Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    agama dan kosmologi

    ratri
    ratri
    Mega Ultimate Member


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 281
    Join date : 01.04.10
    Age : 37
    Lokasi : di hati si admin

    agama dan kosmologi Empty agama dan kosmologi

    Post by ratri Mon Jun 14, 2010 9:03 pm

    Agama dan
    Kosmologi



    Kosmologi yang benar adalah fondasi yang
    harus dibangun oleh setiap insan beragama. Dengan metode
    epistemologis apakah kosmologi ini bisa dibangun? Mungkinkan pengetahuan
    empiris dapat memecahkan masalah-masalah prinsipal kosmologis? Dimanakah
    posisi tasawwuf dalam perfeksi dan perjalanan spiritual manusia?
    Artikel ini akan menjawabnya dengan penjelasan yang lugas dan
    sesederhana mungkin.



    Definisi Agama


    Bicara
    soal agama, tidak bisa tidak kita harus memahami terlebih dahulu devinisi
    agama. Dalam bahasa Arab agama disebut ‘Din’ yang secara bahasa berarti
    ketataan, pahala dsb. Dalam istilah, Din berarti keyakinan kepada
    Sang Pencipta manusia dan alam semesta serta ajaran-ajaran amaliah yang sesuai
    dengan keyakinan ini. Atas dasar ini orang yang tidak meyakini adanya
    Sang Pencita dan menganggap segala fenomena alam ini sebagai kejadian spontan
    atau semata-mata terjadi karena interaksi alam natural disebut sebagai orang
    yang tak beragama (ateis). Sebalik orang yang meyakini adanya Sang
    Pencipta semesta alam disebut sebagai orang yang beragama, sekalipun



    keyakinannya atau ritus-ritus agamanya mengalami penyimpangan dan
    khurafat. Maka dari itu, agama terbagi menjadi hak dan batil.



    Agama yang hak adalah agama yang mengandung keyakinan yang sesuai dengan
    kenyataan serta membawa petunjuk kepada perilaku-perilaku yang memiliki jaminan
    yang valid untuk menggapai kebenaran.



    Ushul dan Furu’


    Dengan pengertian terminologis agama tadi jelaslah bahwa
    agama setidaknya terdiri dari dua elemen. Pertama, akidah atau
    keyakinan-keyakinan yang dilandasi dengan prinsip dan dasar yang
    valid. Kedua, hukum atau perintah-perintah amaliah yang
    sesuai dengan dasar-dasar akidah. Dengan demikian, tepatlah kiranya
    jika elemen akidah setiap agama disebut ‘ushul’ (pokok-pokok) sedangkan
    elemen hukum amaliahnya disebut furu’ (cabang). Dua istilah ini oleh para
    ulama Islam juga lazim disebut akidah Islam dan hukum Islam.



    Kosmologi dan Ideologi


    Istilah kosmologi dan ideologi artinya tak jauh berbeda satu dengan
    yang lain. Arti kosmologi antara lain ialah serangkaian keyakinan
    dan pandangan universal yang tersistematis mengenai manusia dan alam semesta,
    atau secara umum mengenai ‘ke-ada-an’ (wujud). Sedangkan arti ideologi
    antara lain ialah serangkaian pandangan universal yang tersistematis mengenai
    perilaku manusia.



    Sesuai dua pengertian ini bisa dikatakan bahwa rangkaian akidah dan ushul
    setiap agama adalah kosmologi agama ini sendiri, sementara sistem universal
    hukum-hukum amaliahnya adalah ideologinya, dan keduanya diterapkan sesuai ushul
    dan furu’ agama ini. Patut diingat bahwa istilah ideologi tidak mencakup
    hukum-hukum parsial sebagaimana kosmologi juga tidak mencakup
    keyakinan-keyakinan parsial. Selain itu, kata ideologi juga sering
    diterapkan pada pengertian umum yang mencakup kosmologi.



    Kosmologi Teisme dan Kosmologi Materialisme


    Di tengah umat manusia terdapat aneka ragam
    kosmologi. Toh demikian, dengan pertimbangan diterima atau tidaknya alam
    immateri atau supranatural semuanya bisa dibagi dalam dikotomi kosmologi
    ketuhanan (teisme) dan kosmologi materialisme. Penganut kosmologi
    materialisme dulu disebut zindiq atau mulhid (ateis), sedangkan sekarang lazim
    disebut materialis. Ada banyak paham yang membidani lahirnya materialisme, dan
    diantaranya yang paling kesohor ialah Materialisme Dialektik yang menjadi
    elemen filosofis ajaran Marxisme.



