ILUSI KEKUATAN
SANG ADIDAYA
Oleh
Drs. Hafizh Abdurrahman, MA
Nervous. Itulah
fenomena yang terlihat dalam politik Amerika,
bukan hanya belakangan ini, tetapi sesungguhnya terjadi sejak era Clinton yang kedua.
Perasaan nervous itu telah menggerogoti tokoh-tokoh politik dan pemikir
Amerika, khususnya setelah terlihat banyaknya kegagalan, keragu-raguan dan
kelemahan dalam menyelesaikan berbagai problem internasional. Setelah itu, mulai terpupuk perasaan akan
kehebatan kekuatan Amerika, dan perasan tersebut akhirnya menjelma menjadi arogansi,
kesombongan dan keangkuhan, yang telah menyelinap dalam elemen-elemen kekuatan
masyarakat Amerika. Perasaan ini bertambah kuat setelah Partai Republik
memegang tampuk kekuasaan. Henry Kissinger mengungkapkan dengan ungkapan
yang sangat tepat menganai apa yang sedang mendominasi atmosfir politik
Amerika:
Amerika
Serikat di ujung Milinium baru ini tengah menikmati keadidayaan yang bahkan
belum pernah dirasakan oleh emperium terbesar sekalipun pada permulan sejarah;
Amerika bisa menguasi dominasi yang tidak tertandingi di seluruh penjuru dunia.
Dia juga
mengatakan:
Angkatan
bersenjata Amerika tersebar ke seluruh dunia dengan mudah dari Eropa Utara
hingga Asia Tenggara, bahkan pangkalan-pangkalan ini akan berubah karena intervensi
Amerika atas nama perdamaian menjadi kebutuhan militer yang permanen.
Amerika
Serikat adalah sumber dan penjaga institusi Demokrasi di dunia.
Amerika bisa
menguasai sistem moneter internasional dengan kucuran akumulasi modal investasi
yang jauh lebih besar, dengan kepuasan yang jauh lebih menarik minat para
investor, serta pasar eksport asing yang sangat luas. Kebudayaan bangsa Amerika
juga menjadi standar di seluruh pelosok dunia.
Ketika pemerintahan George Bush Jr. belum
mengevaluasi kembali berbagai kebijakan Amerika terhadap berbagai problem
dunia, serta menetapkan dasar-dasar baru, tiba-tiba terjadi peristiwa ledakan 11 September 2001. Maka,
kasus ini telah memberi motovasi baru kepada pemerintahan Amerika yang baru
untuk beraksi. Peristiwa ini kemudian dieksploitasi, dan dimulailah penyusunan
dasar-dasar kebijakan baru yang dibangun berdasarkan asas dan titik tolak baru.
Di sekitar Bush Jr. telah terkumpul sejumlah “elang
buas” yang semakin bertambah buas setelah peristiwa ini. Mereka telah mendominasi
para kolega lain, yang duduk dalam pemerintahan Bush Jr. dengan sangat mudah.
Maka, tokoh-tokoh baru dari negara-negara bagian mulai muncul ke permukaan,
seperti Wolfowidz, Donald Ramfleds, Louis Loutherly, yang
merupakan tangan kanan Wakil Presiden, Dick Chiney. Merekalah yang
merupakan elemen penekan sang Presiden. Mereka mulai menyerukan polarisasi
politik luar negeri Amerika yang dibangun berdasarkan prinsip keamanan serta
bersikeras menghadapi Korea Utara, Iran, Irak, Rusia, Cina, rakyat Palestina
dan gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia.
Kejatuhan rezim Taliban yang sangat cepat dan
cengkraman Amerika secara dramatis terhadap Asia Tengah serta berdirinya
pangkalan militer darat baru Amerika di Qirgistan, Tadjikistan, Afganistan
serta cengkraman totalnya di Pakistan, semuanya itu mempunyai pengaruh yang
sangat besar yang membuat tokoh-tokoh pemerintahan Amerika itu kesetanan. Maka,
mereka semakin merasa arogan dan sombong dalam memperlakukan pihak lain.
Kemenangan bohong Amerika terhadap Afganistan telah diumumkan kepada semua
kalangan dalam atmosfir perpolitikan Amerika. Mereka semakin larut dalam ilusi,
dan terbius oleh mabuk politik sehingga menyebabkan mereka lupa ingatan, bahkan
terhadap sekutu terdekat mereka sendiri.
Menteri
Pertahanan, Donald Ramfleds telah membanjiri situasi ini dengan
pernyataan-pernyataannya yang ilusif. Penyataan-pernyataan tersebut, antara
lain:
Dalam
peperangan, Anda wajib menyerang musuh sebelum musuh menyerang Anda.
