Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Join the forum, it's quick and easy

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

ingin bergabung dengan elrakyat.tk klik pendaftaran. jika anda sudah pernah mendaftar silakan login. jangan lupa ajak kawan-kawanmu ke mari , dan jadilah top poster di forum kita

Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Forum Komunitas pecinta koleksi jadul

salah satu forum terbesar tempat kita bernostalgia

Login

Lupa password?

Our traffic

info rakyat

Sun Oct 31, 2010 9:05 pm by admin

---------------
PEMBERITAHUAN....

SF ZONA RELIGI SEKARANG KAMI PINDAH KE [You must be registered and logged in to see this link.] ANDA BISA BERPARTISIPASI DAN MENJADI MODERATOR SESUAI PERMINTAAN ANDA DENGAN REQUEST VIA SMS NO ADMIN 081945520865


Sekilas Info

Sun Jun 27, 2010 2:44 pm by admin

kabar gembira, forum lentera-rakyat mulai hari ini juga bisa diakses melalui [You must be registered and logged in to see this link.]


    cerita tentang syeikh abdul qadir al jaelani

    admin
    admin
    Admin
    Admin


    Zodiac : Virgo Jumlah posting : 688
    Join date : 19.03.10
    Age : 36
    Lokasi : Malang-Indonesia

    cerita tentang syeikh abdul qadir al jaelani Empty cerita tentang syeikh abdul qadir al jaelani

    Post by admin Mon Dec 06, 2010 4:37 pm

    Pertemuan Syekh Abdul Qadir Jailani dan Syekh Yusuf al-hamadani
    Contributed by al-Haitsami dalam kitabnya, Fatâwâ Hadîtsiyyah
    Cerita pertemuan pertama al-Jailani dengan al-Hamadani berikut ini diriwayatkan oleh al-Haitsami dalam kitabnya, Fatâwâ
    Hadîtsiyyah:

