Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    kyai yazid dan si anjing hitam

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 37
    Lokasi : Malang-Indonesia

    kyai yazid dan si anjing hitam Empty kyai yazid dan si anjing hitam

    Post by admin Tue Jun 15, 2010 12:58 pm

    Kiai Yazid dan Si
    Anjing Hitam




    Cerpen Wawan Susetya

    Syahdan, pada zaman dahulu, ada seorang kiai besar yang sangat dihormati.
    Orang-orang di sekitarnya memanggi Kiai Yazid --lengkapnya Kiai Abu Yazid
    al-Bustami. Santrinya banyak. Mereka belajar di bawah bimbingan Sang Guru.
    Mereka datang dari berbagai penjuru dunia; ada yang dari Irak, Iran, Arab, Tanah
    Gujarat, Negeri Pasai dan sebagainya. Mereka setia dan tunduk patuh atas semua
    naSihat dan bimbingan Sang Mursyid.

    Selain Kiai Yazid punya santri di pesantrennya, banyak pula masyarakat yang
    menginginkan nasihat dari beliau. Mereka pun datang dari berbagai penjuru
    dunia. Ada yang menanyakan tentang perjalanan spiritual yang sedang
    dihayatinya, ada pula yang bertanya cara menghilangkan penyakit-penyakit hati,
    bahkan tak jarang yang menginginkan usaha mereka lancar serta
    keperluan-keperluan yang Sifatnya pragmatis dan teknis lainnya. Semuanya
    dilayani dan diterima dengan baik oleh Sang Kiai.

    Meski demikian, kadang-kadang terjadi pula tamu yang datang dengan maksud
    menguji dan mencobai Sang Kiai: apakah Kiai Yazid itu memang benar-benar
    waskita (tajam penglihatan mata batinnya)?

    Para tamu yang datang, bukan hanya didominasi kalangan lelaki saja, tetapi juga
    ada perempuan sufi yang belajar kepadanya. Mereka ingin ber-taqarrub kepada
    Allah sebagaimana yang dilalui Sang Kiai. Di antara mereka ada yang berhasil,
    ada pula yang gagal di tengah jalan. Semua itu, kata Kiai Yazid, memang
    bergantung pada ketekunannya masing-masing. Beliau hanya mengarahkan dan
    membimbing; semuanya bergantung dari keputusan-Nya jua.

    Karena ke-’️alim-annya itu, akhirnya masyarakat memang benar-benar menganggap
    bahwa Kiai Yazid adalah sosok yang patut dijadikan tauladan atau panutan. Bukan
    hanya itu. Para kalangan sufi pun menghormati kedalaman rasa Sang Kiai. Para
    sufi pun banyak yang mengajak diskusi, konsultasi, musyawarah dan membahas
    soal-soal spiritual yang pelik-pelik. Nglangut. Hadir dan menghadirkan.
    Berpisah dan bersatu.

    Kedalaman rasa Sang Kiai, misalnya, ia bisa saja merasa kesepian atau
    "menyendiri" ketika berkumpul dengan orang banyak. Di tempat lain,
    Sang Kiai sangat merasakan ramai, padahal ia sendirian. Begitulah, semua rasa
    itu tertutup oleh penampilan beliau yang memikat, mengayomi, melindungi,
    mengajar, dan gaul dengan banyak orang.
    ***
    Pada suatu hari, Kiai Yazid sedang menyusuri sebuah jalan. Ia sendirian. Tak
    seorang santri pun diajaknya. Ia memang sedang menuruti kemauan langkah kakinya
    berpijak; tak tahu ke mana arah tujuan dengan pasti. Ia mengalir begitu saja.
    Maka dengan enjoy-nya ia berjalan di jalan yang lengang nan sepi.

