Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    teknik pengolahan data reportase

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 37
    Lokasi : Malang-Indonesia

    teknik pengolahan data reportase Empty teknik pengolahan data reportase

    Post by admin Fri Jun 18, 2010 3:28 pm

    Teknik Pengolahan Data

    Menjadi
    pembicara pada Latihan Ketrampilan Penerbitan Kampus Mahasiswa (LKPKM)
    se-Indonesia bukan yang pertamakali buat saya. Pada LKPKM tingkat dasar di UGM
    Yogyakarta saya sudah menjadi pembicara. Namun, saya tak tahu pasti, apakah
    pesertanya sama, atau sebagian sama. Atau adakah yang di Denpasar sekarang ini
    (tingkat pembina) adalah kelanjutan dari Yogya (tingkat dasar) dan Padang
    (untuk tingkat lanjutan).


    Tentang
    materi yang saya bawakan ini, Teknik Pengolahan Data, memang baru pertama kali
    untuk pers kampus. Sebelumnya saya berbicara materi yang lain. Walau begitu,
    saya sempat membaca makalah tentang Teknih Pengolahan Data pada tingkat-tingkat
    sebelumnya. Saya melihat di sana masih bergulat pada persoalan teori dan tidak
    menukik pada permasalahannya. Mudah-mudahan kali ini saya sempat memberikan
    yang tidak sekadar teori, tetapi juga contoh-contoh sehingga bisa dipraktekkan.
    Saya pikir, pada tingkat pembina ini persoalan yang langsung pada permasalahan
    akan makin diperlukan.


    Mengumpulkan
    Data

    Sebelum mengolah data, tentu harus diketahui dulu bagaimana teknik mengumpulkan
    data. Ada tiga hal penting tentang cara mengumpulkan data untuk kepentingan
    penerbitan pers atau tugas-tugas jurnalistik. Yakni: reportase, wawancara dan
    riset kepustakaan. Saya tak ingin menjelaskan hal ini berpanjang-panjang,
    karena materi ini tentu sudah didapatkan dari orang lain. Misalnya bagaimana
    teknik reportase ke lapangan, bagaimana melakukan investigasi, dan sebagainya.
    Wawancara juga demikian ada teknik-teknik khusus yang harus dilakukan
    seseorang. Sejak mempersiapkan materi wawancara, mengetahui lebih banyak yang
    akan diwawancarai, melemparkan pertanyaan pemancing, bagaimana bertanya supaya
    yang diwawancarai tidak merasa diinterograsi, dan sebagainya. Semua ini tentu
    sudah diperoleh.


    Adapun
    tentang riset kepustakaan, ini memang tidak memerlukan teknik khusus. Dan
    saudara-saudara yang selama ini sudah duduk di bangku universitas tentu tak
    asing dengan soal ini. Dalam membuat paper, makalah, dan nantinya skripsi,
    hal-hal seperti ini sudah pasti dilakukan. Dan itu sama saja untuk kepentingan
    jurnalistik.


    Bagaimana
    kita membongkar-bongkar buku untuk mencari data yang akan menunjang tulisan
    kita. Atau memilah-milah klipping koran, atau menyimak brosur-brosur. Semua ini
    tak kalah pentingnya dengan pekerjaan wawancara atau reportase. Di
    penerbitan-penerbitan besar seperti TEMPO, Kompas dan lain-lainnya, tenaga
    seperti ini yang dinamai periset statusnya sama dengan wartawan. Karena mereka
    harus punya kejelian yang sama dengan wartawan. Bahkan mungkin lebih karena
    mereka umumnya lebih banyak membaca buku dan mengingat peristiwa-peristiwa --
    walau itu tak mutlak karena sekarang pendataan klipping, file, brosur, indeks
    atau katalog buku sudah didukung peralatan komputer yang canggih.