    Abu Sa‘id Abdullah ibn Abi Asrun (w. 585 H.), seorang imam dari Mazhab Syafi’i, berkata, “Di awal
    perjalananku mencari ilmu agama, aku bergabung dengan Ibn al-Saqa, seorang pelajar di Madrasah Nizamiyyah, dan
    kami sering mengunjungi orang-orang saleh. Aku mendengar bahwa di Baghdad ada orang bernama Yusuf al-Hamadani
    yang dikenal dengan sebutan al-Ghawts. Ia bisa muncul dan menghilang kapan saja sesuka hatinya. Maka aku
    memutuskan untuk mengunjunginya bersama Ibn al-Saqa dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani, yang pada waktu itu masih
    muda. Ibn al-Saqa berkata, “Apabila bertemu dengan Yusuf al-Hamadani, aku akan menanyakan suatu
    pertanyaan yang jawabannya tak akan ia ketahui.” Aku menimpali, “Aku juga akan menanyakan satu
    pertanyaan dan aku ingin tahu apa yang akan ia katakan.” Sementara Syekh Abdu-Qadir al-Jailani berkata,
    “Ya Allah, lindungilah aku dari menanyakan suatu pertanyaan kepada seorang suci seperti Yusuf al-Hamadani
    Aku akan menghadap kepadanya untuk meminta berkah dan ilmu ketuhanannya.”
    Maka kami pun memasuki majelisnya. Ia sendiri terus menutup diri dari kami dan kami tidak melihatnya hingga
    beberapa lama. Saat bertemu, ia memandang kepada Ibn al-Saqa dengan marah dan berkata, tanpa ada yang
    memberitahu namanya sebelumnya, “Wahai Ibn al-Saqa, bagaimana kamu berani menanyakan pertanyaan
    kepadaku dengan niat merendahkanku? Pertanyaanmu itu adalah ini dan jawabannya adalah ini!” dan ia
    melanjutkan, “Aku melihat api kekufuran menyala di hatimu.” Kemudian ia melihat kepadaku dan berkata,
    “Wahai hamba Allah, apakah kamu menanyakan satu pertanyaan kepadaku dan menunggu jawabanku?
    Pertanyaanmu itu adalah ini dan jawabannya adalah ini. Biarlah orang-orang bersedih karena tersesat akibat
    ketidaksopananmu kepadaku.” Kemudian ia memandang kepada Syekh Abdul Qadir al-Jailani, mendudukkannya
    bersebelahan dengannya, dan menunjukkan rasa hormatnya. Ia berkata, “Wahai Abdul Qadir, kau telah
    menyenangkan Allah dan Nabi-Nya dengan rasa hormatmu yang tulus kepadaku. Aku melihatmu kelak akan menduduki
    tempat yang tinggi di kota Baghdad . Kau akan berbicara, memberi petunjuk kepada orang-orang, dan mengatakan
    kepada mereka bahwa kedua kakimu berada di atas leher setiap wali. Dan aku hampir melihat di hadapanku setiap wali
    pada masamu memberimu hak lebih tinggi karena keagungan kedudukan spiritualmu dan kehormatanmu.”
    Ibn Abi Asrun melanjutkan, “Kemasyhuran Abdul Qadir makin meluas dan semua ucapan Syekh al-Hamadani
    tentangnya menjadi kenyataan hingga tiba waktunya ketika ia mengatakan, ‘Kedua kakiku berada di atas leher
    semua wali.’ Syekh Abdul Qadir menjadi rujukan dan lampu penerang yang memberi petunjuk kepada setiap
    orang pada masanya menuju tujuan akhir mereka.
    Berbeda keadaannya dengan Ibn Saqa. Ia menjadi ahli huahli hukum yang menonjol. Ia mengungguli semua ulama
    pada masanya. Ia sangat suka berdebat dengan para ulama dan mengalahkan mereka hingga Khalifah memanggilnya
    ke lingkungan istana. Suatu hari Khalifah mengutus Ibn Saqa kepada Raja Bizantium, yang kemudian memanggil semua
    pendeta dan pakar agama Nasrani untuk berdebat dengannya. Ibn al-Saqa sanggup mengalahkan mereka semua.
    Mereka tidak berdaya memberi jawaban di hadapannya. Ia mengungkapkan berbagai argumen yang membuat mereka
    tampak seperti anak-anak sekolahan.
    Kepandaiannya memesona Raja Bizantium itu yang kemudian mengundangnya ke dalam pertemuan pribadi keluarga
    Raja. Pada saat itulah ia melihat putri raja. Ia jatuh cinta kepadanya, dan ia pun melamar sang putri untuk dinikahinya.
    Sang putri menolak kecuali dengan satu syarat, yaitu Ibn Saqa harus menerima agamanya. Ia menerima syarat itu dan
    meninggalkan Islam untuk memeluk agama sang putri, yaitu Nasrani. Setelah menikah, ia menderita sakit parah
    sehingga mereka melemparkannya ke luar istana. Jadilah ia peminta-minta di dalam kota , meminta makanan kepada
    setiap orang meski tak seorang pun memberinya. Kegelapan menutupi mukanya.
    Suatu hari ia melihat seseorang yang ia kenal. Orang yang bertemu dengan Ibn al-Saqa itu menceritakan bahwa ia
    bertanya kepadanya, “Apa yang terjadi kepadamu?” Ibn al-Saqa menjawab, “Aku terperosok ke
    dalam godaan.” Orang itu bertanya lagi, “Adakah yang kau ingat dari Alquran Suci?” Ia menjawab,
    “Aku ingat ayat yang berbunyi, ‘Sering kali orang-orang kafir itu menginginkan sekiranya saja dulu mereka
    itu menjadi orang Islam’ (Q.S. al-Hijr [15]: 2).”
    Ia gemetar seakan-akan sedang meregang nyawa. Aku berusaha memalingkan wajahnya ke Kakbah, tetapi ia terus
    saja menghadap ke timur. Sekali lagi aku berusaha mengarahkannya ke Kakbah, tetapi ia kembali menghadap ke timur.
    Hingga tiga kali aku berusaha, namun ia tetap menghadapkan wajahnya ke timur. Kemudian, bersamaan dengan
    keluarnya ruh dari jasadnya, ia berkata, “Ya Allah, inilah akibat ketidakhormatanku kepada wali-Mu, Yusuf al-
    Hamadani.”
    Ibn Abi Asrun melanjutkan, “Sementara aku sendiri mengalami kehidupan yang berbeda. Aku datang ke
    Damaskus dan raja di sana , Nuruddin al-Syahid, memintaku untuk mengurusi bidang agama, dan aku menerima tugas
    itu. Sebagai hasilnya, dunia datang dari setiap penjuru: kekayaan, makanan, kemasyhuran, uang, dan kedudukan
    selama sisa hidupku. Itulah apa yang diramalkan oleh al-Ghawts Yusuf al-Hamadani untukku.”

    dikutip dari Encyclopaedia of Islamic Doctrine Vol.5: Tazkiyatun-Nafs/ Tasawwuf, Ihsan
    karya Syekh Muhammad Hisyam Kabbani ar-Rabbani


      Waktu sekarang Wed May 08, 2024 4:10 pm