Sejarah Singkat Konferensi Asia Afrika
SEJARAH SINGKAT
KONFERENSI ASIA AFRIKA
1 Latar Belakang
Berakhirnya
Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan
keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia
Afrika, masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan
yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah
Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah
tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan
secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat
dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet.
Tiap-tiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi
pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya
suasana permusuhan yang terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya.
Suasana permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya
pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi kita ini,
terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang
sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia
dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi sejak
tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula
yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti Aljazair,
Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung
selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah merdeka pun masih banyak
yang menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian
Barat, India dan
Pakistan tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian
bangsa Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki
secara paksa oleh pasukan Israel
yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara
itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang dilanda
kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa
memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika
yang telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai
akibat masa penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok
dunia tersebut.
Walaupun
pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang berfungsi menangani masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan ini
belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat
yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh
bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya
gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
2 Lahirnya Ide Konferensi
Keterangan
Pemerintah Indonesia
tentang politik luar negeri yang disampaikan oleh Perdana Menteri Mr. Ali
Sastroamidjojo, di depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan
"Kerja sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami pandang
penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat antara negara-negara
tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke arah tercapainya perdamaian dunia
yang kekal. Kerja sama antara negara-negara Asia Afrika tersebut adalah sesuai
benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang
menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements). Lain dari itu
negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai pendirian-pendirian yang sama
dalam beberapa soal di lapangan internasional, jadi mempunyai dasar sama
(commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus. Dari sebab itu kerja sama
tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan tersebut
mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja
sama di antara negara¬negara Asia Afrika.
Pada
awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala
mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru),
Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud
mengadakan suatu pertemuan infor¬mal di negaranya. Undangan tersebut diterima
baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang. Pertemuan yang
kemudian disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April
sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama.
Yang
menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang diajukan
oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we
the peoples ofAsia, in this world of ours to day?" ("Dimana sekarang
kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di
tengah-tengah persaingan dunia?"), kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri
dengan menyatakan
"We
have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is
therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to
discuss those crucial problems of the peoples we represent. There are the very
problems which urge Indonesia
to propose that another conference be convened wider in scope, between the
African andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only convened
to the Asian countries represented here but also are of equal importance to the
African and other Asian countries".
("Kita sekarang berada
dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia
bertemu di sini untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang
dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada
beberapa hal yang mendorong Indonesia
mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara
negara-negara Afrika dan Asia. Saya percaya
bahwa masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia yang
terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan
Asia lainnya").
Pernyataan tersebut memberi arah kepada
lahirnya Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya,
soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan pula oleh Indonesia dalam
sidang berikutnya. Usul itu akhirnya diterima oleh semua peserta konferensi,
walaupun masih dalam suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi
urndangan Perdana Menterl Srilanka dengan membawa bahan-bahan hasil perumusan
Pemerintah Indonesia.
Bahan-bahan tersebut merupakan hasil rapat dinas Kepala-kepala Perwakilan Indonesia di negara-negara Asia
dan Afrika yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mr. Sunario. Rapat dinas
tersebut diadakan di Tugu (Bogor)
pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret 1954.
Akhirnya,
dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo, dinyatakan bahwa para
Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan kehendak untuk mengadakan
konferensi negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar Perdana Menteri
Indonesia dapat menjejaki sampai dimana kemungkinannya mengadakan konferensi
semacam itu.
3 Usaha-Usaha Persiapan Konferensi
Di
atas telah diungkapkan bahwa Konferensi Kolombo menugaskan Indonesia agar menjejaki
kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia Afrika. Dalam rangka menunaikan
tugas itu Pemerintah Indonesia
melakukan pendekatan melalui saluran diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika.
Maksudnya, untuk mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut
terhadap ide mengadakan Konferensi Asia Afrika. Dalam pendekatan tersebut
dijelaskan bahwa tujuan utama konferensi itu ialah untuk membicarakan
kepentingan bersama bangsa-bangsa Asia Afrika pada saat itu, mendorong
terciptanya perdamaian dunia, dan mempromosikan Indonesia sebagai tempat
konferensi. Ternyata pada umumnya negara-negara yang dihubungi menyambut baik
ide tersebut dan menyetujui Indonesia
sebagai tuan rumahnya, walaupun dalam hal waktu dan peserta konferensi terdapat
berbagai pendapat yang berbeda.
Pada
tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India, melalui
suratnya, mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi
dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih
disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah
setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia
pada tanggal 25 September
1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi
semacam itu, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan
Perdana Menteri Indonesia
"The prime Ministers
discussed also the proposal to have a conference of representatives of Asian
and African countries and were agreed that a conference of this kind was
desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a common
approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah
membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili
negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui
konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya
perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi).
Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin").
Keyakinan
serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu pada tanggal 28
September 1954.
Dengan demikian, maka usaha-usaha
penyelidikan atas kemungkinan diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika
dianggap selesai dan berhasil serta usaha selanjutnya ialah mempersiapkan
pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri
Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Srilanka,
India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan konferensi di Bogor pada tanggal 28
dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Panca Negara.
Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil
merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia Afrika diadakan atas penyelenggaraan
bersama dan kelima negara peserta konferensi tersebut menjadi negara
sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta disampaikan oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
4 Tujuan Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4
(empat) tujuan pokok Konferensi Asia Afrika, yaitu
1. Untuk memajukan goodwill
(kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia
dan Afrika, untuk menjelajah serta memaj ukan kepentingan-kepentingan mereka,
baik yang silih ganti maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan
memajukan persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik;
2. Untuk mempertimbangkan
soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
negara yang diwakili;
3. Untuk mempertimbangkan
soal-soal yang berupa kepentingan khusus bangsa-bangsa Asia
dan Afrika, misalnya soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional dan tentang
masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme;
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyat¬rakyatnya di dalam dunia
dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian
serta kerja sama di dunia.
5 Peserta dan Waktu Konferensi
Negara-negara yang diundang
disetujui berjumlah 25 negara, yaitu : Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika
Tengah, Republik Rakyat Tiongkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold
Coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal,
Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand (Muang Thai), Turki, Republik
Demokrasi Viet-nam (Viet-nam Utara), Viet-nam Selatan, dan Yaman. Waktu
konferensi ditetapkan pada minggu terakhir April 1955.
Mengingat
negara-negara yang akan di undang mempunyai politik luar negeri serta sistem
politik dan sosial yang berbeda-beda, Konferensi Bogor menentukan bahwa
menerima undangan untuk turut dalam Konferensi Asia Afrika tidak berarti bahwa
negara peserta tersebut akan berubah atau dianggap berubah pendiriannya
mengenai status dari negara-negara lain. Konferensi menjunjung tinggi pula azas
bahwa bentuk pemerintahan atau cara hidup sesuatu negara sekali¬sekali tidak
akan dapat dicampuri oleh negara lain. Maksud utama konferensi ialah supaya
negara-negara peserta menjadi lebih saling mengetahui pendirian mereka
masing-masing.
6 Struktur Organisasi Panitia
Pelaksana
Dalam persiapan pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika, Indonesia
membentuk sekretariat konferensi yang diwakili oleh negara-negara
penyelenggara.
Guna
mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera dibentuk Sekretariat
Bersama (Joint Secretariat) oleh lima
negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian
Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga menjadi ketua badan itu, dan 4 (empat)
negara lainnya diwakili oleh Kepala¬kepala Perwakilan mereka masing-masing di
Jakarta, yaitu U Mya Sein dari Birma, M. Saravanamuttu dari Srilanka, B.F.H.B.
Tyobji dari India, dan Choudhri Khaliquzzaman dari Pakistan. Di dalam
Sekretariat Bersama itu terdapat 10 (sepuluh) orang staf yang melaksanakan
pekerjaan sehari-hari, terdiri atas 2 (dua) orang dari Birma, seorang dari
Srilanka, 2 (dua) orang dari India, 4 (empat) orang dari Indonesia, dan seorang
dari Pakistan. Selain itu terdapat pula 4 (empat) komite terdiri atas Komite
Politik, Komite Ekonomi, Komite Sosial, Komite Kebudayaan. Selain itu, ada pula
panitia yang menangani bidang¬bidang : keuangan, perlengkapan, dan pers.
Pemerintah
Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk Panitia
Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai oleh Sekretaris
Jenderal SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya berasal
dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi itu. Di
Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local
Committee) pada tanggal 3 Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata,
Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani
soal-soal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transport, kesehatan,
komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
Gedung
Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang
konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 (dua belas) hotel lainnya
serta perumahan perorangan dan pemerintah dipersiapkan pula sebagai tempat
menginap para tamu yang berjumlah 1300 orang. Keperluan transport dilayani oleh
143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin
tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.
Dalam
kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung pada tanggal 17
April 1955, Presiden RI Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung Concordia
menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi Warna, dan
sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama tersebut
dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan suasana
konferensi yang sesuai dengan tujuan konferensi.
Pada
tanggal 15 Januari 1955, surat undangan
Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan
Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang menolak
undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah (Central African Federation), karena
memang negara itu masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya. Sedangkan
24 (dua puluh empat) negara lainnya menerima baik undangan itu, meskipun pada
mulanya ada negara yang masih ragu-ragu. Sebagian besar delegasi peserta
konferensi tiba di Bandung lewat Jakarta pada tanggal 16 April 1955.