    Setelah
    Data Terkumpul

    Nah, setelah semua data terkumpul, sebenarnya sudah dimulai teknik mengolahnya.
    Tapi, bagaimana mengolahnya jika data itu sedemikian banyak? Sering penulis
    pemula merasa bingung bagaimana memperlakukan data. Wartawan muda suka
    mengeluh: ''Aduh, banyak sekali bahannya, bagaimana menulisnya, ya,
    bingung.''Jangan bingung. Periksa dulu rencana awal (kalau Anda reporter
    biasanya ada lembar penugasan). Pada perencanaan awal itu tentu sudah
    ditentukan, data yang Anda cari itu untuk rubrik apa, fokus ceritanya apa, lalu
    angle (sudut pandangnya) ke mana. Lalu cocokkan dengan data yang Anda
    peroleh. Apakah sudah terkumpulkan semuanya? Kalau belum, cari yang kurang.
    Kalau pas, siap-siaplah ditulis. Sering yang terjadi adalah kelebihan data.
    Belanjaan terlalu banyak, istilah di pers. Sepanjang ''belanjaan yang banyak''
    itu tidak mengubah fokus dan angle bukanlah persoalan. Tetapi sering
    ''belanjaan'' yang dibawa melenceng dari perenca naan awal. Apa yang terjadi di
    lapangan tidak cocok seperti yang diperkirakan di kantor. Apa yang dihasilkan
    dari reportase dan wawancara tidak tepat seperti yang direncanakan sebelumnya.
    Maka, yang terlebih dahulu ditentukan sebelum data diolah adalah apakah sudut
    pandang dan fokus diubah, dan dengan perubahan itu tetapkah tulisan itu
    menarik? Kalau ya, lakukan perubahan dulu. Artinya, data yang terkumpul itu
    mengubah perencanaan awal, dan buatlah rencana tulisan yang baru sesuai dengan
    data yang ada. Kalau itu juga mengubah rubrik, tidak apa-apa, sepanjang
    memenuhi kriteria rubrik. Di TEMPO misalnya, sering dalam perencanaan awal
    untuk rubrik Kriminalitas tiba-tiba data yang ada melenceng. Karena menarik
    lalu diubah jadi rubrik Hukum, atau Nasional. (Setiap rubrik tentu memiliki
    kriteria-kriteria tertentu yang berbeda, dan ini adalah kesepakatan pengelola
    redaksi penerbitan itu).Tetapi, kalau data yang terkumpul itu melenceng dan
    tidak memenuhi standar untuk rubik apapun, juga tidak mempunya sudut pandang
    baru dan fokus yang bagus, maka itu berarti gagal. Simpan saja data itu untuk
    lain kali, tak ada gunanya dipaksakan.


    Mengolah
    Data


    Setelah ditentukan angle baru atau data itu memang pas dengan
    perencanaan, langkah selanjutnya adalah menyiangi data. Mana yang relevan untuk
    tulisan yang akan digarap dan mana yang tidak. Jangan segan-segan membuang data
    yang tidak perlu, walau tadinya dicari dengan penuh gesit dan susah payah.Dalam
    proses menyiangi ini akan terlihat apakah reportase dilengkapi dengan wawancara
    khusus yang merupakan bagian tersendiri, atau wawancara itu dimasukkan dalam
    bagian reportase, artinya menyatu dengan tulisan induk. Juga terlihat, apakah
    tulisan itu perlu didukung oleh grafik atau tabel untuk lebih menjelaskan pada
    pembaca. Ini mempengaruhi cara Anda menulis berita itu. Dalam menulis (saya tak
    menguraikan teknik menulis berita karena itu sudah ada bagiannya) sekali lagi
    harus diingat: jangan segan-segan membuang data yang tidak perlu. Juga harus
    diingat, trend penulisan sekarang ini -- baik untuk berita maupun feature --
    teknik penyajiannya sedemikian rupa sehingga orang membacanya dengan enteng dan
    tidak susah. Alurnya terpelihara. Orang sekarang ini semakin sibuk dan
    informasi sedemikian banyaknya, sehingga dalam mencari informasi itu orang tak
    mau memikirkan hal-hal yang tak perlu. Karena itu, dalam sebuah berita pasti
    ada ''pelaku utama'' dan ''pemain figuran''. Jangan sekali-sekali memberi porsi
    yang besar kepada ''pemain figuran'' sehingga menenggelamkan ''pemain utama''.


