap, tapi akhirnya hanya memperdayai orang-orang
bodoh, sehingga mereka menganggapnya sebagai manhaj para nabi.
Karena Islam mempunyai beberapa cabang dan pembagian, maka harus ada
penitikberatan pada masalah yang paling penting, lalu disusul dengan yang
penting lainnya. Pertama kali dakwah harus diprioritaskan pada penataan akidah.
Caranya menyuruh memurnikan ibadah bagi Allah semata dan melarang menyekutukan
sesuatu kepada-Nya. Kemudian perintah mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
melaksanakan berbagai kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan,
seperti cara yang dilakukan semua para nabi. Firman Allah.
"Artinya : Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja) dan juahilah thaghut'."
[An-Nahl : 36]
"Artinya : Dan, Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Ilah selain Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku." [Al-Anbiya' : 25]
Dalam sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan cara yang diterapkan beliau
terkandung keteladanan yang baik serta manhaj yang paling sempurna. Hingga
beberapa tahun beliau hanya menyeru manusia kepada tauhid dan mencegah mereka
dari syirik, sebelum menyuruh mendirikan sholat, melaksanakan zakat, puasa,
haji, dan sebelum melarang mereka melakukan riba, zina, pencurian dan membunuh
jiwa tanpa alasan yang benar.
Jadi dasar yang paling pokok adalah mewujudkan peribadatan bagi Allah semata,
sebagaimana firman-Nya.
"Artinya : Dan, AKu tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk
menyembah-Ku." [Adz-Dzariat : 56]
Hal ini tidak bisa terjadi kecuali dengan mengenal tauhidullah, baik secara
ilmu maupun praktik, realitas sehari-hari maupun jihad.
Anda bisa melihat berapa banyak para da'i Muslim dan jama'ah-jama'ah Islam yang
menghabiskan umurnya dan menghabiskan energinya untuk menegakkan hukum Islam
atau menuntut berdirinya negara Islam. Mereka tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu, mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa tegaknya hukum Islam tidak akan
terwujud dengan cara seperti itu. Tujuan itu tidak akan terealisir kecuali
dengan suatu manhaj yang dilakukan secara perlahan-perlahan, memerlukan waktu
yang panjang, dilandaskan kepada kaidah yang jelas, harus dimulai dari
penanaman akidah dan menghidupkan pendidikan Islam serta menekankan masalah
akhlak. Jalan yang perlahan-lahan dan panjang ini merupakan jalan yang paling
dekat dan paling cepat yang bisa ditempuh. Sebab untuk bisa mengaplikasikan
tatanan Islam dan hukum syariat Allah bukan merupakan tujuan yang bisa
dilakukan secara spontan dan tergesa-gesa. Karena hal ini tidak mungkin
diwujudkan kecuali dengan merombak masyarakat, atau adanya sekumpulan orang
yang berkedudukan dan berbobot di tengah kehidupan manusia secara umum yang
siap memberikan pemahaman akidah Islam yang benar, baru kemudian melangkah
kepada pembentukan tatanan Islam, meskipun harus menghabiskan waktu yang
lama[2]
Kesimpulannya, menerapkan hukum-hukum syariat, menegakkan hudud, mendirikan
pemerintahan Islam, menjauhkan hal-hal yang diharamkan dan melaksanakan hal-hal
yang diwajibkan, semuanya merupakan penyempurna tauhid dan penyertanya. Lalu
bagaimana mungkin penyertanya mendapat prioritas utama, sedangkan pangkalnya
diabaikan?
Kami melihat sepak terjang berbagai jama'ah yang menyalahi manhaj para rasul
dalam berdakwah kepada Allah ini terjadi karena ketidaktahuan mereka terhadap
manhaj ini. Padahal orang yang bodoh tidak pantas menjadi da'i. Sebab syarat
terpenting dalam aktivitas dakwah adalah ilmu, sebagaimana yang difirmankan
Allah tentang Nabi-Nya.
"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci
Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf : 108]
Jadi, keahlian seorang da'i yang paling penting adalah ilmu pengetahuan.
Kemudian kami melihat jama'ah-jama'ah yang menisbatkan diri kepada dakwah ini
saling berbeda-beda. Setiap jama'ah menciptakan pola yang tidak sama dengan
jama'ah lain dan meniti jalannya sendiri. Ini merupakan akibat dari tindakan
yang menyalahi manhaj Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Karena manhaj
beliau hanya satu, tidak terbagi-bagi dan tidak saling berselisihan. Firman
Allah.