3.7 Pelaksanaan Konferensi
Pada
hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di
Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul
07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel
Preanger sampai dengan kantor pos, penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut
dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara para petugas keamanan
yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk
menjaga keamanan dan ketertiban.
Sekitar
pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel
Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk
menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai
pakaian nasional masing-masing yang beraneka corak dan wama. Mereka disambut
hangat oleh rakyat yang berderet disepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk
tangan dan sorak sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel
Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama Langkah Bersejarah
(The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam
Gedung Merdeka.
Tak
lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut
oleh rakyat dengan sorak-sorai dan pekik "merdeka". Di depan pintu
gerbang Gedung Merdeka kedua pucuk pimpinan pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima Perdana Menteri negara sponsor. Setelah
diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia
: "Indonesia Raya", maka Presiden RI Ir. Soekarno mengucapkan pidato
pembukaan yang berjudul "LET A NEW ASIA AND NEW AFRICA BE BORN"
(Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru) pada pukul 10.20 WIB.
Dalam
kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta
konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang
sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda.
Meskipun demikian, kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang
sama akibat kolonialisme, oleh ketetapan hati yang sama dalam usaha
mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya
beliau mengatakan
"I hope that it will give
evidence of the fact that we, Asian and African leaders, understand that Asia
and Africa can prosper only when they are united,
and that even the safety of the world at large can not be safeguarded without a
united Asia-Africa. I hope that it conference will give guidance to mankind,
will point out to mankind the way which it must take to attain safety and
peace. I hope that it will give evidence that Asia and Africa
have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi
ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin pemimpin Asia dan Afrika,
mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka
bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak
akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat
manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya
untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi
kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir
kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah
lahir!")
Pidato
Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian, mempesona, dan
mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya usul Perdana Menteri India yang
didukung oleh semua peserta konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan
terimakasih kepada Presiden atas pidato pembukaannya.
Pada
pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya bersama rombongan meninggalkan ruangan. Perdana Menteri Indonesia,
sebagai pimpinan sidang sementara, membuka sidang kembali. Atas usul Ketua
Delegasi Mesir (Perdana Menteri Gamal Abdel Nasser) yang kemudian disetujui
oleh pimpinan delegasi-delegasi : Republik Rakyat Cina, Yordania, dan Filipina,
serta karena tidak ada calon lain yang diusulkan, maka secara aklamasi Perdana
Menteri Indonesia
terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama
Konferensi, Roeslan Abdulgani dipilih sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi.
Kelancaran
pemilihan pimpinan konferensi dan acara-acara sidang selanjutnya dimungkinkan
oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu di antara para pimpinan delegasi
negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai (16 dan 17 April
1955). Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian
dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu.
Beberapa kesepakatan itu antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi
ditempuh dengan sesederhana mungkin.
Dalam
memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat (sistem
konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak diadakan pidato sambutan delegasi.
Perdana Menteri Indonesia
akan dipilih sebagai ketua konferensi. Sidang konferensi terdiri atas sidang
terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta konferensi. Dibentuk
tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua
kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan
konferensi adalah sebagai berikut :
Ketua Konferensi : Mr. Ali
Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Politik Mr. Ali
Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir.
Roosseno,
Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Mr.
Moh. Yamin,
Menteri Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan Indonesia
Dalam
sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga sebelumnya.
Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik.
Perbedaan-perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara
negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang
agak panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana
dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara
peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan yang
berlarut¬larut dapat diakhiri.
Setelah
melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, maka
pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955 Sidang Umum
terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh
Sekretaris Jenderal Konferensi rumusan pemyataan dari tiap-tiap panitia sebagai
hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pemyataan tersebut. Kemudian
sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu,
Ketua Konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi
Asia Afrika ditutup.
Dalam
komunike terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika telah
meninjau soal-soal mengenai kepentingan bersama negara-negara Asia dan Afrika
dan telah merundingkan cara-cara bagaimana rakyat negara-negara ini dapat
bekerja sama dengan lebih erat di bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik. Yang
paling mashur dari hasil konferensi ini ialah apa yang kemudian dinamakan Dasa
Sila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam
usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu ialah :
1. Menghormati hak-hak dasar
manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan
integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
3. Mengakui persamaan semua
suku-suku bangsa dan persamaan
semua bangsa-bangsa besar maupun
kecil.
4. Tidak melakukan intervensi
atau campur tangan dalam soal¬
soal dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak tiap-tiap
bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif,
yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. a. Tidak mempergunakan
peraturan-peraturan dari pertaha¬
nan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu dari negara-negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan
terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan
tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap
integritas teritorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
8. Menyelesaikan segala
perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain
cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai
dengan Piagam PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama
dan kerja sama.
10. Menghormati hukum dan
kewajiban-kewajiban internasio-nal.