    Dari keterangan di atas jelas bahwa penerapan istilah kosmologi lebih luas
    daripada istilah keyakinan atau akidah agama, karena kosmologi juga meliputi
    paham-paham ateisme dan materialisme sedangkan akidah agama tidak
    mencakupnya. Ini serupa dengan istilah ideologi yang sebenarnya hanya
    mencakup rangkaian hukum-hukum agama.



    Agama Samawi dan Ushulnya


    Tentang proses munculnya berbagai agama para ahli sejarah
    agama dan sosiolog berbeda pendapat. Namun, berdasarkan apa yang bisa
    dipahami dari teks-teks keislaman (nash), agama muncul sejak manusia itu
    ada. Manusia pertama adalah Nabi Adam as yang merupakan nabi penyeru
    Tauhid (monoteisme), sedangkan keberadaan agama–agama yang mengandung
    paham-paham syirik (politeisme) tak lain adalah akibat penyelewengan, distorsi,
    dan tendensi-tendensi individual maupun kelompok.



    Agama-agama monoteisme yang merupakan agama samawi dan hakiki memiliki tiga
    prinsip universal yang kolektif. Pertama, keyakinan kepada Tuhan
    Yang Esa. Kedua, keyakinan kepada kehidupan yang abadi untuk setiap
    manusia di alam akhirat serta ganjaran dan pahala untuk setiap perbuatannya
    ketika hidup di alam dunia. Ketiga, keyakinan kepada pengutusan
    para Nabi oleh Allah SWT untuk menuntun umat manusia kepada kesempurnaan dan
    kebahagiaan dunia dan akhirat.



    Tiga prinsip ini pada hakikatnya adalah jawaban untuk beberapa pertanyaan
    fundamental untuk setiap orang yang arif dan bijak yaitu, apa dan siapakah
    kausa prima atau sumber pertama wujud alam semesta ini? Apakah akhir dari
    kehidupan ini? Dan apakah yang bisa dijadikan sebagai jalur terbaik untuk
    menjalani program hidup? Adapun kandungan program yang dapat dipelajari
    dari jalur wahyu yang terjamin kebenarannya tak lain ialah ideologi religius
    yang terbangun berlandaskan kosmologi teisme.



    Keyakinan-keyakinan prinsipal memiliki berbagai konsekwensi, korelasi,
    akses, dan rincian-rincian yang keseluruhannya membentuk konsetalasi keyakinan
    religius. Perselisihan dalam hal-hal inilah yang menumbuh-biakkan
    berbagai aliran keagamaan, mazhab, dan sekte. Perselisihan mengenai
    status kenabian sebagian nabi serta penentuan kitab suci yang valid, misalnya,
    telah memicu perselisihan antara agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam.
    Perselisihan ini kemudian membawa akses berupa perselisihan-perselihan lain
    dalam keyakinan dan tradisi yang sebagian diantaranya tidak sejalan dengan
    keyakinan-keyakinan prinsipal. Contohnya adalah keyakinan trinitas dalam
    agama Kristen yang jelas-jelas berseberangan dengan paham monoteisme, walaupun
    umat Kristiani tetap berusaha mengemas keyakinan trinitas ini dengan
    penjelasan-penjelasannya sendiri. Dalam Islampun, umat Nabi Besar
    Muhammad saww juga terpecah menjadi Ahlussunnah dan Syiah akibat perselisihan
    mengenai mekanisme penentuan para pengganti Rasul saww. Syiah meyakini
    bahwa yang berhak menentukannya hanyalah Allah SWT, sementara Ahlussunnah
    meyakini bahwa yang menentukannya adalah umat Islam sendiri.



    Alhasil, Tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan adalah keyakinan yang
    paling fundamental dan prinsipal dalam semua ajaran agama samawi.



    Masalah Masalah Prinsipal Kosmologis


    Ketika manusia berniat memecahkan berbagai persoalan
    fundamental kosmologis dan mengenal ushuluddin yang benar, pertanyaan yang
    pertama kali mencuat ialah apakah jalan pemecahan masalah-masalah ini?
    Bagaimanakah pengetahuan-pengetahuan yang fundamental bisa diserap dengan
    benar? Di tengah berbagai metode yang ada, metode manakah yang valid untuk memperoleh
    pengatahuan-pengetahuan ini?



    Semua pertanyaan ini dibahas secara rinci dalam epistemologi, yaitu satu
    disiplin ilmu yang menganalisis dan mengevaluasi berbagai pengetahuan dan
    metode penalaran manusia dalam memperoleh pengetahuan. Kita di sini akan
    membicarakan masalah ini sekadarnya.