"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku."
Orang-orang yang mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berada di
atas jalan yang satu ini dan tidak saling berselisih. Tapi orang-orang yang
tidak mengikuti beliau tentu saling berselisih. Firman Allah.
"Artinya : Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." [Al-An'am :
153]
Jadi tauhid merupakan titik tolak dakwah kepada Allah dan tujuannya. Tidak ada
gunanya dakwah kepada Allah kecuali dengan tauhid ini, meskipun ia ditempeli
dengan merk Islam dan dinisbatkan kepadanya. Sebab semua rasul, terutama dakwah
penutup mereka, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dimulai dari tauhidullah
dan sekaligus itu pula tujuan akhirnya. Setiap rasul pasti mengatakan untuk
pertama kalinya seperti yang dijelaskan Allah.
"Artinya : Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah
selain daripada-Nya." [Al-A'raaf :59 ][3]
Ini merupakan tujuan hidup orang Muslim yang paling tinggi, yang untuk itulah
dia menghabiskan umurnya sambil mengusahakannya di tengah kehidupan manusia dan
menguatkannya di antara mereka.
Khaliq yang telah menyediakan apa-apa yang menunjang kemaslahatan kehidupan
dunianya, Dia pula yang menetapkan syariat agama bagi mereka dan menjaga
kelangsungannya. Allah selalu menjaga Islam, karena Islam itulah tujuan dari
diciptakannya dunia bagi manusia, lalu mereka diberi kewajiban untuk beribadah
dan menguatkan tauhid, sebagaimana yang tercermin dalam firman Allah Ta'ala.
[Disalin dari kitab Ad-Da'wah ilallah Bainat-tajammu'i-hizby Wat-Ta'awunisy-Syar'y,
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary. Edisi Indonesia:
Menggugat Keberadaan Jama'ah-Jama'ah Islam. Penerjemah: Kathur Suhardi,
Penerbit, Pustaka Al-Kautsar. Cet. Pertama, September 1994; hal.38-44]
_________
FooteNote
[1]. Diriwayatkan At-Tirmidzy, hadits nomor 2400, Ibnu Majah, hadits nomer
4023, Ahmad 1/172, dari Sa'id bin Abi Waqqash, dengan sanad hasan.
[2]. Limadza a'damuni?
[3]. Mukaddimah Manhajul Anbiya'
MUSLIM
Oleh
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary
Setiap orang yang mendalami Al-Qur'an dan mempelajari Sunnah tentu mengetahui
bahwa puncak tujuan dan sasaran yang dilakukan orang Muslim yang diwujudkan
pada dirinya dan di antara manusia ialah ibadah kepada Allah semata.
Tidak ada jalan untuk membebaskan ibadah ini dari setiap aib yang mengotorinya
kecuali dengan mengetahui benar-benar tauhidullah.
Da'i yang menyadari hal ini tentu akan menghadapi kesulitan yang besar dalam
mengaplikasikannya. Tetapi toh kesulitan ini tidak membuatnya surut ke
belakang. Sebab setiap saat dakwahnya menyerupai perkataan Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Sallam:
"Artinya : Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian
yang paling menyerupai (mereka) lalu yang paling menyerupainya lagi." [1]
Bagaimana tidak, sedang dia selalu meniti jalan beliau, menyerupai sirah-nya
dan mengikuti jalannya? Al-Amtsalu tsumma al-amtsalu adalah orang-orang shalih
yang mengikuti jalan para nabi dalam berdakwah keapda Allah, menyeru kepada
tauhidullah seperti yang mereka lakukan, memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan
menyingkirkan syirik. Mereka mengahadapi gangguan dan cobaan seperti yang
dihadapi para panutannya, yaitu nabi-nabi.
Oleh karena itu banyak para da'i yang menjauhi jalan yang sulit dan penuh
rintangan ini. Sebab seoarang da'i yang meniti jalan itu akan menghadapi ayah,
ibu, saudara, rekan-rekan, orang-orang yang dicintainya, dan bahkan dia harus
menghadapi masyarakat yang merintangi, memusuhi dan menyakitinya.
