Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    manhaj shahih dan penyeleweng aqidah

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    manhaj shahih dan penyeleweng aqidah Empty manhaj shahih dan penyeleweng aqidah

    Post by kutubuku Thu Jun 24, 2010 5:35 pm

    Manhaj Shahih dan Penyelewengan Aqidah


    Tidak diragukan, Islam adalah agama yang haq dari Allah, dan
    sumbernya jelas berupa wahyu yang tercantum dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Untuk mengetahui
    bagaimana sebenarnya pemahaman Islam yang benar, maka perlu diketahui
    kaidah-kaidah pokok tentang pengambilan sumber Islam dan cara menggunakan atau
    mencari dalil yang benar.


    Berikut ini penjelasan
    singkat tentang kaidah-kaidah pokok mengenai manhaj pengambilan sumber aqidah
    Islam dan pengambilan dalil menurut Dr Nashir Abdul Karim Al-Aql.


    1. Sumber
    aqidah adalah Kitab Allah (Al-Qur’anul Karim), Sunnah Rasul-Nya saw yang
    shahih, dan ijma’ salafus shalih (kesepakatan generasi terdahulu yang baik).


    2. Setiap
    Sunnah Rasul saw yang shahih wajib diterima, walaupun sifatnya hadits ahad
    (setiap jenjang, periwayatnya tidak mencapai jumlah mutawatir, sekalipun 3
    orang lebih. Kalau hadits mutawatir setiap jenjang diriwayatkan oleh banyak
    orang).


    3. Yang
    menjadi rujukan dalam memahami Al-Quran dan As-Sunnah adalah nash-nash penjelas
    (teks ayat ataupun hadits yang menjelaskan maksud-maksud ayat atau hadits).
    Rujukan lainnya adalah pemahaman salafus shalih, dan pemahaman imam-imam yang berjalan di atas manhaj (jalan) salafus
    shalih. Dan apa yang telah ditetapkan dari Al-Quran dan As-Sunnah tidak
    dipertentangkan dengan pengertian (lain) yang semata-mata
    kemungkinan-kemungkianan dari segi bahasa.


    4. Dasar-dasar
    agama semuanya telah dijelaskan oleh Nabi saw, maka tidak ada hak bagi seorang
    pun untuk mengadakan sesuatu yang baru dengan anggapan bahwa itu termasuk dalam
    agama.


    5. Pasrah
    kepada Allah dan kepada Rasul-Nya saw (dalam hal penetapan Islam ini) secara
    lahir maupun batin. Maka tidak ada hak untuk mempertentangkan satu hal pun dari
    Al-Quran ataupun dari As-Sunnah yang
    shahih (baik mempertentangkannya itu)
    dengan qiyas, ataupun dengan perasaan, kasyf (klaim tersingkapnya
    hijab/ tabir hingga melihat yang batin/ ghaib), ucapan syaikh, pendapat imam
    dan sebagainya.


    6. Akal
    yang obyektif dan benar akan sesuai dengan naql (ayat ataupun hadits)
    yang shahih. Keduanya tidak akan bertentangan selamanya. Dan ketika terjadi
    kebimbangan yang bertentangan maka didahulukanlah naql (ayat ataupun
    hadits).


    7. Wajib
    memegangi lafal-lafal syar’i dalam aqidah, dan menjauhi lafal-lafal bid’ah
    (bikinan baru). Sedangkan lafal-lafal yang mujmal (garis besar/ global)
    yang mengandung kemungkinan benar dan salah maka ditafsirkan dari makna
    (lafal)nya, lantas hal yang keadaannya benar maka ditetapkanlah dengan lafal
    kebenarannya yang syar’i, sedang hal yang batil maka ditolak.


    8. Al-’Ishmah
    (keterpeliharaan dari kesalahan) itu tetap bagi Rasul saw, sedang ummat ini
    terjaga tidak akan bersepakat atas kesesatan. Adapun orang perorangnya maka
    tidak ada ‘ishmah (keterpeliharaan dari kesalahan) bagi seseorang pun
    dari ummat Islam ini. Sedang hal-hal yang ada perselisihan di kalangan para
    imam dan lainnya maka tempat kembalinya adalah kepada Al-Quran dan As-Sunnah;
    kemudian mujtahid ummat yang bersalah
    agar meminta ampun.