3.8 Penutup
Dalam penutup komunike terakhir
dinyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika menganjurkan supaya kelima negara
penyelenggara mempertimbangkan untuk diadakan pertemuan berikutnya dari
konferensi ini, dengan meminta pendapat negara-negara peserta lainnya. Tetapi
usaha untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika kedua selalu mengalami hambatan
yang sulit diatasi. Tatkala usaha itu hampir terwujud (1964), tiba-tiba di
negara tuan rumah (Aljazair) terjadi pergantian pemerintahan, sehingga
konferensi itu tidak jadi.
Konferensi Asia Afrika di
Bandung, telah berhasil menggalang persatuan dan kerja sama di antara
negara-negara Asia dan Afrika, baik dalam
menghadapi masalah internasional maupun masalah regional. Konferensi serupa
bagi kalangan tertentu di Asia dan Afrika beberapa kali diadakan pula, seperti
Konferensi Wartawan Asia Afrika, Konferensi Islam Asia Afrika, Konferensi
Pengarang Asia Afrika, dan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika.
Konferensi Asia Afrika telah
membakar semangat dan menambah kekuatan moral para pejuang bangsa-bangsa Asia
dan Afrika yang pada masa itu tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air
mereka, sehingga kemudian lahirlah sejumlah negara merdeka di benua Asia dan Afrika. Semua itu menandakan bahwa cita-cita dan
semangat Dasa Sila Bandung semakin merasuk ke dalam tubuh bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Jiwa Bandung dengan Dasa Silanya
telah mengubah pandangan dunia tentang hubungan internasional. Bandung
telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau "Non-Aligned' terhadap Dunia
Pertamanya Washington
dan Dunia Keduanya Moscow. Jiwa Bandung telah mengubah juga struktur
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB bukan lagi forum eksklusif Barat
atau Timur.
Sebagai penutup uraian singkat
ini, dikutip bagian terakhir pidato penutupan Ketua Konferensi Asia Afrika
sebagai berikut
"May we continue on the way
we have taken together and may the Bandung Conference stay as a beacon guiding
the future progress of Asia and Africa".
("Semoga kita dapat meneruskan
perjalanan kita di atas jalan yang telah kita pilih bersama-sama dan semoga
Konferensi Bandung ini tetap tegak sebagai sebuah mercusuar yang membimbing
kemajuan di masa depan dari Asia dan
Afrika").
Note: Sumber : Buku Panduan
Museum Konferensi Asia Afrika, Departement Luar Negeri RI Direktorat Jenderal
Informasi, Diplomasi Publik, Dan Perjanjian Internaioanal,Juni 2004
SEJARAH SINGKAT
KONFERENSI ASIA AFRIKA
1 Latar Belakang
Berakhirnya
Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan
keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia
Afrika, masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan
yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah
Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
Masalah-masalah
tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan
secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat
dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet.
Tiap-tiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi
pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya
suasana permusuhan yang terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya.
Suasana permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
Timbulnya
pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi kita ini,
terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang
sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia
dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi sejak
tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula
yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti Aljazair,
Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung
selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah merdeka pun masih banyak
yang menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian
Barat, India dan
Pakistan tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian
bangsa Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki
secara paksa oleh pasukan Israel
yang dibantu oleh Amerika Serikat.
Sementara
itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang dilanda
kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa
memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika
yang telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai
akibat masa penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok
dunia tersebut.
Walaupun
pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang berfungsi menangani masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan ini
belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat
yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh
bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya
gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
2 Lahirnya Ide Konferensi
Keterangan
Pemerintah Indonesia
tentang politik luar negeri yang disampaikan oleh Perdana Menteri Mr. Ali
Sastroamidjojo, di depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan
"Kerja sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami pandang
penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat antara negara-negara
tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke arah tercapainya perdamaian dunia
yang kekal. Kerja sama antara negara-negara Asia Afrika tersebut adalah sesuai
benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang
menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements). Lain dari itu
negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai pendirian-pendirian yang sama
dalam beberapa soal di lapangan internasional, jadi mempunyai dasar sama
(commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus. Dari sebab itu kerja sama
tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan tersebut
mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja
sama di antara negara¬negara Asia Afrika.
Pada
awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala
mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru),
Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud
mengadakan suatu pertemuan infor¬mal di negaranya. Undangan tersebut diterima
baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang. Pertemuan yang
kemudian disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April
sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang
menjadi kepentingan bersama.
Yang
menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang diajukan
oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we
the peoples ofAsia, in this world of ours to day?" ("Dimana sekarang
kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di
tengah-tengah persaingan dunia?"), kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri
dengan menyatakan
"We
have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is
therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to
discuss those crucial problems of the peoples we represent. There are the very
problems which urge Indonesia
to propose that another conference be convened wider in scope, between the
African andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only convened
to the Asian countries represented here but also are of equal importance to the
African and other Asian countries".
