Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    pengantar ilmu hadis

    kutubuku
    kutubuku
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 297
    Join date : 18.06.10
    Age : 36
    Lokasi : rahasia

    pengantar ilmu hadis Empty pengantar ilmu hadis

    Post by kutubuku Thu Jun 24, 2010 5:09 pm

    Pengantar Mushthalah Hadits

    PENDAHULUAN

    1. Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan
    hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan
    Al-Qur'an.

    2. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh
    khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada
    gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-
    Alshari untuk membukukan hadits.

    3. Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin
    Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadits
    tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha'if,
    dan perkataan para sahabat.

    4. Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di
    Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik
    Bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan
    At-Tsauri, di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.

    5. Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab
    musnad, seperti musnad Na'im ibnu hammad.

    6. Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab
    shahih Bukhari dan Muslim.

    PEMBAHASAN

    Ilmu Hadits:

    ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad
    dan matan, apakah diterima atau ditolak.

    Hadits:

    Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw, berupa perkataan,
    perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).

    Sanad:

    Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.

    Matan:

    Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

    PEMBAGIAN HADITS

    Dilihat dari konsekuensi hukumnya:

    1. Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan

    2. Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dha'if

    Penjelasan:

    HADITS SHAHIH:

    Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini:

    1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).

    2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.Perawi yang
    adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan
    menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan
    dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya
    kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid'ah, termasuk
    diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).

    3. Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).

    4. Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah
    menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.

    5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits

    Hukum Hadits shahih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

    HADITS HASAN:

    Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada
    tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah).

    Shaduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke
    tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau
    keseluruhan perawi pada rantai sanad.

    Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah
    dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut
    sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60
    hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah.

    Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

    HADITS HASAN SHAHIH

    Penyebutan istilah Hadits hasan shahih sering disebutkan oleh imam
    Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan 2 pengertian:

    * Imam Tirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2
    rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya
    shahih, maka jadilah dia Hadits hasan shahih.

    * Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian
    ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.

    HADITS MUTTAFAQQUN `ALAIHI

    Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhari dan imam
    Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.

    TINGKATAN HADITS SHAHIH

    * Hadits muttafaqqun `alaihi
    * Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari saja
    * Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
    * Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, serta
    tidak dicantumkan pada kitab-kitab shahih mereka.
    * Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari
    * Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
    * Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim

    Syarat Bukhari dan Muslim: perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-
    perawi Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka.

    HADITS DHA'IF

    Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan.

    Hukum Hadits dha'if: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh
    meriwayatkan Hadits dha'if kecuali dengan menyebutkan kedudukan
    Hadits tersebut. Hadits dha'if berbeda dengan hadits palsu atau
    hadits maudhu`. Hadits dha'if itu masih punya sanad kepada
    Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan.
    Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih
    kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-
    `adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang
    etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan
    upaya memalsukan atau mengarang hadits.

    Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar
    atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad
    sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah
    sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru
    dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka
    istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi
    masih ada jalur sanadnya.

    Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits
    dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan
    sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi
    dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha'if dalam
    fadailul a'mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.

    Untuk tahap lanjut tentang ilmu hadits, silakan merujuk pada
    kitab "Mushthalahul Hadits"

    Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk
    mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para
    ulama ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan
    kapasitas dalam melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits
    serta menentukan derajatnya.
    Setiap hadits itu harus ada alur sanadnya dari perawi terakhir
    hingga kepada Rasulullah SAW. Para perawi hadits itu menerima hadits
    secara berjenjang, dari perawi di atasnya yang pertama sampai kepada
    yang perawi yang ke sekian hingga kepada Rasulullah SAW.

    Seorang ahli hadits akan melakukan penelusuran jalur periwayatan
    setiap hadits ini satu per satu, termasuk riwayat hidup para perawi
    itu pada semua level / tabaqathnya. Kalau ada cacat pada dirinya,
    baik dari sisi dhabit (hafalan) maupun `adalah-nya (sifat
    kepribadiannya), maka akan berpengaruh besar kepada nilai derajat
    hadits yang diriwayatkannya.

    Sebuah hadits yang selamat dari semua cacat pada semua jalur
    perawinya hingga ke Rasulullah SAW, dimana semua perawi itu lolos
    verifikasi dan dinyatakan sebagai perawi yang tisqah, maka hadits
    itu dikatakan sehat, atau istilah populernya shahih. Sedikit derajat
    di bawahnya disebut hadits hasan atau baik. Namun bila ada diantara
    perawinya yang punya cacat atau kelemahan, maka hadits yang sampai
    kepada kita melalui jalurnya akan dikatakan lemah atau dha`if.

    Para ulama mengatakan bila sebuah hadits lemah dari sisi
    periwayatannya namun masih tersambung kepada Rasulullah SAW, masih
    bisa dijadikan dalil untuk bidang fadhailul a`mal, atau keutamaan
    amal ibadah.

    Sedangkan bila sebuah hadits terputus periwayatannya dan tidak
    sampai jalurnya kepada Rasulullah SAW, maka hadits ini dikatakan
    putus atau munqathi`. Dan bisa saja hadits yang semacam ini memang
    sama sekali bukan dari Rasulullah SAW, sehingga bisa dikatakan
    hadits palsu atau maudhu`. Jenis hadits yang seperti ini sama sekali
    tidak boleh dijadikan dasar hukum dalam Islam.

    Untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shahih atau
    tidak, bisa dilihat dalam kitab susunan Imam Al-Bukhari yaitu shahih
    Bukhari atau Imam Muslim yaitu shahih muslim. Untuk hadits-hadits
    dha'if juga bisa dilihat pada kitab-kitab khusus yang disusun untuk
    membuat daftar hadits dha'if.

    Di masa sekarang ini, para ulama yang berkonsentrasi di bidang
    hadits banyak yang menuliskannya, seperti karya-karya Syaikh
    Nashiruddin Al-Albani. Di antaranya kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-
    Shahihah yang berjumlah 11 jilid.

    Oleh: Tim dakwatuna.com
    http://www.dakwatuna.com/index.php/sunnah-nabawiyah/mushthalah-hadits/2006/pengetahuan-dasar-ilmu-hadits/




      Waktu sekarang Wed May 08, 2024 11:26 pm