    Tiba-tiba dari arah depan ada seekor anjing hitam berlari-lari. Kiai Yazid
    merasa tenang-tenang saja, tak terpikirkan bahwa anjing itu akan mendekatnya.
    E?.ternyata tahu-tahu sudah dekat; di sampingnya. Melihat Kiai Yazid --secara
    reflek dan spontan-- segera mengangkat jubah kebesarannya. Tindakan tadi begitu
    cepatnya dan tidak jelas apakah karena -barangkali-- merasa khawatir:
    jangan-jangan nanti bersentuhan dengan anjing yang liurnya najis itu!

    Tapi, betapa kagetnya Sang Kiai begitu ia mendengar Si Anjing Hitam yang di
    dekatnya tadi memprotes: "Tubuhku kering dan aku tidak melakukan kesalahan
    apa-apa!"

    Mendengar suara Si Anjing Hitam seperti itu, Kiai Yazid masih terbengong:
    benarkah ia bicara padanya?! Ataukah itu hanya perasaan dan ilusinya semata?
    Sang Kiai masih terdiam dengan renungan-renungannya.

    Belum sempat bicara, Si Anjing Hitam meneruskan celotehnya: "Seandainya
    tubuhku basah, engkau cukup menyucinya dengan air yang bercampur tanah tujuh
    kali, maka selesailah persoalan di antara kita. Tetapi apabila engkau
    menyingsingkan jubah sebagai seorang Parsi (kesombonganmu), dirimu tidak akan
    menjadi bersih walau engkau membasuhnya dengan tujuh samudera sekalipun!"

    Setelah yakin bahwa suara tadi benar-benar suara Si Anjing Hitam di dekatnya,
    Kiai Yazid baru menyadari kekhilafannya. Secara spontan pula, ia bisa merasakan
    kekecewaan dan keluh kesah Si Anjing Hitam yang merasa terhina. Ia juga
    menyadari bahwa telah melakukan kesalahan besar; ia telah menghina sesama
    makhluk Tuhan tanpa alasan yang jelas.

    "Ya, engkau benar Anjing Hitam," kata Kiai Yazid, "Engkau memang
    kotor secara lahiriah, tetapi aku kotor secara batiniah. Karena itu, marilah
    kita berteman dan bersama-sama berusaha agar kita berdua menjadi bersih!"

    Ungkapan Kiai Yazid tadi, tentu saja, merupakan ungkapan rayuan agar Si Anjing
    Hitam mau memaafkan kesalahannya. Jikalau binatang tadi mau berteman dengannya,
    tentu dengan suka rela ia mau memaafkan kesalahannya itu.

    "Engkau tidak pantas untuk berjalan bersama-sama denganku dan menjadi
    sahabatku! Sebab, semua orang menolak kehadiranku dan menyambut kehadiranmu.
    Siapa pun yang bertemu denganku akan melempariku dengan batu, tetapi Siapa pun
    yang bertemu denganmu akan menyambutmu sebagai raja di antara para mistik. Aku
    tidak pernah menyimpan sepotong tulang pun, tetapi engkau memiliki sekarung
    gandum untuk makanan esok hari!" kata Si Anjing Hitam dengan tenang.

    Kiai Yazid masih termenung dengan kesalahannya pada Si Anjing Hitam. Setelah
    dilihatnya, ternyata Si Anjing Hitam telah meninggalkannya sendirian di jalanan
    yang sepi itu. Si Anjing Hitam telah pergi dengan bekas ucapannya yang menyayat
    hati Sang Kiai.

    "Ya Allah, aku tidak pantas bersahabat dan berjalan bersama seekor anjing
    milik-Mu! Lantas, bagaimana aku dapat berjalan bersama-Mu Yang Abadi dan Kekal?
    Maha Besar Allah yang telah memberi pengajaran kepada yang termulia di antara
    makhluk-Mu yang terhina di antara semuanya!" seru Kiai Yazid kepada
    Tuhannya di tempat yang sepi itu.