("Kita sekarang berada
dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia
bertemu di sini untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang
dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada
beberapa hal yang mendorong Indonesia
mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara
negara-negara Afrika dan Asia. Saya percaya
bahwa masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia yang
terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan
Asia lainnya").
Pernyataan tersebut memberi arah kepada
lahirnya Konferensi Asia Afrika.
Selanjutnya,
soal perlunya Konferensi Asia Afrika diadakan, diajukan pula oleh Indonesia dalam
sidang berikutnya. Usul itu akhirnya diterima oleh semua peserta konferensi,
walaupun masih dalam suasana keraguan.
Perdana Menteri Indonesia pergi ke Kolombo untuk memenuhi
urndangan Perdana Menterl Srilanka dengan membawa bahan-bahan hasil perumusan
Pemerintah Indonesia.
Bahan-bahan tersebut merupakan hasil rapat dinas Kepala-kepala Perwakilan Indonesia di negara-negara Asia
dan Afrika yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mr. Sunario. Rapat dinas
tersebut diadakan di Tugu (Bogor)
pada tanggal 9 sampai dengan 22 Maret 1954.
Akhirnya,
dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo, dinyatakan bahwa para
Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan kehendak untuk mengadakan
konferensi negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar Perdana Menteri
Indonesia dapat menjejaki sampai dimana kemungkinannya mengadakan konferensi
semacam itu.
3 Usaha-Usaha Persiapan Konferensi
Di
atas telah diungkapkan bahwa Konferensi Kolombo menugaskan Indonesia agar menjejaki
kemungkinan untuk diadakannya Konferensi Asia Afrika. Dalam rangka menunaikan
tugas itu Pemerintah Indonesia
melakukan pendekatan melalui saluran diplomatik kepada 18 negara Asia Afrika.
Maksudnya, untuk mengetahui sejauh mana pendapat negara-negara tersebut
terhadap ide mengadakan Konferensi Asia Afrika. Dalam pendekatan tersebut
dijelaskan bahwa tujuan utama konferensi itu ialah untuk membicarakan
kepentingan bersama bangsa-bangsa Asia Afrika pada saat itu, mendorong
terciptanya perdamaian dunia, dan mempromosikan Indonesia sebagai tempat
konferensi. Ternyata pada umumnya negara-negara yang dihubungi menyambut baik
ide tersebut dan menyetujui Indonesia
sebagai tuan rumahnya, walaupun dalam hal waktu dan peserta konferensi terdapat
berbagai pendapat yang berbeda.
Pada
tanggal 18 Agustus 1954, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India, melalui
suratnya, mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi
dunia dewasa itu yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan
Konferensi Asia Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih
disertai keraguan akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah
setelah kunjungan Perdana Menteri Indonesia
pada tanggal 25 September
1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan konferensi
semacam itu, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan
Perdana Menteri Indonesia
"The prime Ministers
discussed also the proposal to have a conference of representatives of Asian
and African countries and were agreed that a conference of this kind was
desirable and world be helpful in promoting the cause of peace and a common
approach to these problems. It should be held at an early date".
("Para Perdana Menteri telah
membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi yang mewakili
negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui
konferensi seperti ini sangat diperlukan dan akan membantu terciptanya
perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke arah masalah (yang dihadapi).
Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin").
Keyakinan
serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma U Nu pada tanggal 28
September 1954.
Dengan demikian, maka usaha-usaha
penyelidikan atas kemungkinan diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika
dianggap selesai dan berhasil serta usaha selanjutnya ialah mempersiapkan
pelaksanaan konferensi itu.
Atas undangan Perdana Menteri
Indonesia, para Perdana Menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Srilanka,
India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan konferensi di Bogor pada tanggal 28
dan 29 Desember 1954, yang dikenal dengan sebutan Konferensi Panca Negara.
Konferensi ini membicarakan persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Konferensi Bogor berhasil
merumuskan kesepakatan bahwa Konferensi Asia Afrika diadakan atas penyelenggaraan
bersama dan kelima negara peserta konferensi tersebut menjadi negara
sponsornya.Undangan kepada negara-negara peserta disampaikan oleh Pemerintah Indonesia atas nama lima negara.
4 Tujuan Konferensi
Konferensi Bogor menghasilkan 4
(empat) tujuan pokok Konferensi Asia Afrika, yaitu
1. Untuk memajukan goodwill
(kehendak yang luhur) dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia
dan Afrika, untuk menjelajah serta memaj ukan kepentingan-kepentingan mereka,
baik yang silih ganti maupun yang bersama, serta untuk menciptakan dan
memajukan persahabatan serta perhubungan sebagai tetangga baik;
2. Untuk mempertimbangkan
soal-soal serta hubungan-hubungan di lapangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
negara yang diwakili;
3. Untuk mempertimbangkan
soal-soal yang berupa kepentingan khusus bangsa-bangsa Asia
dan Afrika, misalnya soal-soal yang mengenai kedaulatan nasional dan tentang
masalah-masalah rasialisme dan kolonialisme;
4. Untuk meninjau kedudukan Asia dan Afrika, serta rakyat¬rakyatnya di dalam dunia
dewasa ini serta sumbangan yang dapat mereka berikan guna memajukan perdamaian
serta kerja sama di dunia.