    9. Di
    kalangan ummat ada muhaddatsun (orang-orang yang mendapatkan bisikan
    ghaib), mulahhamun (orang-orang yang mendapatkan ilham), dan mimpi yang
    benar itu adalah haq/ benar; dan itu adalah sebagian dari nubuwwah
    (kenabian), dan firasat yang benar itu adalah haq/ benar. Ini semua adalah
    karomah
    (kemuliaan) dan mubassyaroot (khabar-khabar gembira)
    --dengan syarat hal itu sesuai dengan syara’—dan itu semua bukanlah merupakan
    sumber bagi aqidah dan bukan pula sumber bagi syari’at.


    10. Bertengkar
    dalam agama itu tercela, tetapi berbantahan (mujadalah) dengan baik itu masyru’ah
    (disyari’atkan). Dalam hal yang jelas dilarang menceburkan diri dalam
    pembicaraan panjang tentangnya, maka wajib mengikuti larangan itu. Dan wajib
    mencegah diri dari menceburkan diri untuk berbicara mengenai hal yang memang
    tidak ada ilmu bagi seorang muslim (misalanya tentang ruh yang ditegaskan bahwa
    itu termasuk urusan Allah SWT) maka menyerahkan hal itu kepada Allah SWT.


    11. Wajib
    memegangi manhaj wahyu dalam menolak sesuatu, sebagaimana wajib pula memegangi
    manhaj wahyu itu dalam mempercayai dan menetapkan sesuatu. Maka tidak boleh
    menolak bid’ah dengan bid’ah, dan tidak boleh melawan tafrith
    (kelengahan, gegabah/ sembrono, sekenanya saja) dengan ghuluw (berlebih-lebihan,
    ekstrem), tidak pula sebaliknya, ghuluw dilawan dengan tafrith, itu
    tidak boleh.


    12. Setiap
    bikinan baru dalam agama itu bid’ah, dan setiap bid’ah tu sesat, dan setiap
    kesesatan itu di neraka.[1]


    Sumber dan penyebab menyimpangnya
    aqidah





    Aqidah itu wajib dijaga
    kemurniannya, tidak boleh ada penyimpangan atau penyelewengan. Karena, kalau
    aqidahnya menyimpang berarti keimanannya rusak, akibatnya semua amal tidak
    diterima. Sebab syarat diterimanya amal itu adalah iman, dalam arti iman yang
    benar, yang tidak menyimpang.


    Sumber dan penyebab
    menyimpangnya aqidah perlu diketahui, di antaranya sebagai berikut.


    1. Akal
    yang tidak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Juga kebodohan terhadap aqidah
    shahihah. Contoh akal yang tak sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah adalah akal
    Iblis, yaitu dengan akalnya iblis menentang Allah SWT.


    قال
    ما منعك ألا تسجد إذ أمرتك قال أنا خير منه خلقتني من نار وخلقته من طين.



    “Allah
    berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
    menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya
    dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”
    (QS Al-A’raaf: 12).


    Di samping itu, kebodohan
    terhadap aqidah yang benar mengakibatkan tidak bisa membedakan mana yang haq
    dan mana yang bathil. Kebodohan itu disebabkan beberapa faktor di antaranya
    karena tidak mau mempelajari, tidak diajari sejak kecil hingga tua, bahkan di
    kalangan Muslimin belum tentu diajarkan aqidah yang benar, karena enggan,
    karena kurang perhatian, dan ada pula karena desakan yang dahsyat dari pengaruh
    aqidah-aqidah yang bathil. Maka para ulama, ustadz, da’i dan para orang tua
    hendaknya memperhatikan ummat dan generasi Muslim agar mereka mengenal aqidah
    yang benar, supaya tidak tersesat.


    2. Mengikuti
    hawa nafsu. Allah SWT berfirman:


    ولا تطع من
    ............................................. أمره فرطا.






    “Dan janganlah kamu ikuti orang yang hatinya telah
    kami lalaikan dari mengingati Kami, dan menuruti hawa nafsunya, dan adalah
    keadaannya itu melewati batas.”
    (QS Al-Kahfi: 28).


    Nabi Muhammad Saw bersabda:


    إياكم
    والغلو في الدين فإنما هلك من كان قبلكم بالغلو.



