APRESIASI ESTETIKA EKSISTENSIAL
(Suatu Wacana Humanisme
Substantif)
Oleh : M. Chazienul Ulum
Hegemoni kebudayaan monopolistik agaknya telah merasuki
relung kehidupan manusia. Kultur
tersebut dikultuskan dan terasa begitu menindas kreativitas. Narasi kehidupan dikisahkan dalam pelbagai
media, terutama melalui saluran elektronik.
Universalitas seolah menjadi satu-satunya postulat yang musti ‘diimani’
oleh nyaris semua orang. Keunikan dalam
pandangan umum terkadang dianggap sebagai suatu keganjilan.
Gerak kehidupan yang ada telah diformat sedemikian rupa
sesuai dengan preferensi massa. Sebagian
doktrin picisan yang taklid dan tidak mencerahkan agaknya juga mencemari
pelataran kehidupan sehingga direnggut ke dalam kondisi stagnan, hambar,
monoton dan …memilukan !
Sindrom
alienasi diciptakan dari keputusasaan personal dalam menghadapi realitas. Tuntutan massa mewujud menjadi ‘godzilla’
yang membombardir zone personalitas individu. Kesadaran kolektif mampu mendustai dan
mencelakai kapasitasnya. Padahal mereka
memiliki potensi untuk beraksi lebih daripada yang mereka prediksikan.
Inferioritas,
kepicikan eksistensial dan over permissive tertanam dan terus
bersemi. ‘Patologi’ ini mampu membuat
mereka bersikukuh bahwa transformasi personal dan sosial menjadi suatu hal yang
muskil untuk dilancarkan. Kesadaran kolektif
pun terbentuk : “Kehidupan ini begitu menjemukan. Kita cuma bisa bertahan, tak lebih.”
Apakah
demikian berkaratnya kesadaran kita sehingga kita terpaksa hanya berikhtiar ala
kadarnya ?
Madat Peradaban
Kapitalisme
dan pembangunanisme (developmentalism) yang juga berasal dari indung
telur kapitalisme. Pemerintah secara
sistematis telah menjustifikasi kriminalitas kemanusiaan atas nama pembangunan
dan menggusur rakyat dari rumahnya sendiri melalui stigmatisasi penghambat
pembangunan. Pembangunan yang
dikampanyekan pemerintah tidak seharusnya dimanifestasikan sebagai
reduksionisme atas humanitas.
Pada
prinsipnya, aksi personal dan sosial membutuhkan kearifan intelektual, pengukuhan
integritas dan independensi, berhaluan progresif dan keberanian
mendobrak stagnasi. Eksplanasinya
sebagai berikut :
Pertama, kearifan intelektual berarti
mengisyaratkan akuntabilitas sosial.
Intelektualitas mencerminkan keluwesan menggoreskan gurat pemikiran
dalam rajutan komposisi ide, namun tidak meninggalkan hal yang prinsipal.
Kedua, pengukuhan integritas akan melestarikan
kesejatian dan kesahihan pemikiran (orisinalitas). Sedangkan independensi berarti lepas dari
kooptasi uniformitas pola pikir yang memberangus potensi nalar dan daya kritis
kita.
Ketiga, berhaluan progresif akan memperluas
cakrawala pandang pada keberadaan kosmos, baik mikro maupun makro.
Keempat, keberanian mendobrak stagnasi. Secara filosofis kita meyakini bahwa seorang
pecundang menjemput ajal berkali-kali atau minimal merasa dirinya telah
mati. Sedangkan seorang pemberani hanya
mengenal satu kematian. Baginya,
kematian adalah ketika kehadiran dan ketidakhadirannya bermakna sama, tidak
memberi kemaslahatan yang berarti bagi sesama.
Dalam konteks ini stagnasi (dan kevakuman nurani) adalah bentuk lain
dari kematian. Untuk itulah sebagai
pedamba kehidupan mau tak mau kita harus berani memekikkan satu kata : “Lawan
!”
Ekspektasi Estetika Eksistensial
Kerinduan
akan ‘rona atomik’ hendaknya menjadi ekspektasi eksistensial yang melebur dalam
keharmonisan kosmik. Kejernihan dan
kelembutan estetika eksistensial menyuguhkan persepsi pelangi yang beragam
puspa melalui pemaknaan nilai.
‘Pisau
kehidupan’ tidaklah menikam kita. Hanya
saja kita yang acapkali tidak memuliakan hidup sehingga muncullah kepribadian
neurotis menyelimuti diri kita.
Sesungguhnya ‘pisau kehidupan’ merupakan alat untuk mengupas dan mencari
hakikat eksistensial dan esensi kemanusiaan kita.
Dengan
menemukan esensi diri, seseorang menjumpai wujud khas yang ia miliki. M. Iqbal dan Sayyid Quthb berpandangan/memandang
bahwa finalitas problem otentisitas membutuhkan transformasi individual dan
sosial. Hal ini dapat ditempuh lewat
pemulihan eksistensi diri dari bahaya kepasifan, stagnasi, ritualisme dan
dominasi asing maupun dengan berupaya mendorong kelompok untuk beraksi dan
mengidentifikasi alasan rasional bagi kelompok untuk melakukan revolusi.