5 Peserta dan Waktu Konferensi
Negara-negara yang diundang
disetujui berjumlah 25 negara, yaitu : Afganistan, Kamboja, Federasi Afrika
Tengah, Republik Rakyat Tiongkok (China), Mesir, Ethiopia, Pantai Emas (Gold
Coast), Iran, Irak, Jepang, Yordania, Laos, Lebanon, Liberia, Libya, Nepal,
Filipina, Saudi Arabia, Sudan, Syria, Thailand (Muang Thai), Turki, Republik
Demokrasi Viet-nam (Viet-nam Utara), Viet-nam Selatan, dan Yaman. Waktu
konferensi ditetapkan pada minggu terakhir April 1955.
Mengingat
negara-negara yang akan di undang mempunyai politik luar negeri serta sistem
politik dan sosial yang berbeda-beda, Konferensi Bogor menentukan bahwa
menerima undangan untuk turut dalam Konferensi Asia Afrika tidak berarti bahwa
negara peserta tersebut akan berubah atau dianggap berubah pendiriannya
mengenai status dari negara-negara lain. Konferensi menjunjung tinggi pula azas
bahwa bentuk pemerintahan atau cara hidup sesuatu negara sekali¬sekali tidak
akan dapat dicampuri oleh negara lain. Maksud utama konferensi ialah supaya
negara-negara peserta menjadi lebih saling mengetahui pendirian mereka
masing-masing.
6 Struktur Organisasi Panitia
Pelaksana
Dalam persiapan pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika, Indonesia
membentuk sekretariat konferensi yang diwakili oleh negara-negara
penyelenggara.
Guna
mewujudkan keputusan-keputusan Konferensi Bogor, segera dibentuk Sekretariat
Bersama (Joint Secretariat) oleh lima
negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian
Luar Negeri Roeslan Abdul Gani yang juga menjadi ketua badan itu, dan 4 (empat)
negara lainnya diwakili oleh Kepala¬kepala Perwakilan mereka masing-masing di
Jakarta, yaitu U Mya Sein dari Birma, M. Saravanamuttu dari Srilanka, B.F.H.B.
Tyobji dari India, dan Choudhri Khaliquzzaman dari Pakistan. Di dalam
Sekretariat Bersama itu terdapat 10 (sepuluh) orang staf yang melaksanakan
pekerjaan sehari-hari, terdiri atas 2 (dua) orang dari Birma, seorang dari
Srilanka, 2 (dua) orang dari India, 4 (empat) orang dari Indonesia, dan seorang
dari Pakistan. Selain itu terdapat pula 4 (empat) komite terdiri atas Komite
Politik, Komite Ekonomi, Komite Sosial, Komite Kebudayaan. Selain itu, ada pula
panitia yang menangani bidang¬bidang : keuangan, perlengkapan, dan pers.
Pemerintah
Indonesia sendiri pada tanggal 11 Januari 1955 membentuk Panitia
Interdepartemental (Interdepartemental Committee) yang diketuai oleh Sekretaris
Jenderal SekretariatBersama dengan anggota-anggota dan penasehatnya berasal
dari berbagai departemen guna membantu persiapan-persiapan konferensi itu. Di
Bandung, tempat diadakannya konferensi, dibentuk Panitia Setempat (Local
Committee) pada tanggal 3 Januari 1955 dengan ketuanya Sanusi Hardjadinata,
Gubernur Jawa Barat. Panitia Setempat bertugas mempersiapkan dan melayani
soal-soal yang bertalian dengan akomodasi, logistik, transport, kesehatan,
komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
Gedung
Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang
konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 (dua belas) hotel lainnya
serta perumahan perorangan dan pemerintah dipersiapkan pula sebagai tempat
menginap para tamu yang berjumlah 1300 orang. Keperluan transport dilayani oleh
143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang sopir dan 350 ton bensin
tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.
Dalam
kesempatan memeriksa persiapan-persiapan terakhir di Bandung pada tanggal 17
April 1955, Presiden RI Soekarno meresmikan penggantian nama Gedung Concordia
menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwi Warna, dan
sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Penggantian nama tersebut
dimaksudkan untuk lebih menyemarakkan konferensi dan menciptakan suasana
konferensi yang sesuai dengan tujuan konferensi.