    Misal:
    Ada sekelompok petani melakukan protes karena tanahnya digusur. Pemimpin
    kelompok itu dan aktifis-aktifis lainnya adalah pelaku utama. Sedang figurannya
    adalah puluhan petani yang lain. Kita tak perlu harus menyebut seluruh petani
    yang protes, cukup pemimpinnya saja, atau pendampingnya yang vokal saja.
    Sedangkan puluhan lainnya cukup disebut jumlahnya, asalnya. Tidak perlu
    deskripsi lengkap: nama-nama mereka, usianya, deskripsi tubuhnya dan
    sebagainya. Tapi pemimpinnya perlu: usianya, pendidikannya, caranya bicara dan
    sebagainya.Ini juga termasuk pelaku yang lebih penting. Sebagai contoh, delapan
    anggota kongres AS berkunjung ke Indonesia. Karena mereka dari satu partai yang
    sama dan delegasi ini merupakan satu kesatuan, maka yang disebut cukup
    pemimpinnya saja. Apalagi yang lain tidak ngomong. Untuk apa menyebutkan
    data-data yang lain, selain susah mengeja namanya, apa relevansinya untuk
    pembaca kebanyakan?Pergunakan data sesuai dengan kebutuhan berita itu. Misalnya
    soal-soal detail. Tak semua detail itu penting. Misalnya menyebutkan jarak
    terbunuhnya perampok di tangan polisi. Apa gunanya menulis berita begini:
    ''Perampok itu ditembak polisi pada jarak 5, 74 meter.'' Pembaca malah bisa
    keliru kalau membacanya cepat-cepat, lima meter atau tujuh meter atau empat
    meter. Sebut saja angka bulat, misalnya, kurang dari enam meter atau sekitar
    enam meter -- walau Anda betul-betul mengukurnya secara tepat dengan sangat
    susah.Tetapi untuk hal tertentu, detail penting. Misalnya, pertandingan
    sepakbola. ''Gol terjadi pada menit ke 43''. Ini tak bisa disebut sekitar menit
    ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Menit ke 43 sangat penting artinya
    dibandingkan menit ke 30, misalnya. Atau tulisan begini: ''Pelari itu mencapai
    finish dengan waktu 10.51 detik.'' Ini penting sekali bagi pembaca. Mereka akan
    marah kalau detail itu ternyata salah. Apakah pembaca bingung melihat
    angka-angka ini? Tidak, karena sebelum mereka membaca berita itu, mereka sudah
    punya persiapan rubrik apa yang dibacanya. Kalau rubrik itu Nasional (di
    majalah) atau berita utama di koran tertulis seperti ini: ''Selesai
    berdemonstrasi menentang SDSB, Polan pulang ke rumahnya. Baru 15 menit, 12
    detik, 6 second ia di rumah, polisi dengan kekuatan 12 orang datang
    menciduknya. Nama-nama polisi itu Erwin Siregar usia 26 tahun pangkat Serka,
    Ida Bagus Rai usia 35 tahun pangkat Letda, Muhamad Jarnawi usia 28 tahun
    pangkat serma asal Purwodadi.....'' Ya, capek membaca kan? Untuk apa? Pelaku
    utamanya Polan, yang lain figuran semua. Figuran terpenting di sini hanya
    komandan polisi yang menangkapnya. Bahan-bahan seperti itu yang Anda dapatkan
    dari laporan polisi (biasanya keterangan pers) tidak usah dipakai semua.


    Sebar
    Data, Kalau Penting

    Ada kalanya data itu penting semua. Apalagi ini menyangkut deskripsi seorang
    tokoh yang mau ditonjolkan, misalnya. Kalau itu memang diperlukan, jangan
    memperlakukan data itu semaunya, ditumpahkan dalam satu kalimat. Akan lebih
    baik kalau data itu disebar dalam beberapa kalimat. Jangan dijubelkan.Contoh.
    Ada seorang pelukis lumpuh bernama Ketut Rinuh. Ia menda pat penghargaan pemerintah
    karena karyanya sangat bagus, tak kalah hebat dengan pelukis yang normal. Anda
    sudah melakukan reportase di rumah Ketut Rinuh dan sudah mendapatkan data-data
    yang banyak sekali. Lalu Anda menulis beritanya begini: ''Ketut Rinuh, pelukis
    lumpuh sejak kecil dari Desa Kesiman, umurnya 50 tahun, anaknya sembilan,
    istrinya guru TK, dan ia sudah berhasil menyekolahkan anaknya sampai menjadi
    insinyur, mendapat penghargaan dari pemerintah karena karyanya dinilai sangat
    bagus, melebihi karya-karya pelukis normal lainnya.''


    Kalimat
    saya ini sebenarnya sudah bagus karena meletakkan koma dengan benar. Kalau
    meletakkan koma ceroboh dan sama sekali diabaikan, pembaca bisa bingung.
    Jangan-jangan yang dimaksudkan ''ia'' itu istri Rinuh, jangan-jangan yang
    dimaksudkan mendapat penghargaan itu anaknya yang insinyur.Tapi,
    sebagus-bagusnya kalimat seperti yang saya buat tentu tetap capek membacanya.
    Dan itu bukan bahasa jurnalistik, apalagi jurnalistik model sekarang ini yang
    sering disebut sebagai jurna listik baru. Anda haru memecah-mecah data yang
    mendukung Ketut Rinuh itu. Misalnya:Pada kalimat pertama Anda cukup tulis: Ketut
    Rinuh, 50 tahun, mendapat penghargaan dari pemerintah.
    Kemudian dilanjutkan
    dengan kapan penghargaan itu diberikan, dalam rangka apa, siapa yang
    memberikan. Lantas, tentang siapa Ketut Rinuh dilanjutkan lagi dengan menulis: Pelukis
    lumpuh dari Desa Kesiman itu begitu terharu menerima penghargaan itu.