    Kemudian, Kiai Yazid dengan langkah yang sempoyongan meneruskan perjalanannya.
    Ia melangkahkan kakinya menuju ke pesantrennya. Ia sudah rindu kepada para
    santri yang menunggu pengajarannya.
    ***
    Keunikan dan ke-nyleneh-an Kiai Yazid memang sudah terlihat sejak dulu. Kepada
    para santrinya, beliau tidak selalu mengajarkan di pesantrennya saja, tetapi
    juga diajak merespon secara langsung untuk membaca ayat-ayat alam yang tergelar
    di alam semesta ini. Banyak pelajaran yang didapat para santri dari Sang Kiai;
    baik pembelajaran secara teoritis maupun praktis dalam hubungannya dengan
    ketuhanan.

    Suatu hari, Kiai Yazid sedang mengajak berjalan-jalan dengan beberapa orang
    muridnya. Jalan yang sedang mereka lalui sempit dan dari arah yang berlawanan
    datanglah seekor anjing. Setelah diamati secara seksama, ternyata ia bukanlah
    Si Anjing Hitam yang dulu pernah memprotesnya. Ia Si Anjing Kuning yang lebih
    jelek dari Si Anjing Hitam. Begitu melihat Si Anjing Kuning tadi terlihat
    tergesa-gesa --barangkali karena ada urusan penting-- maka Kiai Yazid segera
    saja mengomando kepada para muridnya agar memberi jalan kepada Si Anjing Kuning
    itu.

    "Hai murid-muridku, semuanya minggirlah, jangan ada yang mengganggu Si
    Anjing Kuning yang mau lewat itu! Berilah dia jalan, karena sesungguhnya ia ada
    suatu keperluan yang penting hingga ia berlari dengan tergesa-gesa," k ata
    Kiai Yazid kepada para muridnya.

    Para muridnya pun tunduk-patuh kepada perintah Sang Kiai. Setelah itu, Si
    Anjing Kuning melewati di depan Kiai Yazid dan para santrinya dengan tenang,
    tidak merasa terganggu. Secara sepintas, Si Anjing Kuning memberikan hormatnya
    kepada Kiai Yazid dengan menganggukkan kepalanya sebagai ungkapan rasa terima
    kasih. Maklum, jalanan yang sedang dilewati itu memang sangat sempit, sehingga
    harus ada yang mengalah salah satu; rombongan Kiai Yazid ataukah Si Anjing
    Kuning.

    Si Anjing Kuning telah berlalu. Tetapi rupanya ada salah seorang murid Kiai
    Yazid yang memprotes tindakan gurunya dan berkata: "Allah Yang Maha Besar
    telah memuliakan manusia di atas segala makhluk-makhluk-Nya. Sementara, kiai
    adalah raja di antara kaum sufi, tetapi dengan ketinggian martabatnya itu
    beserta murid-muridnya yang taat masih memberi jalan kepada seekor anjing jelek
    tadi. Apakah pantas perbuatan seperti itu?!"

    Kiai Yazid menjawab: "Anak muda, anjing tadi secara diam-diam telah
    berkata kepadaku: "Apakah dosaku dan apakah pahalamu pada awal kejadian
    dulu sehingga aku berpakaian kulit anjing dan engkau mengenakan jubah
    kehormatan sebagai raja di antara para mistik (kaum sufi)?" Begitulah yang
    sampai ke dalam pikiranku dan karena itulah aku memberikan jalan
    kepadanya."

    Mendengar penjelasan Kiai Yazid seperti itu, murid-muridnya manggut-manggut.
    Itu merupakan pertanda bahwa mereka paham mengapa guru mereka berlaku demikian.
    Semuanya diam membisu. Mereka tidak ada yang membantah lagi. Mereka pun terus
    meneruskan perjalanannya. ***
    (Inspirasi cerita: Kisah Abu Yazid al-Busthomi, tokoh besar dari
    kalangan kaum sufi)

    Tulungagung, 9 Oktober 2003

      Waktu sekarang Sat Nov 23, 2024 9:57 am