Pada
tanggal 15 Januari 1955, surat undangan
Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada kepala pemerintahan 25 (dua puluh lima) negara Asia dan
Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu negara yang menolak
undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah (Central African Federation), karena
memang negara itu masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya. Sedangkan
24 (dua puluh empat) negara lainnya menerima baik undangan itu, meskipun pada
mulanya ada negara yang masih ragu-ragu. Sebagian besar delegasi peserta
konferensi tiba di Bandung lewat Jakarta pada tanggal 16 April 1955.
3.7 Pelaksanaan Konferensi
Pada
hari Senin 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di
Kota Bandung untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul
07.00 WIB kedua tepi sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel
Preanger sampai dengan kantor pos, penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut
dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara. Sementara para petugas keamanan
yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di tempat tugas mereka untuk
menjaga keamanan dan ketertiban.
Sekitar
pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel
Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk
menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai
pakaian nasional masing-masing yang beraneka corak dan wama. Mereka disambut
hangat oleh rakyat yang berderet disepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk
tangan dan sorak sorai riang gembira. Perjalanan para delegasi dari Hotel
Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan nama Langkah Bersejarah
(The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua delegasi masuk ke dalam
Gedung Merdeka.
Tak
lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut
oleh rakyat dengan sorak-sorai dan pekik "merdeka". Di depan pintu
gerbang Gedung Merdeka kedua pucuk pimpinan pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima Perdana Menteri negara sponsor. Setelah
diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia
: "Indonesia Raya", maka Presiden RI Ir. Soekarno mengucapkan pidato
pembukaan yang berjudul "LET A NEW ASIA AND NEW AFRICA BE BORN"
(Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru) pada pukul 10.20 WIB.
Dalam
kesempatan tersebut Presiden RI Ir. Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta
konferensi, berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang
sosial dan budaya, agama, sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda.
Meskipun demikian, kita dapat bersatu, dipersatukan oleh pengalaman pahit yang
sama akibat kolonialisme, oleh ketetapan hati yang sama dalam usaha
mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya
beliau mengatakan
"I hope that it will give
evidence of the fact that we, Asian and African leaders, understand that Asia
and Africa can prosper only when they are united,
and that even the safety of the world at large can not be safeguarded without a
united Asia-Africa. I hope that it conference will give guidance to mankind,
will point out to mankind the way which it must take to attain safety and
peace. I hope that it will give evidence that Asia and Africa
have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born !"
("Saya berharap konferensi
ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin pemimpin Asia dan Afrika,
mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila mereka
bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia-Afrika tidak
akan terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat
manusia, akan menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya
untuk mencapai keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi
kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir
kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah
lahir!")
Pidato
Presiden RI Ir. Soekarno berhasil menarik perhatian, mempesona, dan
mempengaruhi hadirin, terbukti dengan adanya usul Perdana Menteri India yang
didukung oleh semua peserta konferensi untuk mengirimkan pesan ucapan
terimakasih kepada Presiden atas pidato pembukaannya.
Pada
pukul 10.45 WIB., Presiden RI Ir. Soekarno mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya bersama rombongan meninggalkan ruangan. Perdana Menteri Indonesia,
sebagai pimpinan sidang sementara, membuka sidang kembali. Atas usul Ketua
Delegasi Mesir (Perdana Menteri Gamal Abdel Nasser) yang kemudian disetujui
oleh pimpinan delegasi-delegasi : Republik Rakyat Cina, Yordania, dan Filipina,
serta karena tidak ada calon lain yang diusulkan, maka secara aklamasi Perdana
Menteri Indonesia
terpilih sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama
Konferensi, Roeslan Abdulgani dipilih sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi.
Kelancaran
pemilihan pimpinan konferensi dan acara-acara sidang selanjutnya dimungkinkan
oleh adanya pertemuan informal terlebih dahulu di antara para pimpinan delegasi
negara sponsor dan negara peserta sebelum konferensi dimulai (16 dan 17 April
1955). Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan yang bertalian
dengan prosedur acara, pimpinan konferensi, dan lain-lain yang dipandang perlu.
Beberapa kesepakatan itu antara lain bahwa prosedur dan acara konferensi
ditempuh dengan sesederhana mungkin.
Dalam
memutuskan sesuatu akan ditempuh sistem musyawarah dan mufakat (sistem
konsensus) dan untuk menghemat waktu tidak diadakan pidato sambutan delegasi.
Perdana Menteri Indonesia
akan dipilih sebagai ketua konferensi. Sidang konferensi terdiri atas sidang
terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi peserta konferensi. Dibentuk
tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite Kebudayaan. Semua
kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan pimpinan
konferensi adalah sebagai berikut :
Ketua Konferensi : Mr. Ali
Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Politik Mr. Ali
Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia
Ketua Komite Ekonomi : Prof. Ir.
Roosseno,
Menteri Perekonomian Indonesia
Ketua Komite Kebudayaan : Mr.