    “Iyyaakum
    walghuluwwa fid diini fainnamaa halaka man kaana qoblakum bilghuluwwi.”



    Artinya:


    “Jauhilah oleh kamu
    sekalian sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama karena sesungguhnya rusaknya
    orang dulu sebelum kamu itu hanyalah karena ghuluw.[2]



    3. Karena
    menirukan penyelewengan tingkah laku pemeluk
    agama-agama terdahulu. Nabi Saw
    bersabda:


    لتركبن
    سنن من كان قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو أن أحدهم دخل جحر ضب لدخلتم وحتى
    لو أن أحدهم جامع امرأته بالطريق لفعلتموه.



    “Latarkabunna
    sunana man kaana qoblakum syibron bi syibrin wadziroo’an bi dziroo’in hattaa
    lau anna ahadahum dakhola juhro dhobbin ladakholtum wa hattaa lau anna ahadahum
    jaama’am-ro’atahuu bit-thoriiqi lafa’altumuuhu.”



    Artinya:


    Pasti kamu sekalian
    benar-benar akan melakukan perbuatan-perbuatan orang yang telah ada sebelum
    kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya
    salahsatu mereka masuk lobang biawak pasti kamu masuk (pula), dan sampai-sampai
    seandainya salahsatu mereka menyetubuhi perempuannya di jalan pasti kamu
    sekalian melakukannya (pula).[3]

    Mengikuti kelakuan orang-orang dahulu (Ahli Kitab: Yahudi dan Nasrani) dalam
    kasus yang dikemukakan Nabi Saw itu tentang keburukan. Sedang mengenai hal-hal
    yang disyari’atkan untuk umat-umat terdahulu pun tidak boleh dilakukan, kecuali
    kalau dibolehkan oleh Nabi SAW. Karena Nabi SAW bersabda:


    "...والله
    لو كان موسى حيا لما وسعه إلا أن يتبعني."



    “...Walloohi lau kaana
    Muusaa hayyan lamaa wasa’ahu illaa an yattabi’anii.”



    Artinya:


    “...Demi Allah,
    seandainya Musa hidup (sekarang ini) pasti dia tidak ada kelonggarannya kecuali
    dia harus mengikutiku.”
    [4]


    4. Adat
    istiadat yang bertentangan dengan Islam, ta’asshub (fanatik suku,
    golongan dsb), dan taklid buta (mengikuti tanpa tahu dalilnya).


    وإذا قيل لهم اتبعوا
    ............................................ ولا يهتدون.









    “Dan apabila dikatakan kepada mereka,
    Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami
    hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.”
    (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
    mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat peunjuk?”
    (QS Al-Baqarah: 170).


    Setelah kita bicarakan sumber-sumber pokok pengambilan dan manhaj
    Islam, demikian pula kita waspadai sumber-sumber penyelewengan aqidah Islam,
    mudah-mudahan kita terbebas dari segala penyelewengan. Sehingga iman dan Islam
    kita benar-benar lurus sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Mudah-mudahan. Amien.


    Sumber:


    ..Dr. Nashir bin Abdul Karim
    Al-Aql, Mujmal Ushul Ahl As-Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, Darul
    Wathan, Riyadh, cet I, Syawwal 1411H


    ·
    Mendudukkan
    Tasawuf
    , Darul Falah Jakarta,
    Ramadhan 1420H/ Desember 1999.


    ·
    Dr Shaleh bin
    Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid I, Darul Haq Jakarta,
    cetakan I, Rajab 420H.









    [1] (Dr.
    Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Mujmal Ushul Ahl As-Sunnah wal Jama’ah fil
    ‘Aqidah,
    Darul Wathan, Riyadh, cet I, Syawwal 1411H, hal 7-9).









    [2] (HR
    Ahmad, An-Nasaa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Abbas, berderajat Shahih).






    [3] (HR
    Al-Hakim dari Ibnu Abbas, berderajat shahih menurut As-Suyuthi dalam Al-Jami’
    as-Shaghir).









    [4] (Diriwayatkan
    Imam Ahmad dalam Musnadnya, dan Al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman, dan Ad-Darimi
    dengan lebih sempurna, berderajat Hasan, karena punya banyak jalan menurut
    Al-Lalkai dan Al-Harawi dan lainnya).

      Waktu sekarang Mon May 20, 2024 4:19 am