    Kemudian dilukiskan suasana pada saat upacara itu berlangsung. Mungkin, supaya
    berita tidak datar, Anda membutuhkan kutipan. Di situpun Anda bisa
    mendomplengkan data. Misalnya: ''Saya tak pernah mimpi mendapatkan
    penghargaan ini,'' kata Ketut Rinuh, lelaki yang lumpuh sejak kecil itu.

    Lalu Anda kembali melakukan reportase. Misalnya Anda menulis: Saat menerima
    penghargaan itu Ketut Rinuh tidak didampingi istrinya karena lagi mengajar di
    sebuah TK. Namun, ayah sembilan anak ini tampak begitu bahagia.


    Out-line
    Perlu


    Membuat out-line sangat perlu agar menggampangkan Anda mengolah data.
    Apalagi kalau berita yang Anda rancang itu berita panjang atau sejenis laporan
    utama. Apalagi kalau wartawan yang dilibatkan dalam pemberitaan ini tidak satu
    orang, tetapi banyak. Banyak data yang akan masuk, banyak informasi yang
    datang. Out line akan membantu karena ia mengatur lalu-lintas informasi,
    membagi permasalahan. Dalam menuliskan berita Anda tinggal mengikuti out
    line
    itu.


    Misalnya,
    Anda mau menulis masalah perpakiran di kota ini. Ada peg baru (kejadian hangat
    yang membuat berita itu layak diangkat) yakni: urusan parkir akan ditenderkan
    oleh Walikota. Nah, sebagai seorang redaktur yang menangani proyek tulisan ini,
    Anda tentu menyebar banyak wartawan. Ada yang mewawancarai tukang parkir, ada
    ke wali kota, ada yang mewawancarai pengusaha yang berminat ikut tender, ada
    yang ke polisi, ada yang mewawancarai tokoh masyarakat atau orang biasa. Bahan
    yang masuk tentu banyak sekali, sementara jatah halaman yang tersedia terbatas.
    Maka out line sangat membantu mengatasi masalah ini. Misalnya, Anda
    merancang kan begini:


    Bagian
    pertama tentu saja yang paling aktual (atau peg news) yakni menyangkut rencana
    tender parkir. Berapa besar tender, bagaimana minat pengusaha, target
    pendapatan kotamadya dari perparkiran, bagaimana perbandingan dengan tahun lalu
    ketika parkir tak diborongkan.


    Bagian
    kedua: menyangkut kebijaksanaan perparkiran. Misalnya disorot masalah hukumnya.
    Apakah seluruh wilayah kotamadya itu menjadi taman parkir? Kalau tidak kenapa
    di depan apotek ini ada parkir, di depan nasi guling di sebelahnya tidak ada?
    Kenapa ada parkir di trotoar, peraturan mana yang membolehkan? Kenapa tukang
    parkir saling bersaing, apakah mereka yang menyetor sesuai target? Adakah
    kemungkinan penyelewengan, karcis tak dirobek, lalu dipakai berulang-ulang.
    Kalau begitu siapa yang rugi, pengusaha atau kotamadya?


    Bagian
    ketiga: tanggapan dan pendapat masyarakat. Pemakai jalan, polisi, tukang parkir
    itu sendiri. Kalau tiga bagian ini masih kurang, mungkin perlu ada wawancara
    khusus yang menjadi bagian tersendiri atau tulisan (opini) berupa kolom dari
    seorang pakar. Misalnya, mereka menyoroti apa beda parkir dan penitipan motor.
    Kalau motor hilang, apakah tukang parkir bisa dituntut. Apakah tukang parkir
    itu bertanggung-jawab terhadap keamanan mobil atau motor atau mereka hanya
    menyediakan tempat dan untuk itu kita membayar.Nah, kalau _out-line_ itu sudah
    jelas, Anda tak akan lari ke mana-mana kalau sudah menulis. Tanpa kejelasan
    itu, Anda bisa melebar ke mana-mana. Persoalan A belum selesai, Anda sudah
    menulis persoalan C. Kemudian ingat lagi masalah A, ditulis lagi. Tulisan jadi
    tak runtut. Akan terjadi pengulangan-pengulangan.Demikian sesuatu yang bisa
    saya berikan semoga ada manfaatkan untuk Saudara-saudara.

      Waktu sekarang Mon Nov 25, 2024 7:33 am