Moh. Yamin,
Menteri Pendidikan, Pengajaran,
dan Kebudayaan Indonesia
Dalam
sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga sebelumnya.
Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik.
Perbedaan-perbedaan pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara
negara-negara Asia Afrika muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang
agak panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana
dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan kekeluargaan di antara
peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan pertemuan yang
berlarut¬larut dapat diakhiri.
Setelah
melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, maka
pada pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955 Sidang Umum
terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh
Sekretaris Jenderal Konferensi rumusan pemyataan dari tiap-tiap panitia sebagai
hasil konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pemyataan tersebut. Kemudian
sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu,
Ketua Konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi
Asia Afrika ditutup.
Dalam
komunike terakhir itu diantaranya dinyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika telah
meninjau soal-soal mengenai kepentingan bersama negara-negara Asia dan Afrika
dan telah merundingkan cara-cara bagaimana rakyat negara-negara ini dapat
bekerja sama dengan lebih erat di bidang ekonomi, kebudayaan, dan politik. Yang
paling mashur dari hasil konferensi ini ialah apa yang kemudian dinamakan Dasa
Sila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam
usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia. Kesepuluh prinsip itu ialah :
1. Menghormati hak-hak dasar
manusia dan tujuan-tujuan serta azas-azas yang termuat dalam piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan
integritas teritorial semua bangsa-bangsa.
3. Mengakui persamaan semua
suku-suku bangsa dan persamaan
semua bangsa-bangsa besar maupun
kecil.
4. Tidak melakukan intervensi
atau campur tangan dalam soal¬
soal dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak tiap-tiap
bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian atau secara kolektif,
yang sesuai dengan Piagam PBB.
6. a. Tidak mempergunakan
peraturan-peraturan dari pertaha¬
nan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu dari negara-negara besar.
b. Tidak melakukan tekanan
terhadap negara lain.
7. Tidak melakukan
tindakan-tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap
integritas teritorial atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
8. Menyelesaikan segala
perselisihan-perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrase atau penyelesaian hakim atau pun lain-lain
cara damai lagi menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai
dengan Piagam PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama
dan kerja sama.
10. Menghormati hukum dan
kewajiban-kewajiban internasio-nal.
3.8 Penutup
Dalam penutup komunike terakhir
dinyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika menganjurkan supaya kelima negara
penyelenggara mempertimbangkan untuk diadakan pertemuan berikutnya dari
konferensi ini, dengan meminta pendapat negara-negara peserta lainnya. Tetapi
usaha untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika kedua selalu mengalami hambatan
yang sulit diatasi. Tatkala usaha itu hampir terwujud (1964), tiba-tiba di
negara tuan rumah (Aljazair) terjadi pergantian pemerintahan, sehingga
konferensi itu tidak jadi.
Konferensi Asia Afrika di
Bandung, telah berhasil menggalang persatuan dan kerja sama di antara
negara-negara Asia dan Afrika, baik dalam
menghadapi masalah internasional maupun masalah regional. Konferensi serupa
bagi kalangan tertentu di Asia dan Afrika beberapa kali diadakan pula, seperti
Konferensi Wartawan Asia Afrika, Konferensi Islam Asia Afrika, Konferensi
Pengarang Asia Afrika, dan Konferensi Mahasiswa Asia Afrika.
Konferensi Asia Afrika telah
membakar semangat dan menambah kekuatan moral para pejuang bangsa-bangsa Asia
dan Afrika yang pada masa itu tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air
mereka, sehingga kemudian lahirlah sejumlah negara merdeka di benua Asia dan Afrika. Semua itu menandakan bahwa cita-cita dan
semangat Dasa Sila Bandung semakin merasuk ke dalam tubuh bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
Jiwa Bandung dengan Dasa Silanya
telah mengubah pandangan dunia tentang hubungan internasional. Bandung
telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau "Non-Aligned' terhadap Dunia
Pertamanya Washington
dan Dunia Keduanya Moscow. Jiwa Bandung telah mengubah juga struktur
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB bukan lagi forum eksklusif Barat
atau Timur.
Sebagai penutup uraian singkat
ini, dikutip bagian terakhir pidato penutupan Ketua Konferensi Asia Afrika
sebagai berikut
"May we continue on the way
we have taken together and may the Bandung Conference stay as a beacon guiding
the future progress of Asia and Africa".
("Semoga kita dapat meneruskan
perjalanan kita di atas jalan yang telah kita pilih bersama-sama dan semoga
Konferensi Bandung ini tetap tegak sebagai sebuah mercusuar yang membimbing
kemajuan di masa depan dari Asia dan
Afrika").
Note: Sumber : Buku Panduan
Museum Konferensi Asia Afrika, Departement Luar Negeri RI Direktorat Jenderal
Informasi, Diplomasi Publik, Dan Perjanjian Internaioanal,Juni 2004
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as