    Berbagai Jenis Pengetahuan


    Dari satu aspek tertentu pengetahuan-pengetahuan manusia
    bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori:



    Pertama, pengetahuan empiris. Pengetahuan ini diperoleh manusia
    dengan mengandalkan organ-organ inderawi, kendati akal juga berperan dalam
    eksepsi dan generalisasi pengetahuan-pengetahuan empiris. Pengetahuan
    empiris difungsikan dalam ilmu-ilmu empiris semisal kimia, fisika, dan biologi.



    Kedua, pengetahuan rasional. Pengetahuan ini dibentuk
    oleh konsepsi-konsepsi yang diserap oleh akal pikiran. Dalam pengetahuan
    ini peranan akal sangat fundamental kendati adakalanya persepsi-persepsi
    empiris masih digunakan sebagai sumber serapan konsepsi atau digunakan sebagai
    bagian dari premis dalam silogisme. Ruang gerak pengetahuan ini meliputi
    ilmu logika, ilmu filsafat, dan ilmu matematika.



    Ketiga, pengetahuan yang diterima begitu saja (ta’abbudi).
    Pengetahuan ini memiliki aspek sekunder dengan pengertian bahwa ilmu ini
    didapat berdasarkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah dibuktikan
    sebagai sumber yang valid dan punya otoritas. Dengan kata lain pengetahuan ini
    diperoleh dari berita yang disampaikan oleh pembawa kabar yang terbukti bisa
    dipercaya. Contoh kongretnya adalah pengetahuan yang diperoleh para penganut
    agama dari pemuka agamanya. Pengetahuan ini adakalanya membentuk
    keyakinan yang jauh lebih kuat daripada keyakinan-keyakinan yang diperolehnya
    dari pengalaman-pengalaman empiris.



    Keempat, pengetahuan intuitif (syuhudi). Tak seperti
    tiga kategori pengetahuan di atas, pengetahuan ini bersentuhan langsung dengan
    obyeknya tanpa perantara gambaran subyetif. Karena itu, ilmu atau
    pengetahuan ini tidak mungkin salah. Namun demikian, biasanya apa diklaim
    sebagai ilmu syuhudi atau irfani pada hakikatnya adalah interpretasi subyektif
    dari sesuatu yang telah disaksikan. Interpretasi inilah yang bisa
    salah.



    Berbagai Jenis Kosmologi


    Berdasarkan klasifikasi di atas, kosmologi bisa dibagi
    dalam empat bagian sebagai berikut:



    Pertama, kosmologi ilmiah. Maksudnya ialah manusia
    membangun kosmologi universalnya mengenai alam semesta berdasarkan hasil-hasil
    ilmu pengetahuan empiris.



    Kedua, kosmologi filosofis yang dicapai melalui proses
    argumentasi-argumentasi rasional.



    Ketiga, kosmologi yang diperoleh melalui keimanan kepada para
    pemimpin agama sehingga semua kata-kata mereka diyakini sebagai kebenaran.



    Keempat, kosmologi irfani yang diperoleh melalui jalur intuisi
    atau mukasyafah, syuhud, dan isyraq.



    Pertanyaannya sekarang ialah apakah semua masalah fundamental kosmologis
    bisa dipecahkan secara seimbang melalui semua bagian kosmologi di atas?
    Ataukah ada satu diantaranya yang harus diprioritaskan atas yang lain?



    Evaluasi dan Tinjauan Kritis


    Seperti diketahui, ruang gerak pengetahuan empiris hanya
    terbatas pada fenomena-fenomena alam materi. Maka dari itu, hasil-hasil ilmu
    empiris tidak bisa mengenal fondasi-fondasi kosmologi dan menyelesaikan
    masalah-masalah kosmologis yang letaknya berada di luar peta ilmu pengetahuan
    empiris. Ilmu empiris tidak bisa mengisbatkan atau menafikannya.
    Hasil-hasil riset di laboratorium, misalnya, tidak akan bisa mengkonfirmasikan
    atau menolak keberadaan Tuhan. Ini tak lain karena pengalaman empiris
    sama sekali tidak akan bisa menjangkau alam immateri dan oleh sebab itu
    pengalaman ini jelas tidak akan bisa mengisbatkan atau menafikan sesuatu yang
    berada di luar zona alam materi.



    Dengan demikian, kosmologi empiris lebih menyerupai fatamorgana.
    Karenanya, kata-kata ‘kosmologi’ dalam pengertian yang sebenarnya tidak bisa
    diterapkan pada pandangan-pandangan universal empiris. Kita hanya bisa
    menyebutnya sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Materi. Jadi, ilmu ini
    tidak akan bisa menjawab berbagai persoalan prinsipal menyangkut kosmologi.