Pimpinan
mayoritas Konggres dari Republik, Terry Mc O’ln, menyerukan kepada
Konggres:
Ketika
Presiden bicara mengenai keadilan tugas kita dan keberanian tentara kita, maka
kita semua harus sepakat.
Dalam kondisi dimana para penguasa negeri Arab dan
Islam masih tetap tunduk dan patuh, serta sikap mereka yang masih mengadopsi
politik mediasi sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Qatar
sebagai representasi mereka semua, maka Amerika semakin menginjak-injak
berbagai tradisi dan basa-basi diplomatik sebelumnya, yang sebelumnya masih
mengindahkan dan menjaga harga diri mereka di depan media massa. Tetapi,
semuanya itu telah digantikan dengan politik perbudakan dan penghinaan secara
telanjang tanpa mempedulikan lagi berbagai reaksi rakyatnya.
Politik polaritas Amerika yang baru benar-benar telah telanjang, yang
identik dengan arogansi dan keangkuhan. Bahkan tidak memandang sebelah mata
terhadap sekutunya, apalagi agen-agennya yang telah ditelanjanginya sendiri di
muka umum, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Arab Saudi, Iran, Mesir dan
Pakistan.
Amerika menyerang Arab Saudi, dan menuduh sekolah-sekolah Salafiyyah-nya
sebagai basis penghasil teroris, khususnya setelah 15 dari 19 terdakwa kasus
peledakan pesawat di Washington dan New York adalah orang-orang Saudi. Amerika
juga menyerang Iran,
dengan mengalamatkan tuduhan kepadanya sebagai sarang pelarian tokoh-tokoh
Al-Qaedah dan Taliban. Iran
juga dituduh telah mensuplai senjata Hizbullah dan rakyat Palestina. Amerika
juga telah memaksa India
untuk melawan Pakistan,
dan menuduhnya sebagai sarang ekstrimis. Sementara Mesir berikut antek-anteknya
telah dimiskinkan dengan tambahan beban keuangan, ekonomi dan restriksi
perdagangan.
Logika arogansi dan pandangan sebelah mata terhadap
para sekutu dan antek-antek yang dipetik dari peristiwa 11 September, serta
akibat dari kemenangan mudah yang diraih Amerika di Afganistan telah menjadi
justifikasi bagi pemerintah Amerika
untuk menjauhkan keterlibatan para sekutu dan antek-anteknya, bahkan terhadap
ketidakbutuhannya atas keterlibatan mereka. Sekalipun Tony Blair
berusaha untuk melakukan penyelarasan dengan Amerika, dan menyelaraskan Eropa
dengannya, tetapi Amerika tidak mengindahkannya, serta tidak mau berbagi
keuntungan dan hasil jarahan dengan Eropa. George Robertson, pimpinan
NATO asal Inggris, menyatakan:
Eropa harus
meningkatkan taraf kekuatan militernya agar mencapai taraf kekuatan militer
Amerika. Amerika juga wajib membantu Eropa untuk meningkatkan kemampuan
militernya.
Dalam
pernyataannya yang lain, dia menyatakan:
Dukungan
para sekutu terhadap Washington
mempunyai batas.
Thomas Fredman,
jurnalis terkenal asal Amerika, membantah pernyataan Robertson di harian
The New York Times dengan artikelnya yang berjudul The End
of NATO:
Sebenarnya
tidak ada NATO di luar Amerika, karena negara-negara sekutu yang lain hanya
mengirim beberapa ratus personil militer ke medan perang yang paling belakang, kemudian
tiba-tiba meminta bagian hasil jarahan dengan Amerika yang telah memberikan
segala pengorbanannya.
Dr. Ghassan al-Izzi, telah mengutip laporan pers Amerika dalam harian
al-Quds, yang menyatakan:
Sesungguhnya
orang-orang Eropa tengah memainkan peranan sebagai pembantu rumah. Setelah
serangan Amerika, mereka sibuk mengumpulkan penafian dan bantahan. Sementara
ketika Amerika mengobarkan peperangan, orang-orang Eropa terus berusaha
mewujudkan perdamaian. Sesungguhnya Amerika, di bawah pemerintah Bush, ingin
memimpin dunia sendiri. Ini merupakan statement yang sangat jelas.
Jelas, bahwa Amerika telah mengubah pandangannya
mengenai hubungannya dengan para sekutu dan antek-anteknya, setelah membukukan
kemenangan mudah dan memperoleh keuntungan besar di Asia Tengah dalam waktu
yang sangat singkat, sehingga tidak perlu merujuk termasuk kepada PBB, bahkan
tidak juga kepada sekutu yang menempatkannya, yaitu NATO. Dalam Perang Teluk,
Amerika masih perlu merujuk kepada Dewan Keamanan, dan meminta Dewan Keamanan
untuk mengeluarkan keputusan yang menggunakan namanya. Dalam Perang Kossovo,
Amerika masih berunding dan bekerja sama dengan negara-negara NATO, namun dalam
Perang Afganistan dan seterusnya, Amerika tidak perlu meminta masukan manapun,
bahkan tidak perlu merujuk kepada siapapun. Bush Jr. telah menyatakan:
Kami akan
memerangi Irak, baik dengan sekutu maupun sendiri.