Lebih baik mereka menyingkir ke sisi-sisi Islam yang sudah mapan, yang tidak
dimusuhi orang yang beriman kepada Allah. Di dalam sisi-sisi ini mereka tidak
akan menghadapi kesulitan, kekerasan, ejekan, dan gangguan, khususnya di
berbagai masyarakat Islam. Biasanya mayoritas umat justru mau memandang da'i
seperti ini, menyanjung dan memuliakannya dan tidak mengejek atau pun
mengganggunya, kecuali jika mereka menentang para penguasa dan mengancam
kedudukan mereka. Kalau seperti ini keadaannya, tentu para penguasa ini akan
menumpas mereka dengan kekerasan, sebagaiman menumpas partai politik yang
hendak mengincar kursi kekuasaannya. Sebab, para penguasa dalam masalah ini
tidak bisa diajak kompromi, baik mereka itu kerabat atau pun rekan, baik orang
Muslim maupun orang kafir.
Bagaimanapun juga kami merasa perlu mengatakan para da'i, bahwa meskipun mereka
tetap harus menyaringkan suaranya atas nama Islam, toh mereka tetap harus
mengasihi dirinya sendiri. Karena mereka keluar dari manhaj Allah dan jalan-Nya
yang lurus dan jelas, yang pernah dilalui para nabi dan para pengikutnya dalam
berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan agama hanya bagi Allah semata. Apa
pun usaha yang mereka lakukan untuk kepentingan dakwah, toh mereka tetap harus
memikirkan sarananya sebelum tujuannya. Sebab berapa banyak sarana yang remeh
justru membahayakan tujuan yang hendak dicapai dan justru menjadi pertimbangan
yang besar.
Bahkan banyak da'i yang memaksakan cara yang mereka ciptakan sendiri dan tidak
mau mengikuti manhaj para nabi dalam berdakwah kepada tauhidullah di bawah
slogan-slogan yang serba gemerlap, tapi akhirnya hanya memperdayai orang-orang
bodoh, sehingga mereka menganggapnya sebagai manhaj para nabi.
Karena Islam mempunyai beberapa cabang dan pembagian, maka harus ada
penitikberatan pada masalah yang paling penting, lalu disusul dengan yang
penting lainnya. Pertama kali dakwah harus diprioritaskan pada penataan akidah.
Caranya menyuruh memurnikan ibadah bagi Allah semata dan melarang menyekutukan
sesuatu kepada-Nya. Kemudian perintah mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
melaksanakan berbagai kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan,
seperti cara yang dilakukan semua para nabi. Firman Allah.
"Artinya : Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja) dan juahilah thaghut'."
[An-Nahl : 36]
"Artinya : Dan, Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Ilah selain Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku." [Al-Anbiya' : 25]
Dalam sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan cara yang diterapkan beliau
terkandung keteladanan yang baik serta manhaj yang paling sempurna. Hingga
beberapa tahun beliau hanya menyeru manusia kepada tauhid dan mencegah mereka
dari syirik, sebelum menyuruh mendirikan sholat, melaksanakan zakat, puasa,
haji, dan sebelum melarang mereka melakukan riba, zina, pencurian dan membunuh
jiwa tanpa alasan yang benar.
Jadi dasar yang paling pokok adalah mewujudkan peribadatan bagi Allah semata,
sebagaimana firman-Nya.
"Artinya : Dan, AKu tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk
menyembah-Ku." [Adz-Dzariat : 56]
Hal ini tidak bisa terjadi kecuali dengan mengenal tauhidullah, baik secara
ilmu maupun praktik, realitas sehari-hari maupun jihad.