Tujuan
dari perjuangan manusia hari ini adalah untuk merebut kembali otonomi
pribadinya yang telah sekarat digilas arogansi peradaban. Tirani massa yang dicekokkan terutama melalui
media elektronik (TV) membawa implikasi pada marjinalisasi eksistensialis. Kita dirangsang untuk bermimpi menggapai gaya
hidup borjuis yang membuat kita terlena serta melupakan keberadaan kaum
tertindas. Eksistensi nurani digilas
oleh roda kapital.
Tugas
kita adalah menciptakan orde kehidupan yang progresif dan dinamis. Kejumudan (stagnasi) akan kreativitas dalam
menyelami samudera kehidupan hakiki justru akan mengundang kegundahan
(frustasi). Coba kita dengarkan
kemolekan alunan biola Contradanza-nya Vanessa Mae yang penuh gairah (passionfull).
Perubah
sejarah kerap berasal dari para pemberontak yang memiliki keteguhan
eksistensial. Mereka menorehkan kuas
peradaban di saat sesamanya terpuruk dalam kubangan kehidupan keseharian yang
mekanistik. Hidup berarti melakukan
proses pembelajaran dan eksperimentasi sosial.
Pemberontakan
adalah sah dan dapat dibenarkan jika dianggap telah mengalami kevakuman
filosofis yang mengarah pada patologi sosial.
Pada suatu kondisi tertentu, kita perlu menggagas dan menggalang misi
pemberontakan serta mengganyang kecarutmarutan . di sinilah pentingnya dekonstruksi senyampang
berorientasi pada upaya untuk rekonstruksi sosial. Dan kita yang biasanya sudah ‘sakaratul
maut’ apatisnya senantiasa melantangkan revolusi sebagai jawabannya.
So why don’t you stand up and be beautiful
Black, white, red, gold and brown
We’re stuck in this world
Nowhere to go
Turn it around
What are you so afraid of
Show as what your made of
Be yourself and be beautiful
Why don’t you stand up and say “I’m beautiful”
(Marillion)
(Suatu Wacana Humanisme
Substantif)
Oleh : M. Chazienul Ulum
Hegemoni kebudayaan monopolistik agaknya telah merasuki
relung kehidupan manusia. Kultur
tersebut dikultuskan dan terasa begitu menindas kreativitas. Narasi kehidupan dikisahkan dalam pelbagai
media, terutama melalui saluran elektronik.
Universalitas seolah menjadi satu-satunya postulat yang musti ‘diimani’
oleh nyaris semua orang. Keunikan dalam
pandangan umum terkadang dianggap sebagai suatu keganjilan.
Gerak kehidupan yang ada telah diformat sedemikian rupa
sesuai dengan preferensi massa. Sebagian
doktrin picisan yang taklid dan tidak mencerahkan agaknya juga mencemari
pelataran kehidupan sehingga direnggut ke dalam kondisi stagnan, hambar,
monoton dan …memilukan !
Sindrom
alienasi diciptakan dari keputusasaan personal dalam menghadapi realitas. Tuntutan massa mewujud menjadi ‘godzilla’
yang membombardir zone personalitas individu. Kesadaran kolektif mampu mendustai dan
mencelakai kapasitasnya. Padahal mereka
memiliki potensi untuk beraksi lebih daripada yang mereka prediksikan.
Inferioritas,
kepicikan eksistensial dan over permissive tertanam dan terus
bersemi. ‘Patologi’ ini mampu membuat
mereka bersikukuh bahwa transformasi personal dan sosial menjadi suatu hal yang
muskil untuk dilancarkan. Kesadaran kolektif
pun terbentuk : “Kehidupan ini begitu menjemukan. Kita cuma bisa bertahan, tak lebih.”
Apakah
demikian berkaratnya kesadaran kita sehingga kita terpaksa hanya berikhtiar ala
kadarnya ?
Madat Peradaban
Kapitalisme
dan pembangunanisme (developmentalism) yang juga berasal dari indung
telur kapitalisme. Pemerintah secara
sistematis telah menjustifikasi kriminalitas kemanusiaan atas nama pembangunan
dan menggusur rakyat dari rumahnya sendiri melalui stigmatisasi penghambat
pembangunan. Pembangunan yang
dikampanyekan pemerintah tidak seharusnya dimanifestasikan sebagai
reduksionisme atas humanitas.
Pada
prinsipnya, aksi personal dan sosial membutuhkan kearifan intelektual, pengukuhan
integritas dan independensi, berhaluan progresif dan keberanian
mendobrak stagnasi. Eksplanasinya
sebagai berikut :
Pertama, kearifan intelektual berarti
mengisyaratkan akuntabilitas sosial.
Intelektualitas mencerminkan keluwesan menggoreskan gurat pemikiran
dalam rajutan komposisi ide, namun tidak meninggalkan hal yang prinsipal.
Kedua, pengukuhan integritas akan melestarikan
kesejatian dan kesahihan pemikiran (orisinalitas). Sedangkan independensi berarti lepas dari
kooptasi uniformitas pola pikir yang memberangus potensi nalar dan daya kritis
kita.