Pemerintah Bush Jr. yang mengikuti langkah
pemerintah Reagen, telah mulai membangun dasar-dasar politik luar negeri
baru yang relevan dengan kehebatan kekuatan Amerika, sebagaimana Reagen yang
ketika itu telah membangun politik baru untuk mengakhiri Perang Dingin (cold
war) yang dihembuskan oleh Henry Trumant pada tahun 1947, serta
dikeluarkannya Uni Soviet secara internasional dengan menyebutnya sebagai
emperium setan. Bush Jr. juga demikian, telah mulai mengakhiri kebijakan
yang digambarkannya sebagai kebijakan “ragu-ragu dan malu-malu” yang mengiringi
fase Perang Dingin. Seakan-akan Bush Jr. menyebut bahwa fase ragu-ragu
dan malu-malu yang dilanjutkan satu dekade telah berlalu untuk kemudian
diakhiri dan memasuki fase monopoli dan meninggalkan keterlibatan pihak lain.
Kebijakan inilah yang membiarkan Eropa menjadi nervous, dan
memperlihatkan kebenciannya terhadap politik luar negeri baru Amerika.
Keburukan yang membelah persekutuan Eropa-Amerika itu
adalah pernyataan-pernyataan Menteri Luar Negeri Hobert Fedryn, filsuf
politik Eropa yang menyerang kebijakan Amerika secara terbuka dan berani, dan
menuduhnya sebagai politik bodoh, murahan dan memihak Israel yang memang
represif terhadap rakyat Palestina. Dia menyerukan agar Eropa mempertahankan
pandangan dan eksistensi mereka yang independen secara politis dari Amerika.
Pernyataan ini banyak diikuti oleh para politisi
Eropa, di antaranya Yoshca Fisher, Menteri Luar Negeri Jerman, yang
menyatakan:
Kekuatan
terbesar di dunia saat ini tidak akan mungkin bisa memimpin dunia sendiri
dengan jumlah penduduknya 6 milyar jiwa menuju masa depan yang damai. Para sekutu Amerika juga bukanlah para pengekor.
Criss
Paten, salah seorang penentu kebijakan dalam hubungan luar negeri di legasi
Eropa asal Inggris juga termasuk orang yang mengulang-ulang pernyataan
Fedryn dan menuduh politik Amerika sebagai politik murahan.
Di antara mereka adalah Menteri Luar Negeri Inggris, Jack
Satrou, yang menganggap pidato Bush Jr. mengenai kondisi persatuan
yang di dalamnya juga menyebut-nyebut poros kejahatan sebagai pidato untuk
konsumsi media massa domestik, dan kosong, alias asbun (asal bunyi),
yang membangkitkan amarah pemerintah Amerika sehingga perlu menampik pernyataan
Satrou dan menegaskan bahwa pernyataan sang Presiden itu memang benar.
Eropa menyadari bahaya tindakan Amerika yang terakhir
terhadap politik luar negeri, serta menyadari sepenuhnya bahwa Amerika mulai
memarjinalkannya, dan bahwa berbagai upaya Blair tidak berhasil untuk berbagi
kepentingan dan cengkraman dengan Amerika, sehingga Eropa juga terpaksa
menggunakan politik pertahanan. Antara lain, Eropa ––– khususnya Inggris––– akan bertumpu pada
politiknya di Afrika dan melakukan perlawanan terhadap dominasi Amerika di sana. Ini antara terlihat
pada kunjungan bersama Menteri Luar Negeri Inggris dan Perancis ke beberapa negara
di Afrika, demikian juga kunjungan Blair ke beberapa negara Afrika
bagian Barat dan permintaannya kepada Perancis agar menyelaraskan langkahnya
dengan Inggris untuk mengukuhkan cengkraman Eropa di sana dengan cover “bantuan untuk
wilayah kulit hitam.”
Eropa, Rusia dan Cina benar-benar telah mengetahui
politik cengkraman kekuatan yang mulai dijalankan oleh Amerika untuk
mencengkram dunia, dan mereka mulai melawannya. Putin, Presiden Rusia,
menyatakan:
Semua model
hubungan internasional yang dibangun berdasarkan cengkraman satu kekuatan tidak
akan berumur panjang.