    Pengetahuan-pengetahuan ta’abbudi juga demikian. Sebagaimana
    yang dijelaskan tadi, pengetahuan ta’abbudi bersifat sekunder dalam pengertian
    bahwa pengetahuan ini bisa diyakini setelah sumbernya bisa dibuktikan valid
    sebelumnya. Jadi, sebelumnya harus bisa dibuktikan kenabian seseorang
    yang menjadi nara sumber pengetahuan itu. Sebelum ini pun harus pula
    dibuktikan keberadaan Tuhan, Zat yang mengutus nabi untuk membawa kabar (baca:
    pengetahuan). Dan keberadaan Pengutus nabi serta kenabian orang yang
    diutus-Nya jelas tidak bisa dibuktikan dengan pesan (baca: pengetahuan) yang
    dibawa oleh nabi. Misalnya, keberadaan Tuhan tidak bisa kita buktikan
    dengan pernyataan Al-Quran:“Tuhan itu ada”. Dengan demikian, metode ta’abbudi
    juga tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah prinsipal kosmologis.



    Adapun berkenaan dengan motode irfani, syuhudi, intiusi, atau yang juga
    disebut mistis kita perlu memberikan penjelasan secara agak detail melalui
    beberapa poin sbb:



    Pertama, Kosmologi adalah pengetahuan yang terdiri dari
    konsepsi-konsepsi subyektif (mafahim dzihniah), sementara dalam intuisi
    sama sekali tidak ada mafahim dzihniah.



    Kedua, untuk menjelaskan dan menginterpretasi apa yang
    diketahui seseorang dengan jalan intuisi sangatlah memerlukan kepiawaian yang
    besar dalam berpikir, dan ini tidak akan bisa dicapai kecuali dengan latar
    belakang jerih payah berpikir dan analisis-analisis filosofis yang
    panjang. Jika tidak, maka seseorang yang mengalami intuisi akan terjebak
    pada penggunaan kata-kata yang ambigu sehingga bisa menjadi penyebab timbulnya
    kesesatan dan penyelewenangan.



    Ketiga, dalam banyak kasus, hakikat yang diketahui seseorang
    melalui intuisi bisa mengundang kebingungan bagi orang ini sendiri manakala dia
    mencoba memberikan refleksi dan interpretasi subyektif.



    Keempat, diketahuinya hakikat-hakikat yang setelah
    diinterpretasikan oleh pikiran bisa kita sebut kosmologi bergantung kepada
    proses penempuhan jalan suluk, sedangkan penerimaan metode suluk ini sendiri
    juga memerlukan teori-teori dasar dan masalah-masalah prinsipal dalam kosmologi.
    Jadi, masalah-masalah ini harus terpecahkan terlebih dahulu sebelum dimulai
    perjalanan suluk, sedangkan pengetahuan-pengetahuan intiusi berada pada tahap
    yang paling akhir. Suluk, irfan, atau yang disebut tasawwuf hanya akan bisa
    dialami oleh seseorang jika dia benar-benar ikhlas berusaha menempuh jalan
    Allah SWT, dan usaha ini hanya bisa ditempuh oleh yang orang yang
    memiliki pengetahuan sebelumnya tentang Allah dan jalan pengabdian kepada-Nya.



    Kesimpulan


    Setelah semua metode di atas terbukti tidak bisa difungsikan dalam
    penyelesaian masalah-masalah prinsipal kosmologis, maka tinggallah satu jalan
    yang bisa dijadikan alternatif, dan itu ialah jalan penalaran rasional.
    Dengan begitu, maka kosmologi yang yang valid dan realistis ialah kosmologi filosofis.



    Sungguhpun demikian, ini bukan berarti bahwa untuk menemukan
    kosmologi yang benar semua persoalan-persoalan filosofis harus bisa
    dipecahkan. Sebaliknya, pemecahan beberapa persoalan filosofis yang
    sederhana dan mendekati aksiomatis sudah cukup untuk membuktikan keberadaan
    Tuhan yang merupakan masalah yang paling fundamental dalam kosmologi.
    Selain itu, menjadikan metode penalaran rasional (ta’aqqul)
    sebagai satu-satunya alternatif bukan berarti bahwa metode-metode
    lain tidak bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah kosmologis,
    karena banyak sekali argumentasi-argumentasi rasional yang bisa dikemukakan
    melalui premis-premis yang didapat dari ilmu-ilmu empiris dsb. (Artikel ini
    disadur dari buku Amuzashe Aqaid yang ditulis Ayatullah Misbah Yazdi
    untuk para pemula pelajar akidah.

      Waktu sekarang Fri Nov 22, 2024 6:34 am