Ketiga, berhaluan progresif akan memperluas
cakrawala pandang pada keberadaan kosmos, baik mikro maupun makro.
Keempat, keberanian mendobrak stagnasi. Secara filosofis kita meyakini bahwa seorang
pecundang menjemput ajal berkali-kali atau minimal merasa dirinya telah
mati. Sedangkan seorang pemberani hanya
mengenal satu kematian. Baginya,
kematian adalah ketika kehadiran dan ketidakhadirannya bermakna sama, tidak
memberi kemaslahatan yang berarti bagi sesama.
Dalam konteks ini stagnasi (dan kevakuman nurani) adalah bentuk lain
dari kematian. Untuk itulah sebagai
pedamba kehidupan mau tak mau kita harus berani memekikkan satu kata : “Lawan
!”
Ekspektasi Estetika Eksistensial
Kerinduan
akan ‘rona atomik’ hendaknya menjadi ekspektasi eksistensial yang melebur dalam
keharmonisan kosmik. Kejernihan dan
kelembutan estetika eksistensial menyuguhkan persepsi pelangi yang beragam
puspa melalui pemaknaan nilai.
‘Pisau
kehidupan’ tidaklah menikam kita. Hanya
saja kita yang acapkali tidak memuliakan hidup sehingga muncullah kepribadian
neurotis menyelimuti diri kita.
Sesungguhnya ‘pisau kehidupan’ merupakan alat untuk mengupas dan mencari
hakikat eksistensial dan esensi kemanusiaan kita.
Dengan
menemukan esensi diri, seseorang menjumpai wujud khas yang ia miliki. M. Iqbal dan Sayyid Quthb berpandangan/memandang
bahwa finalitas problem otentisitas membutuhkan transformasi individual dan
sosial. Hal ini dapat ditempuh lewat
pemulihan eksistensi diri dari bahaya kepasifan, stagnasi, ritualisme dan
dominasi asing maupun dengan berupaya mendorong kelompok untuk beraksi dan
mengidentifikasi alasan rasional bagi kelompok untuk melakukan revolusi.
Tujuan
dari perjuangan manusia hari ini adalah untuk merebut kembali otonomi
pribadinya yang telah sekarat digilas arogansi peradaban. Tirani massa yang dicekokkan terutama melalui
media elektronik (TV) membawa implikasi pada marjinalisasi eksistensialis. Kita dirangsang untuk bermimpi menggapai gaya
hidup borjuis yang membuat kita terlena serta melupakan keberadaan kaum
tertindas. Eksistensi nurani digilas
oleh roda kapital.
Tugas
kita adalah menciptakan orde kehidupan yang progresif dan dinamis. Kejumudan (stagnasi) akan kreativitas dalam
menyelami samudera kehidupan hakiki justru akan mengundang kegundahan
(frustasi). Coba kita dengarkan
kemolekan alunan biola Contradanza-nya Vanessa Mae yang penuh gairah (passionfull).
Perubah
sejarah kerap berasal dari para pemberontak yang memiliki keteguhan
eksistensial. Mereka menorehkan kuas
peradaban di saat sesamanya terpuruk dalam kubangan kehidupan keseharian yang
mekanistik. Hidup berarti melakukan
proses pembelajaran dan eksperimentasi sosial.
Pemberontakan
adalah sah dan dapat dibenarkan jika dianggap telah mengalami kevakuman
filosofis yang mengarah pada patologi sosial.
Pada suatu kondisi tertentu, kita perlu menggagas dan menggalang misi
pemberontakan serta mengganyang kecarutmarutan . di sinilah pentingnya dekonstruksi senyampang
berorientasi pada upaya untuk rekonstruksi sosial. Dan kita yang biasanya sudah ‘sakaratul
maut’ apatisnya senantiasa melantangkan revolusi sebagai jawabannya.
So why don’t you stand up and be beautiful
Black, white, red, gold and brown
We’re stuck in this world
Nowhere to go
Turn it around
What are you so afraid of
Show as what your made of
Be yourself and be beautiful
Why don’t you stand up and say “I’m beautiful”
(Marillion)
Tue Aug 01, 2023 9:56 pm by wisatasemarang
» Portable STATA 18 Crack Full Version
Thu May 11, 2023 5:24 pm by wisatasemarang
» NVivo 12 Crack Full version
Mon Jan 30, 2023 11:16 am by wisatasemarang
» Tutorial Difference In difference (DID (Diff-in-Diff) With Eviews 13
Thu Nov 03, 2022 6:24 am by wisatasemarang
» Online Workshop Smart PLS Minggu, 01 Oktober 2022
Sat Sep 17, 2022 11:35 am by wisatasemarang
» kumpulan ebook tentang robot
Fri Jan 02, 2015 10:04 pm by kyuru
» MANTRA PELET
Wed May 16, 2012 3:31 am by orlandojack
» book love of spell
Sat Mar 24, 2012 8:08 pm by rifqi as
» attraction Formula
Sat Mar 24, 2012 7:09 pm by rifqi as