Ini
merupakan pernyataan yang mengindikasikan adanya penolakan Rusia terhadap
politik cengkraman Amerika, tetapi penolakannya mirip pernyataan filsuf dan
orang bijak ketimbang pernyataan para politisi. Dia menyandarkan penolakannya
kepada masa depan dan logika sejarah. Artinya, ini merupakan pernyataan yang
mengindikasikan bahwa Rusia tidak akan melakukan tindakan apapun untuk
menghentikan politik polarisasi ini.
Dengan demikian jelas, bahwa Amerika telah memasuki
dunia dengan titik tolak internasional baru. Indikasi-indikasi titik tolak ini
terlihat dengan jelas dan sangat cepat, khususnya setelah keberhasilan yang
diraihnya di Afganistan dan kepatuhan dunia kepadanya serta tidak adanya perlawanan
apapun yang layak disebutkan. Hal yang membuat Amerika semakin serius untuk
mencengkram dunia dan menanam investasi untuk kekuatan pertahanannya
sebagaimana yang ditunjukkan pada momentum 11 September. Caranya, dengan
menciptakan kondisi ketegangan di dunia, memperumit permasalah internasional
dan mengelola krisis regional dengan cara-cara yang bisa menyebabkan krisis
tersebut meledak serta memercikkan perasaan kolektif secara terus-menerus
mengenai ketidakamanan dan instabilitas di dunia yang mengilhami opini publik
dunia, bahwa Amerikalah dewa penyelamat, sang pemimpin dunia. Maka,
negara-negara di dunia dan rakyatnya tidak mempunyai pilihan lain selain patuh
kepada Amerika. Bush Jr. telah menyatakannya dengan jelas, bahwa dunia
tidak akan mengenal stabilitas kecuali di bawah kepemimpinan Amerika.
Setelah peristiwa Afganistan, Amerika ingin melepaskan
diri dari ikatan para sekutu Eropanya dan membubarkan keterlibatan mereka
dengannya dalam mengendalikan urusan dunia, serta memikul tanggungjawab dunia sendiri.
Karena itu, kami melihat Amerika sengaja merusak apa yang dilakukan Eropa
dengan mendekati Iran
dan menjalin kesepahaman dengan Cina,
Korea dan
mengembalikan eksistensinya di Timur Tengah.
Karena itu, Amerika sengaja menjegal setiap upaya
Barat mendekati kepemimpinan Iran yang disebut-sebut sebagai pemimpin moderat,
kemudian memojokkan Cina dan menyibukkannya dengan isu Taiwan dan isu-isu
perdagangan, serta memberikan beberapa pecahan dan angin surga kepada Rusia,
serta menenggelamkan negara-negara yang disebut dunia ketiga dengan hutang dan
kerusakan. Dengan demikian, Amerika memprediksi bahwa situasi internasional
memang hanya miliknya, sehingga masyarakat internasional bisa dikendalikannya
sendiri dan dialah yang akan memimpin kendali kepemimpinannya.
Hanya saja, politik polaritas yang arogan ini akan
mengundang permusuhan terselubung dan akan mengorganisir permusuhan tersebut
untuk melawannya. Disamping akan mengubah mitra kerjasamanya, yaitu para sekutu
dan antek-anteknya menjadi musuh yang dendam kepadanya, serta menunggu
kehancurannya dan kelak akan memukulnya dengan pukulan yang lebih dahsyat.
Logika kekuatan
otot akan memicu pihak lain merasa dendam serta kebencian dan permusuhan yang
sesungguhnya. Jika tidak ada ruang untuk mengartikulasikan perasaan ini, yaitu
perasaan menjadi pemikiran, kemudian aksi, maka hasilnya pasti akan negatif,
bahkan sangat destruktif. Amerika akan jatuh dari ketinggiannya, sementara
tidak akan ada siapapun yang akan mengasihaninya sehingga akan ada yang
mengatakan: Kasihanilah pemimpin kaum yang terhina itu.
Berbagai bangsa
–––khususnya umat Islam––– yang merasakan kezaliman Amerika, jika telah
mempunyai kondisi pemikiran dan politik yang pas, maka potensi kaum muslimin
yang masih terpendam untuk mendirikan negara yang mulia dan terhormat, yaitu
negara Khilafah Islamiyyah, itu akan meletus. Negara yang akan merontokkan
singgasana Amerika dan mengalahkannya. Bangsa-bangsa lain pun akan merasa
senang, dan ilusi akan kehebatan Amerika itu akan berbalik kepada empunya, sementara
Amerika akan terkena sendiri batunya.
﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾
“Sesungguhnya
Allah akan memenangkan urusan-Nya, tetapi kebanyakan orang tidak
mengetahuinya.” (Q.s. Yusuf [12]:21)
SANG ADIDAYA
Oleh
Drs. Hafizh Abdurrahman, MA
Nervous. Itulah
fenomena yang terlihat dalam politik Amerika,
bukan hanya belakangan ini, tetapi sesungguhnya terjadi sejak era Clinton yang kedua.
Perasaan nervous itu telah menggerogoti tokoh-tokoh politik dan pemikir
Amerika, khususnya setelah terlihat banyaknya kegagalan, keragu-raguan dan
kelemahan dalam menyelesaikan berbagai problem internasional. Setelah itu, mulai terpupuk perasaan akan
kehebatan kekuatan Amerika, dan perasan tersebut akhirnya menjelma menjadi arogansi,
kesombongan dan keangkuhan, yang telah menyelinap dalam elemen-elemen kekuatan
masyarakat Amerika. Perasaan ini bertambah kuat setelah Partai Republik
memegang tampuk kekuasaan. Henry Kissinger mengungkapkan dengan ungkapan
yang sangat tepat menganai apa yang sedang mendominasi atmosfir politik
Amerika:
Amerika
Serikat di ujung Milinium baru ini tengah menikmati keadidayaan yang bahkan
belum pernah dirasakan oleh emperium terbesar sekalipun pada permulan sejarah;
Amerika bisa menguasi dominasi yang tidak tertandingi di seluruh penjuru dunia.
Dia juga
mengatakan:
Angkatan
bersenjata Amerika tersebar ke seluruh dunia dengan mudah dari Eropa Utara
hingga Asia Tenggara, bahkan pangkalan-pangkalan ini akan berubah karena intervensi
Amerika atas nama perdamaian menjadi kebutuhan militer yang permanen.
Amerika
Serikat adalah sumber dan penjaga institusi Demokrasi di dunia.
Amerika bisa
menguasai sistem moneter internasional dengan kucuran akumulasi modal investasi
yang jauh lebih besar, dengan kepuasan yang jauh lebih menarik minat para
investor, serta pasar eksport asing yang sangat luas. Kebudayaan bangsa Amerika
juga menjadi standar di seluruh pelosok dunia.
Ketika pemerintahan George Bush Jr. belum
mengevaluasi kembali berbagai kebijakan Amerika terhadap berbagai problem
dunia, serta menetapkan dasar-dasar baru, tiba-tiba terjadi peristiwa ledakan 11 September 2001. Maka,
kasus ini telah memberi motovasi baru kepada pemerintahan Amerika yang baru
untuk beraksi. Peristiwa ini kemudian dieksploitasi, dan dimulailah penyusunan
dasar-dasar kebijakan baru yang dibangun berdasarkan asas dan titik tolak baru.
Di sekitar Bush Jr. telah terkumpul sejumlah “elang
buas” yang semakin bertambah buas setelah peristiwa ini. Mereka telah mendominasi
para kolega lain, yang duduk dalam pemerintahan Bush Jr. dengan sangat mudah.
Maka, tokoh-tokoh baru dari negara-negara bagian mulai muncul ke permukaan,
seperti Wolfowidz, Donald Ramfleds, Louis Loutherly, yang
merupakan tangan kanan Wakil Presiden, Dick Chiney. Merekalah yang
merupakan elemen penekan sang Presiden. Mereka mulai menyerukan polarisasi
politik luar negeri Amerika yang dibangun berdasarkan prinsip keamanan serta
bersikeras menghadapi Korea Utara, Iran, Irak, Rusia, Cina, rakyat Palestina
dan gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia.
Kejatuhan rezim Taliban yang sangat cepat dan
cengkraman Amerika secara dramatis terhadap Asia Tengah serta berdirinya
pangkalan militer darat baru Amerika di Qirgistan, Tadjikistan, Afganistan
serta cengkraman totalnya di Pakistan, semuanya itu mempunyai pengaruh yang
sangat besar yang membuat tokoh-tokoh pemerintahan Amerika itu kesetanan. Maka,
mereka semakin merasa arogan dan sombong dalam memperlakukan pihak lain.
Kemenangan bohong Amerika terhadap Afganistan telah diumumkan kepada semua
kalangan dalam atmosfir perpolitikan Amerika. Mereka semakin larut dalam ilusi,
dan terbius oleh mabuk politik sehingga menyebabkan mereka lupa ingatan, bahkan
terhadap sekutu terdekat mereka sendiri.
Menteri
Pertahanan, Donald Ramfleds telah membanjiri situasi ini dengan
pernyataan-pernyataannya yang ilusif. Penyataan-pernyataan tersebut, antara
lain:
Dalam
peperangan, Anda wajib menyerang musuh sebelum musuh menyerang Anda.