Anda bisa melihat berapa banyak para da'i Muslim dan jama'ah-jama'ah Islam yang
menghabiskan umurnya dan menghabiskan energinya untuk menegakkan hukum Islam
atau menuntut berdirinya negara Islam. Mereka tidak tahu atau pura-pura tidak
tahu, mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa tegaknya hukum Islam tidak akan
terwujud dengan cara seperti itu. Tujuan itu tidak akan terealisir kecuali
dengan suatu manhaj yang dilakukan secara perlahan-perlahan, memerlukan waktu
yang panjang, dilandaskan kepada kaidah yang jelas, harus dimulai dari
penanaman akidah dan menghidupkan pendidikan Islam serta menekankan masalah
akhlak. Jalan yang perlahan-lahan dan panjang ini merupakan jalan yang paling
dekat dan paling cepat yang bisa ditempuh. Sebab untuk bisa mengaplikasikan
tatanan Islam dan hukum syariat Allah bukan merupakan tujuan yang bisa
dilakukan secara spontan dan tergesa-gesa. Karena hal ini tidak mungkin
diwujudkan kecuali dengan merombak masyarakat, atau adanya sekumpulan orang
yang berkedudukan dan berbobot di tengah kehidupan manusia secara umum yang
siap memberikan pemahaman akidah Islam yang benar, baru kemudian melangkah
kepada pembentukan tatanan Islam, meskipun harus menghabiskan waktu yang
lama[2]
Kesimpulannya, menerapkan hukum-hukum syariat, menegakkan hudud, mendirikan
pemerintahan Islam, menjauhkan hal-hal yang diharamkan dan melaksanakan hal-hal
yang diwajibkan, semuanya merupakan penyempurna tauhid dan penyertanya. Lalu
bagaimana mungkin penyertanya mendapat prioritas utama, sedangkan pangkalnya
diabaikan?
Kami melihat sepak terjang berbagai jama'ah yang menyalahi manhaj para rasul
dalam berdakwah kepada Allah ini terjadi karena ketidaktahuan mereka terhadap
manhaj ini. Padahal orang yang bodoh tidak pantas menjadi da'i. Sebab syarat
terpenting dalam aktivitas dakwah adalah ilmu, sebagaimana yang difirmankan
Allah tentang Nabi-Nya.
"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci
Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf : 108]
Jadi, keahlian seorang da'i yang paling penting adalah ilmu pengetahuan.
Kemudian kami melihat jama'ah-jama'ah yang menisbatkan diri kepada dakwah ini
saling berbeda-beda. Setiap jama'ah menciptakan pola yang tidak sama dengan
jama'ah lain dan meniti jalannya sendiri. Ini merupakan akibat dari tindakan
yang menyalahi manhaj Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Karena manhaj
beliau hanya satu, tidak terbagi-bagi dan tidak saling berselisihan. Firman
Allah.
"Artinya : Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku."
Orang-orang yang mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berada di
atas jalan yang satu ini dan tidak saling berselisih. Tapi orang-orang yang
tidak mengikuti beliau tentu saling berselisih. Firman Allah.
"Artinya : Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." [Al-An'am :
153]
Jadi tauhid merupakan titik tolak dakwah kepada Allah dan tujuannya. Tidak ada
gunanya dakwah kepada Allah kecuali dengan tauhid ini, meskipun ia ditempeli
dengan merk Islam dan dinisbatkan kepadanya. Sebab semua rasul, terutama dakwah
penutup mereka, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dimulai dari tauhidullah
dan sekaligus itu pula tujuan akhirnya. Setiap rasul pasti mengatakan untuk
pertama kalinya seperti yang dijelaskan Allah.
"Artinya : Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah
selain daripada-Nya." [Al-A'raaf :59 ][3]
Ini merupakan tujuan hidup orang Muslim yang paling tinggi, yang untuk itulah
dia menghabiskan umurnya sambil mengusahakannya di tengah kehidupan manusia dan
menguatkannya di antara mereka.
Khaliq yang telah menyediakan apa-apa yang menunjang kemaslahatan kehidupan
dunianya, Dia pula yang menetapkan syariat agama bagi mereka dan menjaga
kelangsungannya. Allah selalu menjaga Islam, karena Islam itulah tujuan dari
diciptakannya dunia bagi manusia, lalu mereka diberi kewajiban untuk beribadah
dan menguatkan tauhid, sebagaimana yang tercermin dalam firman Allah Ta'ala.
[Disalin dari kitab Ad-Da'wah ilallah Bainat-tajammu'i-hizby Wat-Ta'awunisy-Syar'y,
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary. Edisi Indonesia:
Menggugat Keberadaan Jama'ah-Jama'ah Islam. Penerjemah: Kathur Suhardi,
Penerbit, Pustaka Al-Kautsar. Cet. Pertama, September 1994; hal.38-44]
_________
FooteNote
[1]. Diriwayatkan At-Tirmidzy, hadits nomor 2400, Ibnu Majah, hadits nomer
4023, Ahmad 1/172, dari Sa'id bin Abi Waqqash, dengan sanad hasan.
[2]. Limadza a'damuni?
[3]. Mukaddimah Manhajul Anbiya'
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as