Pimpinan
mayoritas Konggres dari Republik, Terry Mc O’ln, menyerukan kepada
Konggres:
Ketika
Presiden bicara mengenai keadilan tugas kita dan keberanian tentara kita, maka
kita semua harus sepakat.
Dalam kondisi dimana para penguasa negeri Arab dan
Islam masih tetap tunduk dan patuh, serta sikap mereka yang masih mengadopsi
politik mediasi sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Qatar
sebagai representasi mereka semua, maka Amerika semakin menginjak-injak
berbagai tradisi dan basa-basi diplomatik sebelumnya, yang sebelumnya masih
mengindahkan dan menjaga harga diri mereka di depan media massa. Tetapi,
semuanya itu telah digantikan dengan politik perbudakan dan penghinaan secara
telanjang tanpa mempedulikan lagi berbagai reaksi rakyatnya.
Politik polaritas Amerika yang baru benar-benar telah telanjang, yang
identik dengan arogansi dan keangkuhan. Bahkan tidak memandang sebelah mata
terhadap sekutunya, apalagi agen-agennya yang telah ditelanjanginya sendiri di
muka umum, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Arab Saudi, Iran, Mesir dan
Pakistan.
Amerika menyerang Arab Saudi, dan menuduh sekolah-sekolah Salafiyyah-nya
sebagai basis penghasil teroris, khususnya setelah 15 dari 19 terdakwa kasus
peledakan pesawat di Washington dan New York adalah orang-orang Saudi. Amerika
juga menyerang Iran,
dengan mengalamatkan tuduhan kepadanya sebagai sarang pelarian tokoh-tokoh
Al-Qaedah dan Taliban. Iran
juga dituduh telah mensuplai senjata Hizbullah dan rakyat Palestina. Amerika
juga telah memaksa India
untuk melawan Pakistan,
dan menuduhnya sebagai sarang ekstrimis. Sementara Mesir berikut antek-anteknya
telah dimiskinkan dengan tambahan beban keuangan, ekonomi dan restriksi
perdagangan.
Logika arogansi dan pandangan sebelah mata terhadap
para sekutu dan antek-antek yang dipetik dari peristiwa 11 September, serta
akibat dari kemenangan mudah yang diraih Amerika di Afganistan telah menjadi
justifikasi bagi pemerintah Amerika
untuk menjauhkan keterlibatan para sekutu dan antek-anteknya, bahkan terhadap
ketidakbutuhannya atas keterlibatan mereka. Sekalipun Tony Blair
berusaha untuk melakukan penyelarasan dengan Amerika, dan menyelaraskan Eropa
dengannya, tetapi Amerika tidak mengindahkannya, serta tidak mau berbagi
keuntungan dan hasil jarahan dengan Eropa. George Robertson, pimpinan
NATO asal Inggris, menyatakan:
Eropa harus
meningkatkan taraf kekuatan militernya agar mencapai taraf kekuatan militer
Amerika. Amerika juga wajib membantu Eropa untuk meningkatkan kemampuan
militernya.
Dalam
pernyataannya yang lain, dia menyatakan:
Dukungan
para sekutu terhadap Washington
mempunyai batas.
Thomas Fredman,
jurnalis terkenal asal Amerika, membantah pernyataan Robertson di harian
The New York Times dengan artikelnya yang berjudul The End
of NATO:
Sebenarnya
tidak ada NATO di luar Amerika, karena negara-negara sekutu yang lain hanya
mengirim beberapa ratus personil militer ke medan perang yang paling belakang, kemudian
tiba-tiba meminta bagian hasil jarahan dengan Amerika yang telah memberikan
segala pengorbanannya.
Dr. Ghassan al-Izzi, telah mengutip laporan pers Amerika dalam harian
al-Quds, yang menyatakan:
Sesungguhnya
orang-orang Eropa tengah memainkan peranan sebagai pembantu rumah. Setelah
serangan Amerika, mereka sibuk mengumpulkan penafian dan bantahan. Sementara
ketika Amerika mengobarkan peperangan, orang-orang Eropa terus berusaha
mewujudkan perdamaian. Sesungguhnya Amerika, di bawah pemerintah Bush, ingin
memimpin dunia sendiri. Ini merupakan statement yang sangat jelas.
Jelas, bahwa Amerika telah mengubah pandangannya
mengenai hubungannya dengan para sekutu dan antek-anteknya, setelah membukukan
kemenangan mudah dan memperoleh keuntungan besar di Asia Tengah dalam waktu
yang sangat singkat, sehingga tidak perlu merujuk termasuk kepada PBB, bahkan
tidak juga kepada sekutu yang menempatkannya, yaitu NATO. Dalam Perang Teluk,
Amerika masih perlu merujuk kepada Dewan Keamanan, dan meminta Dewan Keamanan
untuk mengeluarkan keputusan yang menggunakan namanya. Dalam Perang Kossovo,
Amerika masih berunding dan bekerja sama dengan negara-negara NATO, namun dalam
Perang Afganistan dan seterusnya, Amerika tidak perlu meminta masukan manapun,
bahkan tidak perlu merujuk kepada siapapun. Bush Jr. telah menyatakan:
Kami akan
memerangi Irak, baik dengan sekutu maupun sendiri.
Pemerintah Bush Jr. yang mengikuti langkah
pemerintah Reagen, telah mulai membangun dasar-dasar politik luar negeri
baru yang relevan dengan kehebatan kekuatan Amerika, sebagaimana Reagen yang
ketika itu telah membangun politik baru untuk mengakhiri Perang Dingin (cold
war) yang dihembuskan oleh Henry Trumant pada tahun 1947, serta
dikeluarkannya Uni Soviet secara internasional dengan menyebutnya sebagai
emperium setan. Bush Jr. juga demikian, telah mulai mengakhiri kebijakan
yang digambarkannya sebagai kebijakan “ragu-ragu dan malu-malu” yang mengiringi
fase Perang Dingin. Seakan-akan Bush Jr. menyebut bahwa fase ragu-ragu
dan malu-malu yang dilanjutkan satu dekade telah berlalu untuk kemudian
diakhiri dan memasuki fase monopoli dan meninggalkan keterlibatan pihak lain.
Kebijakan inilah yang membiarkan Eropa menjadi nervous, dan
memperlihatkan kebenciannya terhadap politik luar negeri baru Amerika.
Keburukan yang membelah persekutuan Eropa-Amerika itu
adalah pernyataan-pernyataan Menteri Luar Negeri Hobert Fedryn, filsuf
politik Eropa yang menyerang kebijakan Amerika secara terbuka dan berani, dan
menuduhnya sebagai politik bodoh, murahan dan memihak Israel yang memang
represif terhadap rakyat Palestina. Dia menyerukan agar Eropa mempertahankan
pandangan dan eksistensi mereka yang independen secara politis dari Amerika.
Pernyataan ini banyak diikuti oleh para politisi
Eropa, di antaranya Yoshca Fisher, Menteri Luar Negeri Jerman, yang
menyatakan:
Kekuatan
terbesar di dunia saat ini tidak akan mungkin bisa memimpin dunia sendiri
dengan jumlah penduduknya 6 milyar jiwa menuju masa depan yang damai. Para sekutu Amerika juga bukanlah para pengekor.
Criss
Paten, salah seorang penentu kebijakan dalam hubungan luar negeri di legasi
Eropa asal Inggris juga termasuk orang yang mengulang-ulang pernyataan
Fedryn dan menuduh politik Amerika sebagai politik murahan.
Di antara mereka adalah Menteri Luar Negeri Inggris, Jack
Satrou, yang menganggap pidato Bush Jr. mengenai kondisi persatuan
yang di dalamnya juga menyebut-nyebut poros kejahatan sebagai pidato untuk
konsumsi media massa domestik, dan kosong, alias asbun (asal bunyi),
yang membangkitkan amarah pemerintah Amerika sehingga perlu menampik pernyataan
Satrou dan menegaskan bahwa pernyataan sang Presiden itu memang benar.
Eropa menyadari bahaya tindakan Amerika yang terakhir
terhadap politik luar negeri, serta menyadari sepenuhnya bahwa Amerika mulai
memarjinalkannya, dan bahwa berbagai upaya Blair tidak berhasil untuk berbagi
kepentingan dan cengkraman dengan Amerika, sehingga Eropa juga terpaksa
menggunakan politik pertahanan. Antara lain, Eropa ––– khususnya Inggris––– akan bertumpu pada
politiknya di Afrika dan melakukan perlawanan terhadap dominasi Amerika di sana. Ini antara terlihat
pada kunjungan bersama Menteri Luar Negeri Inggris dan Perancis ke beberapa negara
di Afrika, demikian juga kunjungan Blair ke beberapa negara Afrika
bagian Barat dan permintaannya kepada Perancis agar menyelaraskan langkahnya
dengan Inggris untuk mengukuhkan cengkraman Eropa di sana dengan cover “bantuan untuk
wilayah kulit hitam.”
Eropa, Rusia dan Cina benar-benar telah mengetahui
politik cengkraman kekuatan yang mulai dijalankan oleh Amerika untuk
mencengkram dunia, dan mereka mulai melawannya. Putin, Presiden Rusia,
menyatakan:
Semua model
hubungan internasional yang dibangun berdasarkan cengkraman satu kekuatan tidak
akan berumur panjang.
Ini
merupakan pernyataan yang mengindikasikan adanya penolakan Rusia terhadap
politik cengkraman Amerika, tetapi penolakannya mirip pernyataan filsuf dan
orang bijak ketimbang pernyataan para politisi. Dia menyandarkan penolakannya
kepada masa depan dan logika sejarah. Artinya, ini merupakan pernyataan yang
mengindikasikan bahwa Rusia tidak akan melakukan tindakan apapun untuk
menghentikan politik polarisasi ini.
Dengan demikian jelas, bahwa Amerika telah memasuki
dunia dengan titik tolak internasional baru. Indikasi-indikasi titik tolak ini
terlihat dengan jelas dan sangat cepat, khususnya setelah keberhasilan yang
diraihnya di Afganistan dan kepatuhan dunia kepadanya serta tidak adanya perlawanan
apapun yang layak disebutkan. Hal yang membuat Amerika semakin serius untuk
mencengkram dunia dan menanam investasi untuk kekuatan pertahanannya
sebagaimana yang ditunjukkan pada momentum 11 September. Caranya, dengan
menciptakan kondisi ketegangan di dunia, memperumit permasalah internasional
dan mengelola krisis regional dengan cara-cara yang bisa menyebabkan krisis
tersebut meledak serta memercikkan perasaan kolektif secara terus-menerus
mengenai ketidakamanan dan instabilitas di dunia yang mengilhami opini publik
dunia, bahwa Amerikalah dewa penyelamat, sang pemimpin dunia. Maka,
negara-negara di dunia dan rakyatnya tidak mempunyai pilihan lain selain patuh
kepada Amerika. Bush Jr. telah menyatakannya dengan jelas, bahwa dunia
tidak akan mengenal stabilitas kecuali di bawah kepemimpinan Amerika.
Setelah peristiwa Afganistan, Amerika ingin melepaskan
diri dari ikatan para sekutu Eropanya dan membubarkan keterlibatan mereka
dengannya dalam mengendalikan urusan dunia, serta memikul tanggungjawab dunia sendiri.
Karena itu, kami melihat Amerika sengaja merusak apa yang dilakukan Eropa
dengan mendekati Iran
dan menjalin kesepahaman dengan Cina,
Korea dan
mengembalikan eksistensinya di Timur Tengah.
Karena itu, Amerika sengaja menjegal setiap upaya
Barat mendekati kepemimpinan Iran yang disebut-sebut sebagai pemimpin moderat,
kemudian memojokkan Cina dan menyibukkannya dengan isu Taiwan dan isu-isu
perdagangan, serta memberikan beberapa pecahan dan angin surga kepada Rusia,
serta menenggelamkan negara-negara yang disebut dunia ketiga dengan hutang dan
kerusakan. Dengan demikian, Amerika memprediksi bahwa situasi internasional
memang hanya miliknya, sehingga masyarakat internasional bisa dikendalikannya
sendiri dan dialah yang akan memimpin kendali kepemimpinannya.
Hanya saja, politik polaritas yang arogan ini akan
mengundang permusuhan terselubung dan akan mengorganisir permusuhan tersebut
untuk melawannya. Disamping akan mengubah mitra kerjasamanya, yaitu para sekutu
dan antek-anteknya menjadi musuh yang dendam kepadanya, serta menunggu
kehancurannya dan kelak akan memukulnya dengan pukulan yang lebih dahsyat.
Logika kekuatan
otot akan memicu pihak lain merasa dendam serta kebencian dan permusuhan yang
sesungguhnya. Jika tidak ada ruang untuk mengartikulasikan perasaan ini, yaitu
perasaan menjadi pemikiran, kemudian aksi, maka hasilnya pasti akan negatif,
bahkan sangat destruktif. Amerika akan jatuh dari ketinggiannya, sementara
tidak akan ada siapapun yang akan mengasihaninya sehingga akan ada yang
mengatakan: Kasihanilah pemimpin kaum yang terhina itu.
Berbagai bangsa
–––khususnya umat Islam––– yang merasakan kezaliman Amerika, jika telah
mempunyai kondisi pemikiran dan politik yang pas, maka potensi kaum muslimin
yang masih terpendam untuk mendirikan negara yang mulia dan terhormat, yaitu
negara Khilafah Islamiyyah, itu akan meletus. Negara yang akan merontokkan
singgasana Amerika dan mengalahkannya. Bangsa-bangsa lain pun akan merasa
senang, dan ilusi akan kehebatan Amerika itu akan berbalik kepada empunya, sementara
Amerika akan terkena sendiri batunya.
﴿وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ﴾
“Sesungguhnya
Allah akan memenangkan urusan-Nya, tetapi kebanyakan orang tidak
mengetahuinya.” (Q.s. Yusuf [12]:21)
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as